STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA (Studi Kasus di Teluk Semut Sendang Biru Malang)

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TERUMBU KARANG; ASET YANG TERANCAM (AKAR MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI PENYELAMATANNYA) Amin, S.Pd., M.Si*)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU MATAS TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Terumbu karang merupakan komponen ekosistem utama pesisir dan laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JAKARTA (22/5/2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan


SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

PANDUAN PEMANTAUAN TERUMBU KARANG BERBASIS-MASYARAKAT DENGAN METODA MANTA TOW

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus Kepulauan Seribu)

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

BUPATI BANGKA TENGAH

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

Transkripsi:

2003 Mohammad Mahmudi Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Oktober 2003 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA (Studi Kasus di Teluk Semut Sendang Biru Malang) Oleh : MOHAMMAD MAHMUDI NRP. C 261030021 E-mail: mmudi2003@yahoo.com PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dengan wilayah lautnya yang sangat luas, jumlah pulaunya yang mencapai sekitar 17.508 dan diperkirakan luas terumbu karangnya sekitar 60.000 km 2 membuat negara ini sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Ditambah letaknya yang sangat strategis, yaitu di sepanjang garis katulistiwa, diantara dua samudera Hindia dan Pasifik serta diantara dua benua Asia dan Australia (Gayatri Liley, 1998). Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini bias hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi 1

bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi. Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumberdaya yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, tripang dan lainlain, maka aktivitas yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi tersebut semakin besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semain meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Sehingga sudah waktunya bangsa Indonesia mengambil tindakanyang cepat dan tepat guna mengurangi laju degradasi terumbu karang akibat dieksploitasi oleh manusia. Atas dasar hal tersebut di atas, perlu dilakuka studi kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannya, khususnya di wilayah perairan Kabupaten Malang. Perumusan Masalah Terumbu karang yang tumbuh dan hidup sangat baik di perairan dangkal (kurang lebih 20 meter) ternyata telah dimanfaatkan dengan sangat berlebihan. Sama halnya pada ekosistem mangrove dan lamun, meningkatnya kegiatan manusia dalam pemanfaatan ekosistem terumbu karang memberikan dampak yang besar terhadap kerusakan ekosistem ini (Dutton et al., 2001). Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya fungsi terumbu karang, ditambah lagi tidak mudahnya mencari alternative pekerjaan menambah tekanan terhadap terumbu karang semakin tinggi dan kompleks. Cara pemanfaatan yang tradisionalpun, misalnya pemakaian bubu di beberapa tempat karena dipakai dalam jumlah yang banyak telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang relatif luas. Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu (1) hilangnya habitat tempat 2

memijah, berkembangnya larva (nursery), dan mencari maka bagi banyak sekali biota laut yang sebagaian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya pelindung pulau dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada karang batu yang menghasilkan sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin intensif. Pemanfaatan sumberdaya alam tanpa adanya perencanaan yang matang akan dapat mengancam kelestarian ekosistem sumberdaya itu sendiri yang selanjutnya juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumberhayati laut yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sehingga pemanfaatan potensi sumberdaya terumbu karang mutlak harus dilakukan dengan memperhatikan asas berkelanjutan. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk : (a) Mengetahui kondisi terumbu karang di Teluk Semut Sendang Biru Malang yang ada pada saat ini (b) Mengetahi penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang (c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang lestari dan berkelanjutan METODE PENILAIAN KONDISI TERUMBU KARANG Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, yaitu pengamatan dengan menggunakan perahu dan papan manta yang berfungsi sebagai tempat mengikat tali dari perahu ke pengamat. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat menulis sampel serta contoh gambar dari jenis-jenis terumbu karang. Peneliti ditarik oleh perahu dengan tali 12 meter sepanjang terumbu karang yang telah disurvei awal. Bila tidak memungkinkan sebagai alternatif lain digunakan pelampung agar pengamat tetap berada di permukaan air untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan. 3

Perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef yaitu dengan menghitung panjang penutupan jenis terumbu karang yang terlewati jalur transek. Analisis data yang dilakukan untuk mencari persentase penutupan terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP (1993), yaitu : Panjang penutupan jenis spesies-i % Penutupan (C) = x 100% Total panjang jalur Menurut Bachtiar (2001) yang menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu : (1) Kategori Sangat Jelek : 0-10 % (2) Kategori Jelek : 11-30 % (3) Kategori Sedang : 31-50 % (4) Kategori Baik : 51-75 % (5) Kategori Sangat Baik : 76-100 % HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penutupan Terumbu Karang di teluk Semut Kondisi penutupan terumbu karang di teluk Semut rata-rata masih tergolong baik yaitu 62,56% dimana jenis Acropora menempati persentase tertinggi 23%. Namun demikian tingkat kerusakan terumbu karang sudah mencapai 37,34%. Kondisi ini tidak boleh didiamkan saja harus segera ada tindakan yang dapat mencegah ke arah kerusakan yang lebih parah lagi. Data penutupan terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 1. 4

Tabel 1. Tingkat penutupan rata-rata terumbu karang di Teluk Semut No. Karan g Hidup Penutupan m % Karan Penutupan g Mati m % 1. CS 20 10,70 DCA 29 15,5 1 2. ACB 14 7,49 DC 41 21,9 3 3. ACT 9 4,81 4. ZO 5 2,67 5. OT 19 10,16 6. CME 7 3,74 7. ACD 20 10,70 8. CM 12 6,41 9. CMR 11 5,88 Jumlah 11 7 62,56 Jumla h 70 37,3 4 Keterangan : CM=Coral massive OT=Ascidians CS=Coral submassive DC=Dead coral ACB=Acropora branching DCA=Dead coral algae CMR=Coral mushoorm ACD=Acropora digitate ZO=Zoanthids ACT= Acropora tabulate CME=Coral millepora Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri. Sedangkan penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak langsung merusak terumbu karang, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai. Gejala penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan beracun semakin meningkat pada lima tahun terakhir yang disebabkan oleh kesalahan persepsi dalam reformasi dan juga lemahnya penegakan hukum yang ada disana. Gambar 1 dan 2 adalah contoh kerusakan terumbu karang akibat penggunaan bahan peledak dan bahan beracun. 5

Gambar 1. kerusakan terumbu karang dan ikan mati akibat penggunaan potas dan pengeboman Gambar 2. Pemutihan karang akibat penggunaan potas untuk menangkap ikan karang Akar Permasalahan Dari hasil penemuan di lokasi, masalah kerusakan terumbu karang yang ada kecuali yang diakibatkan oleh alam apabila ditarih lebih lanjut dapat ditemukan akar permasalahan yang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang 6

diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternative mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat sekitar. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Matrik kondisi, penyebab kerusakan dan akar permasalahan dalam pemanfaatanan ekosistem terumbu karang di Malang KONDISI TERUMBU KARANG 37,34% kondisi terumbu karang dalam keadaan rusak PENYEBAB KERUSAKAN A. KEGIATAN MANUSIA Penambangan dan pengambilan karang Penangkapan ikan dengan bom dan potas Wisata pantai B. ALAMI Pemangsaan berlebih oleh predator Surut yang lama AKAR PERMASALAHAN Inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil Metode pengelolaan yang kurang memadai Instrumen penegakan hukum yang belum memadai Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang Sulitnya mencari alternative mata pencaharian di luar laut blooming bintang laut dan mahkota berduri terjadi bleeching (pemutihan karang) Strategi Pengelolaan Twerumbu Karang Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekayang ada. Dengan deikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung 7

di didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu karang diperlukan strategi sebagai berikut : 1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang : Mengembangkan mata pencaharian alternative yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang. Memberikan hak dan kepastian hokum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memiliki kemampuan. 2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini : Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbu karang dan mengembangkan berbagai alternative mata pencaharian bagi masyarakat local yang memanfatakannya. Meningkatkan efektifitas penegakan hokum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hokum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan potas. 3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya : 8

Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya. Menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. KESIMPULAN Hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Kondisi penutupan terumbu karang di teluk Semut rata-rata masih tergolong baik yaitu 62,56% dimana jenis Acropora menempati persentase tertinggi 23%. Namun demikian tingkat kerusakan terumbu karang sudah mencapai 37,34%. Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan proses alami yaitu adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri, serta kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai. Akar permasalahan pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternative mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat. Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di okasi secara garis besar adalah sebagai berikut : 1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang. 2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini. 3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya. DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 1992. Strategi dan pengelolaan terumbu karang. Proseding seminar Kelautan. KMNKLH. Jakarta. Hal 35-38. 9

Bachtiar, 2001. Pengelolaan terumbu karang. Pusat Kajian Kelautan, Universitas Mataram. NTB. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan masyarakat. LISPI. Jakarta. Dutton, I.M., D.G. Bengen and \j.\j. \tulungen. 2001 The challenges of coral reef management in Indonesia. In : Wolanski, E. (Ed). Oceanographic processes of coral reefs : Physical and biological links in the Great Barrier Reef. CRC Press LLc, Boca Raton, Florida. Gayatri Liley. 1998. pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Makalah Konverensi nasional I: Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia, IPB Bogor. Gunawan. 1997. Inventarisasi potensi terumbu karang di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi. Hal. 7-18. UNEP. 1993. Pengamatan terumbu karang dalam perubahan. Ilmu Kelautan. Australia. Hal. 8-29. 10