BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. elemen pembangunan adalah orang yang sangat berkompeten dalam bidangnya

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Judul BAB I PENDAHULUAN

BAB I. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 179 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

Sistem Pendidikan Nasional

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi menjadi pilar utama dalam melahirkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.. TAHUN.. TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pembangunan yang semakin meningkat menuntut adanya SDM

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PROGRAM KURSUS BAHASA ASING BERBASIS DESA/KELURAHAN KABUPATEN BANYUWANGI.

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN Tentang SISTEM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pratiwi Tristiyani, 2014 Pendapat peserta didik tentang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BAB I PENDAHULUAN. aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek utama suksesnya program

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

NUR ENDAH APRILIYANI,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beralihnya masyarakat kita dari masyarakat yang masih sederhana

Transkripsi:

BB II KJI PSTK 2.1. Hakekat Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. ( o. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan asional). Dalam o. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional Pasal 13 ayat 1 disebutkan, bahwa pelaksanaan sistem pendidikan nasional Indonesia dikenal 3 jalur yakni jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Sedangkan jenjang pendidikan nasional terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Sedangkan defenisi pendidikan menurut beberapa ahli antara lain: a. John Dewey, Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia b. Van Cleve Morris, berpendapat bahwa pendidikan adalah studi filosofis yang pada dasarnya bukan hanya alat untuk mengalihkan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, melainkan juga merupakan agent (lembaga) yang berugas melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangannya mencapai hari yang lebih baik. c. Dr. Omar Muhammad l Toumy al Syaebani, mengartikan pendidikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individual (orang per orang) dalam kehidupan pribadinya, dalam kehidupan sosial (kemasyarakatan) nya dan dalam kehidupan di lingkungan alam sekitar melalui suatu proses. d. M.J. Longeveled, Pendidikan adalah usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya, atau lebih tepatnya membantu anaka agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. e. ousseau, Pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada pada saat anakanak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa. f. Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

g. GBH, Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. 2.2. Hakekat Pelatihan Pelatihan adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan agar mampu melaksanaakaan tugas pokok dan fungsinya secara profesional. Profesionalisme dapat diukur melalui aktivitasnya dalam mengimplementasikan tugas pokok dan fungsi di lapangan sehingga program yang dijalankan lebih bermutu, inovatif dan layak dicontoh oleh masyarakat. Pelatihan merupakan salah satu upaya dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) melalui suatu proses membantu orang lain guna memperoleh pengetahuan agar dapat memperbaiki kemampuan dan ketrampilannya. Sudjana, D (1993:13) menyatakan bahwa didalam meningkatkan mutu kemampuan para anggota kelompok, perkumpulan, dan organisasi serta untuk membina dan mengembangkan keahlian para petugas dan pekerja, dilakukan pembelajaran yang dikenal dengan istilah pelatihan. ivai (2004:226) berpendapat bahwa pelatihan merupakan suatu proses sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja dimasa mendatang. Sedangkan menurut otoadmodjo (1998:26) mengungkapkan bahwa penekanan pelatihan lebih berkaitan dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawan yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Pelatihan terdiri dari program-program yang dirancang

untuk meningkatkan kinerja pada level individu, kelompok, dan/atau organisasi. Kinerja yang meningkat pada gilirannya menyiratkan bahwa terdapat perubahan yang dapat diukur dalam pengetahuan, keahlian, sikap dan perilaku seseorang. Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan secara nyata dapat memberikan sumbangan yang besar pada proses pelaksanaan program sehingga mencapai hasil yang optimal. Pelaksanaan pelatihan (Training), semakin penting bagi organisasi atau lembaga dalam upaya meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia tersebut perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi atau lembaga. obinson (1981:12) menyatakan bahwa pelatihan adalah pengajaran dan atau pemberian pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (Pengetahuan, ketrampilan, sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan. Selanjutnya James. Davis (1998:44) mengatakan bahwa pelatihan merupakan proses untuk mengembangkan ketrampilan peserta, menyediakan informasi dan membentuk sikap agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. Dari keseluruhan defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, pelatihan mengandung makna yang tidak jauh berbeda yaitu menunjukkan bahwa pelatihan merupakan suatu kegiatan yang direncanakan secara sistematis yang didalamnya terdapat kegiatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan atau ketrampilan serta sikap, sehingga akhirnya karyawan tersebut memiliki peningkatan kinerja. Dapat juga rangkum, bahwa Pelatihan adalah proses pembelajaran yang memungkinkan pegawai melaksanakan pekerjaan sesuai dengan

standar. Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang diberikan kepada pegawai atau jika ada hal-hal baru dalam pekerjaan. Pelatihan merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu dilaksanakan terus menerus dalam rangka pembinaan ketenagaan dalam suatu organisasi (Hamalik, 2001:10). Secara spesifik, proses pelatihan itu, merupakan serangkaian tindakan/upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Tiap proses pelatihan harus terarah untuk mencapai tujuan terkait dengan upaya pencapaian tujuan organisasi. Gaspersz (1997: 228-229) menyatakan pendidikan dan pelatihan merupakan elemen penting untuk pengembangan manajemen kualitas. Seluruh anggota organisasi mulai manajemen puncak sampai karyawan terendah harus memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuannya. Pada dasarnya pendidikan bertujuan mendidik seluruh anggota organisasi tentang mengapa sesuatu aktifitas dilakukan, sedangkan pelatihan bertujuan melatih seluruh anggota organisasi tentang bagaimana melakukan aktivitas kegiatan itu. 2.2.1. Faktor-faktor Penyusunan Program Pelatihan Program pelatihan sebaiknya persiapkan secara matang, ada 7 (tujuh) faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penyusunan program pelatihan. 7 (tujuh) faktor tersebut adalah: 1. Kebutuhan pelatihan 2. Cara Penyelenggaraan pelatihan 3. Biaya pelatihan

4. Hambatan-hambatan pelaksanaan pelatihan 5. Peserta pelatihan 6. Sarana-prasarana/ Fasilitas pelatihan 7. Fasilitator/Pengawas pelatihan 2.2.2. nsur-unsur Program Pelatihan Secara umum pelatihan memiliki unsur-unsur sebagai berikut: a. Struktur Program b. Metode c. Strategi d. Media e. Pelaksanaan Program f. Peserta g. Fasilitator h. Biaya i. Panitia j. Hasil yang diharapkan amun secara sederhana, Program pelatihan minimal memiliki unsur-unsur: a. Peserta Pelatihan Penetapan calon peserta pelatihan erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan yang pada gilirannya turut menentukan efektifitas pelatihan. Karena itu, perlu dilakukan seleksi yang teliti untuk memperoleh peserta baik, berdasarkan kriteria, antara lain:

1. kademik, ialah jenjang pendidikan dan keahlian 2. Jabatan, yang bersangkutan telah menempati pekerjaan tertentu, atau akan ditempatkan pada pekerjaan tertentu. 3. Pengalaman kerja, ialah pengalaman yang telah diperoleh dalam pekerjaan. 4. Motivasi dan minat yang bersangkutan terhadap pekerjaan. 5. Pribadi, yang menyangkut aspekm moril dan sifat-sifat yang diperlukan dalam pekerjaan tersebut. 6. Intelektual, tingkat berfikir dan pengetahuan diketahui melalui tes seleksi. b. Pelatih (Instruktur) Pelatih/instruktur pada kegiatan pelatihan memegang peranan penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya, perlu dipilih pelatih yang ahli dan kompeten dibidangnya masing-masing. da beberapa syarat penentuan pelatih (Instruktur) antara lain: 1. Memiliki kompetensi dan kapabilitas di bidangnya masing-masing, yang dibuktikan dengan adanya sertifikat kompetensi. 2. Memiliki kepribadian baik yang menunjang profesinya sebagai pelatih. 3. Pelatih (Instruktur) yang berasal dari lingkungan/organisasi sendiri lebih baik dibandingkan dari luar.

c. Waktu (Lamanya pelatihan) Masa atau lamanya pelatihan sebaiknya mempertimbangkan hal-hal dibawah ini, yakni: 1. Jumlah materi yang akan disampaikan, semakin banyak beban materi yang akan disampaikan maka akan memerlukan waktu yang lebih banyak dan sebaliknya. 2. Tingkat kesulitan dari materi-materi yang akan dipelajari, tingkat kesulitan/kemudahan materi akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan. 3. Tingkat kemampuan peserta pelatihan, kesiapan dan tingkat kemampuan para peserta didik akan berdampak pada kurun waktu pelatihan yang dibutuhkan. 4. Media pembelajaran yang tersedia. Media pembelajaran ada saat diklat akan sangat membantu efektivitas pelaksanaan diklat. 2.2.3. Pelatihan dan Peningkatan Mutu SDM Pelatihan memiliki kontribusi terhadap mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui pelatihan, suatu lembaga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan kecakapan individual para pesertanya yang pada gilirannya nanti akan memberikan perkembangan secara lebih baik terhadap lembaga secara menyeluruh (Marzuki, 1993). Terdapat suatu hal yang penting dan perlu untuk diperhatikan apakah suatu pelatihan dapat memberikan pengaruh atau kontribusi baik terhadap individu maupun

lembaga. pabila terdapat kontribusi yang baik terhadap individu maupun lembaga, maka pelatihan tersebut dapat dikatakan pelatihan yang efektif. Keberhasilan peserta yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan belum tentu dapat meningkatan kinerja. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor fisik, faktor organisasi, faktor manusia dan faktor eksternal lainnya. Dalam hubungan ini sebaiknya pemimpin lembaga maupun kolega memberi dorongan atau ikut serta menciptakan suasana yang memberikan motivasi agar mereka dapat menerapkan hasil-hasil pelatihan. danya dukungan moral maupun fasilitas lainnya yang dapat membangkitkan semangat mereka agar kreatif untuk usaha pembaharuan di lembaganya. Dengan kata lain, pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari pelatihan akan sia-sia apabila tidak disertai dengan penciptaan kondisi yang kondusif bagi pengembangan kecakapan-kecakapan baru. Dharma (1998 : 5) mengemukakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah : Pegawai itu sendiri, pekerjaan, mekanisme kerja, dan lingkungan kerja. Dengan demikian perlakuan pasca pelatihan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan dalam suatu pelatihan. 2.2.4. Diklat sebagai sebuah Sistem Pelaksanaan Diklat merupakan sebuah sistem, cara berfikir dengan menggunakan konsep sistem disebut pendekatan sistem (the system approach). Pendekatan sistem dapat diartikan sebagai suatu cara berfikir dengan mempergunakan konsep sistem dalam obyek yang ditelaah dideskripsikan secara sistematik.

da 4 karakteristik dari pendekatan sistem yaitu: (1) Mempergunakan konsep sistem, yakni melihat semua permasalahan yang dihadapi sebagai suatu kesatuan dan saling tergantung antara yang satu dengan yang lain, (2) Kerangka berfikir kesisteman berupa komponen-komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan dapat berfungsi melalui prosedur mulai dari input, proses transformasi dan output, (3) Sebagai akumulasi dari berbagai pemikiran ilmiah sebelumnya, maka dalam menganalisis dengan cara berfikir kesisteman sangat terbuka untuk menggunakan berbagai metode dan teknik analisis yang telah ada sebelumnya, (4) berorientasi pada output dalam pemecahan masalah. Secara sederhana model berfikir kesisteman untuk menggambarkan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat digambarkan dengan skema berikut

Gambar 1. Model Skema Pelaksanaan Diklat IPT ISTMETL MSI METODE MTEIL L I G K G P E G J D M I I S T T K I K L M S P S K E G I P T POSES DIKLT

2.3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan 2.3.1. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelengaraan pendidikan. 2.3.2. Tenaga Kependidikan dalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, pustakawan, laboran, dan lainnya. 2.3.3. Pendidikan on Formal Dalam o.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional memiliki 3 jalur yakni formal, non formal, dan informal. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara berstruktur dan berjenjang. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar

masyarakat (PKBM), majelis taklim, serta berbagai satuan pendidikan sejenis yang dikelola oleh masyarakat. Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SP). Dengan memperhatikan jenis, fungsi dan peranan yang diemban jalur pendidikan non formal yang sangat banyak dan beragam, maka sudah saatnya semua pihak baik pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat umum untuk memperhatikan dan memberdayakan keberadaan jalur pendidikan non formal dan kemudian mendudukkannya pada posisi dan tempat yang setara dengan jalur pendidikan formal sesuai dengan amanat dari nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.