PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN

dokumen-dokumen yang mirip
2011, No Menetapkan : Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Undang-Undang No

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 10/1999, TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. 01/KB/I-XIII.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168 /PMK.010/2010 TENTANG PEMERIKSAAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TANDA DAFTAR GUDANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG


2016, No Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidika

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN SITUS INTERNET BERMUATAN NEGATIF

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/PMK.03/2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BATANG HARI PROVINSI JAMBI

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2016, No Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi tentang Audit Penyadapan Informasi yang Sah (Lawful Interception) pada Komisi Pemberantasan Ko

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang telekomunikasi telah berkembang sedemikian pesat, seiring dengan itu telah berkembang pula modus operandi kejahatan yang memanfaatkan telekomunikasi elektronik; b. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan mengizinkan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan dengan cara melakukan penyadapan terhadap komunikasi dari orang-orang yang dicurigai akan, sedang, maupun telah melakukan suatu tindak pidana; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyadapan pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 2. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYADAPAN PADA PUSAT PEMANTAUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I.. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2. Pemantauan adalah serangkaian kegiatan berupa mendengar, mencatat, dan menganalisis isi percakapan maupun transaksi data yang dilakukan oleh seseorang yang sedang diamati melalui alat komunikasi elektronik yang digunakannya, serta memberi saran kepada penyidik agar dapatnya dilakukan strategi penyidikan yang efektif dan efisien. 3. Operasi Penyadapan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan penyadapan terhadap alat komunikasi elektronik, yang bermula dari adanya permintaan aparat penegak hukum untuk dilaksanakannya penyadapan, sampai dengan berakhirnya operasi penyadapan yang ditandai dengan pernyataan aparat penegak hukum dan atau habisnya masa periode penyadapan yang telah diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Pusat Pemantauan (monitoring centre) Polri adalah fasilitas monitoring Polri yang dijadikan tujuan transmisi/pengiriman hasil dari penyadapan terhadap pembicaraan/telekomunikasi pihak tertentu yang menjadi subjek penyadapan. 5. Provisioning adalah proses yang mengawali dimulainya operasi penyadapan berupa pemeriksaan kata sandi (password) antara Pusat Pemantauan Polri dengan penyedia jasa telekomunikasi yang dilaksanakan secara elektronik dari lokasi Pusat Pemantauan Polri. Pasal 2 Prinsip-prinsip dalam peraturan ini peraturan ini meliputi: a. perlindungan hak asasi manusia, yaitu penyadapan dilaksanakan dengan memperhatikan hak asasi manusia berdasarkan Prosedur Pengoperasian Standar; b. legalitas, yaitu tindakan penyadapan yang dilakukan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3 c. kepastian hukum, yaitu kegiatan penyadapan yang dilakukan sematamata untuk menjamin tegaknya hukum dan keadilan; d. perlindungan konsumen, yaitu kepentingan konsumen pengguna jasa telekomunikasi tidak terganggu akibat adanya kegiatan penyadapan; e. partisipasi.. e. partisipasi, yaitu turut sertanya menteri yang membidangi urusan telekomunikasi dan informatika, Penyedia Jasa dan Penyedia Jaringan Telekomunikasi dalam bentuk operasi penyadapan; dan f. kerahasiaan, yaitu penyadapan bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan oleh Penyelidik dan/atau Penyidik Polri secara proporsional dan relevan dengan memperhatikan keamanan sumber data atau informasi yang diperoleh dalam pengungkapan tindak pidana. Pasal 3 Tujuan dari Peraturan ini sebagai pedoman bagi anggota Polri dalam melakukan penyadapan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas suatu tindak pidana, yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ruang lingkup peraturan ini meliputi: Pasal 4 a. tata cara permintaan penyadapan; b. pelaksanaan operasi penyadapan dan pemantauan; c. hasil penyadapan; dan d. pengawasan dan pengendalian. BAB II TATA CARA PERMINTAAN PENYADAPAN Pasal 5 (1) Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri ditunjuk oleh Kapolri sebagai pejabat yang memberikan izin dimulainya operasi penyadapan. (2) Penyelidik dan/atau Penyidik Polri mengajukan permintaan untuk dimulainya operasi penyadapan yang diajukan: a. kepada Kabareskrim Polri untuk tingkat Mabes Polri; atau b. melalui Kapolda kepada Kabareskrim Polri untuk tingkat kewilayahan. (3) Permintaan operasi penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Kapolri.

4 (4) Terhadap permintaan operasi penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kabareskrim Polri melakukan pertimbangan layak atau tidak layak dilakukannya operasi penyadapan. (5) Dalam... (5) Dalam hal pertimbangan layak atau tidak layak dilakukan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberitahukan secara tertulis kepada Penyelidik dan/atau Penyidik paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterima permintaan penyadapan dengan disertai alasannya. Pasal 6 (1) Dalam hal pertimbangan penyadapan layak dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Kabareskrim Polri mengajukan permohonan izin penyadapan kepada Ketua Pengadilan Negeri, tempat dimana operasi penyadapan akan dilakukan. (2) Operasi penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri. Pasal 7 (1) Operasi penyadapan dilaksanakan oleh Pusat Pemantauan (monitoring centre) Polri. (2) Pusat Pemantauan (monitoring centre) Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) yang ditunjuk oleh Kabareskrim Polri. (3) Pusat Pemantauan (monitoring centre) Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas mendukung pelaksanaan tugas penyadapan atas permintaan penyelidik dan/atau penyidik. Pasal 8 Kalakhar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) bertanggung jawab kepada Kabareskrim Polri. Pasal 9 (1) Pengajuan permintaan operasi penyadapan oleh penyelidik dan/atau penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), disampaikan secara tertulis yang memuat:

5 a. nomor laporan Polisi, uraian singkat tindak pidana yang terjadi berikut pasal yang dipersangkakan, serta penjelasan yang berisi maksud, tujuan, dan alasan dilaksanakannya operasi penyadapan yang berisi substansi informasi yang dicari; b. nomor telepon/identitas alat telekomunikasi lainnya serta keterangan singkat tentang identitas orang yang akan dijadikan target dalam operasi penyadapan; c. periode/waktu operasi penyadapan dilakukan, dan/atau akan dilakukan sesuai periode yang diatur dalam peraturan perundangundangan; dan d. nama, pangkat, Nomor Register Pokok (NRP), jabatan dan kesatuan penyidik yang ditunjuk untuk berhubungan dengan Monitoring Centre Polri, berikut nomor telepon dan/ atau alamat email yang dapat dihubungi. (2) Permintaan.. (2) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh atasan penyidik di bawah sumpah yang isinya menyatakan orang yang dijadikan target operasi penyadapan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, patut diduga akan, sedang, dan/atau telah terlibat dalam suatu tindak pidana. Pasal 10 (1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, penyidik dapat secara langsung mengajukan permintaan penyadapan kepada Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri yang tembusannya disampaikan kepada Kabareskrim Polri yang dilampiri surat pernyataan yang ditandatangani oleh atasan penyidik di bawah sumpah, yang menyatakan orang yang dijadikan target dalam operasi penyadapan betul-betul orang yang diduga akan terlibat dalam suatu tindak pidana. (2) Dalam hal operasi penyadapan telah dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata permintaan penyadapan yang diajukan penyelidik dan/atau penyidik dianggap tidak layak untuk dipenuhi, maka Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri segera menghentikan operasi penyadapan. (3) Penyelidik dan/atau penyidik yang permintaannya dianggap tidak layak untuk dilanjutkan menjadi operasi penyadapan, tidak diperkenankan untuk mendengar, mengamati, dan mencatat segala bentuk informasi yang diperoleh dari operasi penyadapan yang telah dijalankan terlebih dahulu. (4) Dalam hal izin Ketua Pengadilan belum didapatkan dan operasi penyadapan telah dilaksanakan, hasil penyadapan hanya dapat didengar oleh penyelidik dan/atau penyidik yang mengajukan permohonan.

6 Pasal 11 Operasi penyadapan dilakukan dengan masa penyadapan paling lama 30 (tiga puluh) hari, dan bila informasi yang didapat dianggap belum cukup, penyelidik dan/atau penyidik dapat mengajukan permintaan baru sesuai kebutuhan proses penyelidikan dan/atau penyidikan. Pasal 12 (1) Penyelidik dan/atau penyidik yang mengajukan permohonan untuk dilakukannya operasi penyadapan bertanggung jawab secara hukum terhadap tindakan penyadapan yang dilakukan. (2) Penyelidik dan/atau penyidik yang diberikan kewenangan untuk mengajukan permintaan penyadapan, harus memperhatikan prosedur administrasi organisasi. (3) Permintaan operasi penyadapan yang diajukan oleh penyidik di luar Polri wajib mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 11. BAB III BAB III... PELAKSANAAN OPERASI PENYADAPAN DAN PEMANTAUAN Bagian Kesatu Pelaksanaan Operasi Penyadapan Pasal 13 (1) Operasi penyadapan dimulai melalui provisioning antara Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri dengan penyedia jasa telekomunikasi yang menjadi operator dari nomor telepon atau identitas alat telekomunikasi lainnya yang menjadi target operasi penyadapan. (2) Provisioning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Sub Bidang Pengendalian Sistem dan Prosedur Pusat Pemantauan Polri atas perintah Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri setelah mendapatkan izin dari Kabareskrim Polri. (3) Operasi penyadapan yang dilakukan dengan pertimbangan yang sangat perlu dan mendesak, wajib dilaporkan kepada Kabareskrim paling lambat dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam untuk mengetahui layak atau tidaknya operasi dilanjutkan. (4) Pejabat Sub Bidang Pengendalian Sistem dan Prosedur Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri sebagaimana dimaksud pada ayat

7 (2) melaporkan berhasil atau tidaknya provisioning antara Pusat Pemantauan Polri dengan penyedia jasa telekomunikasi. (5) Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri memberitahukan kepada penyelidik dan/atau penyidik yang mengajukan permohonan dan disertai dengan Berita Acara dimulainya operasi penyadapan, mengenai berhasil atau tidaknya operasi penyadapan yang dilakukan. Bagian Kedua Pelaksanaan Pemantauan Pasal 14 (1) Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri memberikan informasi mengenai sasaran yang menjadi target operasi penyadapan kepada Kepala Tim (Katim) Pemantauan. (2) Katim Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membagi sasaran yang disadap kepada anggota pemantau. (3) Anggota pemantau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengar, membaca, dan mencatat setiap rincian percakapan yang dilakukan oleh target operasi penyadapan, selanjutnya segera melaporkan kepada Katim Pemantauan dan/atau Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri bilamana menemukan substansi informasi yang dicari. (4) Katim.. (4) Katim Pemantauan dan/atau Kalakhar Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri menyampaikan substansi informasi yang dicari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada penyelidik dan/atau penyidik yang mengajukan permohonan. Pasal 15 (1) Substansi informasi yang dicari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) hanya diberikan kepada penyelidik dan/atau penyidik yang namanya tercantum dalam surat pengantar dan/atau surat perintah yang ditandatangani oleh atasan penyidik. (2) Seluruh anggota Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri yang bertugas memantau target operasi penyadapan dilarang menyampaikan perkembangan target operasi penyadapan yang dipantau kepada siapapun tanpa seizin Kalakhar Pusat Pemantauan. Pasal 16

8 (1) Pemantauan yang dilakukan oleh anggota Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri hanya bersifat dukungan kepada penyelidik dan/atau penyidik. (2) Penyelidik dan/atau penyidik dapat melakukan pemantauan secara langsung terhadap komunikasi yang dilakukan oleh target operasi penyadapan sesuai dengan administrasi yang diajukan. (3) Dalam hal pemantauan dilakukan secara langsung, penyelidik dan/atau penyidik wajib mematuhi ketentuan sebagai berikut: a. tidak diperkenankan membawa segala bentuk alat komunikasi, alat perekam, maupun kamera ke dalam ruang pemantauan; b. tidak diperkenankan untuk mendiskusikan segala bentuk hasil pemantauan kepada siapapun yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang diselidiki / disidik; c. melengkapi dirinya dengan surat pengantar dan surat perintah dari atasan penyidik untuk melakukan pemantauan secara langsung di Pusat Pemantauan; d. mengisi Berita Acara Pemantauan, yang berisi waktu pelaksanaan pemantauan dan identitas petugas yang melakukan pemantauan; dan e. mematuhi segala peraturan yang berlaku di dalam lingkungan Pusat Pemantauan. (4) Pusat Pemantauan (Monitoring Centre) Polri memberikan analisis peta jaringan telekomunikasi apabila diperlukan oleh penyelidik dan/atau penyidik. Bagian Ketiga Berakhirnya Operasi Penyadapan Pasal 17 (1) Operasi penyadapan berakhir apabila: Bagian.. a. penyelidik dan/atau penyidik melalui atasan penyidik menyatakan bahwa operasi penyadapan yang dilaksanakan dianggap sudah cukup, disertai surat keterangan atau surat pernyataan; b. penyelidik dan/atau penyidik melalui atasan penyidik meminta dan membuat pernyataan secara tertulis kepada Kalakhar Pusat

9 Pemantauan (Monitoring Centre) Polri untuk tidak melanjutkan operasi penyadapan; c. operasi penyadapan yang dilakukan dengan pertimbangan sangat perlu dan mendesak, tidak dikabulkan oleh Kabareskrim Polri disertai alasannya; dan d. habis masa berlakunya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan tidak diperpanjang. (2) Pejabat Sub Bidang Pengendali Sistem dan Prosedur membuat Berita Acara yang menerangkan berakhirnya Operasi Penyadapan, dengan mencantumkan alasannya. BAB IV HASIL PENYADAPAN Pasal 18 (1) Kalakhar Pusat Pemantauan Polri hanya memberikan produk hasil penyadapan kepada penyelidik dan/atau penyidik yang identitasnya tercantum dalam surat permohonan permintaan penyadapan. (2) Penyelidik dan/atau penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan meminta seluruh hasil rekaman hasil operasi penyadapan, kecuali keseluruhan percakapan dan/atau pesan singkat yang terekam terkait dengan tindak pidana. (3) Kalakhar Pusat Pemantauan berwenang untuk tidak memenuhi permintaan penyelidik dan/atau penyidik dalam hal bagian percakapan dan/atau pesan singkat yang akan dijadikan alat bukti dianggap tidak ada hubungannya dengan tindak pidana yang sedang dipantau. (4) Dalam hal terjadi ketidaksepakatan antara penyelidik dan/atau penyidik dan/atau atasan penyidik dengan Kalakhar Pusat Pemantauan Polri yang berkaitan dengan permintaan hasil rekaman operasi penyadapan, keputusannya berada di Kabareskrim Polri. Pasal 19 Pasal 19.. (1) Produk hasil penyadapan yang dilakukan oleh Pusat Pemantauan Polri bersifat rahasia dan dapat digunakan sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Produk hasil penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

10 a. rekaman suara; b. rekaman pesan singkat (SMS); c. peta jaringan telekomunikasi; dan/atau d. salinan percakapan substansi informasi yang dicari. (3) Peta jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, yang berlaku dan digunakan sebagai alat bukti di persidangan, merupakan rincian data percakapan (call detail record) yang dikeluarkan oleh Penyedia Jasa Telekomunikasi. (4) Produk hasil penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyerahannya dibuat dalam berita acara. Pasal 20 (1) Produk hasil penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) yang tidak berkaitan dengan kepentingan pembuktian, harus dimusnahkan. (2) Pemusnahan hasil produk penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pusat Pemantauan Polri dan dibuat dalam berita acara. Pasal 21 (1) Penyelidik dan/atau penyidik dan anggota Pusat Pemantauan Polri dilarang baik dengan sengaja atau tidak sengaja menjual, memperdagangkan, mengalihkan, mentransfer dan/atau menyebarkan produk hasil penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) baik secara tertulis, lisan, maupun menggunakan komunikasi elektronik kepada pihak manapun. (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 22 (1) Untuk menjamin transparansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan operasi penyadapan, Kabareskrim Polri selaku pengawas. (2) Pengawasan.. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh aspek kegiatan operasional kecuali yang terkait dengan produk hasil penyadapan.

11 BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, Ttd. PATRIALIS AKBAR Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2010 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M. JENDERAL POLISI BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 117