BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI BEKERJA HALAMAN DEPAN NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

KONFLIK PERAN PEKERJAAN DAN KELUARGA PADA PASANGAN BERKARIR GANDA

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Diantara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan sosial. juga orang mengakhirinya dengan perceraian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

TIPS MEMBANGUN RUMAH TANGGA YANG HARMONIS DARI KANG MASRUKHAN. Tahukah anda bahwa untuk membangun sebuah Rumah Tangga yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Tahap yang paling panjang

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI BEKERJA

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Menjalin sebuah hubungan yang serius untuk membentuk suatu

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB II FENOMENA KELUARGA DAHULU DAN SEKARANG. bekerja, peran istri yang bekerja terhadap keharmonisan keluarga, dan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cinta dan tanggung jawab terhadap orang yang dicintai. Perkawinan idealnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan rumah tangga merupakan salah satu tahap yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat pasangan laki-laki dan perempuan mencapai tahap pernikahan. Setiap orang yang menikah memiliki harapan bahwa pernikahannya akan mencapai kebahagiaan hingga maut memisahkan keduanya, memiliki hubungan yang harmonis, dan memiliki anak yang sehat, pintar, serta lucu. Mempertahankan pernikahan merupakan tanggung jawab dari semua pihak terutama pasangan suami istri itu sendiri. Pemahaman yang mendalam mengenai pernikahan serta segala sesuatu yang terkait dengan penikahan menjadi bekal untuk pasangan mewujudkan pernikahan tetap harmonis hingga usia perkawinan mencapai puluhan tahun. Bahkan pengorbanan dilakukan oleh pasangan suami istri untuk mempertahankan stabilitas hubungannya dalam keadaan sulit dan bahagia. Monk (2010) dari hasil temuannya menjelaskan pengorbanan juga memfasilitasi rasa komitmen pasangan suami istri dalam menciptakan hubungan yang lebih baik. Pernikahan dapat berhasil dan berlangsung seumur hidup kuncinya adalah pertemanan, komitmen, kesamaan, dan ekspresi serta penciptaan afek positif (Baron & Byrne, 2005). Selain itu ada beberapa hal lain yang mempengaruhi hubungan dapat bertahan dalam waktu yang lama diantaranya adalah yang bersumber dari rasa cinta dan kepuasan. Selain itu juga bersumber dari ketakutan mengalami kerugian jika hubungan berakhir, perasaan adanya kewajiban moral, 1

2 dan tidak mempertahankan alternatif pasangan lain yang memungkinkan (Adams & Jones, 1997; Maner dkk., 2009; Miller,1997; Myers, 2012). Hal penting yang perlu lebih diperhatikan adalah banyak dari pasangan suami istri tidak tahu bagaimana menjaga hubungan pernikahannya tetap sehat dan bahagia dalam kondisi yang baik maupun kritis. Komitmen pada pasangan suami istri sejak dahulu diakui sebagai prediktor terkuat dalam menjaga stabilitas pernikahan (Clements & Swenson, dalam Lambert & Dollahite, 2008), oleh karenanya komitmen dijadikan sebagai strategi dalam melanjutkan hubungan dengan penuh usaha dan biaya. Selain itu komitmen juga mengalami perubahan bahkan dari awal pernikahan sampai yang sudah menjalani hubungan dalam waktu yang lama (Burgoyne, Reibstein, Edmunds, & Routh, 2010), karena menurut penemuan Stanley (Lambert & Dollahite, 2008) komitmen berhubungan dengan komunikasi yang lebih baik, kebahagian, dan perilaku yang lebih konstruktif saat ada permasalahan dalam hubungan yang dijalani. Penelitian yang dilakukan di Amerika menemukan bahwa komitmen adalah suatu hal yang penting. Di Oklohama Baseline Survey (Johnson, Caughlin, & Huston, 1999) ada 85% pasangan bercerai, penyebab utamanya disebabkan oleh rendahnya komitmen pada pasangan suami istri. Pada umumnya pasangan suami istri akan lebih berkomitmen apabila mereka memiliki alasan yang jelas untuk tetap bersama di masa depan. Sebagai implikasinya dalam realita kehidupan sehari-harinya berdasar dari temuan Weigel (2003) komitmen pada pasangan suami istri ditemui dalam komunikasinya sehari-hari dan motivasi mempertahankan pernikahan, yang kemudian pasangan mengartikan komitmen

3 sebagai kebersamaan, komunikasi, persahabatan, kepercayaan, kesamaan, menepati janji, dan saling memberi dukungan. Lalu pasangan yang bermaksud melanjutkan hubungannya akan merasa lebih nyaman untuk menginvestasikan sumber dayanya di masa mendatang. Kemudian pada masyarakat luas hubungan suami istri membentuk suatu keunikan tersendiri karena adanya perbedaan peran dan tanggung jawab yang berbeda antar pasangan satu dengan yang lainnya. Bentuk-bentuk hubungan tersebut diantaranya adalah early married, single parent families, step families, beda etnis dan budaya, gay and lesbian families ((Liddle, Santisteban, Levant, & Bray, 2010), dan suami istri yang sama-sama bekerja (dual career families) (Godenzi, 2012). Namun peneliti hanya akan memfokuskan pada pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dengan pertimbangan bahwa pasangan yang sama-sama bekerja memiliki keunikan dalam pembagian peran dalam keluarga, tanggung jawab pengasuhan anak, penentuan waktu untuk memiliki anak, tuntutan jabatan, pembagian tugas rumah tangga, pengaturan penghasilan keluarga, tekanan emosional (merasa gagal dalam melakukan apapun, tidak bisa menyeimbangkan antara karir dan keluarga, stress), support network, dan self-care (Godenzi, 2012). Model pasangan sama-sama bekerja memiliki konsekuensi positif dan negatif dalam pernikahan. Konsekuensi positif menurut Kiong (dalam Desmayanti, 2009) antara lain adalah adanya kesiapan jika terjadi sesuatu pada pasangan hidup (meninggal/bercerai/ PHK, dll), meningkatkan pengertian istri terhadap suami karena mengetahui bagaimana kondisi di luar rumah, dan

4 bagaimana sulitnya perjuangan hidup. Selain itu juga dapat meningkatan finansial keluarga, memperluas network jaringan hubungan, tersedianya kesempatan untuk menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif, dan status sosialnya lebih dipandang (Junaidi dalam Paputungan, Faradila, Akhrani, & Pratiwi, 2013) Sedangkan dampak negatifnya menurut White dan Gallagher (dalam Burgoyne, dkk., 2010) adalah istri yang bekerja dan juga mengurus pekerjaan rumah tangga dapat meningkatkan ketegangan dan konflik dalam pernikahan. Waktu mereka banyak diluangkan di luar rumah, sehingga terabaikan urusan rumah tangga terutama kepada anak, terlalu letih akibat terlalu lama bekerja, dan pendangkalan kasih sayang anak kepada ibu (Junaidi dalam Paputungan, dkk., 2013), pengaruh pada karir yang dijalani, role conflict, dan pengaruh terhadap personal well-being (Neault & Pickerell, 2005). Selain itu pasangan yang sama-sama bekerja termasuk dalam dua dari sepuluh tantangan pernikahan yaitu permasalahan sedikitnya waktu untuk diri sendiri dan orang terdekat, serta perubahan peran gender dan keseimbangan kekuasaan dalam rumah tangga (Defrain, 2012). Di Indonesia jumlah pasangan suami istri yang sama-sama bekerja senantiasa mengalami peningkatan. Hasil sensus penduduk pada tahun 2010 menyebutkan ada 39,5 juta istri yang bekerja (Badan Pusat Statistik, 2010), kemudian Di Surakarta ada 854.949 pasangan suami istri yang bekerja (Wijaya, 2013). Duffy & Atwater (Desmayanti, 2009) menjelaskan bahwa pekerjaan merupakan salah satu konflik pada pasangan suami istri yang dapat mengurangi

5 keharmonisan. Pekerjaan yang dimaksudkan adalah pekerjaan yang dimiliki oleh kedua pasangan. Maka tidak heran bila fenomena perceraian di Indonesia mengalami peningkatan. Data dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama MA tingkat perceraian dari tahun ke tahun meningkat, pada tahun 2009 perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar iyah mencapai 223.371 perkara. Pada tahun 2010 ada 285.184 perkara perceraian. Pada rentang sembilan tahun terakhir rata-rata perceraian tiap tahunnya mencapai 161.656. Diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan dan 8% -nya berakhir dengan perceraian. Di Surakarta angka perceraian mengalami peningkatan sekitar 2-3% setiap bulan. Berdasarkan data pada bulan Januari hingga bulan September 2012, kasus perceraian di Surakarta mencapai 582 kasus dengan penyebab perceraian antara lain faktor tidak ada tanggungjawab antara suami dengan istri 41%, perselingkuhan mencapai 8%, ketidakharmonisan 19%, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan krisis akhlak hanya 1% (Solopos, 2012). Padahal menurut temuan dari Mooney, Oliver, & Smith (dalam Jansen, 2013) menunjukkan bahwa tingkat perceraian menunjukkan sebuah ilustrasi objektif mengenai kehancuran dalam struktur keluarga dan komitmen. Fenomena yang lain mengenai permasalahan dalam menjalani pernikahan dengan keduanya sama-sama bekerja didapatkan dari wawancara dengan suami istri yang sama-sama bekerja pada hari Minggu, tanggal 18 Januari 2015 di

6 Surakarta. Mereka memberikan penjelasan bahwa mempertahankan pernikahan itu harus saling percaya, tulus, mengalah, setia, menghargai, dan terbuka. Namun pada pasangan ini mengalami kesulitan dalam bekerja sama memutuskan sebuah permasalahan hingga pada akhirnya menggunakan pendapatnya sendiri, belum sepenuhnya bisa menerima kekurangan dari pasangannya, dan keinginan untuk mempertahankan harga diri. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya: Kemantapan nggih, kalau bapak gajinya sekian saya sekian ternyata dalam kehidupan berumah tangga itu tidak seperti yang kita bayangkan banyak sekali cobaan, banyak sekali. Kalau saya memang di PNS mungkin tidak masalah ya, tapi mungkin bapak di swasta. Keluar,,punya uang pingin usaha sendiri. Dulu saat dia bekerja di swasta hasilnya lebih tinggi tapi kan seiring berjalannya waktu kalau di PNS akhirnya gajinya hampir sama, akhirnya dia memutuskan untuk keluar. Orang PNS itu kan gajinya berjalan sendiri. Ya saya tidak egois, kan itu didalam usaha sendiri itu kan jatuh bangun, pengennya dulu ngomongnya saya yang kerja dia yang wirausaha tapi bagaimana cobaan yang banyak. Ada orang yang membohongi itu orang yang ngapusi, dia terlalu percaya...percaya, tidak berfikir negatif ke orang dianggap orang itu baik berteman dengannya. Tapi kenyataannya orang itu mengingkari. Saya ya marah beli mobil itu pake uang banyak tapi dia bilang rejeki sudah ada yang ngatur. Ya kadang agak rame makanya ada selisih mungkin kalau sama-sama pegawai friksinya lebih sedikit ya, dia memutuskan keluar padahal karyanya sudah bagus. Alasannya dia bisa sama anak-anak dirumah. Tapi kenyataanya tidak se-simple itu. Akhirnya sekarang dia bekerja lagi di perusahaan swasta. Selain permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, ada pula pasangan yang tetap berkomitmen untuk tetap bersama dan hidup harmonis dengan pasangannya. Seperti informan yaitu sepasang suami istri yang keduanya sama-sama bekerja dan telah menikah selama 33 tahun, yang diwaancara pada hari minggu, tanggal 11 Januari 2015, di Surakarta. Menjelaskan bahwa dalam mempertahankan komitmen pernikahan mereka harus saling terbuka, percaya, tidak saling menuntut, memahami, memberi dukungan satu dengan yang lainnya, tidak

7 membawa pulang masalah yang ada di tempat kerja ke rumah, bisa membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan, bekerja sama, saling mengisi bila salah satu sibuk dalam pekerjaan, dan dalam membuat keputusan digunakan untuk kebaikan bersama satu keluarga. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya: Bisa mengayomi anak dan suami, bisa diajak kerja sama, ada suatu komitmen karena sama-sama bekerja, contoh komitmen karena samasama sibuk tidak boleh harus menuntut, misalnya saya harus...suami setiap pagi apa, istri setiap pagi apa. Nggak itu, harus ada kerja samanya mana yang repot mana yang tidak, saling mengisi satu dengan yang lain. Contohnya pagi-pagi bangun tidak harus dibuatkan teh, dibuatkan sarapan. Kalau ada masalah di kantor tidak boleh dibawa ke dalam rumah. Masalah kantor ya kantor, rumah ya rumah. Jadi sudah berkomitmen dari awal tidak membawa pulang masalah kantor, kan saya berangkat jam tujuh pagi pulang jam empat sore, kalau lebih memberi kabar, kalau ada rapat malam diantar, kalau diantar atau dijemput teman laki-laki bilang, jadi keterbukaannya seperti itu. Kalau saling terbuka nyaman kerjanya. Sebagai suami menjadi leader tapi juga terbatas tidak boleh intervensi hak dan tugas istri. Misalnya harus masak ini ini tapi kan tidak, yang terbaik masak apa, adu mulut sering, adu pendapat juga pernah tapi akhirnya mengalah tidak diperdebatkan sangat hingga menjadi konflik. Apa salahnya mengalah? Jadi kalau sama istri lebih banyak menyanjung, tidak sering memojokkan, tidak bisa memaksa, lebih menghargai. Defrain (2012) juga menambahkan komitmen sebagai penentu kuatnya hubungan rumah tangga, beliau menjelaskan bahwa pekerjaan dan prioritas lain tidak menghalangi seseorang untuk menghabiskan waktunya untuk keluarga, karena keluarga adalah suatu hal yang bernilai bagi anggotanya, dan saling mempercayai satu dengan yang lainnya. Berdasarkan paparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pernikahan rentan mengalami konflik yang akhirnya memunculkan ketidakharmonisan serta tidak jarang berujung dengan perceraian. Hal itu menandakan terjadinya kerusakan pada komitmen dan struktur keluarga. Apalagi pada pasangan yang sama-sama bekerja. Model pernikahan ini memiliki kelemahan misalnya dalam

8 pembagian tugas dan peran, perbedaan pendapatan, stress karena tidak bisa mengatur waktu, pengasuhan anak, terlalu banyak menghabiskan waktu diluar rumah, dan pengambilan keputusan. Namun disisi lain ada pula pernikahan yang tetap bertahan dengan komitmennya untuk tetap bersama meski diterpa berbagai macam konflik. Maka dari uraian dan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian serta ingin mengetahui bagaimana dinamika komitmen dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Oleh karena itu, judul yang dipilih adalah Komitmen Pernikahan pada Pasangan Suami Istri Bekerja. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika komitmen pernikahan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. C. Manfaat Penelitian 1. Memperkaya khasanah ilmu psikologi keluarga, karena hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai dinamika komitmen pernikahan pasangan suami istri yang keduanya bekerja. 2. Manfaat bagi: a. Pasangan suami istri. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dalam mempertahankan komitmen pernikahan selama menjalani kehidupan berumah tangga.

9 b. Peneliti lain. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang serupa dimasa mendatang.