BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

JUAL-BELI TANAH HAK MILIK YANG BERTANDA BUKTI PETUK PAJAK BUMI (KUTIPAN LETTER C)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

PENDAFTARAN TANAH RH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari bangsa Indonesia yang berupa: atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa; 1

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah penduduk yang meningkat dan semakin. akhirnya berimplikasi pula terhadap kebutuhan akan tanah.

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang


Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Rofi Wahanisa, Suhadi, Arif Hidayat, Nurul Fibrianti. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. tanah mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan sebagai

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP JUAL BELI TANAH TANPA AKTA PPAT (WILAYAH KECAMATAN TINOMBO) CICI FAJAR NOVITA / D

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

Upik Hamidah. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM. rakyat bukan dalam pengertian di jalankan oleh rakyat. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN PENERAPAN ASAS PUBLISITAS DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KEPAHIANG.

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II PERANAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ADANYA KUASA MUTLAK

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N.

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. kedudukan akan tanah dalam kehidupan manusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

Menimbang: Mengingat:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dipelihara, dan

BAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Transkripsi:

BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan yang lama, yang dalam hal ini harus dibatasi pada hal yang pokok-pokok saja, misalnya : 1. UUPA tidak menghendaki berlangsungnya dualisme dalam hukum agraria. 2. UUPA tidak mengadakan perbedaan antara Warga Negara Indonesia asli dan keturunan asing. 3. UUPA tidak mengadakan perbedaan antara laki-laki dan wanita dalam hubungannya dengan soal-soal agraria. 4. UUPA tidak menghendaki adanya exploitation de l homme par l homme (penghisapan manusia oleh manusia). Hukum Adat yang berlaku bukanlah Hukum Adat yang murni. Hukum Adat ini perlu disesuaikan dengan asas-asas dalam UUPA. Hukum Adat ini tidak boleh bertentangan dengan : a. Kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa. b. Sosialisme Indonesia. c. Peraturan-peraturan yang tercantum dalam UUPA. d. Peraturan-peraturan perundangan lainnya. e. Unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. 1 1 Sudargo Gautama, Tafsir Undang-undang Pokok Agraria, ( Bandung : Alumni, 1981) hal. 16

Seperti kita ketahui bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk Menteri yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) memang tidak ada sanksinya bagi para pihak, namun para pihak akan menemukan kesulitan praktis, yakni penerima hak tidak akan dapat mendaftarkan peralihan haknya sehingga tidak akan mendapatkan sertifikat atas namanya. Oleh karena itu, jalan yang dapat ditempuh adalah dengan mengulangi prosedur peralihan haknya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tetapi cara ini tergantung dari kemauan para pihak yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditegaskan bahwa Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum dan dihadiri juga oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hal ini berbeda dengan ketentuan lama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mengatur bahwa terhadap bidang-bidang tanah yang belum bersertifikat, pembuatan akta dimaksud harus disaksikan oleh seorang kepala desa dan seorang pamong desa. Hal tersebut merupakan salah satu penyempurnaan peraturan pendaftaran tanah yang lama, khususnya untuk mewujudkan peran aktif pendaftaran tanah dalam rangka turut

membangun desa tertinggal dan sekaligus memberikan sumbangsih bagi program pengentasan kemiskinan. Hal ini berarti pula bahwa profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus sampai ke pelosok-pelosok tanah air, tidak hanya berkonsentrasi di pusat kota yang ramai. 2 2.2 Pengertian Jual Beli Tanah a. Menurut Hukum Adat Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah. Dalam pasal 5 UUPA terdapat pernyataan bahwa Hukum Tanah Nasioanl kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum dan sistem hukum adat. Hukum Adat yang dimaksud tentunya Hukum Adat yang telah di-saneer yang dihilangkan cacat-cacatnya/disempurnakan. Jadi, pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasioanal kita adalah pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat. 3 Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (tunai dianggap tunai). Dalam hal pembeli tidak membayar sisanya, maka 2 Soelarman Brotosoelarno, Aspek Teknis Yuridis Dalam Pendaftaran Tanah, (Yogyakarta : Deputi Menteri Negara Agraria Kepala BPN, Makalah Seminar 1997) hal. 9 3 Adrian Sutedi, SH, MH, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal. 71.

penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang. 4 Kadang-kadang seorang pembeli tanah dalam pelaksanaan jual belinya belum tentu mempunyai uang tunai sebesar harga tanah yang ditetapkan. Dalam hal yang demikian ini berarti pada saat terjadinya jual beli, uang pembayaran dari harga tanah yang ditetapkan belum semuanya terbayar lunas (hanya sebagian saja). Belum lunasnya pembayaran harga tanah yang ditetapkan tersebut tidak menghalangi pemindahan haknya atas tanah, artinya pelaksanaan jual beli tetap dianggap telah selesai. Adapun sisa uang yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual, jadi hubungan ini merupakan hubungan utang piutang antara penjual dengan pembeli. Meskipun pembeli masih menanggung utang kepada penjual berkenaan dengan jual belinya tanah penjual, namun hak atas tanah tetap telah pindah dari penjual kepada pembeli saat terselesainya jual beli. b. Menurut UUPA Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Apa yang dimaksud jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah 4 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta : Rajawali, 1983), hal. 211.

Nasional kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan sistem Hukum Adat. Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannyaa jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (buka perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selamalamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang hak yang baru. c. Menurut KUH Perdata Menurut KUH Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan sesuai dengan pasal 1457. Adapun menurut pasal 1458, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar. 5 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bab V tentang Jual Beli.

2.3 Pengertian Hak Atas Tanah Secara yuridis pengertian tanah dijelaskan dalam pasal 1 ayat (4) UUPA, yang berbunyi sebagai berikut : Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta berada di bawah air. Dalam penjelasan Pasal 1 ayat (4) UUPA tersebut diatas, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan tanah adalah permukaan bumi. Jadi disini dibedakan mengenai pengertian bumi dan tanah. Pengertian tanah menurut geografis adalah lapisan permukaan bumi yang bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berbatas, karenanya hak atas tanah bukan saja memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang disebut tanah, tetapi juga sebagian tubuh bumi yang dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya dengan pembatasan. Tetapi tubuh bumi dibawah tanah dan ruang angkasa yang ada di atasnya sendiri, bukan merupakan obyek hak atas tanah, bukan termasuk obyek yang dipunyai pemegang hak atas tanah. Hak atas tanah yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan salah satu hal yang diatur dalam Hukum Agraria dan didasarkan pada keberadaan hukum adat. Bahwa tanah merupakan asset yang sangat berharga dan penting pada sekarang ini serta banyak permasalahan yang timbul dan bersumber dari hak atas tanah. Untuk mengantisipasinya dan mencegah permasalahan yang mungkin timbul maka pemilik hak perlu mendaftarkan tanah yang menjadi haknya supaya tidak terjadi sengketa yang merugikan di kemudian hari.

Hak atas tanah suatu bidang tanah harus didaftarkan karena dengan mendaftarkan hak atas tanah yang kita miliki maka kepemilikan kita atas bidang tanah tersebut berkekuatan hukum. Menurut ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dikenal beberapa macam hak atas tanah, yaitu : 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai 5. Hak Sewa 6. Hak Membuka Hutan 7. Hak Memungut Hasil Hutan 8. Hak-hak lainnya yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkandengan undang-undang. Diantara hak-hak yang sudah disebut di atas, Hak Milik adalah hak yang sifatnya sangat khusus, yang bukan sekedar berisikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki, tetapi juga mengandung hubungan psikologis-emosional antara pemegang hak dengan tanah yang bersangkutan. Hak ini diperuntukkan khusus bagi Warga Negara Indonesia, baik untuk tanah yang diusahakan maupun untuk keperluan membangun diatasnya. Sifat hak ini tidak terbatas jangka waktunya, dapat beralih karena jual beli serta dapat dipindahkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Dapat pula dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Dalam Pasal 20 UUPA dinyatakan, bahwa Hak Milik adalah hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh. Artinya diantara hak-hak atas tanah, hak miliklah yang tidak ada batas waktu penguasaan tanahnya dan luas lingkup penggunaannya.

Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa tanah itu merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Tetapi dengan pembatasan bahwa, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 UUPA. Dalam memori penjelasan Pasal 6 tersebut ditegaskan bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah boleh dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya. Pemakaian (atau tidak dipakainya) tanah dengan cara merugikan atau menyebabkan dirugikannya masyarakat, tidak dapat dibenarkan. Hal ini berarti, bahwa tanah itu harus dipergunakan sesuai dengan keadaan dan sifat dari pada haknya. Dengan demikian barulah penggunaan itu dapat bermanfaat, baik bagi yang punya maupun bagi masyarakat dan negara. Fungsi sosial hak atastanah dapat pula berarti bahwa tanah harus dipelihara dengan sebaik-baiknya oleh setiap orang yang bersangkutan. Tanah harus dipelihara sedemikian rupa hingga kerusakan dapat dicegah dan kesuburannya bertambah. Dalam Pasal 15 UUPA ditegaskan bahwa siapa saja yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah yang bersangkutan harus memeliharanya, bukan hanya pemiliknya saja. Dengan adanya fungsi sosial ini tidak berarti bahwa kepentingan perseorangan tidak ada artinya sama sekali. Dalam UUPA diperhatikan pula kepentingan perseorangan. Seperti yang dikemukakan dalam memori penjelasan tentang Pasal 6 ini, bahwa harus diadakan keseimbangan diantara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Kedua-duanya itu harus saling mengimbangi. Dengan demikian diharapkan tercapainya cita-cita yang diinginkan, yakni kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat. Berbeda dengan Hak Milik, untuk hak atas tanah yang lain, seperti Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, merupakan hak atas tanah juga akan tetapi tujuan penggunaannya hanya dibatasi, misalnya untuk

mendirikan bangunan, jadi tidak boleh misalnya hak ini dipergunakan untuk tanah pertanian, perkebunan, perikanan dan sejenisnya. Masa berlaku HGB pun dibatasi hanya 30 tahun, akan tetapi dapat diperpanjang selama 20 tahun, demikian seterusnya sepanjang mendapat persetujuan dari pemerintah, dapat dibebani dengan hak tanggungan, diwariskan dan dijual beli tanpa harus meminta ijindari pemerintah. Sedangkan Hak Pakai atas tanah negara masa berlakunya dibatasi paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang lagi 20 tahun serta demikian seterusnya sepanjang direstui oleh pemerintah. Penggunaannya jelas dibatasihanya untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanahnya, namun tanah ini bisa dibebani dengan hak tanggungan, diwariskan atau dialihkan oleh pemegang haknya kepada pihak lain dengan syarat harus memperoleh persetujuan/ijin terlebih dahulu dari pemerintah. Pengertian hak untuk tanah-tanah yang belum bersertifikat lebih mengacu kepada hak seseorang yang telah memperoleh manfaat dari tanah yang dikuasai oleh negara. Dalam hal ini tanah tersebut masih dalam kekuasaan negara dan seseorang dapat menggarapnya untuk diusahakan. Tanah tersebut dapat beralih kepemilikannya setelah terlebih dahulu dimohonkan haknya dengan didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat sehingga tanah tersebut beralih menjadi tanah hak milik. Seorang yang menjadi pemegang hak atas tanah tidak dapat memberikan hak miliknya dengan begitu saja karena hak tersebut merupakan kewenangannya namun yang dapat dilakukannya adalah mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya. 2.4 Pengertian Hak Milik Dalam Undang-Undang Pokok Agraria, pengertian hak milik dirumuskan dalam Pasal 20 yaitu sebagai berikut :

Ayat (1) : Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan inengingat ketentuan dalam Pasal 6. Ayat (2) : Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. lntinya, ciri hak milik adalah sebagai berikut : a. Turun-temurun Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya telah meninggal dunia maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. b. Terkuat dan terpenuh Kata-kata terkuat dan terpenuh dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh (artinya: paling). c. Dapat beralih dan dialihkan Dari segi bahasa, ada perbedaan antara beralih dan dialihkan. Peristiwa beralih (bentuk aktif) dapat terjadi tanpa adanya sesuatu subjek yang melakukan pengalihan. Di sini, tidak diperlukan suatu subjek movens (menggerakkan). Hal tersebut berbeda dengan peristiwa dialihkan (bentuk pasif), yang harus ada suatu subjek movens. Misalnya, A menghibahkan atau menjual tanahnya kepada B. Dalam hal ini, A adalah subjek movens. Berpindahnya hak milik atas tanah karena dialihkan atau pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali lelang dibuktikan dengan berita acara lelang yang dibuat oleh pejabat dan kantor lelang. Berpindahnya hak milik atas tanah tersebut harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan

dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik tanah yang baru. Peralihan hak milik atas tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang asing, kepada seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan, atau kepada badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Artinya, tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. 2.5 Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 memberi pengertian pendaftaran tanah yaitu dalam Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hanya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun, serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 6 Pengetian pendaftaran tanah di atas sejalan dengan definisi pendaftaran tanah yang diberikan oleh Boedi Harsono, pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah secara terus-menerus dan teratur berupa keterangan atau data tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia,Warta Perundang-undangan No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, (Jakarta : LKBHN Antara, 2003), halaman A-2.

jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya. 7 Sedangkan menurut AP. Parlindungan berpendapat bahwa pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre suatu istilah teknis dari suatu record (rekaman) menunjukan kepada luas nilai kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Dalam arti yang tegas cadaster adalah record (rekaman) dari lahan-lahan, nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan yang diuraikan dan didefinisikan dari tanah tertentu dan juga sebagai continues record (rekaman yang berkesinambungan dari hak atas tanah). 8 Pengertian lain dari pendaftaran tanah (Cadaster) adalah berasal dari Rudolf Hemanses, seorang mantan Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah dan Menteri Agraria mencoba merumuskan pengertian pendaftaran tanah. Menurut beliau pendaftaran tanah adalah pendaftaran tanah atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar, berdasarkan pengukuran dan pemetaan yang seksama dari bidang-bidang itu. 9 Pengertian tersebut tidak jauh berbeda dengan pengertian yang dirumuskan oleh Undang-Undang Pokok Agraria sebagai dasar Hukum Pertanahan di Indonesia yaitu Pasal 19 yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah.Bunyi Pasal 19 ayat (1) adalah Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tersebut dalam Pasal 19 ayat (1) meliputi : a) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan atas tanah. 7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2005), halaman 72. 8 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Bandung, Alumni, 1988, hal.2. 9 Ali Achmad Ghomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) jilid 2, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2004), Hal. 1.

b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut. c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan demikian, maka pendaftaran tanah akan menghasilkan peta-peta pendaftaran, surat-surat ukur (untuk kepastian tentang letak, batas dan luas tanah), keterangan dari subjek yang bersangkutan (untuk kepastian siapa yang berhak atas tanah yang bersangkutan, status dari haknya, serta beban-beban apa yang berada di atas tanah yang bersangkutan) dan yang terakhir menghasilkan sertifikat (sebagai alat pembuktian yang kuat). Peraturan Pemerintah yang disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) di atas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang dengan Pasal 65 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah dinyatakan tidak berlaku lagi dan mulai tanggal 8 Juli 1997 diberlakukan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 mengenai Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah dilaksanakan untuk mendapatkan kepastian hukum atas tanah, oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi pemegang hak yang bersangkutan dan harus melaksanakannya secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas tanah tersebut dalam rangka menginventariskan data-data yang berkenaan dengan peralihan hak atas tanah tersebut menurut UUPA serta peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 guna mendapatkan sertipikat tanah sebagai tanda bukti yang kuat.