BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, dan golongan tertentu saja. Yaitu kepentingan politik kekuasaan, bukan kepada publik.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR TAHUN TENTANG : PENGELOLAAN PASAR KAMPUNG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 91 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN PASAR DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah antara lain: UU No. 22 Tahun 1999 dan Undang-undang. penyusunan aturan di tingkat daerah dalam bentuk Perda.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PASAR DESA DI KABUPATEN MUARA ENIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN PURWOHARJO DESA KRADENAN SALINAN PERATURAN DESA KRADENAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk

PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2010

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap daerah memiliki kebebasan untuk membentuk sumber

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN PASAR BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

2011, No Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan An

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 10 TAHUN 2010 T E N T A N G RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN WILAYAH KECAMATAN TULAKAN KANTOR DESA NGUMBUL Jl.Raya Desa Ngumbul Kec.Tulakan Kode Pos 63571

Revitalisasi Pasar Tradisional, Jumlah Kunjungan, Pendapatan Pedagang, dan Pendapatan Pasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN DAN PENATAAN PASAR KULINER SUROBOYO DI AMBARAWA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Secara umum pasar adalah sebuah tempat bertemunya pihak penjual dan

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk sebagai salah satu komponen dalam system wilayah atau. barang dan jasa. Sehingga kegiatan ekonomi erat kaitannya untuk

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

MENTERI DALAM NEERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 57 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

BUPATI SINJAI BUPATI SINJAI,

- 1 - BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 61 TAHUN 2016

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki era reformasi, ternyata penerapan model birokrat pemburu rente justru semakin mengganas dan meluas. Artinya perilaku tersebut tidak hanya dipraktekkan di tingkat pemerintah pusat saja, tetapi juga berkembang luar biasa ditingkat daerah. Dikarenakan pada dasarnya para birokrat adalah manusia biasa yang memiliki emosi dan tata nilai, serta mempunyai seperangkat tujuan pribadi yang tidak selamanya didorong untuk melayani publik. Bisa saja diarahkan untuk kepentingan individu, perusahaan, dan golongan tertentu saja. Penyakit Birokrasi atau dapat disebut patologi birokrasi, tidak hanya dipraktekkan ditingkat pusat. Justru dalam praktiknya patologi birokrasi, dapat berkembang luar biasa di tingkat desa/kelurahan, kecamatan sampai dengan kabupaten/kota. Patologi birokrasi muncul karena norma dan nilainilai yang menjadi acuan bertindak birokrasi telah berorientasi keatas. 1 Yaitu kepentingan politik kekuasaan, bukan kepada publik. Dalam pengimplementasian Peraturan Bupati tentang izin usaha pasar modern dan pasar tradisional, para birokrat lebih cenderung untuk memihak pemilik modal. Peran birokrasi sebagai implementator dari kebijakan politik/penyelenggara pemerintahan. Maka patologi birokrasi dapat diartikan permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan 1 Ismail, Politisasi Birokrasi, (Malang: ASH-SHIDDIQY PRESS, 2009), 13.

pemerintah akibat kinerja birokrasi tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan publik (UMKM) dengan baik. Mengingat semua pasar modern adalah dimiliki oleh para pemilik modal. Sehingga kebijakan dari Peraturan Bupati tersebut selalu dilatarbelakangi oleh kepentingan dari sekelompok orang yang selalu dinilai dengan uang. Kepentingan yang dinilai dengan uang oleh para birokrat juga dikarenakan gaji yang mereka terima umumnya rendah dan dengan adanya hal tersebut dapat memberikan penghasilan sampingan. Pemeliharaan korupsi yang terstuktur, karena adanya kekuatan uang. Uang yang maha kuasa telah menyebabkan terjadinya patologi dalam berbagai bentuk. Yakni tindak penyimpangan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan birokrasi dan penyempurna aspek kegiatan birokrasi. Ekonomi kerakyatan dirusak secara terstuktur, dengan simbol uang yang dapat melancarkan segala kepentingan para pemilik modal. Praktek rente dalam birokrasi telah menghasilkan keuntungan antara birokrat sebagai petugas pelayanan dan pemilik modal sebagai pengguna jasanya. 2 Mengenai pelaku awalnya dapat dikatakan kedua sama-sama berinisiatif memberikan kesempatan untuk melakukan praktek rente dalam pelayanan publik. Bentuk-bentuk praktek rente ini, yakni: penipuan, nepotisme, dan penyuapan. Praktek rente yang sering terjadi adalah penyuapan, yaitu tindakan menerima, memberi, atau menawarkan sesuatu yang berharga untuk kepentingan pribadi. 2 Ismail, Konsep dan Aplikasi Capital Sosial, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2004), 21.

Kepentingan pribadi para pemilik modal, yakni dalam pengajuan proposal pendirian pasar modern. Dalam hal izin pemanfaatan ruang, maka seharusnya melakukan persetujuan dari masyarakat setempat dan tokotoko pedagang kecil didaerahnya. Dikarenakan adanya penyuapan, maka proses dalam hal sosialisasi kepada masyarakat dapat dilewati dengan mudah. Sehingga izin usaha pasar modernnya dapat segera diterbitkan, dikarenakan negara tertawan oleh modal. Mengingat Undang-Undang pemerintah akan selalu mengalami perubahan dengan menyesuaikan dari perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan tidak semua pasal dalam undang-undang dapat sesuai untuk diimplementasikan sepanjang zaman. Seiring lahirnya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang penyelenggaraan pemerintah daerah. Hubungan yang bersifat desentralistik bermula dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam perjalanannya, kedua Undang-Undang tersebut kemudian direvisi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pusat. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3 Sedangkan 3 Bob Sugeng Hadiwinata, Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 175.

tugas pembantuan ialah penugasan dari pemerintah kepada daerah untuk melaksanakan tugas tertentu. Diharapkan otonomi tersebut dapat membawa kemandirian dan kemajuan untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999. Pengelolaan pendapatan asli daerah terkait dengan pertimbangan dan perlindungan terhadap keberlangsungan pasar tradisional berhubungan dengan kelangsungan kehidupan pedagang umumnya berskala kecil dengan modal terbatas. Diharapkan dalam implementasinya mengutamakan pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM). 4 Implikasinya menunjukkan bahwa pemerintah yang terbuka berarti pemerintahan yang terbuka bagi kelompok kepentingan yang memiliki sumber-sumber daya untuk membuat korps pelobi berkekuatan besar. 5 Kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan dengan pasar adalah mengenai strategi pemberdayaan pasar tradisional yaitu melalui Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 yang menyebutkan sejumlah langkah pemerintah dalam upaya pemberdayaan pasar tradisional, 6 yaitu: 4 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2011), 129. 5Alan Ehrenhalt, Demokrasi Dalam Cermin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 71. 6 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar, Pasal I5 Nomor 2.

1) Pemberdayaan pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang serasi, saling memerlukan, saling memperkuat serta saling menguntungkan. 2) Memberikan pedoman bagi penyelenggaraan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. 3) Memberikan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern. 4) Pengembangan kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern, dan konsumen. Kemudian dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 7 tahun 2012 tentang retribusi pelayanan pasar. Obyek retribusi pelayanan pasar adalah penyediaan fasilitas tradisional/sederhana berupa pelataran, los, kios, dan toko gudang (togu), serta fasilitas lainnya yang dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus disediakan untuk pedagang. 7 Sehingga perlindungan dari keberadaan pasar tradisional harus diperhatikan, dikarenakan terkait dengan peningkatan penerimaan sewa, pajak, dan retribusi pemerintah daerah Sidoarjo. Terkait hak-hak dari pedagang Pasar, yang telah membayar retribusi atas peyanan pasar, meliputi : 7 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Pasar, Bab II Ketentuan Retribusi, Pasal 3 Nomor 1.

1) Mendapatkan pelayanan tempat jual beli/ stand di pasar berdasarkan ijin penempatan stand yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo; 2) Mendapatkan pelayanan lainnya, berupa pelayanan keamanan dan kebersihan di lingkungan pasar, 8 `Pemerintah daerah Sidoarjo dalam pengelolaan pasar tradisional agar dapat bertahan dan tidak tertinggal jauh dengan pasar modern adalah pemerintah dan pedagang bekerjasama dengan lebih memperhatikan kondisi pasar tradisional. Dengan memperhatikan lingkungannya, mengubah lingkunganya lebih rapi, bersih, dan menarik perhatian pembeli. Selain itu diharapkan para pedagang pasar tradisional mampu mengembangkan strategi dan membangun rencana yang lebih maju yang mampu memenuhi kebutuhan maupun tuntutan pembeli sebagaimana yang dilakukan pasar modern. Pemerintah harus bertindak netral dan tidak ada pemihakan yang lebih pada pemilik modal, agar menyelesaikan permasalahan. Akhirnya tidak akan merugikan salah satu pihak dan kebijakan tersebut dapat terimplementasi maksimal dalam menyelesaikan permasalahan. Sosialisasi kebijakan kepada pihak pasar atau pelaku usaha juga diperlukan, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pemerintah dan pelaku usaha. Dari sisi pelaku usaha pasar modern, dengan keunggulan lebih pintar dalam sistem penjualan dan mengelola kemasan barang dagangan. Dari 8 Ibid, Bab IV Hak, Kewajiban, dan Larangan, Pasal 22 Nomor 1.

sisi pedagang pasar tradisional yang menyediakan kebutuhan masyarakat kelas menengah dan kebawah dan sistem penjualan yang tawar menawar. Dengan demikian yang modern akan tetap modern dengan keistimewaannya dan yang tradisional akan tetap tradisional dengan mengutamakan tradisi dan budayanya. Dengan kreatifitas dalam menarik minat berbelanja, maka pasar modern dan pasar tradisional dapat memanfaatkan kelebihan dan kekurangan tersebut sebagai alat untuk memikat perhatian para konsumen. Berdasarkan pemaparan, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dalam bentuk penelitian dengan judul IMPLEMENTASI PERATURAN BUPATI NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PASAR MODERN DAN PASAR TRADISIONAL DI KABUPATEN SIDOARJO. 1.2 Alasan Pemilihan Judul 1. Berkenaan dengan pelayanan memberikan perizinan usaha toko modern, Pemerintah Kota Sidoarjo memberikan penerapan sistem manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 pada Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo. Keberadaan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo memiliki visi yang jelas, yaitu: Terwujudnya Pelayanan Satu Pintu Yang prima. Dengan demikian memberikan pelayanan perijinan dan penanaman modal secara terpadu dalam satu tempat yang berorientasi kepada konsumen yang dapat mencerminkan bentuk pelayan prima yang memenuhi prinsip-prinsip pelayanan.

2. Harga-harga yang ditawarkan di supermarket sebenarnya lebih tinggi dari pada harga yang ditawarkan oleh pedagang eceran disekitar. Tetapi konsumen sangat senang berbelanja di supermarket dikarenakan tempat yang nyaman, halaman parkir yang luas dan tanpa biaya parkir, dan tanpa ada proses tawar menawar. 3. Meningkatkan kepedulian para pelaku usaha pasar modern, agar lebih banyak memperdagangkan produk buatan Indonesia di setiap gerai mereka. 4. Adanya kemitraan usaha antara pasar modern dengan UMKM guna meningkatkan PAD Kabupaten Sidoarjo. 1.3 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo? 2. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambat dalam Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kabupaten Sidoarjo? 1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo. 2. Menganalisis pemahaman tentang faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam Implementasi kebijakan studi kasus Peraturan

Bupati Nomor 38 tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Kabupaten Sidoarjo. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Memperkaya kajian tentang Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo. 2. Memberikan inspirasi bahwa studi tentang Implementasi Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Izin Usaha Pasar Modern dan Pasar Tradisional Di Kabupaten Sidoarjo dapat membantu pemahaman tentang fenomena Ekonomi Politik di masyarakat, sehingga dapat mengembangkan ilmu yang benar-benar berbasis pada pengembangan kemajuan masyarakat. Adapun manfaat secara praktis adalah: 1. Sebagai masukan dan evaluasi bagi Mahasiswa Politik Islam, atas kebijakan pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam setiap implementasi kebijakan dalam hal yang berhubungan dengan perdagangan. 2. Sebagai Mahasiswa Politik Islam, sangat penting untuk bisa memberikan informasi persoalan ini kepada kalangan masyarakat, sekaligus untuk mensosialisasikan faktor Ekonomi politik sebagai faktor penghambat dan pendukung pembangunan negara Indonesia, apabila ditangani secara adil.

1.6 Penegasan Judul 1.4.1Implementasi : Proses output dan outcome, dxxxxaya didalamnya terjadi beberapa rangkaian daya rangkaian aktivitas yang berkelanjutan berkelanjutan dari aktor yang terlibat dalam mengukur terlibat dalam implementasi kebijakan. 2.4.2Peraturan Bupati Nomor 38 x Tahun 2011 Dikecamatan Taman xxxx 3.4.3Izin Usaha Pasar Modern moddan Pasar Tradisional me kebijakan. : Dasar Hukum tentang Izin Usaha usaha Pasar Modern di Kabupaten Sidoarjo. :Pemberian izin usaha pada pasar modern dan pasar tradisional wajib pemerintah Sidoarjo mengacu pada pemerintah Kabupaten mengenai tata Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo mengenai ruang wilayah daerah Kabupaten Sidoarjo. 4.4.Kabupaten Sidoarjo :Daerah dimana penelitian berlangsung berlangsung. 1.7 Sistematika Pembahasan Adapun sistematika pembahasan yang akan di bahas dalam skripsi ini diantaranya sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Memuat Latar belakang, alasan pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul, dan sistematika

penulisan. Secara umum, setiap sub-bab berisi uraian yang bersifat global, dan juga sebagai pengantar untuk memahami bab-bab berikutnya. Bab II : Kajian Pustaka Memuat Teori Kebijakan Publik, Teori Rent Seeking, Teori Neoliberalisme, Teori Pasar, kerangka pemikiran, dan penetilian terdahulu. Bab III : Metodologi Penelitian Sebagai acuan kegiatan penelitian, memuat jenis penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, informan penelitian, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data. Bab IV : Deskripsi Lokasi Penelitian dan Pembahasan Memuat gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V : Penutup Memuat kesimpulan dan saran.