KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

LAMPIRAN A. Sejarah Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia ( )

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LAMPIRAN G. Indikator Strategi Pelaksanaan

LAMPIRAN B. Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab 1 Pendahuluan PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN KUDUS. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN E. Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA)

Pelaksanaan program Pamsimas menggunakan pendekatan

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAM BM) 1. Pedoman umum

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SAAT INI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

: [i] adanya inginan untuk meningkatkan kondisi air minum

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Strategi Sanitasi Kabupaten ( Refisi 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAMPIRAN C. Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Kapuas Hulu Tahun Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MINAHASA UTARA

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Dana Alokasi Khusus. Infrastruktur. Juknis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

BAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB III ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Guna menghasilkan strategi sanitasi Kabupaten sebagaimana tersebut di

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Rangkuman visi, misi, tujuan, sasaran, dan arah penahapan sesuai yang telah ditetapkan.

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

Strategi Sanitasi Kabupaten Landak 2013 BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN SANITASI

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berkomunikasi tidak hanya dilakukan oleh individu sebagai

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV STRATEGI SEKTOR SANITASI KOTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara

STARTEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) KELOMPOK KERJA AMPL KABUPATEN ENREKANG

PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Kesehatan Departemen Dalam Negeri Departemen Keuangan 2003

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Bappenas Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Departemen Kesehatan Departemen Dalam Negeri Departemen Keuangan Dokumen Kebijakan ini disiapkan oleh Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan (WASPOLA) dengan dukungan dari Bank Dunia, melalui Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific (WSP-EAP) dan bantuan dari Pemerintah Australia melalui AusAID 2003

Berkaitan dengan penyusunan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang merupakan bantuan AusAID (Australian Agency for International Development) dan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia beserta WSP-EAP (Water and Sanitation Program-East Asia and the Pacific)/World Bank, maka dengan ini kami menyetujui naskah terlampir sebagai KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT. Jakarta, 26 Juni 2003

KATA PENGANTAR Proses penyusunan dokumen Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat ini telah dimulai sejak 1998. Disusun secara bertahap oleh kelompok kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) yang dikoordinasikan oleh Bappenas dengan anggota terdiri dari Departemen Dalam Negeri, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Keuangan. Berbeda dengan penyusunan kebijakan yang lazim dilakukan, penyusunan kebijakan ini dilakukan melalui serangkaian diskusi, lokakarya dan seminar dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Selain itu, dalam proses penyusunannya juga melibatkan dan berkonsultasi dengan pihak berkepentingan (stakeholder), seperti pemerintah daerah, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan juga pihak-pihak terkait yang berkompeten dalam sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. Disadari bahwa pengembangan kebijakan dengan pendekatan partisipatif ini lebih banyak membutuhkan waktu daripada bentuk penyusunan kebijakan konvensional. Dengan bertumpu kepada pendekatan proses diharapkan terjadi internalisasi dari pokokpokok kebijakan yang selama ini telah disusun oleh seluruh pihak berkepentingan yang terlibat dalam penyusunan kebijakan ini. Melalui pendekatan tersebut diharapkan perubahan paradigma pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dapat terwujud sesuai dengan tujuan penyusunan kebijakan itu sendiri. Seiring dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan melakukan upaya penjaringan masukan dari daerah dalam penyempurnaan tahap akhir kebijakan yang disusun. Hal ini sekaligus untuk menguji sejauh mana kebijakan yang disusun oleh Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di tingkat pusat dapat diimplementasikan di daerah. Beberapa daerah telah dipilih sebagai daerah uji coba pelaksanaan kebijakan yaitu Kabupen Solok (Sumatera Barat), Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Kabupaten Subang (Jawa Barat), dan Kabupaten Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur). Uji coba tersebut menghasilkan masukan yang positif dalam penyempurnaan dokumen kebijakan ini. Selain mendapat masukan dari uji coba pelaksanaan kebijakan, penyempurnaan kebijakan juga mendapat masukan dari beberapa studi kasus dalam proyek air minum dan penyehatan lingkungan, uji coba topik yang relevan pada beberapa proyek besar yang dibiayai pinjaman IBRD, hibah KfW dan oleh UNICEF. Pada intinya kebijakan ini membawa pesan tentang perlunya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan terutama pentingnya keberlanjutan pelayanan dan efektivitas penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun. Kebijakan ini dijabarkan dalam beberapa strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan. i

Dengan tersusunnya dokumen Nasional Pembangunan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, maka perlu segera dilakukan penyusunan langkah selanjutnya, antara lain penyusunan rencana tindak jangka panjang, menengah dan tahunan. Selamat kepada Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang telah berupaya keras dalam menyusun dokumen kebijakan ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pemerintah Australia, melalui AusAid yang telah memberikan bantuan teknis dalam proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning (WASPOLA). Selain itu, disampaikan kepada WSP-EAP (Water Supply and Sanitation Program for East Asia and Pasific) dan seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang telah banyak membantu hingga tersusunnya kebijakan ini. Demikianlah, kiranya kebijakan ini dapat dijadikan panduan dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, khususnya yang berbasis masyarakat. Jakarta, 26 Juni 2003 Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Ir. E. Suyono Dikun, Ph.D, IPM ii

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... iii DAFTAR SINGKATAN... vi DEFINISI YANG DIGUNAKAN...viii I. PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan... 1 1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan... 1 1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan... 4 1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan... 7 1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan... 8 1.3. Ruang Lingkup... 8 II. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT... 10 2.1 Tujuan Umum... 10 2.2 Tujuan Khusus... 10 2.3 Dasar Penetapan Kebijakan... 12 2.4 Kebijakan Umum... 14 a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi... 15 b. Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam Pendekatan Tanggap Kebutuhan... 15 c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan... 15 d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat... 16 e. Keberpihakan pada Masyarakat Miskin... 16 f. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan... 16 g. Akuntabilitas Proses Pembangunan... 17 h. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator... 17 i. Peran Aktif Masyarakat... 18 j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran... 18 k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya... 18 III. STRATEGI PELAKSANAAN... 19 Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan... 19 Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat pengguna... 20 iii

Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pembiayaan untuk pembangunan, dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan... 21 Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam pengambilan keputusan pada seluruh tahapan pembangunan serta pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan... 21 Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat di bidang teknik, pembiayaan, dan kelembagaan, dalam pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.... 22 Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) sektor air minum dan penyehatan lingkungan sebagai upaya memperbaiki kualitas pelayanan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, dan pengelolaan... 23 Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengembangan, dan diseminasi pilihan teknologi untuk mendukung prinsip pemberdayaan masyarakat.... 23 Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat melalui pendidikan formal dan informal... 24 Strategi 9 : Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan lingkungan, khususnya sumber daya air... 24 Strategi 10: Mempromosikan perubahan pendekatan dalam pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dari pendekatan berdasarkan batasan administrasi menjadi pendekatan sistem... 25 Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat pengguna... 26 Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat pengguna... 26 Strategi 13: Menerapkan upaya khusus pada masyarakat yang kurang beruntung untuk mencapai kesetaraan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.... 27 Strategi 14 : Mengembangkan pola monitoring dan evaluasi hasil pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang berorientasi kepada pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran.... 27 Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan monitoring dan evaluasi dalam empat tingkat... 28 Strategi 16 : Mengembangkan dan menyebarluaskan indikator kinerja pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan.... 29 IV. PENUTUP... 30 DAFTAR PUSTAKA... 31 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan..8 Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan... 10 Gambar 3 : Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan.. 19 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D LAMPIRAN E LAMPIRAN F LAMPIRAN G Sejarah Program Pembangunan Air Minum Pelajaran yang Dipetik dari Program Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Sebuah Alternatif dalam Pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (termasuk daerah abu-abu ) Diagram Strategi Pemberdayaan dan Monev Pengenalan Methodology for Participatory Assessments (MPA) Persyaratan Kualitas Air Minum Indikator Strategi Pelaksanaan v

DAFTAR SINGKATAN APBN Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara AMPL Air Minum dan Penyehatan Lingkungan AusAID BAB The Australian Agency of International Development Buang Air Besar BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bapedal BPAM CMA DIP Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan Badan Pengelola Air Minum Community Management Approach Daftar Isian Proyek DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DRA FLOWS Demand Responsive Approach Flores Water Supply Project GBHN Garis Besar Haluan Negara IKK Ibu Kota Kecamatan INPRES Instruksi Presiden IPLBM Instalasi Pengolahan Limbah Berbasis Masyarakat KIP Kampung Improvement Project KTT Konperensi Tingkat Tinggi LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MCK Mandi Cuci Kakus MDG Millennium Development Goal MPA Methodology for Participatory Assessment MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat NSPM Norma, Standar, Pedoman dan Manual P3AB Proyek Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih P3DT Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal P3KT Proyek Pembangunan Prasarana Kota Terpadu PTK Pendekatan Tanggap Kebutuhan PAMPL Penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PAM Perusahaan Air Minum PDAL Perusahaan Daerah Air Limbah PDAM Perusahaan Daerah Air Minum vi

Pelita PHAST PHBS PMD PPLP PPSAB PRA Propenas Repelita SARAR TAP TPA UNCED UNDP UNICEF UPS UU WASPOLA WHO WSP WSP-EAP WSSLIC Pembangunan Lima Tahun Participatory Hygiene and Sanitation Transformation Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pembangunan Masyarakat Desa Proyek Penyehatan Lingkungan Permukiman Proyek Pembangunan Sarana Air Bersih Participatory Rural Appraisal Program Pembangunan Nasional Rencana Pembangunan Lima Tahun Self Esteem, Associate Strength, Resourcefulness, Action Planning, Responsibility. Ketetapan Tempat Pembuangan Akhir United Nation Conference on Environment and Development United Nations Development Programme United Nations International Children Fund Unit Pengelola Sarana Undang-Undang Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning World Health Organization Water and Sanitation Program Water and Sanitation Program for East Asia and the Pacific Water Supply and Sanitation for Low Income Communities vii

DEFINISI YANG DIGUNAKAN Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air Minum (drinking water) adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002) Keberlanjutan (sustainability) adalah sifat atau ciri terus menerus kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat pengguna secara mandiri dengan mempertimbangkan aspek teknis, keuangan, sosial, kelembagaan dan lingkungan. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan Kebutuhan (demand) vs Keinginan (wish) - Kebutuhan (demand) adalah kesediaan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikehendaki berdasarkan pilihan yang tersedia sesuai dengan kondisi setempat yang disertai sikap rela berkorban (willingness to pay). - Keinginan (wish) adalah kemauan masyarakat pengguna untuk mendapatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, yang keputusannya masih dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Kesetaraan (equity) adalah persamaan/kesamaan akses untuk memanfaatkan prasarana dan sarana bagi seluruh masyarakat. Masyarakat pengguna (users) adalah masyarakat yang memanfaatkan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Pemberdayaan (empowerment) adalah upaya yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa dan kreativitas. Pendekatan Partisipatif (participatory approach) adalah suatu pendekatan yang menggunakan satu atau beberapa metoda yang melibatkan pihak terkait secara aktif dalam proses pemberdayaan, untuk : a. mengekspresikan pengetahuan, gagasan dan menentukan pilihan pelayanan; dan b. mengambil inisiatif dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah, pengambilan keputusan serta pelaksanaan pekerjaan secara bersama-sama. Pendekatan Tanggap Kebutuhan (Demand Responsive Approach/DRA) adalah suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan. viii

Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis lembaga adalah bentuk pengelolaan yang bercirikan pengelolanya memiliki badan hukum dengan bentuk dinas, perusahaan atau swasta, yang dapat bersifat profit atau non profit, dan pengambilan keputusan berada pada pengelola. Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab, pengelola adalah masyarakat dan/atau lembaga yang ditunjuk oleh masyarakat, yang tidak memerlukan legalitas formal serta penerima manfaat diutamakan pada masyarakat setempat, dengan sumber investasi berasal dari mana saja (kelompok, masyarakat, pemerintah, swasta ataupun donor). Pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan gabungan lembaga dan masyarakat adalah bentuk pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat yang mempunyai aspek legalitas formal maupun non formal, dimana pengambilan keputusan dilakukan bersama dengan tanggung jawab sesuai kesepakatan dan aturan main yang jelas. Penggunaan efektif (effective use) adalah kemudahan pemanfaatan pelayanan ABPL yang dapat dinikmati oleh masyarakat pengguna secara adil, tepat guna dan dengan cara yang sehat. Penyehatan Lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan penularan penyakit melalui penyediaan sarana sanitasi dasar (jamban), pengelolaan air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase dan sampah. Tujuan Umum adalah kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu yang relatif panjang, lebih merupakan kondisi ideal yang ingin diraih. Tujuan Khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu yang relatif lebih pendek dan dapat diukur pencapaiannya. ix

I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi dan peluang yang ada dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan serta pengalaman (lesson learned) pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. 1.1.1. Permasalahan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Dari perkembangan pelaksanaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat beberapa kemajuan yang diperoleh, misalnya peningkatan cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan dan secara tidak langsung meningkatkan derajat kesehatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi pada penyediaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yaitu: a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah dilakukan pada pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Penggunaan terminologi air bersih dalam pembangunan prasarana dan sarana air minum di satu sisi memberikan dampak positif bagi peningkatan cakupan pelayanan, namun di sisi lain mencerminkan ketidakefisienan investasi karena masyarakat pengguna tidak dapat memanfaatkannya sebagai air minum walaupun desain prasarana dan sarananya telah memenuhi prasyarat air minum. Dari segi kuantitas pelayanan, lingkup pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan masih terbatas. Selain itu cakupan pelayanan juga masih terbatas sehingga tidak mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk. Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan terhadap pelayanan air minum Pelaksanaan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tahun 1970-2000 Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini, maka secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting (selengkapnya pada Lampiran A) yaitu: a. Era Tahun 1970 1980 Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian dan irigasi untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunan prasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum dan penyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkup pembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatas sehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan jumlah penduduk. b. Era Tahun 1980 1990 Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggap kebutuhan mulai diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana air minum dikaitkan dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepat dan pemanfaatan teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran dan pompa tali. Untuk mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya di kawasan perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yang memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yang berasal dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN). c. Era Tahun 1990 2000 Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan. Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis. 1

dan penyehatan lingkungan yang memadai. Sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki kemudahan tersebut adalah masyarakat miskin dan masyarakat yang bertempat di kawasan perdesaan. Kecenderungan ini terus meningkat setiap tahunnya. Pengalaman masa lalu juga menunjukkan adanya prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan terbangun yang tidak dapat berfungsi secara optimal. Salah satu penyebabnya adalah tidak dilibatkannya masyarakat sasaran, baik pada perencanaan, konstruksi ataupun pada kegiatan operasi dan pemeliharaan. Selain itu, pilihan teknologi yang terbatas mempersulit masyarakat untuk dapat menentukan prasarana dan sarana yang hendak dibangun dan digunakan di daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan, budaya (kultur) setempat, kemampuan masyarakat untuk mengelola prasarana dan kondisi fisik daerah tersebut. Kurangnya keterlibatan masyarakat juga menjadikan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang terbangun menjadi tidak berkelanjutan, tidak dapat berfungsi dengan baik, dan tidak adanya perhatian masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana. Hal ini mengakibatkan prasarana dan sarana tersebut tidak memberikan manfaat bagi masyarakat pengguna secara berkelanjutan. Investasi prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan pada saat itu yang berorientasi pada supply driven juga membawa dampak kepada rendahnya efektivitas prasarana dan sarana yang dibangun. Tidak sedikit investasi prasarana dan sarana yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mereka tidak membutuhkan, sebaliknya banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan prasarana dan sarana namun tidak mendapatkan pelayanan. b. Air hanya dipandang sebagai benda sosial Paradigma lalu menyatakan bahwa air merupakan benda sosial yang dapat diperoleh secara gratis oleh masyarakat. Hal ini didasari rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap nilai kelangkaan air. Permasalahan tersebut menyulitkan pengelola air minum untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana air minum bagi masyarakat selalu memerlukan tambahan investasi, baik untuk pengadaan air baku, instalasi pengolahan, pengaliran air sampai ke masyarakat pengguna, dan sebagainya. Di lain pihak masyarakat pengguna tidak peduli pada kesulitan tersebut. Prinsip user pay (pengguna membayar) tidak dapat diterapkan pada masa itu. Kondisi tersebut tercermin pada penetapan tarif air minum perpipaan (oleh Perusahaan Daerah Air Minum-PDAM), yang selama ini ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang kebanyakan tidak mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya (the real production cost). Konsekuensinya adalah pendapatan usaha tidak mampu membiayai kegiatan operasional, termasuk untuk investasi pengembangan jaringan pelayanan. Mulai tahun 1990-an kesadaran terhadap pentingnya air dan proses dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan mulai meningkat. Prinsip Dublin-Rio mengenai air menjadi acuan di dunia. Walaupun demikian, kampanye mengenai pentingnya nilai 2

air ini masih perlu disosialisasi dan dilaksanakan kepada masyarakat, pemerintah, dan badan legislatif. c. Keterbatasan kemampuan pemerintah. Pola pembiayaan sampai saat ini masih bertumpu pada anggaran pemerintah, khususnya anggaran pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah pusat di masa yang akan datang untuk menyediakan anggaran semakin berkurang. Untuk itu, diperlukan inovasi pola pembiayaan untuk menggali berbagai sumber pembiayaan yang belum dimanfaatkan (hidden potential), khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah daerah dan masyarakat pengguna. Untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan tersebut diperlukan sistem berkelanjutan (sustainable system) sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. d. Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perundangan yang mengatur pemanfaatan potensi tersembunyi (hidden potential) yang ada dalam masyarakat. Kapasitas masyarakat dalam menyediakan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan saat ini belum dapat dioptimalkan karena belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan untuk menggerakkan potensi tersebut. Sebagai contoh belum adanya kebijakan dan peraturan perundangan mengenai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah kepada masyarakat. e. Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian dan prioritas. Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung kualitas lingkungan menyebabkan masih rendahnya cakupan pelayanan penyehatan lingkungan. Kondisi ini antara lain tercermin pada pelayanan air limbah terpusat di beberapa kota besar yang masih menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Hal ini terkait dengan rendahnya kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat terhadap pelayanan air limbah terpusat dan masih rendahnya kualitas pengelolaan prasarana dan sarana air limbah terpusat. Kondisi yang sama juga terjadi pada jamban (sanitasi dasar), khususnya bagi masyarakat perdesaan. Kebutuhan masyarakat terhadap jamban masih rendah. Hal ini disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat, yang tercermin dari perilaku masyarakat yang hingga sekarang masih banyak yang buang air besar di sungai, kebun, sawah bahkan dikantong plastik yang kemudian dibuang di sembarang tempat. Permasalahan juga dihadapi dalam penanganan persampahan dan drainase. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi serta meningkatnya kawasan terbangun membawa dampak kepada meningkatnya jumlah timbunan sampah, semakin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah serta belum optimalnya pendekatan 3 R (reduce, reuse and recycle) 1 dalam pengelolaan sampah. 1 Prinsip 3R mencakup reduce yang berarti mengurangi pemakaian, reuse berarti menggunakan kembali, dan recycle berarti mendaur ulang. 3

Dampak berikutnya adalah semakin luasnya daerah genangan, berkurangnya lahan resapan dan pemanfaatan saluran drainase sebagai tempat pembuangan sampah. 1.1.2 Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan a. Pengalaman di Indonesia Beberapa pengalaman yang dapat ditarik dari pelaksanaan program dan proyek air minum dan penyehatan lingkungan yang dibiayai dengan dana luar negeri 2 dan APBN, adalah sebagai berikut: Pembangunan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang melibatkan masyarakat, memiliki efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih baik. Pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam pengambilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkan partisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan operasi dan pemeliharaan. Keterlibatan aktif perempuan, masyarakat yang kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya) secara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, menghasilkan efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan yang lebih tinggi. Semakin mudah penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan (tepat guna), maka semakin tinggi efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana. Perlunya kampanye perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dalam pelaksanaan program penyehatan lingkungan. Semakin banyak pilihan teknologi yang ditawarkan dan semakin besar kesempatan masyarakat untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan semakin tinggi efektivitas dan keberlanjutan pemanfaatan prasarana dan sarana. Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan dapat tercapai apabila pilihan pelayanan dan konsekuensi biayanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan berdasarkan jenis pelayanan dan pembentukan unit pengelolaan dilakukan secara demokratis. Pengguna prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan mempunyai kemampuan (ability) untuk membayar setiap jenis pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan sejauh hal tersebut sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan. Dengan menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran pada tahapan pembangunan maka pendekatan yang diterapkan adalah Demand Responsive Approach 2 Antara lain WSSLIC I (Water Supply and Sanitation for Low Income Communities - I), FLOWS (Flores Water Supply), program air minum dan penyehatan lingkungan yang mendapat bantuan UNICEF 4

(DRA) atau Pendekatan Tanggap Kebutuhan (PTK) 3. Berdasarkan beberapa pengalaman penerapan pendekatan tersebut kendala yang dihadapi adalah: Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam menerapkan PTK. Adanya penolakan, baik langsung maupun tidak langsung, dari pemerintah di berbagai tingkatan maupun lintas sektor, negara dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjaman, maupun masyarakat sendiri dalam menerapkan PTK. Terbatasnya informasi, kemampuan teknis dan keuangan pada setiap stakeholder, khususnya pemerintah maupun LSM. Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur pembiayaan dan pengadaan tenaga pendukung kegiatan PTK. Membutuhkan waktu yang relatif lama dan dana fasilitasi yang cukup besar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa langkah yang perlu dilaksanakan dalam penerapan pendekatan tanggap kebutuhan adalah: Aspek Kebijakan: Melembagakan PTK dalam mekanisme pembangunan daerah dan pembangunan masyarakat, serta meningkatkan kemampuan pemerintah kabupaten dan kota dalam melaksanakan PTK. Aspek Pendanaan: Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, dan mengembangkan sistem pemberdayaan masyarakat untuk mengelola, mengontrol dan mengarahkan sumber-sumber keuangan yang mereka miliki sendiri. Pelajaran yang dipetik dari pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia dapat dilihat dalam lampiran B. b. Pengalaman Internasional Keberlanjutan merupakan kata kunci dalam penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kota menengah, kota kecil, dan kawasan perdesaan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut maka disepakati bahwa pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus mengikuti prinsip Dublin-Rio. 3 Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya: suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan. Karakteristik utama pendekatan ini adalah (i) tersedianya pilihan yang terinformasikan; (ii) pemerintah berperan sebagai fasilitator; (iii) terbukanya akses seluas-luasnya bagi partisipasi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders); (iv) aliran informasi yang memadai bagi masyarakat. 5

Dalam konteks pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, prinsip-prinsip Dublin Rio mengandung arti jika ingin berhasil dalam pembangunan perlu mempertimbangkan berbagai aspek, seperti sosial, teknis, keuangan, kelembagaan, jender, dan lingkungan yang dikelola secara integratif; walaupun masing-masing aspek berbeda karakteristiknya, namun kesemuanya mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Penjabaran dari keempat prinsip Dublin-Rio tersebut adalah: Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipandang sebagai benda yang tidak memiliki nilai. Pelayanan yang berkelanjutan hanya bisa didapatkan jika nilai yang dibayar oleh pengguna sama dengan nilai air yang dimanfaatkan oleh pengguna. Pengambilan keputusan akhir dalam pemanfaatan air harus melibatkan semua anggota masyarakat pengguna tanpa kecuali. Pendekatan pembangunan pelayanan air minum bagi masyarakat sasaran tidak lagi berdasarkan standar normatif dari pemerintah (supply driven) akan tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat (demand driven). Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebarluaskan informasi dan teknologi air minum kepada masyarakat agar mereka mempunyai pemahaman (awareness) terhadap pilihannya. Berkaitan dengan pembangunan pelayanan air minum maka keikutsertaan perempuan dalam pengambilan keputusan memperbesar jaminan tercapainya keberlanjutan. Perempuan adalah pemeran utama di rumahtangga yang bertanggung jawab terhadap penyediaan air minum bagi keluarga, baik kebutuhan yang terkait dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait dengan kesehatan. Pada dasarnya sumberdaya selalu terbatas, demikian juga sumberdaya keuangan yang dimiliki pemerintah. Di lain pihak, kebutuhan merupakan sesuatu yang tidak terbatas. Dengan demikian anggaran pemerintah tidak akan pernah cukup untuk menyediakan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan bagi semua orang. Oleh sebab itu ada tiga isu penting yang perlu dikenali: Kerangka kelembagaan dan hukum dari sektor air minum dan penyehatan lingkungan harus Prinsip Dublin Rio Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan partisipatif, menyertakan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan pada semua tingkatan Air adalah sumber terbatas dan rentan, penting untuk menyokong kehidupan, pembangunan, dan lingkungan. Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan, dan perlindungan air Air memiliki nilai ekonomi dalam seluruh penggunaannya, dan harus dianggap sebagai benda ekonomi mendukung prinsip-prinsip Dublin-Rio. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap sistem kelembagaan dan hukum yang ada mengikuti prinsip Dublin Rio. Sumber dana yang diperlukan untuk membiayai pembangunan, operasi, pemeliharaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dapat dipenuhi oleh masyarakat pengguna. Untuk mengatasi keterbatasan sumber dana maka keterlibatan dunia swasta dan masyarakat pengguna perlu ditingkatkan. Pemberdayaan kemampuan semua stakeholders pada semua tingkatan. 6

Berdasarkan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan selama ini terlihat beberapa potensi di masyarakat yang dapat dikembangkan, seperti di masa lalu terdapat sejumlah mitos yang menghambat keberhasilan pendekatan partisipatif dalam pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan. Namun mitos-mitos tersebut telah diyakini tidak benar. Beberapa penemuan terakhir membuktikan bahwa: Penghargaan masyarakat terhadap pelayanan air minum telah meningkat, hal ini ditunjukkan melalui: - Masyarakat miskin membayar pelayanan air minum sering kali dengan harga lebih mahal dari masyarakat yang lebih mampu; - Bila tingkat pelayanan air minum tidak memenuhi harapan masyarakat, maka masyarakat tidak akan menggunakan prasarana dan sarana yang disediakan dan tidak akan membayar biaya pelayanan yang diminta. Kesediaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat adalah: - Standarisasi dan generalisasi prosedur pelaksanaan mengarah kepada kegagalan program. - Partisipasi masyarakat merupakan potensi internal masyarakat yang tidak dapat diintervansi oleh orang lain, namun dapat dibangkitkan. Proses partisipatif adalah menyerahkan kendali proses pengambilan keputusan kepada masyarakat. - Kegiatan yang berdasarkan kepada kebutuhan masyarakat akan mendapat dukungan masyarakat secara langsung melalui pembentukan institusi masyarakat setempat sesuai dengan tujuannya. - Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang berakar kepada perilaku dasar masyarakat dalam pengambilan keputusan yang dapat direplikasi sesuai dengan kebutuhan. 1.1.3. Perlunya Pembaruan Kebijakan. Dari uraian sebelumnya tercermin bahwa pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala. Namun demikian, ada beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Untuk dapat menggerakkan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk mengatasi kendala yang dihadapi diperlukan beberapa perubahan, khususnya yang terkait dengan mengenai kebijakan, kelembagaan dan mekanismenya. Dokumen ini merupakan paradigma baru dalam kebijakan nasional pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan, yang berbasis pada dinamika kelompok masyarakat yang bertumpu pada kemandirian, desentralisasi, otonomi serta demokrasi. 7

1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Tujuan dari penyusunan dokumen kebijakan ini adalah: 1. Menghasilkan kebijakan nasional air minum dan penyehatan lingkungan yang merupakan kesepakatan seluruh instansi/sektor pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, LSM, serta lembaga keuangan bilateral/multilateral pemberi bantuan dan pinjaman. 2. Mengidentifikasi strategi dan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan. 3. Sebagai masukan untuk menyusun program jangka panjang, menengah dan tahunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah sesuai dengan agenda desentralisasi dan reformasi. 1.3. Ruang Lingkup Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan selama ini, terdapat tiga pendekatan pengelolaan, yaitu pengelolaan berbasis lembaga (tipe A), pengelolaan berbasis masya-rakat (tipe C) dan kombinasi dari keduanya (tipe B). Dokumen ini tidak secara khusus mengatur tipe pengelolaan berbasis lembaga (tipe A). Fokus dari kebijakan yang diketengahkan dokumen ini adalah prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dikelola oleh masyarakat (tipe C). Walaupun demikian, ruang lingkup kebijakan tersebut juga mencakup sebagian tipe B yaitu pengelolaan bersama antara lembaga dan masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan atas pengaturan dan hubungan antara pihak penyedia dan masyarakat pengguna. Perspektif lain dari pengelolaan AMPL dapat dilihat pada lampiran C. DARI ATAS KE BAWAH MASYARAKAT LEMBAGA DARI BAWAH KE ATAS TIPE A PENGELOLAAN BERBASIS LEMBAGA TIPE B PENGELOLAAN BERSAMA TIPE C PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 8

Tipologi Pengelolaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Tipe A: Pengelolaan Berbasis Lembaga Pengambil keputusan dalam manajemen tipe ini adalah lembaga. Lembaga ini memegang kekuasaan tertinggi dalam perumusan rencana, rancangan, operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanannya. Mungkin ada lembaga lain yang melakukan satu atau dua dari aspek-aspek tersebut. Lembaga ini dapat berkonsultasi dapat pula tidak dengan para pelanggan (pengguna)nya, dan hubungan dengan mereka semata-mata bersifat komersial: pelanggan membayar uang sebagai biaya penyambungan dan selanjutnya secara periodik diwajibkan membayar biaya pelayanan. Contoh lembaga Tipe A ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum, Perusahaan Daerah Kebersihan, dan Perusahaan Daerah Air Limbah di beberapa kota Indonesia Tipe C: Pengelolaan Berbasis Masyarakat Karakteristik yang paling menonjol dari pengelolaan tipe ini adalah bahwa kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusan atas seluruh aspek yang menyangkut air minum dan atau penyehatan lingkungan berada di tangan anggota masyarakat, mulai dari tahap awal identifikasi kebutuhan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan, perencanaan tingkat pelayanan yang diinginkan, perencanaan teknis, pelaksanaan pembangunan, hingga ke pengelolaan operasional. Dalam fase-fase tertentu selama proses perkembangan mereka dapat memperoleh fasilitasi dari pihak luar, misalnya informasi tentang berbagai alternatif teknologi dan bantuan teknis (misalnya kontraktor, pengusaha, atau tenaga profesional), namun keputusan terakhir tetap berada di tangan masyarakat itu sendiri. Tipe B: Pengelolaan Bersama Lembaga dan Masyarakat Kategori tipe B terjadi karena tumpang tindihnya cakupan wilayah masing-masing pengelolaan lembaga dan pengelolaan oleh masyarakat. Pendekatan tipe B membuka peluang hibrida antara keduanya, dimana beberapa elemen dikelola oleh lembaga sedang elemen-elemen lain oleh masyarakat pengguna. Kerjasama pengelolaan didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap mempertimbangkan aspek komersial, namun segala urusan didalamnya sepenuhnya terserah kepada anggota masyarakat yang bersangkutan. Contoh pengelolaan tipe B ini terdapat dalam praktek pelayanan air minum di kawasan perkotaan padat penduduk, misalnya kelompok pengguna air minum yang mengoperasikan kran air dengan membayar biaya langganan ke Perusahaan Air Minum. 9

II. Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat Bagian ini menguraikan tujuan umum 4, tujuan khusus, dasar hukum kebijakan, dan kebijakan umum pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat. Sedangkan strategi pelaksanaan akan dibahas pada bab selanjutnya. Secara visual struktur kebijakan ditampilkan dalam gambar 2. KESEPAKATAN INTERNASIONAL PENGALAMAN INTERNASIONAL DAN NASIONAL TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS KEBIJAKAN UMUM STRATEGI PELAKSANAAN Prinsip Dublin-Rio DASAR HUKUM Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan 2.1 Tujuan Umum Tujuan umum pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan. 2.2 Tujuan Khusus Secara khusus pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan bertujuan: (a) meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan, (b) meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka faktor-faktor yang harus menjadi pijakan dalam menyusun kebijakan umum adalah sebagai berikut: 4 Tujuan umum diartikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif panjang, sehingga lebih merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai. Tujuan khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif singkat dan dapat dengan mudah diukur pencapaiannya. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan. 10

a. Keberlanjutan Dalam konteks air minum dan penyehatan lingkungan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai upaya dan kegiatan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan yang dilakukan untuk dapat memberikan manfaat dan pelayanan kepada masyarakat pengguna secara terus menerus. Keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan harus dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari pembangunan prasarana dan sarana, operasi, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan kepada masyarakat. Mengingat pemberdayaan masyarakat merupakan alat untuk mencapai tujuan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan maka perubahan perilaku masyarakat menuju budaya hidup yang lebih sehat serta mendukung keberlanjutan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan tolok ukur keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk menuju pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan adalah: keberlanjutan aspek pembiayaan keberlanjutan aspek teknik keberlanjutan aspek lingkungan hidup keberlanjutan aspek kelembagaan keberlanjutan aspek sosial b. Penggunaan Efektif 5 Penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dikatakan efektif apabila prasarana dan sarana yang tersedia tepat tujuan, tepat sasaran, dan layak dimanfaatkan. Selain itu, prasarana dan sarana yang tersedia tersebut memenuhi kaidah/standar teknis, kesehatan, dan kelembagaan (pengelolaan), serta memperhatikan perubahan perilaku masyarakat serta kapasitas masyarakat untuk mengelola prasarana dan sarana. Efektivitas penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan dapat dilihat dari dua hal yaitu: Kemudahan Penggunaan Kemudahan penggunaan berkaitan erat dengan tingkat kemudahan masyarakat dalam memanfaatkan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Dengan demikian, prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun dan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat dan atau oleh perseorangan/keluarga diharapkan berteknologi tepat guna, mudah dioperasikan 5 Penggunaan efektif dipandang lebih penting dari cakupan, walaupun demikian data mengenai cakupan tetap dicatat sebagai bagian dari efektivitas penggunaan. Cakupan biasanya diartikan sebagai suatu angka yang mewakili jumlah penduduk yang dilayani prasarana dan sarana air minum dan/atau penyehatan lingkungan yang berfungsi dalam area tertentu (desa, kota, propinsi, negara), dan dinyatakan dalam angka atau proporsi (% dari total penduduk) yang lebih kuantitatif tanpa mempertimbangkan aspek kualitatif, seperti misalnya apakah sarana berfungsi atau tidak. Dilain pihak, penggunaan efektif telah mempertimbangkan aspek kualitatif sehingga atas dasar itulah cakupan tidak lagi dijadikan sasaran antara dalam kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. 11

dan dipelihara, mudah dimanfaatkan, serta berlokasi dekat dengan lokasi aktivitas sehari-hari. Kesetaraan Kesetaraan (equity) berkaitan dengan suatu kondisi bahwa prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan yang dibangun bermanfaat bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan tingkat (strata) sosial, jenis kelamin, suku, agama, dan ras. Melalui kesetaraan tersebut diharapkan masyarakat mempunyai pandangan yang sama untuk meningkatkan peranan masyarakat yang kurang beruntung serta perempuan dalam proses pembangunan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Selain itu, peningkatan peranan masyarakat yang kurang beruntung dan perempuan dalam proses pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan merupakan upaya untuk mengubah perilaku mereka dari obyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan menjadi subyek pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan. 2.3 Dasar Penetapan Kebijakan Kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia disusun berdasarkan kebijakan nasional sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b. GBHN 1999-2004 (Tap No. IV/MPR/1999) Butir B. Ekonomi, Ayat 17: Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik, termasuk transportasi, telekomunikasi, energi dan listrik, dan air bersih guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau, serta membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil. Butir F. Sosial Budaya, Ayat 1.a: Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Bab V Upaya Kesehatan Bagian kelima : Kesehatan Lingkungan Pasal 22 Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat. Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan 12

lainnya. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Bab VII Peranserta Masyarakat Pasal 71 Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya. d. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Bab V Peranserta Masyarakat: Setiap warga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman. e. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab III Hak Kewajiban dan Peranserta Masyarakat Pasal 3 Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pasal 5 1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. 3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. f. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 4: Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. g. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 Bab VIII Pembangunan Sosial dan Budaya, Butir C Program-Program Pembangunan 1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat b. Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat Sasaran khusus program ini adalah (1) meningkatnya perwujudan dan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan bermasyarakat; (2) 13

berkembangnya sistem jaringan dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat. Bab IX Pembangunan Daerah Butir C Program-Program Pembangunan 2.6 Program Pengembangan Prasarana dan Sarana Permukiman Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) peningkatan kualitas pelayanan dan pengelolaan prasarana dan sarana permukiman, meliputi air bersih, drainase, air limbah, persampahan, penanggulangan banjir, jalan lokal, terminal, pasar, sekolah, perbaikan kampung dan sebagainya; (2) peningkatan kualitas operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana permukiman. h. Millenium Development Goal (MDG) 6 Johannesburg Summit pada tahun 2002 sepakat untuk mengurangi separuh, pada tahun 2015, proporsi penduduk yang tidak dapat atau tidak mampu memperoleh air minum yang sehat (seperti yang tercantum dalam Deklarasi Milenium) dan proporsi penduduk yang tidak memiliki akses pada sanitasi dasar. i. Deklarasi Kyoto (World Water Forum) 24 Maret 2003 7 a) Peningkatan akses terhadap air bersih adalah penting bagi pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan kelaparan. b) Penambahan investasi pada sektor air minum dan penyehatan lingkungan sangat diperlukan dalam rangka mencapai target pengurangan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang sehat dan sanitasi dasar pada tahun 2015. 2.4 Kebijakan Umum Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pembangunan AMPL adalah meningkatkan pembangunan, penyediaan, pemeliharaan dan meningkatkan kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Agar tujuan tersebut di atas dapat dicapai maka diperlukan perubahan paradigma pembangunan yang dimanifestasikan melalui perubahan kebijakan air minum dan penyehatan lingkungan yang berdasar kepada: 6 Dikutip dari Terjemahan Tidak Resmi, Deklarasi Johannesburg mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan, Berikut Komitmen Sektoral Nasional, Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri, 2002. 7 Diterjemahkan dari pernyataan aslinya sebagaimana berikut 1) Access to clean water is essential for sustainable development and the eradication of poverty and hunger; 2) Far more investment in water supply and sanitation is needed to halve the proportion of people without access to safe drinking water and basic sanitation by 2015. 14