PSIKOLOGI SUAMI-ISTRI *) Dr. Liche Seniati Chairy, psikolog **)

dokumen-dokumen yang mirip
PSIKOLOGI PERKAWINAN *) Liche Seniati Chairy **)

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

Level 2 Pelajaran 10

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

Komunikasi Orang Tua. dan Pengaruhnya Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Rumah Tangga dibentuk untuk memulihkan kembali citra Allah pada pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan kasih sayang. Melainkan anak juga sebagai pemenuh kebutuhan biologis

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis

Matematika Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

Pengaruh Perceraian Pada Anak SERI BACAAN ORANG TUA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

Tata Upacara Pernikahan Sipil

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

Level 2 Pelajaran 11

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

MENGHAYATI PERAN ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

dalam suatu hubungan yaitu pernikahan. Pada kenyataannya tidak semua pasangan pernikahan berasal dari latar belakang yang sama, salah satunya adalah p

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Transkripsi:

PSIKOLOGI SUAMI-ISTRI *) Dr. Liche Seniati Chairy, psikolog **) Ketika saya masih dalam kandungan ibu saya, ayah dan ibu saya mempersiapkan banyak pilihan nama untuk saya. Ketika akhirnya saya lahir, hanya satu nama yang kemudian diputuskan untuk menjadi nama saya. Namun, satu nama itu berkembang menjadi dua nama karena ada nama panggilan dan nama lengkap. Tetapi hanya satu nama yang saya kenal dalam keluarga saya, yaitu nama panggilan saya. Ketika saya mulai masuk sekolah, nama tetap saya menjadi dua, yaitu nama panggilan di rumah yang hanya digunakan di kalangan keluarga inti dan keluarga besar saya, serta nama panggilan di sekolah. Tapi ternyata, nama saya bisa disebut secara berbedabeda antar satu orang dengan orang lain. Jadilah saya punya beberapa nama. Setelah saya menikah, nama saya berubah lagi. Kadang orang memanggil saya dengan nama suami saya. Ketika saya mempunyai anak, nama saya berganti pula menjadi mama Tasya, mama Andre, dan mama Olivia. Tapi sampai sekarang saya adalah saya, bagaimanapun orang memanggil diri saya, yang kadang tidak saya sadari bahwa mereka sedang memanggil saya Ilustrasi di atas merupakan gambaran nyata yang saya alami sepanjang hidup saya, dan bukan tidak mungkin akan dialami juga oleh para calon istri yang sekarang sedang membaca tulisan ini. Pengertian Suami-Istri dan Kehidupan Perkawinan ISTRI? Siapakah itu? Jelas jawabannya adalah istri merupakan pasangan dari suami. SUAMI? Siapa pula itu? Tentu saja jawabannya mudah, suami adalah pasangan dari istri. Kata suami dan istri, yang kadang berkembang menjadi pasutri (pasangan suami istri) adalah kata yang tentu saja kita kenal sehari-hari. Kata suami-istri mengandung banyak makna yang kadang tidak kita sadari maknanya bagi diri kita. Pernyataan yang tampaknya perlu Anda jawab saat ini adalah: Apa ari kata suami-istri bagi Anda? Secara hukum, dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/1974, bab I, pasal 1 bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari sisi gereja Katolik, *) Disampaikan dalam Kursus Persiapan Perkawinan Paroki Santo Paulus, Depok, 11 September 2005 **) Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 1

Perkawinan adalah persekutuan hidup dan kasih suami-istri yang mesra yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya, dibangun oleh perjanjian perkawinan atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Ikatan suci demi kesejahteraan suami-istri dan anak maupun masyarakat itu tidak tergantung pada kemauan manusia semata-mata. Allah sendirilah Pencipta perkawinan, yang mencakup pelbagai nilai dan tujuan (dikutip dari Kasih Setia dalam Suka-Duka, Pedoman Perkawinan di Lingkungan Katolik, 1993). Pembahasan tentang kehidupan perkawinan akan saya mulai dengan pembahasan tentang kehidupan dewasa muda sebagai masa kehidupan yang sedang dijalani oleh kebanyakan calon pasangan suami-istri. Masa dewasa muda adalah masa bagi kehidupan seseorang yang berusia antara 20 40 tahun. Pada masa ini, keadaan fisik berada pada kondisi puncak dan kemudian menurun secara perlahan. Dalam sisi perkembangan psikososial, terjadi proses pemantapan kepribadian dan gaya hidup serta merupakan saat membuat keputusan tentang hubungan yang intim. Pada saat ini, kebanyakan orang menikah dan menjadi orang tua (Papalia, Olds, & Feldman, 2001; Santrok, 2002). Bagi kebanyakan orang, tentu saja termasuk anda, perkawinan adalah suatu yang sangat diharapkan dan sangat dipersiapkan. Oleh karena itu, tidak jarang orang mencari berbagai informasi mengenai perkawinan: dengan bertanya pada orang tua atau teman, membaca buku, atau dibekali dengan berbagai informasi tentang perkawinan melalui kursus semacam ini. Kadang yang tidak kalah penting bagi calon pasangan suami-istri adalah juga bagaimana pesta pernikahan akan diselenggarakan, pakaian apa yang akan dikenakan, dan kemana akan berbulan madu. Namun, yang paling penting dari semua persiapan perkawinan adalah persiapan mental dari calon pasangan itu sendiri. Persiapan mental ini dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu mengenal dan memahami pasangan serta memahami arti pernikahan bagi diri sendiri. Dalam tahap persiapan pernikahan, membina hubungan sosial yang romantis dan harmonis merupakan hal yang penting dan perlu dijalani. Pasangan yang mantap untuk membina rumah tangga dan memasuki kehidupan perkawinan adalah pasangan yang telah mengenal pasangannya masing-masing, memiliki kesamaan minat dan tujuan hidup, saling terbuka, saling percaya, saling menghormati, dan saling memahami. Hal ini tidak berarti pasangan memerlukan waktu 2

pacaran yang lama untuk saling mengenal dan memahami. Yang terpenting adalah bagaimana calon pasangan mampu untuk selalu berusaha saling mengenal dan mendalami pasangan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak pribadi kepada pasangannya, dan dapat menerima pasangan kita apa adanya. Ketika pasangan memasuki kehidupan perkawinan, tidak berarti proses mengenal dan memahami berhenti. Kadang, masa awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri yang menyulitkan bagi pasangan suami-istri baru karena seringkali banyak terjadi hal yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ketika pacaran dulu, mungkin calon istri tidak mengetahui bahwa calon suaminya tidak suka tidur dengan lampu menyala, padahal si calon istri terbiasa tidur dengan lampu yang terang karena si istri agak penakut. Hal ini bukan tidak mungkin akan sedikit memancing keributan di awal tidur bersama. Hal penting berikutnya adalah: Cinta. Mengapa saya menempatkan cinta setelah mengenal pasangan? Memang mungkin saja ada cinta pada pandangan pertama. Namun, apakah cinta itu akan terus ada setelah pasangan saling mengenal lebih jauh? Seringkali, ketika hubungan perkenalan berlanjut menjadi hubungan romantis, pasangan mulai berpikir apakah betul mereka saling mencintai, atau hanya karena tertarik secara fisik, atau karena nyambung ketika diajak ngobrol, atau karena merasa menemukan kakak atau adik. Banyak pasangan yang kemudian menyadari bahwa pasangannya adalah pasangan yang tepat untuk menjadi teman bicara, tetapi bukan teman hidup -nya. Cinta merupakan kekuatan yang mampu menarik dua orang dalam satu ikatan yang tidak terpisahkan, yang dinamakan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan akan kuat ketika dilandasi oleh cinta. Hatfield (dalam Lubis, 2002) menyatakan bahwa ada dua macam cinta diantara pasangan dalam perkawinan, yaitu passionate love dan companiate love. Cinta yang pertama berisikan reaksi emosional yang dalam kepada pasangan, sedangkan cinta yang kedua adalah kasih sayang yang dirasakan pasangan kepada orang yang dicintainya. Cinta yang pertama penuh gelora dan gairah, sedangkan cinta yang kedua melibatkan rasa percaya, sayang, dan toleransi pada segala kekurangan pasangan. Pada masa pacaran dan di awal perkawinan, biasanya yang dominan adalah passionate love yang menggebu-gebu dan diwarnai oleh sikap posesif terhadap pasangan, sedangkan companiate love berkembang secara perlahan-lahan dan ada pada 3

perkawinan yang bahagia dimana masing-masing pihak merasa pasangannya adalah teman yang sangat dibutuhkan keberadaannya, baik secara fisik maupun secara psikologis, untuk saling mengisi dalam kehidupan bersama. Uraian di atas menunjukkan bahwa cinta merupakan hal yang tidak hanya muncul dalam masa pacaran dan awal pernikahan, tetapi cinta justru akan berkembang menjadi kasih sayang dalam perjalanan waktu kehidupan perkawinan. Perkawinan akan semakin mantap, bahagia, dan langgeng ketika pasangan saling mengasihi dan saling menghargai. Cinta dan kasihnya yang akan mempererat anda berdua. Lalu bagaimana wujud cinta kasih dalam kehidupan perkawinan? Dalam I Korintus 13:4-5 dengan dikatakan bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Karena itulah, cinta kasih harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Bentuk cinta kasih yang paling sederhana adalah memberikan ucapan terima kasih dan menyatakan permohonan maaf kepada pasangan. Terima kasih atas perhatian dan kasih sayang yang diberikan serta mohon maaf atas kesalahan yang dilakukan terhadapnya. Hal penting ketiga yang perlu dipersiapkan dan selalu dijalankan oleh pasangan dalam perkawinan adalah komitmen (keterikatan). Bentuk komitmen yang pasti dalam kehidupan perkawinan Katolik adalah keterikatan pada sumpah perkawinan, yaitu: Apa yang sudah dipersatukan oleh manusia tidak dapat diceraikan oleh manusia serta Aku akan bersamamu dalam susah dan senang sampai maut memisahkan kita. Komitmen bukanlah berarti keterikatan yang membabi buta tetapi keterikatan yang didasari saling pengertian. Komitmen adalah salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan. Komitmen jangka panjang dalam perkawinan memungkinkan pasangan suami-istri melakukan pengorbanan demi masa depan bersama, misalnya suami memberikan izin kepada istrinya untuk mengikuti pendidikan yagn lebih tinggi atau istri bersedia mengikuti suaminya pindah kerja ke kota lain (Waite & Gallagher, 2000). Komitmen juga terwujud dalam keputusan untuk memiliki anak. Dalam situasi kehidupan sekarang ini, banyak pasangan yang memutuskan untuk menunda mempunyai anak untuk jangka waktu yang lama atau justru memutuskan untuk tidak memiliki anak. Pilihan ini adalah hak setiap manusia. Namun, jelas Allah 4

mempersatukan manusia dengan tujuan untuk berkembang biak (Kej 1:28). Jika pasangan sudah memiliki komitmen untuk bersatu, maka memiliki anak merupakan suatu konsekuensi dari komitmen tersebut. Komitmen untuk memiliki anak ini juga mengandung arti bahwa pasangan suami istri akan memperhatikan perkembangan anak secara fisik dan psikologis secara bersama-sama. Tanggung jawab membesarkan dan mendidik anak bukan hanya tanggung jawab istri, tetapi juga tanggung jawab suami. Peran sebagai orang tua haruslah dijalani bersama oleh suami dan istri. Hal ini semakin disadari oleh suami pada masa sekarang, sehingga semakin banyak suami yang mendampingi istri saat melahirkan, membantu menjaga bayi, memberikan susu botol, menggantikan popok, mengantar anak sekolah, serta membantu anak belajar. Banyak hal yang dapat dilakukan seorang ayah bagi anaknya. Yang pasti tidak bisa dilakukan oleh ayah hanyalah memberikan ASI. Perkawinan juga merupakan ikatan antara pria dan wanita dalam susah dan senang. Pasangan suami-istri yang saling mengasihi tidak hanya merasakan kebersamaan pada saat gembira, tetapi juga ketika berada dalam kesulitan, kesedihan, dan kesakitan. Pasangan yang baik adalah pendamping yang setia, yang bersedia menjadi tempat bersandar ketika duka dan menjadi tempat berteduh ketika hujan dan badai. Penelitian yang dilakukan oleh Waite dan Gallagher di Amerika menemukan bahwa memiliki suami atau istri menurunkan resiko tingkat kematian pasien akibat penyakit sampai setara sepuluh tahun lebih muda. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa orang yang menikah memiliki tingkat kesehatan mental yang lebih baik daripada mereka yang lajang. Hidup perkawinan bukanlah jalan yang selalu lurus dan rata, tetapi seringkali merupakan jalan yang berliku serta penuh onak dan berduri. Namun, perjalanan perkawinan tetap akan menyenangkan dan menggairahkan jika pasangan tidak banyak mengeluh, keras kepala, defensif, dan menarik diri dari pasangan. Setiap pasangan suami-istri memiliki salib hidup mereka masing-masing. Salib berat yang harus dipanggul ini akan terasa ringan jika pasangan saling menerima, saling percaya, saling membantu, serta saling menguatkan. Ketika pasangan dan keluarga berada dalam situasi apapun, janganlah meninggalkan Tuhan karena Tuhan adalah sumber gembira kita dan Tuhan jugalah yang menjadi sandaran dan kekuatan hidup kita. 5

Pasangan suami-istri yang sejati adalah pasangan yang saling terbuka. Ini berarti, hal penting yang harus selalu ada dalam kehidupan perkawinan adalah komunikasi di antara suami dan istri. Kebanyakan konflik yang muncul pada pasangan suami-istri yang dapat berakhir pada perceraian adalah karena masalah komunikasi. Pada masa berpacaran, biasanya pasangan memiliki khusus khusus untuk selalu berduaan, saling berbagi cerita gembira maupun sedih, serta saling memperbaiki kesalahan. Namun hal yang sama seringkali tidak terjadi ketika pasangan sudah menikah dan memiliki anak. Dengan berjalannya waktu, seringkali kehidupan perkawinan menjadi kehidupan yang rutin dan suami atau istri merasa bahwa seharusnya pasangannya sudah tahu apa yang diinginkan oleh pasangannya. Hal ini tidaklah benar. Pasangan tetap perlu membina komunikasi yang lancar dan saling terbuka, saling berbagi cerita, saling menyatakan keinginan secara terbuka, saling asertif, saling mengoreksi kesalahan pasangan, dan bersedia menerima kesalahan tanpa berdebat dan merasa sakit hati. Dengan adanya komunikasi yang lancar, pasangan akan lebih mudah untuk mengatasi masalah serta mengambil keputusan bersama. Usahakanlah untuk membuka dan menjalin komunikasi dengan menciptakan suasana seperti ketika berpacaran. Pergilah ke tempat romantis yang dulu sering dikunjungi ketika berpacaran, kenakankan model dan warna pakaian yang disukai pasangan, pasanglah musik atau lagu kenangan anda berdua, dan bisikanlah kata sayang yang dulu sering diucapkan kala berduaan. Kadang kegiatan ini tidak mungkin dilakukan ketika pasangan sudah menikah dengan alasan sibuk bekerja atau sibuk mengurus anak. Tetapi hal ini merupakan kegiatan yang perlu dan harus dilakukan agar komunikasi dan hubungan romantis dapat terus terbina diantara suami dan istri. Hal terakhir yang juga perlu diingat oleh pasangan suami-istri adalah bahwa perkawinan bukan sekedar persatuan dua orang, melainkan persatuan dua keluarga yang membentuk satu ikatan keluarga baru. Satu orang dengan orang lain saja bisa memiliki perbedaan yang besar, apalagi dua keluarga yang masing-masing pasti memiliki kebiasaan dan aturan keluarga tersendiri. Oleh karena itu, hal penting yang perlu dipersiapkan dan perlu diingat oleh setiap pasangan suami-istri adalah juga berusaha mengenal keluarga besar pasangannya. Jangan sampai keluarga suami atau istri anda marah kepada anda dan mertua anda gara-gara anda tidak mengenal dirinya. 6

Saat ini banyak pasangan yang tidak ingin tinggal bersama atau tinggal dekat dengan mertua dan ipar bahkan mungkin mengharapkan tidak mempunyai mertua dan ipar dengan berbagai alasannya. Hal itu boleh saja, tetapi satu hal yang pasti: ketika seseorang menikah dengan orang lain, maka orang tua pasangannya akan menjadi orang tuanya juga, adik dan kakak pasangannya akan menjadi adik dan kakaknya juga; dan sebaliknya ketika seseorang menjadi menantu orang lain, maka orang itu menjadi anak dari orang tua serta adik dan kakak dari keluarga pasangannya. Ini berarti, sebaiknya terbentuk hubungan yang harmonis antara pasangan suami-istri dengan orang tua dan keluarga pasangannya. Kadang hal ini memang tidak mudah. Tetapi mulailah berpikir dan mengingat bahwa suatu hari nanti anda juga akan menjadi mertua. Jadi, jangan siasiakan mertua anda agar anda juga tidak disia-siakan oleh menantu anda. Kesimpulan Kehidupan perkawinan adalah kehidupan dari pasangan pria dan wanita yang disahkan secara hukum dan agama dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Untuk menjadi pasangan yang bahagia, suami-istri harus saling mengenal dan menerima pasangannya, saling mencintai, saling memiliki komitmen terhadap pasangannya, tetap bersama dalam senang dan susah, saling membantu dan mendukung, memiliki komunikasi yang lancar dan terbuka, serta menerima keluarga pasangannya sebagai keluargannya sendiri. Selamat mempersiapkan diri untuk menjadi pasangan suami-istri 7

Daftar Pustaka Alkitab Kabar Baik. (1994). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. KWI BKKBN. (1993). Kasih setia dalam suka duka: Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi. Landis, J.T. & Landis, M.G. (1970). Personal adjustment, marriage, and family living (5 th Ed.). New Jersey: Prentice Hall. Lubis, Yati Utoyo (2002, April). Aspek psikologis dari poligami: Telaah kasuistik. Makalah seminar. Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2001). Human development (8 th Boston: McGraw Hill. Ed.). Santrock, J.W. (2002). A Topical approach to life-span development. Boston: McGraw Hill. Skolnick, A.S. (1983). The intimate environment: Exploring marriage and the family. Boston: Little Brown & Co. Waite, L.J. & Gallagher, M. (2003). Selamat menempuh hidup baru: Manfaat perkawinan dari segi kesehatan, psikologi, seksual, dan keuangan. Diterjemahkan oleh: Eva Yulia Nukman. Bandung: Mizan Media Utama. 8