PENGARUH KONSENTRASI x=0,35 TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNETIK PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7

dokumen-dokumen yang mirip
SIFAT ELEKTRON ATOM Mn DI STRUKTUR PEROVSKITE PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x= 0,40)

METODA FOTO BACK-REFLECTION LAUE UNTUK MENENTUKAN ARAH SUMBU KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4)

METODA FZ PADA PEMBUATAN KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7

PEMBUATAN BATANG PELET La 2-2X Sr 1+2X Mn 2 O7 SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL

OPTIMALISASI DIAMETER KAWAT UNTUK KOMPONEN SENSOR SUHU RENDAH BERBASIS SUSEPTIBILITAS

ANALISIS STRUKTUR DAN SIFAT MAGNET BAHAN SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ ELECTRON-DOPED

PENGARUH KONSENTRASI DOPING CE TERHADAP SIFAT LISTIK MATERIAL EU 2-X CE X CUO 4+Α-Δ PADA DAERAH UNDER-DOPED

SINTESIS DAN KARAKTERISASI BAHAN ORGANIK SUPERKONDUKTOR β-(bedt-ttf)2i3 DAN β -(BEDT-TTF)2ICl2

Ringkasan Tugas Akhir. : Pengaruh Substitusi Bi Terhadap Spektrum Electron Spin Resonance

ANALISA HAMBAT JENIS LISTRIK PADA KAWAT SUPERKONDUKTOR DENGAN MEMAKAI ALAT CRYOGENIC

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK SUPERKONDUKTOR Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ (ECCO) UNTUK UNDER-DOPED

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

Superkonduktor Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

SINTESIS DAN KARAKTERISASI UNDER-DOPED SUPERKONDUKTOR DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IX SUPERKONDUKTOR

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC. Sri Wahyuni *, Erwin, Salomo

ANALISA PENGARUH INTI KOIL TERHADAP MEDAN MAGNETIK DAN MUATAN PADA KAPASITOR DALAM RANGKAIAN SERI LC

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Aplikasi Superkoduktor yang mencakup:

Satuan Acara Perkuliahan Pengantar Kimia Material KI570 3 SKS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH DOPING NI TERHADAP RESISTIVITAS SENYAWA LA0.67SR0.33MN1-XNIXO3

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metode Self-Flux

STUDI MAGNETISASI PADA SISTEM SPIN MENGGUNAKAN MODEL ISING 2D

PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

PREPARASI DAN KARAKTERISASI SERBUK CALCIUM ALUMINA FERRITE (CaAl 4 Fe 8 O 19 ) SEBAGAI BAHAN KERAMIK MAGNETIK

Lenny Marcillina, Erwin, dan Tengku Emrinaldi

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

Penumbuhan Lapisan Tipis Material Sensor Giant Magnetoresistance Berstruktur Sandwich dengan Metode Sputtering

PENGANTAR KIMIA MATERIAL (KI570) Diperiksa Oleh : Dr. Ahmad Mudzakir, M.Si (Ketua Program Studi Kimia)

Gambar 1.1 Alat uji konduktivitas listrik

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

EFEK HALL. Laboratorium Fisika Material, Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Temperatur Leleh Terhadap Rapat Arus Kritis Pada Kristal Superkonduktor Bi-2223 Dengan Menggunakan Metode Self-Fluks SKRIPSI

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

Experiment indonesian (Indonesia) Loncatan manik-manik - Sebuah model transisi fase dan ketidak-stabilan (10 poin)

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGAN INDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Surya Ningsih, Erwin, Salomo

ABSTRACT STUDY OF THE EFFECT OF DIMENSION AND GEOMETRIC TOWARD MAGNETIC DOMAIN WALL PROPAGATION ON PERMALLOY THIN LAYER ( )

PENENTUAN DISTRIBUSI INDUKSI MAGNETIK YANG DITIMBULKAN OLEH BERBAGAI JENIS TELEPON SELULER DENGAN MENGGUNAKAN PROBE MAGNETIK PASCO

STUDI PEMAKAIAN SUPERKONDUKTOR PADA GENERATOR ARUS BOLAK- BALIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kemampuan berpikir yang terus berkembang. Seiring

SUPERKONDUKTOR 1. Sejarah Superkonduktor 2. Teori Superkonduktor 2.1. Pengertian Superkonduktor

Bahan Listrik. Bahan Superkonduktor

Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Vetran Republik Indonesia

INSTALASI DAN PENGUJIAN SISTEM KONTROL TEMPERATUR FURNACE MULTI STEP RAMP/SOAK FUJI PXR 9

AKREDITASI : SK 187/AU1/P2MBI/08/2009

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. terbuat dari tembaga. Plat dengan tebal 0,5 mm dibentuk lingkaran dengan

The Effect of Sintering Time on Surface Morfology of Pb-Doped Bi-2223 Oxides Superconductors Prepared by the Solid State Reaction Methods at 840 o C

EKSPERIMEN FISIKA II PENGEREMAN MAGNETIK

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PERGESERAN SUHU KRITIS SUPERKONDUKTOR Bi-Pb-Sr-Ca-Cu-O PADA MEDAN MAGNET TINGGI

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

BAB III SISTEM DAN PERSAMAAN KEADAAN

AKREDITASI : SK 187/AU1/P2MBI/08/2009

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Pilih satu jawaban yang paling benar dari dengan cara memberikan tanda silang (X) pada huruf di depan pilihan jawaban tersebut.

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

AKREDITASI : SK 187/AU1/P2MBI/08/2009

KARAKTERISASI BAHAN SUPERKONDUKTOR Pb3Sr4Ca3Cu6Ox DENGAN VARIASI SUHU SINTERING MENGGUNAKAN METODE REAKSI PADATAN

INDUKSI ELEKTROMAGNETIK

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

KETENTUAN MENGIKUTI PELAJARAN FISIKA : ^_^

BAHAN AJAR 4. Medan Magnet MATERI FISIKA SMA KELAS XII

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa data hubungan tegangan dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen Pembentukan Kristal BPSCCO-2223 dengan Metoda Lelehan

KB 2. Teknologi Kereta Api Yang Berkecepatan Tinggi. Aplikasi superkonduktor dalam teknologi kereta Api supercepat adalah memanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Superkonduktor merupakan suatu bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena

Pilih satu jawaban yang paling benar dari dengan cara memberikan tanda silang (X) pada huruf di depan pilihan jawaban tersebut.

Gabriella Permata W, Budhy Kurniawan Departemen Fisika, FMIPA-UI Kampus Baru UI, Depok ABSTRAK ANALISIS SISTEM DAN UKURAN KRISTAL PADA MATERIAL

PENGARUH INTI KOIL TERHADAP TEGANGANINDUKTOR DAN RESISTOR YANG DIRANGKAI SECARA SERI. Salomo, Erwin,Surya Ningsih

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bab III Metodologi Penelitian

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Fisika

KB 1. Usaha Magnetik Dan Pendinginan Magnetik

Dinamika Model Spin XY 2 Dimensi

UNIVERSITAS INDONESIA. EFEK SUBSTITUSI BISMUTH (Bi) PADA SAMPEL La 1-x Bi x MnO 3 TERHADAP SIFAT MAGNETORESISTANSI MELALUI PROSES PADUAN MEKANIK

3 Metodologi Penelitian

TUGAS XIII LISTRIK DAN MAGNET

KARAKTERISASI SENSOR HALL EFFECT SEBAGAI SENSOR MAGNETIK PADA PROTOTIPE PENJELAJAH PENGUKUR MEDAN MAGNET DENGAN SISTEM KENDALI ANDROID

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menjelaskan prinsip dasar pemisahan mineral secara magnetis

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Universitas Pertamina ( , 2 jam)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb

MEDAN IMBAS MAGNET I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

KAJIAN SIFAT BAHAN LAPISAN TIPIS FEROMAGNETIK Ni x Fe 1-x HASIL DEPOSISI DENGAN TEKNIK EVAPORASI HAMPA

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Ohm meter. Pada dasarnya ohm meter adalah suatu alat yang di digunakan untuk

PENGGUNAAN HIGH RESOLUTION NEUTRON POWDER DIFFRACTOMETER UNTUK MENENTUKAN STRUKTUR KRISTAL DAN MAGNETIK SENYAWA La 0,47. Cu y O 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN RESMI PRAKTEK KERJA LABORATORIUM 1

RANCANG BANGUN AMMETER DC TIPE NON-DESTRUCTIVE BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535 DENGAN SENSOR EFEK HALL ACS712

BAB III METODE PENELITIAN

Kurikulum 2013 Antiremed Kelas 9 Fisika

I. PENDAHULUAN. Untuk pengukuran kuat medan listrik dan kuat medan magnet di bawah konduktor

Transkripsi:

PENGARUH KONSENTRASI x=0,35 TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNETIK PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 Agung Imaduddin Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 470, Tangerang 15314 E-mail : agungi@gmail.com Masuk tanggal : 11-06-2012, revisi tanggal : 09-07-2012, diterima untuk diterbitkan tanggal : 20-07-2012 Intisari PENGARUH KONSENTRASI x=0,35 TERHADAP SIFAT LISTRIK DAN MAGNETIK PADA KRISTAL TUNGGAL La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7. Bahan oksida mangan telah lama diketahui mempunyai sifat magnetoresistance yang besar. Perhatian dunia terutama tertuju pada sifat fisika dari elektron dalam struktur perovskite. Pada La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (LSMO 327, n=2) yang mempunyai lapisan Mn-O yang berdekatan 2 lapis, mempunyai sifat magnetoresistance yang terbesar (colossal magnetoresistance, CMR) dibandingkan grup n=1, maupun n=. Untuk menyelidiki sifat CMR ini, telah dilakukan analisa sifat kelistrikan dan kemagnetannya dengan mengukur hambatan jenis, magnetisasi dan magnetoresistance. Dari hasil analisa diketahui bahwa sifat magnetoresistance pada material terlihat paling besar pada suhu sekitar 120 K. Pada suhu di atas 121 K, material ini memiliki sifat isolator dan paramagnetik. Dan pada suhu di bawah 121 K, material ini memiliki sifat konduktor dan feromagnetik. Pengukuran magnetoresistance dengan arus listrik yang sejajar dengan bidang ab memperlihatkan magnetoresistance yang lebih besar dari magnetoresistance dengan arus listrik yang sejajar dengan sumbu c. Kata kunci : Magnetoresistance, LSMO 327, La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7, Kristal tunggal, Sifat listrik dan magnet Abstract EFFECT OF CONSENTRATION OF x=0.35 ON THE ELECTRIC AND MAGNETIC PROPERTIES OF La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 SINGLE CRYSTAL.. Mn-oxide materials have long been known to have large magnetoresistance properties. The world's attention increasingly focused on the structure of perovskite especially on the Mn-oxide material, to study the physical properties of the electron. La 2-2x Sr 1 x Mn 2 O 7 (LSMO 327, n = 2) which has 2 layers of Mn-O adjacently having the largest magnetoresistance properties (colossal magnetoresistance, CMR) than in group of n = 1, and n =. To investigate the nature of CMR, we analyzed the electric and magnetic properties by measuring resistivity, magnetoresistance and magnetization. According to the result, the sample is seen to have largest magnetoresistance properties at around 120 K. At temperature above 121 K, this material has isolating and paramagnetic properties. At temperature below 121 K, this material has conducting and ferromagnetic properties. Magnetoresistance measurements with the electric current parallel to the ab-plane shows the larger magnetoresistance than the magnetoresistance with the electric current parallel to the c-axis. Keywords : Magnetoresistance, LSMO 327, La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7, Single crystal, Electric dan magnetik properties PENDAHULUAN Bahan oksida mangan (Mn-oxide) telah lama diketahui mempunyai sifat magnetoresistance yang besar. Bahan oksida mangan mempunyai struktur dasar perovskite, dimana atom Mn terletak di tengah dikelilingi 6 atom oksigen dan kemudian pada tiap-tiap sudut struktur perovskite itu, terletak atom La dan Sr. Sejak ditemukannya superkonduktor oksida Cu tahun 1986, penelitian tentang sifat fisika elektron pada struktur perovskite ini semakin banyak dilakukan. Bahan oksida mangan mempunyai rumus umum (La, Sr) 1+n Mn n O 3n+1 (n = 1, 2, ),

dimana n adalah jumlah layer Mn-O pada tiap molekulnya, bahan ini telah lama diketahui mempunyai sifat CMR [1-3]. (La, Sr) 3 Mn 2 O 7 atau disebut LSMO 327, merupakan fasa yang memiliki sifat magnetoresistance terbesar dibandingkan fasa-fasa lainnya. Untuk mempelajari sifat elektron pada struktur perovskite ini, maka pada penelitian ini akan dilaporkan analisa sifat listrik dan magnet pada bahan kristal tunggal La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,35). Metoda pembuatan kristal tunggal dan karakterisasinya telah disampaikan pada makalah sebelumnya [4-7]. Struktur kristal (La, Sr) 1+n Mn n O 3n+1 (n = 1, 2, ) dapat dilihat dalam Gambar 1 di bawah ini [8]. Sampel yang dipakai pada pengukuran ini adalah bahan dengan struktur kristal seperti Gambar 1-tengah (LSMO 327). Gambar 1. Struktur kristal (La, Sr) 1+n Mn n O 3n+1 (n = 1, 2, ) Gambar 2. Pemasangan sampel pada sampel holder dengan memakai pasta Ag dan Kawat Au (metoda four point probe ) (a) Arus listrik sejajar bidang ab, (b) Arus listrik searah sumbu c Pada Gambar 2 tersebut, sampel diletakkan dan ditempel di atas lembaran plastik (ukuran sekitar 10 mm 10 mm 1mm). Lembaran plastik memiliki terminal kecil untuk dihubungkan dengan kabel yang terhubung dengan digital voltmeter dan current source. Antara sampel dan digital voltmeter /current source terdapat scanner yang merupakan progammable switcher untuk menginput data dari sampel dan sensor temperatur ke komputer. Terminal sampel dan sampel dihubungkan dengan kawat Au. Kawat Au direkatkan dengan sampel memakai pasta Ag. PROSEDUR PERCOBAAN Pengukuran sifat listrik (hambatan jenis dan magnetoresistance) pada sampel (dimensi sampel sekitar 2 2 2 mm 3 ) dilakukan dengan memakai metoda four point probe. Gambaran pengukuran dengan metoda four point probe dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. Pada Gambar 2a, pemasangan sampel dilakukan agar arus listrik mengalir sejajar dengan bidang ab pada sampel. Pada Gambar 2b, pemasangan sampel dilakukan agar arus listrik mengalir searah dengan sumbu c pada sampel [9]. Gambar 3. Skema pengukuran hambatan jenis pada suhu (4 300 K) dan medan magnet (0 80 koe) 60 Majalah Metalurgi, V 27.2.2012, ISSN 0216-3188/ hal 59-66

Gambar 3 memperlihatkan skema pengukuran hambatan jenis dan magnetoresistance bahan. Sampel diletakkan dalam sample holder yang terhubung dengan sample rod. Sample rod dan sample holder dimasukkan dalam wadah cryostat yang kedap udara dan dapat diisi hidrogen cair (titik didih 4 K). Cryostat dimasukkan dalam wadah yang berisi nitrogen cair (titik didih 79 K). Sample rod dan sample holder dimasukkan hingga berada dalam superconductor coil. Superconductor coil dapat menghasilkan medan magnet 0 80 koe. Dengan pemakaian hidrogen cair dan nitrogen cair, suhu dapat diatur 4 K hingga 300 K (suhu ruangan). Medan magnet dikontrol dengan mengatur tegangan listrik pada superconducting solenoid. Sample holder dililit heater coil untuk mengatur temperatur sampel. Sedangkan pada pengukuran sifat magnetnya (magnetisasi) dilakukan dengan memakai alat SQUID (superconducting quantum interference device) buatan QUANTUM DESIGN tipe MPMS-5. SQUID ini merupakan alat untuk mengukur magnetisasi suatu bahan dengan ketelitian tinggi pada suhu (4 300 K) dan medan magnet (0 80 koe) tertentu [9]. Alat SQUID ini merupakan alat untuk mengukur magnetisasi sampel. Pada Gambar 4 diperlihatkan komponen 1 s/d 6 berada di dalam dewar (komponen 10). Sample rod (komponen 1) merupakan batang logam yang panjang dari permukaan atas hingga ke bagian sekitar superconducting solenoid (komponen 6). Sampel diletakkan di ujung bawah sampel r, di bagian dalam superconducting solenoid (komponen 6). Saat pengukuran, sampel naik turun dengan memakai sample transport (komponen 3). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran hambatan jenis sampel dapat dilihat dalam Gambar 5 (arus listrik dan medan magnet sejajar bidang ab). Pada Gambar 5 terlihat bahwa pada medan magnet 0 koe, hambatan jenis naik mulai suhu kamar hingga suhu sekitar 121 K, kemudian turun drastis, menandakan pada suhu di atas 121 K sifat bahan ini adalah isolator, pada suhu di bawah 121 K, terjadi penurunan yang tajam yang menandakan adanya penurunan hambatan jenis hingga 1/500 kali lipat dan bersifat konduktor. Gambar 4. Alat SQUID (QUANTUM DESIGN tipe MPMS-5) pada pengukuran magnetisasi Gambar 5. Nilai hambatan jenis terhadap suhu, dengan arus listrik dan medan magnet sejajar bidang ab Pengaruh Konsentrasi x=0,35../ Agung Imaduddin 61

Bila kemudian kita coba melihat pergeseran nilai T C, maka Gambar 6 memperlihatkan hasil plotting pergeseran nilai T C akibat adanya medan magnet dari luar. Pada Gambar 6 ini terlihat bahwa nilai T C bergeser menuju suhu yang lebih tinggi akibat adanya medan magnet dari luar. Gambar 7. Nilai hambatan jenis terhadap suhu, dengan arus listrik sejajar sumbu c dan medan magnet sejajar bidang ab Gambar 6. Plotting pergeseran nilai T c akibat medan magnet. (Medan magnet dan arus listrik sejajar bidang ab) Pada Gambar 7 (arus listrik sejajar sumbu c, medan magnet sejajar bidang ab) terlihat bahwa pada medan magnet 0 T, hambatan jenis juga naik mulai suhu kamar hingga suhu sekitar 121 K, kemudian turun drastis, menandakan pada suhu di atas 121 K (T C ) sifat bahan ini adalah isolator, pada suhu di bawah 121 K, terjadi penurunan yang tajam yang menandakan adanya penurunan hambatan jenis hingga 1/100 kali lipat. Bila dibandingkan Gambar 5 dengan Gambar 7, terlihat nilai penurunan hambatan jenis pada Gambar 5 yaitu pada suhu 121 K adalah sekitar 5 kali lipat dibandingkan penurunan pada Gambar 7. Hal ini memperlihatkan bahwa arus lebih mudah mengalir pada arah yang sejajar bidang ab pada kristal tunggal. Hasil pengukuran magnetoresistance sampel dapat dilihat dalam Gambar 8, dengan arus listrik dan medan magnet sejajar bidang ab. Pada gambar ini terlihat bahwa pada suhu sekitar 120 K, terlihat sifat magnetoresistance yang terbesar dibandingkan suhu di atas dan di bawah 120 K. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran hambatan jenis listrik pada Gambar 7 yang memperlihatkan nilai T c pada suhu sekitar 121 K. Gambar 8. Sifat magnetoresistance pada sampel dengan medan magnet dan arus listrik sejajar bidang ab 62 Majalah Metalurgi, V 27.2.2012, ISSN 0216-3188/ hal 59-66

bawah suhu 121 K) yang lebih tinggi dari medan magnet yang sejajar sumbu c. Gambar 9. Sifat magnetoresistance pada sampel dengan medan magnet sejajar bidang ab, dan arus listrik sejajar sumbu c Pada pengukuran sifat magnetoresistance ini, magnetoresistance akan terlihat besar pada suhu 120 K. Sedangkan bila dibandingkan arah arus listriknya, terlihat bahwa arus listrik yang searah bidang ab memiliki sifat magnetoresistance sekitar 4 kali lebih besar dari arus listrik searah sumbu c. Hal ini memperlihatkan bahwa sifat magnetoresistance lebih mudah terjadi ketika arus listrik mengalir pada bidang ab. Sedangkan Gambar 10 memperlihatkan magnetisasi sampel terhadap perubahan suhu pada medan magnet 5 koe. Pada kedua hasil pengukuran (pengukuran pada medan magnet sejajar bidang ab dan medan magnet sejajar sumbu c), dari hasil pengukuran, terlihat pada suhu di atas 121 K, sampel memiliki nilai magnetisasi yang rendah yang menunjukkan bahwa sampel memiliki sifat paramagnetik, sedangkan di bawah suhu 121 K, nilai magnetisasinya naik secara drastis dan memperlihatkan sifat feromagnetik. Kedua pengukuran dilakukan dengan menurunkan suhu pada saat medan magnet sama dengan nol atau zero-field cooling (ZFC). Pada kedua hasil pengukuran juga terlihat bahwa medan magnet yang sejajar dengan bidang ab memperlihatkan nilai magnetisasi (di Gambar 10. Magnetisasi sampel terhadap perubahan suhu pada medan magnet H = 5 koe Sedangkan Gambar 11 memperlihatkan magnetisasi sampel terhadap perubahan suhu pada medan magnet tetap (H=1, 30 dan 50 koe). Pada medan magnet H=1 koe, suhu di atas 120 K memperlihatkan sifat paramagnetis dan suhu di bawah 120 K memperlihatkan sifat feromagnetik. Sedangkan pada medang magnet 30 koe dan 50 koe, kenaikan drastis (Tc) nilai magnetisasi pada suhu sekitar 120 K semakin bergeser ke suhu tinggi, hal ini menunjukkan medan magnet yang kuat dari luar menyebabkan arah spin pada sampel di atas suhu 120 K juga menjadi mendekati sifat feromagnetik. 80 70 60 50 40 30 20 10 0 H=1 koe T c T c 'T c " H=30 koe H//ab H=50 koe 0 50 100 150 200 250 300 350 T(K) Gambar 11. Magnetisasi sampel terhadap perubahan medan magnet pada suhu tetap (medan magnet sejajar bidang ab) Pengaruh Konsentrasi x=0,35../ Agung Imaduddin 63

Gambar 12 di bawah ini memperlihatkan magnetisasi sampel terhadap perubahan medan magnet pada suhu tetap (dimana medan magnet sejajar bidang ab). Dari hasil pengukuran terlihat bahwa pada suhu di atas 120 K, magnetisasi sampel memperlihatkan bentuk grafik yang menunjukkan sifat paramagnetis, sedangkan pada suhu 120 K, magnetisasi sampel memperlihatkan bentuk grafik yang menunjukkan sifat feromagnetik. 3.45 μ B /Mn 80 70 60 50 40 30 20 10 T=5K T=91K T=120K T=150K T=250K H//ab 0 0 10 20 30 40 50 H (koe) Gambar 12. Magnetisasi sampel terhadap perubahan medan magnet pada suhu tetap (medan magnet sejajar bidang ab) Pada Gambar 13 di bawah ini memperlihatkan magnetisasi sampel terhadap perubahan medan magnet pada suhu tetap (dimana medan magnet sejajar sumbu c). Hasil pengukuran memperlihatkan grafik yang tidak jauh berbeda dengan Gambar 12, pada suhu di atas 120 K, magnetisasi sampel memperlihatkan bentuk grafik yang menunjukkan sifat paramagnetis, sedangkan pada suhub 120 K, magnetisasi sampel memperlihatkan bentuk grafik yang menunjukkan sifat feromagnetik. Tapi bila dibandingkan dengan Gambar 12, pada suhu di bawah 120 K dan di bawah medan magnet kecil dari 5 koe, nilai magnetisasi saat medan magnet sejajar bidang ab dan sumbu c perbedaannya terlihat cukup besar (sekitar 14%), tapi pada medan magnet di atas 5 koe, perbedaan tersebut semakin kecil. 3.45 μ B /Mn 80 70 60 50 40 30 20 10 T=5K T=91K T=120K T=150K T=250K H//c 0 0 10 20 30 40 50 H(kOe) Gambar 13. Magnetisasi sampel terhadap perubahan medan magnet pada suhu tetap (medan magnet sejajar sumbu c) ANALISA Dari Gambar 5, bila kemudian diplot garis lurus pada daerah di atas suhu T C, maka akan terlihat seperti Gambar 14 di bawah ini. 10 1 0.1 J//ab 0.01 0 50 100 150 200 250 300 T (K) Gambar 14. Hambatan jenis listrik terhadap suhu Gambar 14 memperlihatkan hambatan jenis listrik terhadap suhu (H=0). Berdasarkan plot garis pada suhu di atas 100 K, terlihat hanya sedikit terjadi perubahan kemiringan pada suhu sekitar 200 K. Sedangkan dari hasil magnetisasinya bila dilihat dari persamaan Currie-Weiss 64 Majalah Metalurgi, V 27.2.2012, ISSN 0216-3188/ hal 59-66

pada magnet feromagnetik, maka didapat magnetik susceptibility, adalah: Dimana : M S = magnetisasi g = berat J = coefficient of exchange interaction T = suhu = coefficient (1) B J (x) [(J+1)/3J] x (3) x = µ 0 M( M + H)/k B T (4) Dimana : N = jumlah atom per berat B J (x) = Brillouin function Sedangkan Currie constant C, dinyatakan dengan ; C = Ng 2 µ B 2 J(J+1)/3k B (5) Maka suhu kritis suatu bahan feromagnetik adalah : T C = C (6) Gambar 15. Plot magnetik susceptibility terhadap suhu Dari perhitungan pada plot tersebut, menunjukkan bahwa material ini terjadi perubahan sifat magnetiknya pada suhu 200 K, tapi bila dilihat perubahan magnetiknya pada feromagnetik 11 dan 12, pada suhu di atas 121 K, material ini masih cenderung bersifat paramagnetik. Pada suhu di bawah 121 K terlihat sifat feromagnetik. Berdasarkan nilai moment magnet pada atom Mn (persamaan (1)), pada H//ab nilai magnetisasinya adalah 3,45 μ B per atom Mn (μ B = rata-rata momen magnet yang searah medan magnet luar). Sedangkan untuk H//c nilainya adalah 2,98μ B per atom Mn. Hal ini memperlihatkan bahwa momen magnet pada bidang ab lebih besar sekitar 1,16 kali dari momen magnet searah bidang c. Spontaneous magnetization (M S, magnetisasi yg terjadi internal, tanpa pengaruh medan magnet luar) dinyatakan dengan (2) Dari perhitungan pada plot Gambar 15 tersebut, menunjukkan bahwa material ini memiliki sifat feromagnetik dengan T C sekitar suhu 200 K, tapi berdasarkan pengukuran magnetisasinya T C bergeser menjadi 121 K. Sehingga dari suhu 121-200 K bahan ini cenderung menunjukkan sifat paramagnetik. Sedangkan dari suhu 121 K, sifat momen magnetnya adalah feromagnetik. Tabel 1 memperlihatkan rangkuman sifat listrik dan magnet pada bahan LSMO 327 x=0,35 ini. Tabel 1. Rangkuman sifat listrik dan magnet LSMO 327 (x=0,35) Sifat listrik Sifat magnetik T<121 K 121K<T < 200K T > 200 K Konduktor Isolator Isolator Ferro magnetik KESIMPULAN Paramag netik Paramag netik Pada analisa sifat listrik dan magnet pada kristal tunggal LSMO 327 (x=0,35), diketahui bahwa fasa ini memiliki suhu kritis T C = 121 K pada sifat listrik dan magnetnya. Pada pengukuran sifat magnetoresistance, terlihat fasa ini memiliki sifat magnetoresistance terbesar pada suhu 120 K yaitu 85% (arah arus Pengaruh Konsentrasi x=0,35../ Agung Imaduddin 65

searah sumbu c) dan 98% (arah arus listrik searah bidang ab). Hal ini memperlihatkan bahwa arus mengalir searah bidang ab. Dan dengan adanya medan magnet dari luar menyebabkan nilai T C bergeser menuju suhu yang lebih tinggi. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran magnetisasinya, memperlihatkan sifat paramagnetis di atas suhu 120 K dan sifat feromagnetik di bawah suhu 120 K. Pada medan magnet di bawah 1 koe, terlihat perbedaan yang cukup besar (sekitar 14%) pada arah medan magnet yang sejajar bidang ab dan sejajar sumbu c. Tapi perbedaan nilai magnetisasi ini semakin berkurang ketika medan magnet semakin besar (di atas 5 koe). Selain itu, pada medan magnet di atas 30 koe, kenaikan nilai magnetisasi seiring perubahan suhu sekitar 120 K semakin tidak terlihat, yang menunjukkan akibat medan magnet yang besar semakin membuat arah spin magnet pada suhu di atas 120 K menjadi semakin mendekati sifat feromagnetik. UCAPAN TERIMAKASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof.Yoshizawa dan seluruh anggota Yoshizawa lab. di Universitas Iwate, Jepang yang telah banyak membantu penelitian saya ini. DAFTAR PUSTAKA [1] T. Kimura, Y. Tomioka, H. Kuwahara, A. Asamitsu, M. Tamura, Y. Tokura. 1996.,,Interplane Tunneling Magnetoresistance in a Layered Mangaite Crystal. Science.: 274, 1698. [2] Y. Tomioka, A. Asamitsu, H. Kuwahara, Y. Moritomo, Y. Tokura. 1996.,,Magnetik-field-induced metalinsulator phenomena in Pr 1-x Cr x MnO 3 with controlled charge-ordering instability. Physical Review B. : 53, 4, 1689. [3] Urushibara, Y. Moritomo, T, Arima, A. Asamitsu, G. Kido, Y. Tokura. 1995.,,Insulator-metal transition and giant magnetoresistance in La 1- xsr x MnO 3. Physical Review B. : 51, 20, 14103. [4] A.Imaduddin, H. Kanazawa, N. Yoshimoto, M. Yoshizawa. 2000.,,Crystal growth and physical properties of La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7. Physica B. : 281-282, 502-504. [5] Agung Imaduddin. April 2011.,,Metoda FZ Pada Pembuatan Kristal Tunggal La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7. Metalurgi. : 26, 1, 1-6. [6] Agung Imaduddin. Agustus 2011.,,Pembuatan Batang Pelet La 2-2xSr 1+2x Mn 2 O 7 Sebagai Bahan Penumbuhan Kristal Tunggal. Metalurgi. : 26, 2, hal 53-58. [7] Agung Imaduddin. Desember 2011.,,Metoda Foto Back-Reflection Laue Untuk Menentukan Arah Sumbu Kristal Tunggal La 2-2x Sr 1+2x Mn 2 O 7 (x=0,4). Metalurgi. : 26, 3, 117-121. [8] J.A.M. van Roosmalen, P. van Vlaanderen, E.H.P. Cordfunke. 1995.,,Phase in the perovskite-type LaMnO3+ Solid Solution and the La2O3-Mn2O3 Phase Diagram. Journal of Solid State Chemistry.: 114, 516-523. [9] Agung Imaduddin. 2001.,,Growth and physical properties of La 2-2xSr 1+2x Mn 2 O 7 single crystals. Iwate University: Doctoral Thesis. RIWAYAT PENULIS Agung Imaduddin lahir di Bandung, 29 September 1971. Menamatkan pendidikan Bachelor di bidang Metallurgy di Iwate University, Iwate-Japan pada tahun 1995. Menamatkan program Master dan Doktor di bidang Material Science and Engineering di Iwate University, Iwate- Japan pada tahun 1997 dan 2001. Saat ini aktif bekerja pada Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI, Puspiptek Serpong. 66 Majalah Metalurgi, V 27.2.2012, ISSN 0216-3188/ hal 59-66