Prinsip perencanaan frekuensi TV Siaran di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Stasiun Relay, Interferensi Siaran&Stándar Penyiaran

TEKNOLOGI & FREKUENSI PENYIARAN MUHAMMAD IRAWAN SAPUTRA, S.I.KOM., M.I.KOM

Teknologi & frekuensi Penyiaran. Muhammad Irawan Saputra, S.I.Kom., M.I.Kom

BAB II SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL 2.1 MODEL BISNIS SISTEM SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL

BAB III PERANCANGAN SFN

Dasar- dasar Penyiaran

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

BERITA NEGARA. No.747, 2011 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Televisi Digital Terestrial. Penyelenggaraan.

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 08/P/M.

DESIGN ANTENA YAGI UDA UNTUK FREKUENSI 759,25 MHz UNTUK APLIKASI PADA METRO TV MENGGUNAKAN SOFTWARE NEC-Win Pro V e

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penjatahan kanal band VHF dan UHF di Indonesia [1] Kanal Masa transisi Dijital penuh Band III VHF: Ch Ch.

ANALISA PENGUKURAN FIELD STRENGTH PADA SERVICE AREA PEMANCAR PT. TELEVISI TRANSFORMASI INDONESIA (TRANS TV) PALEMBANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 169 /DIRJEN/2002 T E N T A N G

Optimalisasi Network Gain Jaringan Digital melalui Pemanfaatan Kombinasi SFN dan MFN di Pulau Jawa dengan Metode Monte Carlo

Cara Kerja Exciter Pemancar Televisi Analog Channel 39 di LPP (Lembaga Penyiaran Publik) Stasiun Transmisi Joglo Jakarta Barat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Perubahan Data. Perizinan Penyiaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

KANAL TRANSISI TELEVISI SIARAN DIGITAL TERESTERIAL PADA ZONA LAYANAN IV, ZONA LAYANAN V, ZONA LAYANAN VI, ZONA LAYANAN VII DAN ZONA LAYANAN XV

BAB III KAJIAN REFERENSI DIGITAL DIVIDEND

BERITA NEGARA. No.1013, 2012 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2.3GHz. Layanan Wireless Broadband. Prosedur.

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

Dasar-dasar Penyiaran

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

PERANCANGAN DISTRIBUSI FREKUENSI T-DAB PADA PROPINSI DKI, BANTEN DAN JAWA BARAT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR TAHUN 2013 T E N T A N G

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 17 /PER/M.KOMINFO/9/2005 TENTANG

Dasar- dasar Penyiaran

13. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDOENSIA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

Perubahan lingkungan eksternal. 1. Pasar TV analog yang sudah jenuh. 2. Kompetisi dengan sistem penyiaran satelit dan kabel. Perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IMPLEMENTASI AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK MENGHASILKAN ENERGI LISTRIK MELALUI TRANSFER DAYA TANPA KABEL

Pemancar&Penerima Televisi

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tenta

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PM KOMINFO TERKAIT PERIZINAN DAN INVESTASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Radio dan Medan Elektromagnetik

DAFTAR ISI. JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN.. ii HALAMAN PERNYATAAN. RIWAYAT HIDUP.

1. PENGERTIAN PEMANCAR RADIO

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT STANDARDISASI POS DAN TELEKOMUNIKASI

Sistem Pemancar Televisi

KOMUNIKASI DATA SUSMINI INDRIANI LESTARININGATI, M.T

STUDI KASUS PERHITUNGAN KUALITAS FIELD STRENGTH PADA PERENCANAAN PENYIARAN TV DIGITAL DVB-T2 DI WILAYAH PADANG DAN PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. digunakan adalah dengan melakukan pengukuran interference test yaitu

DASAR TELEKOMUNIKASI ARJUNI BP JPTE-FPTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Arjuni Budi P. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK-UPI

PERENCANAAN DAN OPTIMASI FREKUENSI PADA SIARAN RADIO FM DAN DAB

REPUBLIK INDONESIA PERATURAN TENTANG MAHA ESA. non-teknis. Lembaran. Indonesia. Nomor 4252); Tambahan. Nomor 3981); Nomor 4485); Nomor 4566);

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KEPUTUSAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1017 TAHUN 2014

Implementasi Metode Pewarnaan Graf Menggunakan Algoritma Welch Powell Untuk Simulasi Penerapan Frekuensi Radio Di Jawa Timur

Bangkitnya Pengembangan Televisi

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PENYIARAN 2012

( Kop surat Lembaga Penyiaran Pemohon )

INDEKS PERATURAN MENTERI KOMINFO TAHUN No. Permen Tentang Ket

Agenda Item Tujuan dari agenda item ini adalah menentukan alokasi pada pita frekuensi 3 50 MHz untuk aplikasi radar kelautan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT STANDARDISASI POS DAN TELEKOMUNIKASI

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

Dasar- dasar Penyiaran

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS DAN PERBANDINGAN HASIL PENGUKURAN PROPAGASI RADIO DVB-T DAN DVB-H DI WILAYAH JAKARTA PUSAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA PENYIARAN. Click to edit Master subtitle style

RANCANG BANGUN AMBIENT ELECTROMAGNETIC HARVESTING PADA FREKUENSI TV BROADCASTING UNTUK TRANSFER DAYA NIRKABEL

MASTER PLAN PENETAPAN FREKUENSI KANAL RADIO SIARAN FM

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Standar NYOMAN SURYADIPTA, ST, CCNP NYOMAN SURYADIPTA.ST.CCNP COMPUTER SCIENCE FACULTY - NAROTAMA UNIVERSITY

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Modulasi Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal. Biasanya sinyal yang dicampur adalah

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Transkripsi:

Prinsip perencanaan frekuensi TV Siaran di Indonesia Rapat Koordinasi Nasional KPI Hotel Preanger, Bandung, 2 Desember 2004 Denny Setiawan Direktorat Kelembagaan Internasional Ditjen Postel-Dephub

Latar belakang Sejarah 1970-1997: Dua regulator teknis Ditjen RTF-Deppen/RRI: frekuensi RRI, TVRI Ditjen Postel: frekuensi Radio Swasta, TV swasta 1998 2001: Deppen bubar, izin di Ditjen Postel 2001 2003: Banyak regulator pemberi izin Pemda diberi wewenang memberi izin frekuensi untuk TV Siaran lokal. Ditjen Postel memberi izin frekuensi seperti biasa UU No.32 / 2002 Penyiaran Pembentukan KPI, wewenang izin siaran ke KPI 2004: Transisi KPI, menunggu Peraturan Pemerintah 2

Kronologis Perizinan TV TVRI : sejak tahun 1960-an TV swasta terbatas dengan dekoder RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1987, Kep. Direktur TVRI SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1989, Kepdirjen RTF TV swasta terbatas tanpa dekoder (free-to-air) RCTI wilayah Jakarta -> tahun 1990, Kepdirjen RTF SCTV wilayah Surabaya -> tahun 1990, Kepdirjen RTF Kebijakan 2 programa TVRI dan 5 programa TV swasta nasional -> Kepmen Penerangan No.04A tahun 1993 Izin TV nasional untuk RCTI -> 1993, Kepdirjen RTF Izin TV nasional untuk SCTV -> 1993, Kepdirjen RTF Izin TV nasional untuk ANTEVE, INDOSIAR, TPI -> 1994 UU No.24 tahun 1997, penyelenggara TV hanya TV nasional Kebijakan penambahan 5 programa TV swasta nasional terbatas (Ibu Kota provinsi) -> Kepmen Penerangan 348 Tahun 1998 UU No.22 Tahun 1999 dan PP No.25 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah Keruwetan pemberian Izin TV Siaran lokal dan Radio Siaran lokal UU Penyiaran No.32 tahun 2002 disahkan akhir tahun 2002 3

Permasalahan Undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002: Membuka peluang TV lokal Melarang penyelenggaraan TV swasta nasional kecuali berjaringan dengan televisi lokal. Mengizinkan didirikannya lembaga penyiaran komunitas Dengan berkembangnya jumlah penyelenggara siaran televisi di Indonesia, maka yang menjadi masalah penting adalah pengaturan penggunaan frekuensi saluran. Jika semua penyelenggara siaran yang sudah ada dan yang akan didirikan harus ditampung dalam setiap daerah layanan yang sama yang berada di setiap ibukota propinsi atau kabupaten, penataan saluran menjadi sulit, karena penggunaannya tetap harus mempertimbangkan beberapa persyaratan teknis yang ada untuk menghindari terjadinya interferensi. Teknologi TV Digital dapat memiliki beberapa kelebihan dalam kualitas dan jumlah program. Kanal untuk TV Digital perlu disiapkan. 4

Perencanaan Frekuensi TV Siaran di Indonesia Perencanaan ini adalah membuat suatu pedoman penataan dan penggunaan saluran televisi bagi setiap penyelenggara siaran televisi di Indonesia, agar penggunaan saluran dapat dilakukan secara efisien dan benar, sehingga akan diperoleh hasil penerimaan siaran yang baik sesuai standard di dalam daerah jangkauan masing-masing, tanpa adanya gangguan interferensi dari pemancar atau sumber frekuensi lain yang dapat mengganggu kenyamanan publik menonton televisi. Aturan dan ketentuan yang dipakai dalam perencanaan ini telah mempertimbangkan berbagai aspek teknis yang berpengaruh pada penerimaan siaran televisi antara lain sifat propagasi gelombang radio, kondisi geografis wilayah, standard penerimaan kuat medan yang baik, interferensi dan protection ratio. Dukungan pengalaman lapangan juga sangat membantu untuk memperoleh hasil perencanaan yang optimal bisa dicapai, tanpa dipengaruhi faktor lain di luar pertimbangan teknis. Wilayah layanan atau jangkauan siaran dari sebuah stasiun pemancar televisi pada kenyataanya tidak mungkiin dibatasi hanya pada batas wilayah administratif pemerintahan, karena sifat perambatan gelombang elektromagnetik, sehingga kemungkinan dapat melewati batas daerah kabupaten, bahkan batas daerah provinsi. 5

Perencanaan Frekuensi TV Siaran di Indonesia Distribusi kanal frekuensi untuk satu daerah, akan sangat tergantung dengan daerah lain yang bersebelahan (kurang lebih s/d radius 250 km) Kondisi eksisting pengguna TV Siaran (2 programa TVRI dan 5 programa TV swasta nasional dan 5 programa TV swasta nasional terbatas) sebetulnya melebihi kapasitas Pita VHF, hampir semua kanal frekuensi digunakan TVRI mencakup sekitar 80% wilayah Indonesia Pita UHF, master plan frekuensi awal (th.90-an) adalah 7 kanal frekuensi di setiap wilayah di Indonesia. Akibat kebijakan Deppen th.1998 (5 TV swasta nasional baru), terpaksa dijatahkan 11 kanal frekuensi untuk Ibu Kota Provinsi (jatah daerah bersebelahan dengan IKP dikurangi) Dasar perencanaan distribusi frekuensi TV siaran adalah kondisi eksisting pemancar TV siaran, cakupan wilayah layanan yang seluas-luasnya (dapat meliputi beberapa wilayah kabupaten/kodya, bahkan bisa meliputi beberapa provinsi), potensi ekonomi serta jumlah pemirsa. Untuk daerah yang bersebelahan dengan negara lain (terutama sebagian besar provinsi di Sumatera, Kalimantan), perlu dikoordinasikan frekuensi secara bilateral dengan negara tetangga tsb (Malaysia, Singapura, dsb) 6

Prinsip perencanaan frekuensi TV Distribusi kanal tergantung parameter teknis, luas wilayah siaran (termasuk daya pancar, tinggi antena, lokasi, dsb), protection ratio, spasi frekuensi serta arah gain antena Untuk menghitung: jarak minimum antara dua pemancar. Besarnya bervariasi tergantung parameter teknis. Dalam planning, memakai asumsi di darat, dan datar. Untuk kondisi seperti pegunungan, bukit, laut, dsb, ada faktor koreksi, membutuhkan perhitungan tambahan, juga pengukuran Sangat dianjurkan dalam wilayah layanan yang sama, tower pada lokasi yang sama, karena pemirsa menggunakan antena penerima yang diarahkan. Bila tower tidak sama, maka pemirsa terpaksa membeli dua antena, atau siaran penerimaannya tidak optimal. 7

Sejarah perencanaan frekuensi TV UHF Thn 1990-an: TVRI dan Ditjen RTF bekerjasama dengan JICA expert telah membuat plan frekuensi nasional untuk 7 kanal dengan wilayah siaran nasional Thn 1998 Menpen saat itu meminta dibuka 5 penyelenggara TV baru. Terpaksa untuk mengakomodasinya, planning diubah tambal sulam. Kondisi eksisting: Dalam wilayah layanan yang sama, lokasi tower berbeda-beda. Lokasi pemancar TVRI dan pemancar TV swasta, banyak yang tidak sama. Sehingga daerah wilayah layanannya tumpang tindih. Sejumlah TV lokal diberikan izin oleh Pemda, frekuensinya tidak terencana dengan baik Thn. 2003 - KM.76 rencana induk TV-UHF: master plan Ditjen RTF tahun 1990-an dan modifikasi untuk mengakomodasi penambahan TV di kota-kota besar. 8

Standar TV Standar sistem TV berwarna analog: NTSC (Amerika), PAL (Eropa), SECAM (Jepang) Standar TV di Indonesia: VHF: PAL-B, UHF: PAL-G Standar sistem suara stereoa di Indonesia: NICAM Standar sistem TV digital di dunia: DVB-T (Eropa), ISDB-T (Jepang), ATSC (Amerika) Saat ini Indonesia secara de jure belum menentukan standar TV Digital. Tetapi secara defacto untuk TV Kabel dan TV Satelit digital menggunakan DVB. 9

Kanal frekuensi TV Pita Frekuensi Batas Frekuensi (MHz) Bandwidth Saluran (MHz) Nomor Saluran Jumlah Saluran VHF Band I 54 68 7 2 dan 3 2 VHF Band III 174 230 7 4 s/d 11 8 UHF Band IV & V 478 806 8 22 s/d 62 41 Di suatu wilayah layanan, tidak semua kanal bisa digunakan. Terdapat sejumlah pembatasan-pembatasan penetapan kanal, antara lain: Co-channel interference (n) Adjacent-channel interference (n-1 atau n+1) Image channel interference (n+5 untuk VHF, n+9 untuk UHF) Frekuensi harmonik 10

Pembatasan kanal Adjacent Channel (kanal tetangga) Band Saluran yang digunakan Saluran yang dihindari I 2 3 3 2 III 4 5 5 4 dan 6 N n+1 dan n-1 IVdan V 21 22 22 21 dan 23 N n+1 dan n-1 Batasan frekuensi harmonik Band Saluran yag digunakan Saluran yang dihindari VHF 2 4 dan 5 3 5, 7, dan 8 VHF thd UHF 4 27 5 30 dan 32 6 33 dan 35 7 35 dan 37 8 38 dan 40 9 41 dan 43 10 43 dan 45 11 46 dan 48 UHF n tidak ada 11

Pengelompokkan kanal TV UHF di Indonesia Channel Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Ch. UHF Group A 22 24 26 28 30 32 34 D 23 25 27 29 31 33 35 B 36 38 40 42 44 46 48 E 37 39 41 43 45 47 39 C 50 52 54 56 58 60 62 F 51 53 55 57 59 61 63 12

Protection Ratio Protection Ratio adalah nilai minimum perbandingan yang harus diperoleh antara sinyal yang diinginkan dengan sinyal yang tidak diinginkan (pengganggu) di suatu daerah layanan, sehingga di lokasi tersebut dapat diperoleh penerimaan sinyal televisi dengan kualitas yang baik. Co-channel protection ratio TV Analog Nominal Offset Non Precision Offset Precision Offset (Line Frequency) T C Frequency Offset T C Frequency Offset (db) (db) (db) (db) 0 45 52 0 - - - -4 / 12 30 40-26.000 Hz 22 22-26.025 Hz -8 / 12 30 40-52.000 Hz 22 27-52.050 Hz Adjacent channel protection ratio TV Analog Adjacent Channel Lower Adjacent Channel Upper Adjacent Channel Protection Ratio -9 db -12 db 13

Nilai field strength minimum dan maksimum Batas jangkauan suatu pemancar televisi ditentukan oleh nilai minimal penerimaan kuat medan (field strength) sinyal gambar. Sesuai rekomendasi ITU-R BT.417, besarnya kuat medan dalam (dbv/m) terlihat pada tabel berikut. Band I Band III Band IV Band V 48 55 65 70 Nilai field strength tersebut diperhitungkan untuk titik jangkauan terjauh dari lokasi pemancar. Maksimum field strength yang diperbolehkan dalam suatu service area adalah > 110 dbµv/m yang diterima oleh lebih dari 1 % populasi dalam service area tersebut, atau > 120 dbµv/m yang diterima oleh lebih dari 0,1 % populasi dalam service area tersebut atau tidak lebih dari 100 orang. 14

Penempatan lokasi pemancar Letak lokasi pemancar dan ERP yang diusulkan sebaiknya direncanakan sedemikian rupa sehingga akan dicapai kuat medan maksimum sebagaimana yang dipersyaratkan, dan tidak menimbulkan gangguan interferensi di daerah layanan lain. Sebagai catatan layanan penyiaran televisi dengan daya yang tinggi dapat menyebabkan interferensi yang serius pada layanan komunikasi, meskipun layanan televisi telah memenuhi semua persyaratan teknis seperti radiasi di luar band, dan telah dipisahkan dengan baik dari layanan lain. Di dalam suatu daerah layanan, sebaiknya pemancar televisi baru berada co-located dengan pemancar televisi dan radio FM-VHF yang ada, dan juga sebaiknya dapat menggunakan fasilitas (menara, antena) secara bersama terutama jika layanan yang akan diberikan berada pada daerah yang sama. Apabila beberapa stasiun pemancar berada dalam satu lokasi tetapi tidak menggunakan fasilitas antena dan menara secara bersama, maka jarak orientasi dan tingginya harus dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya refleksi dan re-radiasi. 15

Prinsip perencanaan frekuensi TV UHF Kanal UHF: Ch. 22-62 (41 kanal) Dalam satu wilayah layanan yang sama, untuk TV analog: Tidak bisa adjacent channel (kanal sebelahnya) Hindari selisih kanal 9, image-channel interference Kombinasi kanal genap dan kanal ganjil saja Jumlah maksimum teoritis dalam satu wilayah layanan terisolasi adalah 41:2 = 20 s/d 21 kanal. Tetapi tidak bisa semuanya digunakan, karena diperlukan untuk mengakomodasi daerah layanan sekitarnya, serta juga untuk jatah gap filler. Gap filler pemancar daya pancar kecil untuk menutup blank spot karena ada halangan (gunung, gedung tinggi, dsb). Di ibu kota propinsi, sepanjang memungkinkan, jumlah maksimum, dengan mempertimbangkan 7 kanal untuk jatah daerah sekitar lokasi tersebut, adalah maksimum menjadi 14 kanal. (mengambil jatah daerah yg bersebelahan) Dari 14 kanal, perlu dipertimbangkan 2 kanal untuk jatah TV digital. Catatan: Ch.22-25, di beberapa daerah digunakan penyelenggara selular analog NMT-470 (Mobisel). Perlu dikaji seksama agar tidak interferensi. Hal ini dapat mengurangi jumlah kanal yang dapat digunakan. 16

Dasar perhitungan #1 Planning : Rekomendasi ITU-R BT.417 Fieldstrength minimum : Band IV : 65 dbv/m Band V : 70 dbv/m Protection Ratio (db) Steady Tropo Co-channel : 52 45 Co-channel offset +4/-4 : 40 30 Lower Adjacent : 1-9 Upper Adjacent : -2-12 Image Channel (N+9) : 9-1 Prediksi propagasi : Rekomendasi ITU-R P.370 yang diperbaharui dengan P.1546 17

Dasar perhitungan #2 Asumsi : Tinggi antena penerima pengukuran : 10 m Tinggi efektif antena pemancar: EHAAT=100m Keandalan penerimaan sinyal : 50 % location 50 % time Terrain : Darat, datar Pengelompokkan kelas pemancar Low Power, ERP daya sistem pemancar di bawah 1 kw Medium Power, ERP daya sistem pemancar di atas 1 kw s/d 50 kw High Power, ERP daya sistem pemancar di atas 50 kw 18

PENGUKURAN EHAAT EHAAT : EFFEKTIF HIGH ABOVE AVERAGE TERRAIN (TINGGI EFEKTIF YANG DIUKUR DARI RATA-RATA PERMUKAAN TANAH) EHAAT TINGGI ANTENA TINGGI RATA-RATA PERMUKAAN TANAH 0 3 15 km 19

PERHITUNGAN ERP GAIN ANT (db) ERP (dbkw) (kw) (kw) = 10 ^ (dbkw/10) TRANSMITTER ERP = P tx L feed + G antena LOSS FEEDER (db) dbkw = 10 Log (kw) POWER TX (kw) (dbkw) 20

Jarak aman minimum Pemancar yang berada di lokasi A dapat menjangkau wilayah disekitarnya dengan jarak radius R1 yang dapat menerima field strength pada ujung R1 = 74 dbuv/m ; jarak radius R2 dengan field strength pada ujung R2 = 65 dbuv/m ; jarak radius R3 yang dengan field strength pada ujung R3 = 13 dbuv/m; R 2 R 3 R 1 Tx A 21

Jarak minimum co-channel pada perencanaan kanal TV Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi co-channel harus memenuhi co-channel protection ratio sebesar 52 db. Jarak tersebut sama dengan jarak R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dbuv/m (R2A) ditambah jarak R3 dari pemancar B yang dapat menerima 13 dbuv/m (R3B) = R2A + R3B. R 2 R 3 R 2 R 1 Tx B C Tx A 22

Jarak minimum co-channel pada perencanaan kanal TV N O ERP Pemancar Pemancar A Pemancar B R 1A + R 1A + R 1B R 2B Jarak Aman A B R 2A R 3A R 2B R 3B 1 Low Low 15 km 100 km 15 km 100 km 115 km 115 km 115 km 2 Low Med 15 km 100 km 30 km 200 km 215 km 130 km 215 km 3 Low High 15 km 100 km 60 km 500 km 515 km 160 km 515 km 4 Med Med 30 km 200 km 30 km 200 km 230 km 230 km 230 km 5 Med High 30 km 200 km 60 km 500 km 530 km 260 km 530 km 6 High High 60 km 500 km 60 km 500 km 560 km 560 km 560 km 23

Jarak minimum adjacent-channel pada perencanaan kanal TV Jarak aman minimum untuk penggunaan frekuensi adjacent-channel harus memenuhi adjacent-channel protection ratio sebesar -9 db. Jarak tersebut sama dengan jarak R2 dan pemancar A yang dapat menerima 65 dbuv/m (R2A) ditambah jarak R1 dari pemancar B yang dapat menerima 74 dbuv/m (R1B) = R2A + R1B. R 2 R 3 R 1 R 2 Tx B Tx A 24

Jarak minimum adjacent-channel pada perencanaan kanal TV N O ERP Pemancar Pemancar A Pemancar B R 1A + R 1A + R 1B R 2B Jarak Aman A B R 1A R 2A R 1B R 2B 1 Low Low 8 km 15 km 8 km 15 km 23 km 23 km 23 km 2 Low Med 8 km 15 km 20 km 30 km 38 km 35 km 38 km 3 Low High 8 km 15 km 45 km 60 km 56 km 60 km 60 km 4 Med Med 20 km 30 km 20 km 30 km 50 km 50 km 50 km 5 Med High 20 km 30 km 45 km 60 km 80 km 75 km 80 km 6 High High 45 km 60 km 45 km 60 km 105 km 105 km 105 km 25

PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (1/2) 41 saluran frekuensi PEMBATASAN PE NETAPAN SALU RAN FREK PERENCANAAN SCR NAS PERENCANAAN SALURAN LINIER Mencegah gangguan interferensi : -co channel interference (n) -adjacent channel interference (n+1/n-1) -image channel interference (n+9) -frekuensi harmonisa Kondisi geografis wil Ind : -Negara kepulauan -Dibatasi pegunungan -Pemisahan wil : Utara-Selatan (P. Jawa) Barat-Timur (Sumatra,Sul) 26

PERENCANAAN SALURAN FREKUENSI (2/2) PERENCANAAN SALURAN LINIER PERTIMBANGAN KONDISI NYATA GRUP SALURAN PETA DAERAH LAYANAN PETA ALOKASI SAL FREK TV UHF -Penyelenggara TV Eksisting -Survey Propagasi Gelombang Frek radio Jangkauan daerah layanan -Kriteria teknis jangkauan layanan (standar kuat medan penerimaan,referensi penerimaan, rasio proteksi saluran) 27

SKEMA JANGKAUAN Grup Saluran Frek DAYA KELUARAN ANTENA (ERP) PEMANCAR Batas Max Kuat Medan Titik terluar daerah layanan (test point) 28

GRUP SALURAN FREKUENSI Pengelompokan dasar dalam 6 grup (A,B,C,D,E,F) untuk kebutuhan 7 saluran di tiap wilayah Untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 7 saluran per wilayah dapat mengambil jatah saluran dari wilayah tetangga konsekuensi logis jika tidak dapat dilakukan pengulangan sal frekuensi yang sama, akan mengurangi jatah sal frekuensi di wilayah tetangga tsb 29

Prosedur penetapan kanal frekuensi Sesuai pola dasar (7 kanal utama) Group kanal Ditentukan wilayah layanan sesuai dengan Master Plan TV UHF. Dipilih lokasi pemancar yang sesuai Dihitung ERP pemancar yang tidak menyebabkan melebihi batasan yang ditentukan. Di luar pola dasar (7 kanal utama) Penambahan kanal untuk pemancar berdaya pancar besar Dalam keadaan yang memaksa di satu wilayah siaran dapat ditambah saluran baru di luar 7 (tujuh) saluran yang telah direncanakan. Dengan digunakannya saluran yang direncanakan untuk wilayah lain mengakibatkan berkurangnya jumlah saluran, atau bahkan tidak ada lagi saluran yang bisa digunakan di wilayah tersebut. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa jumlah stasiun pemancar baru yang bisa dibangun di daerah tersebut akan berkurang dari 7 saluran yang disediakan, sehingga mungkin perlu dilakukan seleksi atau pertimbangan lain yang lebih luas bagi penyelenggara siaran yang mengajukan usulan baru. Penambahan kanal untuk gap filler dan TV komunitas (low power) Stasiun penyiaran gap filler dan TV komunitas tidak selalu ada disetiap wilayah, melainkan hanya ada di wilayah tertentu, yaitu wilayah dimana komunitas tersebut tinggal. Dengan demikian kebutuhan frekuensi saluran untuk mengatasi blank spot (gap filler) dan penyiaran komunitas memiliki kesamaan, yaitu untuk service area yang tidak luas, dan tidak harus ada di seluruh wilayah nasional. Karena itu proses penetapan frekuensi saluran TV untuk keperluan blank spot (gap filler) dan penyiaran TV komunitas dilakukan diluar Pola Dasar. 30

PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JABOTABEK DAN JABAR DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 31

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JABOTABEK DAN JABAR Cilegon Group F 55,59,61 Pandeglang Group C 50,52,54,56,58,60,62 Malingping Group A 22,24,26,28,30,32,34 Jabotabek Group D, E,, & F 23,27,29,31,37,39,4 1,43,45,47,49, 51,53,57 Sukabumi Group A 22,24,26,28,30,32,34 Pelbhan Ratu Group D 25,33,35 Purwakarta Group F 55,59,61 Bandung,Pad,Cim ahi,cianjur Group B & C 36,38,40,42,44,46,48,50,52,54,56,5 8,60,62 Cianjur Selatan Group E 37,39,41,43,45, 47,49 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN Cirebon,Indramayu,Kuningan Group B 36,38,40, 42,44,46,48 Garut,Tasik,Ciamis Group A 22,24,26,28,30,32,3 4 KET : Bold : Kanal Tambahan u/ menjadi 11 kanal Kanal UHF 22-62 = 41 kanal Grup A : 22,24,26,28,30,32,34 Grup B : 36,38,40,42,44,46,48 Grup C : 50,52,54,56,58,60,62 Grup D : 23,35,37,39,31,33,35 Grup E : 37,39,41,43,45,47,49 Grup F : 51,53,55,57,59,61 32

PETA AREA LAYANAN TV SIARAN UHF JATENG DAN JOGYAKARTA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 33

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATENG & JOGYAKARTA Brebes,Tegal,Pmala ng,pekalongan Group F 51,53,57,59,61 Purwokerto,Bymas, Prbalingga,Kbmen, Cilacap Group E 37,39,41,43,45,47,4 9 Jepara Group F 51,53,55,57,61 Semarang,Kendal,U ngaran,demak,kudu s Group D & E 23,25,27,29,31,33,3 Blora,Cepu 5 Group C Magelang,Salat 37,39,41,43,45,47,4 50,52,54,56,58, iga,temanggun 9 60,62 g Group C 50,52,54,56,58, Purworejo 60,62 Group F 51,53,55,57, 59,61 Jogyakarta,Solo,Sleman,Wte Solo,Klaten,Kanyar, s Wgiri,Blali Group A & Group B B 22,24,26,28,30,32,34,36,38, 44,46,48 40,42,44,46,48 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 34

CONTOH PETA SALURAN FREK TV DI JATIM Pamekasan, Sumenep Group B 36,38,40,42,44,46,48 Madiun,Ngaw imgtan,progo Group B 36,38,40,42,4 4,46,48 Tuban,Bojonegor o Group E 37,39,41,43,45,47,49 Kediri,Pare,Ktsono, Jomb,Blitar,Tagung Group F 51,53,55,57,61 Surabaya,Lamongan, Gresik,Mojokto,Pas uruan,bangkalan Group A&C 22,24,26,28,30,32,3 4 50,52,54,56,58,60,6 2 Malang Group B 36,38,40,42,44,46,48 Situbondo Group E 37,39,41,43,4 5,47,49 Pacitan Group D 23,25,27,29,31 33,35 Trenggalek Group C 50.52,54,56,58, 60,62 Jember Group C 50,52,54,56,5 8,60 Banyuwangi Group B 36,38,40,42,4 4,46,48 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 35

Usulan Kebijakan Perizinan Frekuensi TV Siaran dari sisi teknis Kemungkinan kanal frekuensi TV sangat terbatas (dibandingkan FM). Untuk band UHF maksimal 12 s/d 13 kanal TV analog, 1 kanal TV digital untuk wilayah layanan ibu kota provinsi. Dan 7 kanal TV analog untuk wilayah lainnya. Mengingat jatah frekuensi di berbagai daerah sangat terbatas, perlu dilakukan seleksi. Peminat frekuensi tsb termasuk penyelenggara TV Swasta Nasional, TVRI dan calon TV lokal. Untuk TV komunitas dan gap filler harus dikaji secara hati-hati Pada proses perizinan frekuensi TV perlu dibentuk suatu tim seleksi yang melibatkan unsur-unsur terkait seperti KPI, Ditjen Postel-Dephub, Menteri Negara Komunikasi dan Informatika, serta Pemerintah Daerah. Tim seleksi dalam penentuan pemenang seleksi izin frekuensi pengembangan TV swasta nasional dan/atau TVRI, dapat mencantumkan persyaratan yang spesifik berdasarkan kebutuhan daerah, misalnya: Kewajiban menyiarkan sebagian waktu tayang untuk programa daerah, budaya, pembangunan, dsb Kewajiban memiliki studio di daerah, untuk memungkinkan penyiaran programa daerah, dsb Untuk pembangunan TV Siaran baru, tim seleksi dapat mengarahkan lokasi menara pemancar di tempat yang berdekatan, atau lebih baik lagi kalau bisa beberapa pemancar TV (dan juga FM) pada 1 menara. Menghemat biaya investasi, memudahkan tata ruang/tata kota Masyarakat hanya perlu mengarahkan 1 antena ke arah yang sama WIlayah layanan tidak akan tumpang tindih, sehingga konsisten dengan perencanaan frekuensi 36

37