BAB I PENDAHULUAN. tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Di tahun 2009 angka pengangguran terdidik telah mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Zaman semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas merupakan lembaga pendidikan tinggi di

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. baik di negara maju maupun di negara berkembang. World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. besar memaksa sebagian orang tak bisa menjaga keseimbangan hidupnya, padahal

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tergolong tinggi, sehingga para petugas kesehatan seperti dokter,

BAB I PENDAHULUAN. merokok, mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang memiliki. kurang beristirahat dan berolahraga. (Auryn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU pendidikan No.2 Tahun,1989, pendidikan adalah usaha sadar untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju, maka perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer &

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Dari anak kecil sampai orang dewasa mempunyai kegiatan atau aktivitas

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang ini kemajuan suatu negara dipengaruhi oleh faktor

BAB I PENDAHULUAN. sehingga hal ini masih menjadi permasalahan dalam kesehatan (Haustein &

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menambah

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS FUNGSIONAL PASIEN PASCA STROKE DI WILAYAH KERJA

BAB I PENDAHULUAN. saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien stroke terbesar di

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRATEGI COPING PADA PENDERITA HIPERTENSI DI RSUD BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya. (Pratiwi, 2011). Menurut Leininger (1984) manusia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. terutama perguruan tinggi mulai sungguh-sungguh dan berkelanjutan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. jantung sebagai pemompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya ( Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dan psikologis. Gejala fisik paling khas adalah paralisis, kelemahan, hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin kompleks. Hal ini disebabkan aspek-aspek dalam dunia pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki tahun 2007 ini, negara Indonesia dihadapkan pada tantangan dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. sumbangsih bagi bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Contoh peran pendidikan yang nyata bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bebas tanpa Stroke merupakan dambaan bagi semua orang. Tak heran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat. Hal ini membawa perubahan terhadap gaya hidup dan meningkatnya tuntutan dalam pekerjaan. Perubahan gaya hidup tersebut diantaranya adalah kebiasaan makan makanan cepat saji, merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurangnya waktu berolahraga. Dalam bidang pekerjaan, tuntutan juga semakin tinggi untuk mengimbangi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tuntutan pekerjaan yang tinggi dapat membuat individu berada dalam kondisi tertekan atau stress. Gaya hidup yang tidak sehat dan keadaan yang stress akibat dunia pekerjaan dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya adalah stroke. Stroke adalah penyakit pada otak yang terjadi karena adanya gangguan dalam pendistribusian darah ke otak yang akhirnya dapat menyebabkan kelumpuhan dalam fungsi-fungsi tubuh (The Stroke Association, 2006). Penyakit stroke ini menyerang sistem saraf pada manusia, khususnya bagian otak. Stroke menjadi salah satu penyakit mematikan yang sedang menjadi sorotan masyarakat dunia karena jumlah angka penderita dan kematiannya semakin tinggi. Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization), stroke menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan saat ini selain jantung dan kanker, dan 1

2 jumlahnya semakin meningkat di negara-negara maju khususnya, dan Indonesia temasuk salah satunya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di Indonesia pada tahun 2007, menyatakan bahwa stroke menjadi salah satu dari penyakit seperti jantung koroner dan kanker yang merupakan pemicu nomor satu kematian di Indonesia. Berdasarkan data Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke di Indonesia semakin penting dan mendesak, karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak di Asia (Ricci, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung (Dinkes), selama tahun 2011, jumlah kasus stroke yang terjadi di seluruh Rumah Sakit di Kota Bandung per bulan Januari-September 2011, mencapai 7.293 kasus sedangkan dari data rekap PusKesMas di seluruh Kota Bandung jumlah kasus stroke sebanyak 435 kasus. Jumlah terbanyak kasus stroke terjadi rata-rata di usia 45-65 tahun ke atas. Seperti contoh dari tiga Rumah Sakit Kota Bandung yaitu, Rumah Sakit Immanuel, RSUD Ujung Berung dan RS Al Islam, berdasarkan data rekap selama bulan Januari sampai September 2011, jumlah penderita stroke yang berusia 45-65 tahun ke atas mencapai 1.680 kasus (Ricci, 2012). Banyaknya kasus stroke yang terjadi di Indonesia, khususnya Kota Bandung membuat kasus stroke menjadi perhatian para tenaga medis dan juga para psikolog. Stroke memberi dampak yang besar bagi penderitanya. Stroke dapat menyebabkan seseorang kehilangan kontrol pada fungsi-fungsi tubuhnya dan fungsi-fungsi kognitifnya, termasuk proses-proses mental seperti berpikir, merasakan, atau belajar (The Stroke Association, 2006). Secara medis, seseorang yang telah mengalami stroke tidak dapat kembali normal 100% seperti keadaan

3 tubuhnya yang semula. Hal tersebut membuat para pasien yang telah mengalami stroke (pasca stroke) mencoba berbagai cara pengobatan untuk mengembalikan dan memperbaiki tubuhnya agar setidaknya mereka dapat beraktivitas dengan normal tanpa bantuan orang lain (http://ciricara.com/2012/06/19/ciricara-ciri-ciriterkena-penyakit-stroke/, diakses tanggal 17 November 2013). Pasien pasca stroke biasanya melakukan pengobatan secara medis, yaitu farmakoterapi dan fisioterapi. Penanganan awal yang diberikan oleh dokter biasanya dilakukan dengan farmakoterapi. Farmakoterapi adalah tindakan untuk mengkonsumsi obat-obatan dari dokter untuk mengurangi faktor risiko dan mencegah terjadinya serangan stroke berulang. Sedangkan fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), dan pelatihan fungsi. Hal tersebut untuk mempercepat terjadinya pemulihan dan membantu mengurangi kecacatan yang permanen (Putri, 2013). Selain pengobatan secara medis, ada pilihan pengobatan alternatif untuk membantu proses pemulihan pasca stroke, yaitu akupuntur. Akupuntur merupakan salah satu terapi pengobatan alternatif dalam mengobati beberapa gangguan kesehatan yang disebabkan oleh ketidaknormalan kondisi syaraf ataupun sistem peredaran darah, seperti stroke. Acupuncture Today (April 2005) menuliskan bahwa akupuntur dapat meningkatkan pemulihan fungsi fisik pada pasien pasca stroke. Penelitian menyatakan akupuntur membantu perubahan dalam aliran darah

4 ke otak atau mungkin menstimulasi produksi dari faktor pertumbuhan yang dapat membantu sel syaraf bertahan. Pengobatan dengan akupuntur memberikan hasil bagi para pasien pasca stroke. Mereka yang melakukan pengobatan akupuntur merasakan perubahan pada anggota tubuhnya yang menderita kelumpuhan yang semula kaku dan berat untuk digerakkan kini mengendur dan ringan untuk digerakkan (Fauzi, 2012). Dengan terapi akupuntur, pasien akan merasakan perubahan yang lebih cepat dibandingkan dengan obat-obatan. Hal ini dikarenakan teknik akupuntur langsung menusukkan jarum ke titik meridian/titik akupuntur yang memengaruhi sistem syaraf yang mengalami gangguan, sehingga chi/energi vital yang berfungsi mengarahkan peredaran darah dapat lebih lancar dan pasien dapat merasakan perubahan yang lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan. Salah satu pusat terapi yang menyediakan pengobatan akupuntur bagi pasien pasca stroke adalah pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. Pasien yang berobat di pusat terapi akupuntur ini kurang lebih sekitar 45-60 pasien/bulannya. Awalnya pasien yang banyak berobat di tempat ini adalah pasien pasca stroke, tetapi semenjak akupuntur mulai dikenal di kalangan masyarakat maka banyak pasien selain pasien pasca stroke, seperti pasien yang mengalami darah rendah, insomnia, migrain, flu, ingin menurunkan berat badannya, dan lainlain. Di pusat terapi akupuntur ini, dokter yang mendalami akupuntur (akupuntur medik) tidak memberikan rancangan pengobatan, seperti berapa lama waktu terapi akupuntur yang dibutuhkan oleh seorang pasien. Pasien dapat datang

5 menurut keinginan dan kebutuhan mereka terhadap terapi akupuntur. Pasien dapat terus berobat bila merasa belum mengalami kesembuhan yang signifikan bagi dirinya. Di pusat terapi akupuntur ini, disediakan ruang tunggu bagi para pasien sebelum masuk ke ruangan untuk menjalani akupuntur. Di ruang tunggu ini biasanya para pasien maupun sanak saudara yang menggantar saling bertukar cerita. Tidak jarang mereka saling bertanya kondisi pasien dan hal yang dilakukan untuk mencapai kondisi fisik yang lebih baik. Mereka juga saling menyemangati dan memberikan saran-saran untuk mencapai kondisi fisik yang lebih baik. Selain itu dokter di pusat terapi akupuntur ini dalam menangani pasien tidak hanya melakukan teknik akupuntur sesuai dengan penyakit yang dideritanya tetapi juga memberikan dorongan dan semangat agar para pasien tidak putus asa dan dapat melewati kondisi fisiknya yang lemah. Pasien pasca stroke yang yakin akan mampu melewati kondisi yang buruk ini akan menunjukkan perubahan yang lebih signifikan dibandingkan yang tidak. Berdasarkan wawancara dengan salah satu pasien yang mengikuti terapi akupuntur, Bapak A mengikuti terapi akupuntur karena dukungan keluarganya. Bapak A tidak yakin bahwa dirinya akan mampu beraktivitas lagi seperti semula karena terserang stroke, sehingga dalam menjalani terapi akupuntur Bapak A malas-malasan dan tidak rutin. Bapak A telah menjalani terapi akupuntur selama tiga tahun, dan menurut akupuntur medik sebenarnya secara fisik Bapak A telah menunjukkan perubahan yang lebih baik dibandingkan pasien lainnya. Tetapi Bapak A merasa tidak mendapat perubahan yang lebih baik dan putus asa akan

6 kondisinya, sehingga menghambat proses penyembuhannya. Sedangkan pasien lain yang yakin akan kesembuhannya walaupun kondisinya lebih parah dibandingkan bapak tadi menunjukkan kemajuan yang lebih cepat. Keadaan emosi seseorang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan penyakit dalam banyak hal. Seseorang yang memiliki emosi yang positif lebih memungkinkan untuk menjaga kesehatan mereka dan pulih dengan cepat dari penyakit daripada orang yang memiliki emosi negatif. Pada pasien pasca stroke, mereka yang memiliki emosi negatif seperti merasa putus asa dan tidak berdaya, dapat menghambat kemajuan mereka dalam proses penyembuhan (Johnston et al., 1999). Pasien yang menyadari proses pemulihan pasca stroke berlangsung lambat membuat mereka merasa tidak yakin akan kemampuan mereka untuk dapat sembuh dan beraktivitas kembali dengan normal. Pasien pasca stroke membutuhkan keyakinan akan kemampuan mereka untuk dapat mencapai keberhasilan dalam terapi akupuntur. Menurut Bandura (2002), keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk dapat mengatur dan melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang diharapkan disebut sebagai self-efficacy. Menurut Bandura (2002), self-efficacy seseorang dapat dikembangkan melalui satu atau dari kombinasi empat sumber, yaitu mastery experiences, vicarious experiences, social / verbal persuasion, dan physiological and affective state. Pasien pasca stroke yang mengalami keberhasilan dengan mendapatkan perubahan yang signifikan setelah menjalani terapi akupuntur akan meningkatkan self-efficacynya dibandingkan dengan mereka yang merasa tidak mendapat

7 perubahan apapun dari terapi akupuntur. Keberhasilan yang dialami oleh pasien pasca stroke oleh Bandura termasuk dalam sumber mastery experiences, dimana pengalaman-pengalaman keberhasilan yang dilakukan di masa lalu dapat membentuk keyakinan diri individu. Pasien pasca stroke yang melihat temannya yang berhasil sembuh melalui terapi akupuntur dan dapat menjalani kehidupan pasca stroke-nya dengan baik, dapat meningkatkan kepercayaan mereka bahwa mereka juga dapat memiliki kemampuan tersebut. Sedangkan mereka yang melihat temannya yang tidak berhasil sembuh dengan terapi akupuntur dan mengalami kesulitan pasca mengalami stroke akan menurunkan penilaian terhadap efficacy mereka dan menurunkan usaha mereka. Pengalaman yang dapat diamati dari model sosial seperti sesama pasien pasca stroke oleh Bandura termasuk dalam sumber vicarious experiences. Pasien pasca stroke yang mendapat dukungan dari keluarga atau temantemannya untuk dapat menjalani kehidupan pasca strokenya dengan mandiri dan baik, maka akan meningkatkan self-efficacynya untuk dapat menghadapi penyakitnya. Sedangkan mereka yang tidak mendapat dukungan atau mengalami persuasi bahwa mereka kurang mampu, akan menimbulkan ketidakpercayaan seseorang terhadap kemampuannya sendiri. Dukungan atau persuasi dari lingkungan sekitar oleh Bandura termasuk dalam sumber social/verbal persuasion. Pada pasien pasca stroke, individu merasa kondisi tubuhnya menjadi lemah dan tidak seperti dulu lagi sehingga berpengaruh terhadap self-efficacynya.

8 Semakin parah kondisi mereka, semakin kuat depresi yang mereka kembangkan (Diller, 1999). Emosi turut berpengaruh dalam meningkatkan atau menurunkan self-efficacy. Pasien yang memiliki emosi yang stabil, mampu berpikir positif, dan menjauhi stress maka akan meningkatkan self-efficacynya untuk menjalani kehidupan pasca stroke dibandingkan mereka yang memiliki emosi yang tidak stabil, subyektif, dan depresi. Keadaan fisik dan emosional pasien pasca stroke oleh Bandura termasuk dalam sumber physiological and affective state. Sumber-sumber ini berkontribusi dalam menentukan bagaimana keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya untuk mencapai keberhasilan dalam terapi akupuntur. Individu yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan dirinya untuk mencapai keberhasilan terapi dapat dipengaruhi oleh tingginya salah satu atau beberapa sumber tersebut. Begitu pula dengan individu yang kurang yakin akan kemampuan dirinya untuk mencapai keberhasilan terapi dapat dipengaruhi oleh rendahnya salah satu atau beberapa sumber tersebut. Berdasarkan hasil survey awal peneliti melalui wawancara terhadap 7 orang pasien pasca stroke, didapatkan data bahwa 1 dari 7 pasien (14,29%) di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk mencapai keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan pasien, dimana pasien dapat kembali beraktivitas dengan baik melalui terapi akupuntur di pusat terapi akupuntur X. Sedangkan 2 dari 7 pasien (28,57%) di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk mencapai keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh pengalaman dari teman-teman pasien yang dapat

9 kembali beraktivitas dengan baik setelah melalui proses terapi akupuntur dan dapat menjalani kehidupan pasca stroke mereka dengan baik dan mandiri. Sebanyak 2 dari 7 pasien (28,57%) di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung yang memiliki keyakinan terhadap kemampuan mereka untuk mencapai keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh dorongan dan persuasi dari keluarga dan teman-teman mereka bahwa mereka dapat melalui keadaan pasca stroke ini dengan baik dan dapat berfungsi secara mandiri kembali. Keluarga mereka mendorong pasien untuk melakukan terapi akupuntur dengan cara mengantarnya, menyediakan waktu, dan menemani pasien dalam melewati kondisi pasca stroke. Tak jarang keluarga pasien berasal dari luar kota Bandung, yang sengaja mengantarkan sanak saudaranya untuk berobat di pusat terapi akupuntur ini. Sebanyak 1 dari 7 pasien (14,29%) di pusat terapi akupuntur X di kota Bandung yang merasa kurang yakin dapat mencapai keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh kurangnya dorongan dan persuasi dari orang-orang terdekatnya. Subyek mengatakan bahwa keluarganya tampak kurang peduli dan tidak membantu subyek dalam melewati masa-masa terapi akupuntur ini. Sedangkan 1 dari 7 pasien (14,29%) di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung yang merasa kurang yakin dapat mencapai keberhasilan terapi ini dipengaruhi oleh kondisi fisiologisnya. Subyek merasa dirinya tidak kunjung membaik selama 3 tahun dan dirinya memiliki penyakit lain, yaitu tekanan darah tinggi yang dapat memperburuk keadaannya. Berdasarkan uraian diatas, dari 7 orang pasien terdapat 5 orang pasien yang memiliki ciri-ciri self-efficacy yang tinggi dengan sumber yang paling

10 berkontribusi bervariasi, antara lain mastery experiences (1 orang), vicarious experiences (2 orang), dan social / verbal persuasions (2 orang); dan 2 orang pasien yang memiliki ciri-ciri self-efficacy yang rendah dengan sumber yang paling berkontribusi social / verbal persuasions (1 orang) dan physiological and affective state (1 orang). Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat variasi sumber-sumber yang berkontribusi terhadap tinggi-rendahnya self efficacy pasien pasca stroke. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui kontribusi sumbersumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk mengetahui kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap selfefficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kontribusi sumber-sumber self-efficacy yang terdiri dari mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan physiological

11 and affective state terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis 1. Memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu Psikologi Kesehatan dan Psikopuntur, mengenai kontribusi sumbersumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur. 2. Memberikan tambahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi kepada Pusat Terapi Akupuntur X (dokter dan para terapis akupuntur) mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke. Informasi ini dapat digunakan untuk mendorong dan memotivasi pasien sesuai dengan sumber-sumber yang paling berkontribusi bagi pasien pasca stroke. 2. Memberikan informasi kepada keluarga dari pasien pasca stroke yang menjalani terapi akupuntur. Informasi ini diharapkan dapat membantu keluarga dalam memahami kondisi psikis pasien, khususnya kontribusi

12 sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke. 1.5. Kerangka Pikir Stroke adalah penyakit pada otak yang terjadi karena adanya gangguan dalam pendistribusian darah ke otak yang akhirnya dapat menyebabkan kelumpuhan dalam fungsi-fungsi tubuh. Seseorang yang mengalami stroke dapat membuatnya kehilangan kontrol pada fungsi-fungsi tubuhnya dan fungsi-fungsi kognitifnya, termasuk proses-proses mental seperti berpikir, merasakan, atau belajar (The Stroke Association, 2006). Setelah mengalami stroke, pasien berada dalam kondisi pasca stroke dimana kondisi tubuh pasien mengalami perubahan seperti bagian tubuh terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Individu yang berada dalam fase pasca stroke biasanya akan melakukan berbagai pengobatan. Pengobatan yang paling umum dilakukan adalah dengan farmakoterapi dan fisioterapi, tetapi tak jarang para pasien pasca stroke mencoba pengobatan alternatif untuk mempercepat proses pemulihan yaitu dengan terapi akupuntur. Terapi akupuntur dapat mempercepat proses pemulihan pasien karena langsung menusukkan jarum ke sistem syaraf yang terganggu. Salah satu pusat terapi akupuntur yang menyediakan pengobatan akupuntur bagi pasien pasca stroke adalah pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung. Di pusat terapi akupuntur ini, dokter tidak hanya memberikan terapi berdasarkan penyakit yang diderita pasien tetapi juga memberikan semangat dan dukungan bagi pasien agar

13 dapat menjalani proses pemulihan pasca stroke ini. Pasien pasca stroke harus melalui setiap proses terapi akupuntur agar kondisi tubuhnya dapat membaik. Untuk dapat melalui setiap proses pemulihan pasca stroke, pasien membutuhkan keyakinan akan kemampuannya untuk menjalani terapi akupuntur dan mencapai keberhasilan lewat terapi akupuntur. Keyakinan tersebut dikenal sebagai self-efficacy. Self-efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan sumber-sumber dari tindakan yang dibutuhkan untuk mengatur situasi-situasi yang prospektif (Bandura, 2002). Bandura (2002) mengemukakan bahwa self-efficacy memiliki empat aspek yaitu pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkannya, daya tahan dalam menghadapi hambatan, dan penghayatan perasaan individu tersebut. Aspek yang pertama yaitu pilihan yang dibuat. Pilihan yang dibuat ini akan menunjukkan apakah individu memiliki goal atau tujuan yang tinggi atau rendah. Pasien pasca stroke yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan memiliki tujuan yang tinggi, misalnya untuk rutin terapi akupuntur dan menjaga kesehatan tubuhnya dengan mengkonsumsi makanan yang sesuai, meminum obat, dan melakukan olahraga. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung tidak memiliki tujuan atau goal, mereka hanya pasrah pada keadaan dirinya dan tidak memilih untuk rutin akupuntur. Mereka juga tidak memilih untuk menjaga kesehatan tubuhnya dengan mengkonsumsi makanan yang sesuai, meminum obat, dan melakukan olahraga. Aspek yang kedua yaitu usaha yang dikeluarkannya. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah

14 ditetapkan bagi dirinya. Pada pasien pasca stroke yang memiliki self-efficacy tinggi, mereka akan berusaha untuk dapat menjalani terapi akupuntur dengan rutin. Mereka akan melakukan berbagai kegiatan untuk menjaga kesehatan tubuhnya seperti mengkonsumsi makanan yang sesuai, meminum obat, dan melakukan olahraga. Mereka yakin bahwa usahanya dengan rutin menjalani terapi akupuntur dapat membantu memperbaiki kondisi tubuhnya. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah, akan memiliki usaha yang rendah juga untuk mencapai goal atau tujuannya. Pada pasien pasca stroke, mereka akan tetap menjalani terapi akupuntur tetapi tidak secara rutin. Mereka juga tidak berusaha untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Mereka menjalani terapi akupuntur karena merasa tidak memiliki harapan lainnya dan dorongan dari orang-orang sekitar. Aspek yang ketiga adalah daya tahan dalam menghadapi hambatan. Keyakinan seseorang akan dipengaruhi dari bagaimana daya tahan seseorang ketika dihadapkan pada hambatan. Mereka yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu menghadapi hambatan yang ada dengan usaha mereka, sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah akan cenderung mudah menyerah dalam menghadapi hambatan. Pada pasien pasca stroke, mereka yang memiliki selfefficacy tinggi akan mampu bertahan mengikuti terapi akupuntur walaupun hasil pengobatannya tidak langsung terlihat dan terkadang terasa sakit. Mereka juga bertahan untuk menjaga kesehatan walaupun terkadang mengalami kesulitan untuk berolahraga, harus meninggalkan makanan yang mereka sukai, dan meminum obat dengan rutin di tengah kesibukan. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah akan mudah menyerah dengan kondisi pasca stroke-

15 nya. Mereka menjalani terapi akupuntur dengan pasrah dan mudah menyerah ketika merasa sakit saat terapi akupuntur ataupun saat hasil pengobatan tidak begitu terlihat langsung. Aspek yang terakhir adalah penghayatan terhadap perasaan. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi mampu mengendalikan perasaan mereka dan terhindar dari stress atau depresi. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah akan mudah terserang stress dan depresi. Pada pasien pasca stroke, individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan berusaha mengendalikan rasa sedih dan kecewa dengan kondisi tubuhnya pasca stroke. Mereka berusaha untuk tetap berpikir positif dan menikmati setiap proses dalam terapi akupuntur dan menjaga kesehatan mereka. Pasien pasca stroke yang memiliki self-efficacy rendah cenderung merasa stress dengan kondisi tubuhnya dan pesimis dalam menjalani terapi akupuntur dan menjaga kesehatannya. Pasien yang memiliki self-efficacy tinggi akan memilih untuk menjalani terapi akupuntur dengan rutin dan menjaga kesehatan tubuhnya. Mereka dapat menjalani kehidupan pasca stroke ini dengan mandiri dan berusaha menjaga kesehatan tubuhnya. Mereka dapat mengendalikan perasaan sedih dan kekecewaan akibat stroke yang dialami dan berpikir positif. Sedangkan mereka yang memiliki self-efficacy rendah akan menganggap bahwa pilihannya untuk mengikuti terapi akupuntur sia-sia saja dan tidak berusaha untuk mengikutinya dengan rutin. Mereka tidak berusaha untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Mereka tidak dapat mengendalikan perasaannya dan terlarut dalam kesedihan dan depresi saat menjalani kehidupan pasca stroke-nya ini.

16 Menurut Bandura (2002), self-efficacy pasien pasca stroke dibangun dari empat sumber utama dari informasi-informasi berupa pengalaman-pengalaman dari lingkungan disekitarnya yang dikelompokkan menjadi mastery experiences, vicarious experiences, social / verbal persuasions, dan physiological and affective states. Keempat sumber self-efficacy tersebut akan diproses secara kognitif oleh pasien pasca stroke. Setelah sumber-sumber self-efficacy diolah melalui proses kognitif, pasien pasca stroke akan memiliki self-efficacy belief yang berbeda-beda tergantung dari bagaimana pasien menghayati sumber-sumber informasi yang diperoleh. Mastery experiences merujuk pada pengalaman bahwa seseorang mampu menghadapi situasi tertentu. Keberhasilan membangun keyakinan terhadap efficacy seseorang, sebaliknya kegagalan menghambat efficacy. Pada pasien pasca stroke, mereka yang merasakan keberhasilan melalui pengobatan dan terapi akupuntur akan meningkatkan self-efficacynya dibandingkan dengan mereka yang tidak merasakan keberhasilan dari pengobatan dan terapi akupuntur yang dilakukannya. Keberhasilan yang dialami pasien pasca stroke berupa bagian tubuh yang semula kaku dapat digerakkan dan dapat mulai melakukan aktivitas secara mandiri (makan, mandi, berganti pakaian). Vicarious Experiences merupakan pengalaman yang dapat diamati dari seorang model sosial. Melihat orang lain yang serupa dengan dirinya mengalami keberhasilan melalui usaha yang terus-menerus dapat meningkatkan kepercayaan seseorang bahwa mereka juga dapat memiliki kemampuan untuk menguasai hal yang kurang lebih sama. Kegagalan orang lain yang serupa dengan dirinya akan

17 menurunkan penilaian terhadap efficacy dan usaha mereka. Pada pasien pasca stroke, mereka yang melihat teman-teman pasien pasca stroke lainnya yang dapat kembali beraktivitas dengan baik setelah melalui proses terapi akupuntur dan dapat menjalani kehidupan pasca stroke mereka dengan mandiri, maka akan meningkatkan keyakinan pada kemampuan dirinya untuk melewati kondisi pasca stroke. Mereka yang melihat temannya (pasien pasca stoke) yang tidak mengalami perubahan dengan terapi akupuntur dan mengalami kesulitan pasca mengalami stroke akan membuat pasien menjadi malas menjalani terapi akupuntur serta menurunkan keyakinannya dalam menghadapi situasi pasca stroke. Social / verbal persuasions merupakan cara lebih lanjut untuk menguatkan keyakinan seseorang bahwa mereka memiliki hal-hal yang dibutuhkan untuk berhasil. Orang-orang yang dipersuasi secara verbal bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk menghadapi situasi tertentu cenderung menggerakkan usaha yang lebih besar dan mempertahankannya daripada mereka yang terpaku pada ketidakmampuan diri disaat menghadapi masalah. Begitu pula dengan pasien pasca stroke. Mereka yang dipersuasi oleh keluarga, teman-teman, dan dokter untuk menjalani terapi akupuntur, dan didorong untuk dapat menjalani kehidupan pasca strokenya dengan mandiri, maka akan memiliki keyakinan untuk dapat menghadapi penyakitnya dibandingkan mereka yang tidak mendapat persuasi. Sumber yang terakhir adalah kondisi fisiologis dan emosi (physiological and affective state). Sebagian orang bergantung pada keadaan fisik dan keadaan emosional mereka dalam menilai kemampuan diri sendiri. Stroke menyebabkan melemahnya fisik atau kognitif seseorang, sehingga penyesuaian emosional

18 menjadi sangat sulit. Pasien pasca stroke sangat rentan terhadap depresi (Bleiberg, 1986, Krantz & Deckel, 1983; Newman, 1984b). Semakin parah kondisi mereka, semakin kuat depresi yang mereka kembangkan (Diller, 1999). Hal ini akan menghambat self-efficacy pasien pasca stroke. Individu yang memiliki emosi positif lebih mungkin untuk pulih dengan cepat dari penyakitnya daripada orang yang emosi negatif. Pasien yang memiliki emosi yang stabil, mampu berpikir positif, dan menjauhi stress maka akan meningkatkan self-efficacynya untuk menjalani kehidupan pasca stoke dibandingkan mereka yang memiliki emosi yang tidak stabil, subyektif, dan depresi. Keempat sumber tersebut berkontribusi dalam membentuk keyakinan diri individu. Pasien pasca stroke dapat meningkatkan atau menurunkan keyakinan dirinya berdasarkan salah satu sumber saja atau kombinasi dari berbagai sumber dalam pembentukan keyakinan diri pasien pasca stroke akan kemampuannya untuk melewati kondisi pasca stroke ini (Bandura, 2002).

19 Bagan 1.5 Bagan Kerangka Pikir - Pilihan yang dibuat - Usaha yang dikeluarkan - Daya tahan dalam menghadapi hambatan - Penghayatan perasaan Mastery Experiences Pasien Pasca Stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung Sumbersumber selfefficacy Vicarious Experiences Verbal Persuasions Self-efficacy Physiological and affective state Proses Kognitif

20 1.6. Asumsi Ada beberapa asumsi dari penelitian ini, yaitu: 1. Pasien pasca stroke yang sedang menjalani akupuntur di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung memiliki self-efficacy yang berbeda-beda, yaitu tinggi maupun rendah. 2. Self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke yang sedang menjalani akupuntur di pusat terapi akupuntur X di Kota Bandung terdiri dari empat aspek yaitu pilihan yang dibuat individu, usaha yang dikeluarkannya, daya tahan dalam menghadapi hambatan, dan pengendalian terhadap perasaan, yang dapat menentukkan tinggi rendahnya self-efficacy individu. 3. Self-efficacy yang dimiliki oleh pasien pasca stroke berasal dari empat sumber, yaitu mastery experiences, vicarious experiences, verbal persuasion, dan physiological and affective state. 4. Pasien pasca stroke dapat meningkatkan atau menurunkan keyakinan dirinya berdasarkan salah satu sumber saja atau kombinasi dari berbagai sumber dalam pembentukan keyakinan diri untuk mencapai keberhasilan terapi pasien pasca stroke akan kemampuannya untuk melewati kondisi pasca stroke ini

21 1.7. Hipotesis Penelitian Terdapat kontribusi yang signifikan antara sumber-sumber self-efficacy terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara sumber mastery experiences terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara sumber vicarious experiences terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara sumber social / verbal persuasions terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung. Terdapat kontribusi yang signifikan antara sumber physiological and affective state terhadap self-efficacy untuk mencapai keberhasilan terapi pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur X di Kota Bandung.