SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

OSIR, June 2013, Volume 6, Issue 2, p. 8-12

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

Indonesia Medicus Veterinus Juni (3):

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIV, No. 80, Juni 2012 ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

Perhatian Pemilik Anjing Dalam Mendukung Bali Bebas Rabies

ANALISIS KUANTITATIF RISIKO PENYEBARAN RABIES DARI BALI. (Quantitative risk analysis of rabies spreading from Bali province)

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

DISTRIBUSI RABIES DI BALI : SEBUAH ANALISA BERDASARKAN HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM

SURVEILANS DAN MONITORING SEROLOGI SE DI WILAYAH KERJA BBVET DENPASAR TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

ISSN situasi. diindonesia

SURVEILANS AI TAHUN :DATA DUKUNG PEMBEBASAN AI DI PROVINSI NTT

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXIII, No.78, Juni 2011 ISSN: X

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

ABSTRAK ABSTRACT. Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt) Blank (11pt)

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Serosurveilens Pascavaksinasi Rabies Tahun 2014 Di Wilayah Kerja UPT Veteriner Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

Penanggulangan Penyakit Menular

REPLIKASI isikhnas DAN SISTEM INFORMASI LABORATORIUM (INFOLAB) TERINTEGRASI isikhnas DI WILAYAH KERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

Korelasi dan Penyebaran Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Kabupaten Klungkung Bali Tahun

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

IDENTIFII(A.SI VIRUS RABIES PADAANJING LIAR DI KOTA MAKASSAR IDENTIFICATION OF RABIES VIRUS IN STRAYDOGS IN MAKASSAR. Sri Utami" Bambang Sumiarto2

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jejaring Pemanfaatan Hiu dan Pari di Balikpapan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

Alur Penyebaran Rabies di Kabupaten Tabanan Secara Kewilayahan (Spacial)

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

Gambaran Klinik Sapi Bali Tertular Rabies. di Ungasan, Kutuh dan Peminge

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

Persebaran dan Hubungan Kejadian Rabies pada Anjing dan Manusia di Denpasar Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia (Dastkhosh et al,2014). WHO memperkirakan orang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

Model Matematika (Linier) Populasi Anjing Rabies dengan Vaksinasi

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA VAKSIN RABIES ORAL HARAPAN BARU UNTUK PENGENDALIAN RABIES DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN: PKM-GT

LITBANG KEMENTAN Jakarta, 8 Maret 2011

Peran Studi CIVAS dengan pendekatan Ecohealth dalam Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Bali

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

RILIS HASIL PSPK2011

Pemeliharaan Anjing oleh Masyarakat Kota Denpasar yang Berkaitan dengan Faktor Risiko Rabies

GAMBARAN CASE BASE MEASLES SURVEILANCE DI KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014 CASE BASE MEASLES SURVEILANCE PERFORMANCE IN KARAWANG DISTRICT, 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

Transkripsi:

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X SURVEILANS DAN MONITORING AGEN PENYAKIT RABIES PADA ANJING DI PROVINSI BALI, NUSA TENGGARAN BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 213 (Surveillance and Monitoring of dog rabies agent in Bali, West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Province in 213) I. K. E. Supartika, I. K. Wirata, I. G. A. J. Uliantara, I.K. Diarmita Balai Besar Veteriner Denpasar ABSTRAK Surveilens dan monitoring deteksi agen penyakit rabies di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar merupakan komponen penting dalam upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies di wilayah kerja Balai Besar Veteriner Denpasar. Rabies bersifat endemis di Provinsi Bali, Pulau Flores dan sekitarnya di wilayah Provinsi NTT. Pada tahun 213 jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar sebanyak 1.572 sampel. Sampel diuji dengan fluorescence antibody technique (FAT). Di Provinsi Bali, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa sebanyak 992 sampel, 41/992(4,13%) sampel diantaranya positif rabies. Rata-rata jumlah kasus rabies perbulan ada sebanyak 3,42 kasus. Kasus rabies paling banyak ditemukan di Kabupaten Bangli sebanyak 12 kasus, dan lebih banyak disebabkan oleh anjing yang belum divaksin rabies. Jumlah sampel otak yang berasal dari NTB sebanyak 56 sampel, tidak ada positif rabies, sedangkan sampel otak anjing dari Provinsi NTT diperiksa sebanyak 2 sampel, 7/2 (35,%) sampel positif rabies. Hasil surveilens dan monitoring ini menunjukkan bahwa rabies masih bersifat endemis di Provinsi Bali dan pulau Flores, NTT, untuk itu program vaksinasi masal, kerjasama antar instansi pemerintah, komunikasi, informasi dan edukasi tentang rabies ke masyarakat masih perlu ditingkatkan. Sampai saat ini Provinsi NTB masih bebas rabies. Kontrol sangat ketat terhadap lalu lintas hewan penular rabies ke Provinsi NTB dan daerah bebas rabies di Provinsi NTT masih sangat diperlukan dan diimplemantasikan. Kata kunci: anjing, monitoring, otak, rabies, surveilans ABSTRACT Surveillance and monitoring to detect rabies agent in areal work of Balai Besar Veteriner Denpasar is an important component in effort to control and eradicate rabies in this region. Rabies is endemic in Bali Province and around Flores Insland, East Nusa Tenggara Province. In 213 total dog brain sample examined by Balai Besar Veteriner Denpasar was 1.572 samples. All of the samples were examined using fluorescence antibody technique (FAT). In Bali Province, total number sample examined was 992 sample, among of it 41/992(4,13%) were rabies positive.the average total rabies cases per month was 3,42

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X case. Mostly, rabies cases were found in Bangli regency wich total 12 cases, and it was occur in unvaccinated rabies dogs. The number dog brain sample from West Nusa Tenggara was 56 samples. All of it was rabies negative, while total dog brain sample from East Nusa Tenggara was 2 samples, 7/2 (35,%) was rabies positive. Surveillance and monitoring resulths showed that rabies still endemic in Bali Province and Flores Island, East Nusa Tenggara Province. For this reasons, mass vaccination, collaboration between government, communication, information and education about rabies to the society should be improved. Until now, West Nusa Tenggara Province still to be free rabies region. Highly attention and control on animal carried out rabies still needed and should be implemented. Key word: brain sample, dog, monitoring, rabies, surveillance PENDAHULUAN Penyakit rabies merupakan penyakit viral zoonosis akut, menimbulkan ensefalitis fatal pada mammalia disebabkan oleh Lyssavirus dari keluarga Rabdoviridae (Murphy et al., 29; Fischer et al., 213). Wilayah kerja Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar meliputi: Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur secara historis merupakan daerah bebas rabies, namun sejak tahun 1997 wilayah ini mulai tertular rabies dengan munculnya kasus rabies pertama kali di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (Windiyaningsih et al., 24), selanjutnya rabies menyebar ke Provinsi Bali pada akhir tahun 28 (Supartika et al., 29). Meningkatnya lalu lintas orang, hewan serta barang berdampak pada semakin cepatnya perpindahan orang atau hewan dalam masa inkubasi berpindah ke tempat lain dan berperan dalam penyebaran penyakit zoonosis seperti rabies di daerah baru (Lankau et al., 213). Kejadian wabah rabies di Larantuka, Flores Timur, NTT disebabkan oleh masuknya tiga ekor anjing dari daerah endemis rabies yaitu dari daerah Butung, pulau Buton, Sulawesi Selatan pada bulan September 1997 (Windiyaningsih et al., 24). Di Provinsi Bali, sumber penularan rabies diduga berasal dari masuknya anjing dalam masa inkubasi dibawa pelaut berasal dari Sulawesi Selatan (Putra et al., 29). Kejadian kasus rabies di Provinsi Bali dari tahun 28 sampai dengan 213 terus muncul. Anjing masih merupakan hewan penular rabies utama di Provinsi Bali. Dari 672 kasus rabies pada hewan di Bali periode tahun 28-212 semuanya ditularkan oleh anjing rabies (Supartika et al., 213). Keberhasilan pembebasan rabies dari wilayah tertentu sangat tergantung pada seberapa efektif kegiatan surveilans telah dilaksanakan. Surveilans adalah kegiatan terstruktur untuk melihat populasi hewan dari dekat untuk menentukan apakah penyakit spesifik merupakan ancaman sehingga tindakan awal dapat dilaksanakan secepatnya

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X (Salman, 213). Surveilans memegang peranan penting dalam memacu memberikan respon cepat, memonitor dampaknya, sehingga wabah secara cepat dapat ditindaklanjuti (Townsend et al., 213). Dalam rangka pengendalian dan pemberantasan rabies di wilayah kerja BBVet Denpasar (Provinsi Bali, NTB dan NTT), BBVet Denpasar melakukan kegiatan surveilans dan monitoring penyakit rabies pada anjing bekerja sama dengan dinas atau instasi yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Bali, NTB dan NTT. Surveilans dan monitoring ini bertujuan: mendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing berisiko terjangkit rabies, terkait dengan upaya pembebasan penyakit rabies di Provinsi Bali, mendeteksi sedini mungkin kemungkinan keberadaan virus rabies pada anjing di wilayah Provinsi NTB dalam rangka menjaga Provinsi NTB tetap bebas rabies, mendeteksi keberadaan virus rabies pada anjing-anjing yang berisiko tertular Rabies di wilayah Pulau Flores terkait kegiatan penanggulangan rabies (early detection, early warning, early response) di wilayah Provinsi NTT. Materi MATERI DAN METODE Surveilans dan monitoring penyakit rabies pada anjing dilaksanakan dengan melakukan pengambilan sampel otak anjing dengan kriteria sebagai berikut: 1) anjing yang mempunyai risiko menularkan penyakit rabies, seperti: anjing yang menggigit orang dan atau hewan lainnya, 2) anjing yang menunjukkan gejala klinis rabies dan menunjukkan perubahan perilaku, 3) hasil eliminasi terhadap anjing liar tidak berpemilik yang dilakukan oleh petugas dinas setempat, 4) sampel otak anjing yang diperoleh dari tempat-tempat yang menyediakan hidangan dari daging anjing (rumah makan RW). Walaupun terkadang terkesan sedikit tertutup/ eksklusif tetapi tempat yang menyediakan hidangan daging anjing (RW) masih cukup banyak keberadaannya, 5) sampel otak anjing yang mati akibat tertabrak kendaraan di jalan raya. Hal ini menjadi pertimbangan karena pada umumnya anjing yang terjangkit rabies akan mengalami perubahan perilaku dan cenderung kehilangan insting untuk menghindari lalulintas kendaraan, 6) untuk di daerah bebas Rabies, anjing yang berasal dari daerah tertular rabies dan tanpa dilengkapi dengan keterangan vaksinasi rabies (SKKH). Metode Data yang menyertai sampel otak anjing yang masuk ke Unit Epidemiologi, BBVet Denpasar dicatat. Data tersebut meliputi: anamnesa, kasus gigitan, kasus klinis, eliminasi, umur anjing, jenis kelamin, status vaksinasi, asal sampel. Sampel otak anjing dalam keadaan segar, segar beku atau dalam pengawet gliserin 5% diperiksa dengan metoda Flourescent Antibody Test (FAT).

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X Preparat apus otak setelah dikeringkan dalam suhu ruangan difiksasi dengan aseton pada suhu -2 o C selama 3 menit. Setelah dikeringkan pada suhu ruangan preparat digenangi dengan konjugat anti-rabies (Bio-Rad), ditaruh pada cawan petri yang beralaskan kertas tissue basah, kemudian dimasukkan ke dalam incubator suhu 37 o C selama 3 menit. Preparat dicuci dengan PBS ph 7,2 sebanyak 3 kali 5 menit. Preparat ditetesi larutan mounting serta ditutup dengan cover slip. Preparat diperiksa dibawah mikroskup fluorescence. Sel-sel neuron terinfeksi virus rabies ditandai dengan pendaran warna hijau magenta. HASIL Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa di Laboratorium Patologi, BBVet Denpasar sebanyak 1,572 sampel, terdiri dari 992 sampel berasal dari Provinsi Bali, 56 sampel berasal dari Provinsi NTB dan sisanya 2 sampel berasal dari Provinsi NTT (Tabel 1). Pada pemeriksaan FAT, sampel positif rabies ditandai dengan adanya pendaran fluorescence berwarna hijau magenta pada sel-sel neuron terinfeksi virus rabies (Gambar 1). Gambar 1. Sampel positif rabies ditandai dengan adanya pendaran fluorescence berwarna hijau magenta pada sel-sel neuron terinfeksi virus rabies.

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X Tabel 1. Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar dan jumlah sampel positif rabies di Provinsi Bali, NTB dan NTT dari bulan Januari s/d Desember Tahun 213. Bali NTB NTT Jumlah Keseluruhan Bulan (+) (-) (+) (-) (+) (-) (+) (-) Rabies Rabies Jml Rabies Rabies Jml Rabies Rabies Jml Rabies Rabies Jml Jan 3 4 43 1 1 4 4 44 Peb 5 45 5 5 45 5 Mar 3 29 32 21 21 1 1 4 5 54 Apr 4 52 56 2 2 4 72 76 Mei 5 47 52 4 4 2 2 7 87 94 Jun 5 13 135 8 8 6 6 5 216 221 Jul 4 82 86 2 2 4 12 16 Ags 2 87 89 5 5 2 137 139 Sep 1 183 184 9 9 1 5 6 2 278 28 Okt 4 159 163 1 1 4 259 263 Nop 1 12 13 139 139 2 2 3 151 154 Des 4 85 89 2 2 4 87 91 Jml 41 951 992 56 56 7 13 2 48 1.524 1.572 Di Provinsi Bali jumlah sampel otak anjing positif rabies sebanyak 41/992 (4,13%) berasal dari 9 kabupaten/kota (Tabel 1). Jumlah rata-rata anjing rabies per bulan ada sebanyak 3,42 kasus (Grafik 1). Kasus rabies masih muncul dengan intensitas rendah di sebagian besar kabupaten seperti: Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem dan Klungkung. Hanya dua kabupaten tidak ditemukan kasus yaitu di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar. (Grafik 2).

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 183 159 13 82 87 85 52 4 45 29 47 3 5 3 4 5 5 4 2 1 4 12 1 4 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (+)Rabies (-)Rabies Grafik 1. Jumlah sampel otak anjing positif dan negatif rabies yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Balibulan Januari s/d Desember 213 (N=992 sampel, 41 sampel positif rabies) 25 226 2 15 128 145 175 1 71 83 77 5 27 7 8 1 12 19 5 1 7 (+)Rabies (-)Rabies Grafik 2. Jumlah sampel otak anjing positif rabies dari masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 213.

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X Dari 41 kasus positif rabies kebanyakan berasal dari anjing yang belum divaksin rabies 33/41 (8,49%) dan sisanya 8/41 (19,51%) berasal dari gigitan anjing yang sudah pernah divaksin rabies (Grafik 3). Berdasarkan anamnesanya, riwayat rabies kebanyakan berasal dari kasus gigitan 35/41 (85,36%), kasus klinis 2/41 (4,88%) dan hasil kegiatan eliminasi 4/41 (9,75%) (Grafik 4). Berdasarkan jenis kelamin dan umur anjing (Grafik 5 dan 6), bahwa kasus rabies kebanyakan disebabkan oleh anjing jantan 21/41 (51,22%), anjing betina 11/41 (26,83%), tidak ada informasi 9/41 (21,95 %). 35 33 3 25 2 15 1 8 5 Belum Divaksin Rabies Sudah Divaksinasi Rabies Positif Rabies Grafik 3. Status vaksinasi anjing positif rabies di Provinsi Bali dari bulan Januari s/d Desember 213

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 4 35 3 25 2 15 1 5 35 2 4 Gigitan Klinis Eliminasi (+) Rabies Grafik 4. Jumlah kasus positif rabies di Provinsi Bali tahun 213 berdasarkan anamnesa penyakit. 25 2 21 15 1 11 9 5 Jantan Betina Tidak Ada Data (+) Rabies Grafik 5. Jumlah kasus positif rabies di Provinsi Bali tahun 213 berdasarkan jenis kelamin anjing Jumlah kasus rabies pada anjing di Provinsi Bali berdasarkan umur disajikan pada Grafik 6. Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa dari bulan Januari sampai dengan Desember 213 sebanyak 56 sampel, berasal dari 9 kabupaten/kota semuanya hasilnya negatif rabies (Grafik 7 dan 8).

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 16 14 12 1 8 6 4 2 15 11 8 7 < 6 bulan 6-12 bulan >12 bulan Tidak Ada Data (+) Rabies Grafik 6. Jumlah kasus rabies di Provinsi Bali tahun 213 berdasarkan umur anjing 16 14 12 1 8 6 4 2 139 1 9 8 5 4 21 2 2 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des Positif Rabies Negatif Rabies Grafik 7. Jumlah sampel otak anjing rabies yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Nusa Tengarar Barat bulan Januari s/d Desember 213 (N= 56, semua sampel negatif rabies)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 16 14 12 1 8 6 4 2 15 14 5 49 5 41 4 3 1 Positif Rabies Negatif Rabies Grafik 8. Jumlah sampel otak ajing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar, berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 213. Di Provinsi NTT, kejadian rabies berfluktuasi setiap bulannya (Grafik 9). Dari 2 sampel otak yang diperiksa, 7 (35,%) sampel positif rabies berasal dari anjing dengan riwayat belum divaksinasi rabies. Asal sampel otak anjing dari masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT disajikan pada Grafik 1. 7 6 5 4 6 5 3 2 1 2 2 2 1 1 1 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des (+)Rabies (-)Rabies Grafik 9. Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa di Balai Besar Veteriner Denpasar dari Provinsi Nusa Tengarar Timur bulan Januari s/d Desember 213 (N= 2, 7 positif rabies; 13 sampel negatif rabies)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 3 Kupang 3 Flores Timur 2 2 1 Sikka Ende Ngada Manggarai Manggarai Barat 4 3 2 (+)Rabies (-)Rabies Grafik 1. Jumlah sampel otak anjing yang diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar berasal dari kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 213 (N=2, 7 positif rabies)

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X PEMBAHASAN Di Provinsi Bali jumlah sampel otak anjing positif rabies sebanyak 41/992 (4,13%) berasal dari 9 kabupaten/kota (Tabel 1). Jumlah rata-rata anjing rabies per bulan ada sebanyak 3,42 kasus (Grafik 1). Hasil surveilans menunjukkan bahwa di Provinsi Bali kasus rabies masih muncul dengan intensitas rendah di sebagian besar kabupaten seperti: Kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Karangasem dan Klungkung. Hanya dua kabupaten/kota tidak ditemukan kasus yaitu di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar. (Grafik 2). Dari 41 kasus positif rabies kebanyakan berasal dari anjing yang belum divaksin rabies 33/41 (8,49%) dan sisanya 8/41 (19,51%) berasal dari gigitan anjing yang sudah pernah divaksin rabies (Grafik 3). Berdasarkan anamnesanya, riwayat rabies kebanyakan berasal dari kasus gigitan 35/41 (85,36%), kasus klinis 2/41 (4,88%) dan hasil kegiatan eliminasi 4/41 (9,75%) (Grafik 4). Di Provinsi Bali, tahun 212 jumlah kasus positif rabies pada anjing ada sebanyak 119 kasus, sedangkan pada tahun 213 jumlah kasus positif rabies menurun secara signifikan menjadi 41 kasus. Penurunan jumlah kasus positif rabies pada anjing di Provinsi Bali tidak terlepas dari keberhasilan vaksinasi masal rabies tahap ke IV yang dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 213. Kasus positif rabies kebanyakan terjadi pada daerah terpencil, sulit dijangkau dan jumlah anjing liar masih relatif banyak serta cakupan vaksinasinya dibawah 7%. Adanya kasus rabies pada anjing yang telah divaksin kemungkinan disebabkan dalam penanganan rantai dingin vaksin kurang baik, dosis vaksin yang masuk ke dalam tubuh anjing tidak sebagaimana mestinya, serta status gizi anjing yang kurang baik. Kewaspadaan terhadap penyakit rabies perlu terus ditingkatkan mengingat rabies merupakan penyakit zoonosis bersifat fatal dan ditularkan melalui gigitan dari hewan tertular rabies. Pada daerah endemis rabies, setiap ada kasus gigitan anjing patut dicurigai sebagai rabies mengingat masa inkubasi penyakit rabies cukup lama dan kadang-kadang tanpa menimbulkan gejala klinis (asymtomatis). Hal ini didukung oleh hasil surveilans yang menemukan 4/41 (9,75%) kasus rabies berasal dari kegiatan eliminasi anjing. Anjing nampak sehat tanpa menunjukkan gejala klinis rabies. Berdasarkan jenis kelamin dan umur anjing (Grafik 5 dan 6), bahwa kasus rabies kebanyakan disebabkan oleh anjing jantan 21/41 (51,22%), anjing betina 11/41 (26,83%), tidak ada informasi 9/41 (21,95%). Berdasarkan umur, kasus rabies kebanyakan ditemukan pada anjing berumur di atas 12 bulan 15/41(36,58%), umur di bawah 6 bulan 8/41 (19,51%), umur antara 6-12 bulan 7/41 (17,7%), tidak ada data 11/41 (26,83%). Kasus rabies lebih banyak disebabkan oleh anjing jantan dibandingkan dengan anjing betina. Hal ini mungkin disebabkan oleh sifat anjing jantan lebih agresif, aktif dan memiliki jiwa petualang sehingga peluang anjing jantan untuk menularkan rabies ke orang atau hewan lainnya lebih tinggi dibandingkan dengan anjing betina Rabies dapat menyerang anjing pada berbagai umur. Kesulitan utama yang dihadapi dalam melakukan kegiatan pengendalian dan pemberantasan rabies adalah melakukan vaksinasi anjing terutama anjing yang diliarkan. Anjing semacam ini sangat sulit ditangani dan ditangkap. Anjing yang sudah pernah ditangkap menggunakan jaring, untuk menangkap berikutnya sangat sulit.

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X Di Provinsi NTB, jumlah sampel otak anjing yang diperiksa dari bulan Januari sampai dengan Desember 213 sebanyak 56 sampel, berasal dari 9 kabupaten/kota semuanya hasilnya negatif rabies (Grafik 7 dan 8). Provinsi NTB merupakan wilayah status waspada rabies, berbatasan dengan dua provinsi terjangkit rabies, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bali dan di sebelah timur dengan Provinsi NTT. Lalu lintas barang/orang yang melintasi wilayah NTB baik melalui jalur darat, udara dan laut cukup tinggi. Upaya-upaya untuk memasukkan hewan penular rabies ke daerah ini oleh penyayang hewan tentu ada oleh karena itu pengawasan ketat terhadap keluar masuknya hewan penular rabies oleh lembaga karantina hewan perlu ditingkatkan. Disamping itu surveilans terstruktur, komunikasi, informasi dan edukasi tentang bahaya dan pencegahan rabies kepada masyarakat diseluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB perlu terus ditingkatkan. Di Provinsi NTT, hasil surveilans menunjukkan bahwa di Pulau Flores rabies masih bersifat endemis. Kejadian rabies berfluktuasi setiap bulannya (Grafik 9). Dari 2 sampel otak yang diperiksa, 7 (35,%) sampel positif rabies berasal dari anjing dengan riwayat belum divaksinasi rabies. Penyakit rabies merupakan salah satu penyakit yang sulit dientaskan. Salah satu kendala teknis yang dihadapi dalam pengendalian rabies di Pulau Flores adalah banyaknya anjing liar tanpa pemilik atau sengaja diliarkan dan tidak diurus oleh pemiliknya. Imunisasi terhadap anjing liar secara teknik sangat sulit dilakukan, sehingga cakupan vaksinasi tidak mencapai harapan. Tidak adanya data yang akurat tentang jumlah populasi anjing juga sebagai faktor penghambat dalam perencanaan program pengendalian rabies. Data populasi anjing yang tepat sangat diperlukan sebagai bahan untuk merencanakan kebutuhan vaksin, peralatan, tenaga vaksinator dan biaya operasional dilapangan. Kesimpulan. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Penyakit rabies masih bersifat endemis di Provinsi Bali dan beberapa kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Provinsi NTB masih bebas dari penyakit rabies. 3. Terjadi penurunan yang signifikan kasus rabies pada anjing di Provinsi Bali, tahun 213 4. Kasus positif rabies di wilayah kerja BBVet Denpasar lebih banyak disebabkan oleh anjing yang belum pernah diimunisasi rabies. Saran-saran 1. Peluang untuk membebaskan rabies di Provinsi Bali cukup menjanjikan, terlihat dari penurunan jumlah kasus positif rabies setelah dilakukan vaksinasi massal serentak di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Buletin Veteriner, BBVet Denpasar, Vol. XXVI, No. 84, Juni 214 ISSN : 854-91X 2. Oleh karena kebanyakan kasus rabies di Provinsi Bali disebabkan oleh anjing yang belum divaksinasi, maka program vaksinasi masal rabies perlu dilaksanakan secara berkelanjutan. 3. Surveilans terstruktur serta pengawasan ketat terhadap lalu lintas hewan penular rabies ke wilayah NTB perlu ditingkatkan. 4. Perlu kerja keras dalam upaya pengendalian dan pemberantasan rabies di NTT, diantaranya melakukan vaksinasi masal, kebijakan depopulasi anjing secara selektif dengan berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat, serta kemungkinan penggunaan vaksinasi oral. DAFTAR PUSTAKA Fischer, M., Wernike, K., Freuling, C.M., Muller, T., Aylan, O., Brochier, B., Cliquet, F., Vazquez-Moron, S., Hostnik, P., Huovilainen, A., Isakson, M., Kooi, E.A., Mooney, J., Turcitu, M., Rasmussen, T.B., Revilla-Fernandez, S., Sunreczak, M., Fooks, A.R., Maston, D.A., Beer, M., Hoffman, B (213). A Step Forward in Molecular Diagnostic of Lyssaviruses-Results of a Ring Trial among European Laboratories. PLOS ONE. Vol. 8. Issue 3. E5 Lankau, E.W., Cohen, N.J., Jentes, E.S., Adam, L.E., Bell, T.R., Blantan, J.D., Buttke, D., Galland, G.G., Maxted, A.M., Tack, D.M., Waterman, S.H., Ruppecht, C.E. and Marano, N (213). Prevention and Control of Rabies in an Age of Global Travel: A Review of Travel and Trade Associated Rabies Events, United States, 1998-212. Zoonoses Public Health. 22: 1271 Murphy, F.A., Gibbs, E.P.J., Horzinek, M.C and Studdert, M.J (29). Rhabdoviridae. In: Veterinary Virology, 3 rd Ed. 429-439. Putra, A.A.G., Gunata, I.K., Faizah, Dartini, N.L., Hartawan, D.H.W., Setiaji, G., Putra, A.A.G.S., Soegiarto dan Scott-Orr, H. (29). Situasi Rabies di Bali: Enam Bulan Pasca Program Pemberantasan. Buletin Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar, Vol. XXI, 74.13-26 Windiyaningsih, C., Wilde, H., Meslin, F.X., Suroso, T and Widarso, H.S. (24). The Rabies Epidemic on Flores Insland, Indonesia (1998-23). J. Med. Assoc. Thai. 87(11) 1389-1393 Salman, M.D (213). Surveillance Tools and Strategies for Animal Disease in Shifting Climate Context. Anim. Helath Res. Rev. 23: 1-4 Supartika, I.K.E., Setiaji, G., Wirata, K., Hartawan, D.H., Putra, A.A.G., Dharma, D.M.N., Soegiarto dan Djusa, E.R. (29). Kasus Rabies Pertama Kali di Provinsi Bali. Buletin Veteriner, Vol. XXI; 74. 7-12. Supartika, I.K.E., Wirata, I.K., Uliantara, I. G. J, dan Diarmita, I. K.(213). Rabies Pada Hewan Di Provinsi Bali Tahun 28-212 Bulletein Veteriner, Balai Besar Veteriner Denpasar Townsend, S.E., Lembo, T., Cleaveland, S., Meslin, F.X., Miranda, M.E., Putra, A.A.G., Haydon, D.T and Hampson, K (213). Surveillance Guidelines for Disease Elimination: A Case Study of Canine Rabies. Comparative Immunology, Microbiology and Infectious Diseases. 36. 249-261.