EVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

BAB 1 PENDAHULUAN. simpang merupakan faktor penting dalam menentukan penanganan yang paling tepat

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

BAB III LANDASAN TEORI

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

ESTIMASI NILAI K DALAM PENENTUAN VOLUME JAM PERENCANAAN DI KOTA BITUNG

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS


TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN. mengenai rekapitulasi untuk total semua jenis kendaraan, volume lalulintas harian

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB III LANDASAN TEORI. lintas (traffic light) pada persimpangan antara lain: antara kendaraan dari arah yang bertentangan.

ANALISIS KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN KALIGARANG JALAN KELUD RAYA JALAN BENDUNGAN RAYA

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 14 tahun 2006,

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

EVALUASI PENGARUH PASAR MRANGGEN TERHADAP LALU-LINTAS RUAS JALAN RAYA MRANGGEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

III. METODOLOGI PENELITIAN. Tahap-tahap dalam melakukan sebuah penelitian yang hasil akhirnya berupa

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

PENGARUH PENYEMPITAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS JALAN (STUDI KASUS: JL. P. KEMERDEKAAN DEKAT MTOS JEMBATAN TELLO)

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

KAJIAN KEBUTUHAN LAMPU LALU LINTAS PADA SIMPANG 6 KUTABLANG LHOKSEUMAWE

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS

III. METODOLOGI PENELITIAN. harus tepat (dapat mengukur variabel yang diinginkan) dan dengan validitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelumnya, maka dengan ini penulis mengambil referensi dari beberapa buku dan

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penarik (attractive) dan kawasan bangkitan (generation) yang meningkatkan tuntutan lalu lintas (

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kajian Kapasitas Jalan dan Derajat Kejenuhan Lalu-Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB III LANDASAN TEORI

OPTIMASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL BERHIMPIT (STUDI KASUS SIMPANG DR. RAJIMAN LAWEYAN, SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

KAJIAN PELAYANAN FUNGSI JALAN KOTA BOGOR SELATAN (Studi Kasus Ruas Jalan Bogor Selatan Zona B)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

PENGARUH PENUTUPAN CELAH MEDIAN JALAN TERHADAP KARAKTERISTIK LALU LINTAS DI JALAN IR.H.JUANDA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

ANALISIS KINERJA PERSIMPANGAN MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus : Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Dengan Jalan Ujong Beurasok - Meulaboh)

ANALISIS FUNGSI DAN PELAYANAN JALAN KOTA BOGOR

Tugas Akhir. Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan untuk Memperoleh Ijazah Sarjana Teknik. Disusun Oleh; FITRA WAHYUZAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dari hasil survei inventaris jalan didapat data-data ruas Jalan Pintu Satu Senayan. Panjang. ( m )

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus Simpang Bangak di Kabupaten Boyolali)

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan dengan pejalan kaki (Abubakar I, 1995).

BAB III METODELOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kinerja bundaran tidak bersinyal

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

EVALUASI FAKTOR PENYESUAIAN HAMBATAN SAMPING MENURUT MKJI 1997 UNTUK JALAN SATU ARAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

EVALUASI KINERJA JALAN DAN PENATAAN ARUS LALU LINTAS PADA AKSES DERMAGA FERRY PENYEBERANGAN SIANTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA JARINGAN JALAN DALAM KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

BAB IV ANALISIS DATA. Data simpang yang dimaksud adalah hasil survey volume simpang tiga

ANALISA KERJA RUAS JALAN S. TUBUN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

EVALUASI KINERJA SIMPANG TIGA TAK BERSINYAL DENGAN METODE MKJI 1997 (Studi Kasus Simpang Tiga Jalan Ketileng Raya-Semarang Selatan)

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perempatan Cileungsi Kabupaten Bogor, terdapat beberapa tahapan pekerjaan

STUDI TINGKAT KINERJA JALAN BRIGADIR JENDERAL KATAMSO BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

STUDI KINERJA SIMPANG TAK BERSINYAL YANG TIDAK SEBIDANG DI KOTA MAKASSAR: STUDI KASUS SIMPANG JALAN URIP SUMOHARJO-JALAN LEIMENA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

EVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA Poegoeh Soedjito (Staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, UNIBA Balikpapan) ABSTRAK Dalam mewujudkan sarana prasarana trasnportasi di sektor perencanaan jalan untuk umur rencana 25 tahun perlu menjadi perhatian, sehingga kemacetan pada simpang empat sudah dapat diantisipasi sejak awal dan pengelola sistem transportasi dapat dicari model pemecahannya. Kegunaan umur rencana sebagai tolok ukur kebenaran fungsi perencanaan jalan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui akan timbulnya kemacetan dari ruas jalan pembentuk simpang empat Pingit Yogyakarta dan kesibukan kendaraan pada waktu pagi, siang dan sore hari semakin padat. Perlu meninjau kembali tentang umur rencana jalan dan mengidentifikasi terhadap kinerja simpang untuk dapat meningkatkan manajemen rekayasa lalu lintas. Metodologi yang dipakai menggunakan studi pustaka klasifikasi fungsi jalan dengan memperbandingkan bahan data vulume arus lalu lintas tiap perencanaan pada simpang empat Pingit tahun 1979 sebelum dilakukan pelebaran mulut simpang jalan pembentuk simpang. Rumusan umur rencana jalan 25 tahun dengan pertumbuhan perkembangan arus lalu lintas ratarata 4 persen setiap tahun dengan alat ukur memanfatkan rumus LHR dan memperhitungkan jumlah lalu lintas dalam 1 tahun dibagi jumlah waktu harinya ( 365 hari ), yakni LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n Hasil pembahasan menunjukan bahwa tahun 2004 : (1) nilai kapasitas arus lalu lintas Jalan Diponegoro sebesar 34.112,04 smp sebagai Jalan Kelas I ; (2) nilai kapasitas arus lalu lintas Jalan Sindunegaran sebesar 13.665,08 smp sebagai Jalan Kelas II A ; (3) nilai kapasitas arus lalu lintas Jalan Kyai Mojo sebesar 11.465,76 smp sebagai Jalan Kelas II A ; (4) nilai kapasitas arus lalu lintas Jalan Magelang sebesar 32.277,95 smp sebagai Jalan Kelas I. Semua jalur jalan yang terkait dengan simpang empat Pingit perlu pembatas jalur dan dikelola sebagai terobosan teknik rekayasa lalu lintas. Kata kunci : Kemacetan, kapasitas, volume lalu lintas, umur rencana 7

PENDAHULUAN Kemacetan yang terjadi di simpang empat Pingit Yogyakarta salah satu penyebabnya oleh kapasitas jalan yang sudah tidak dapat tertampung di badan jalan pembentuk simpang tersebut. Waktu puncak (sibuk) yang terjadi untuk arus kendaran dari ke empat jalan itu tampak volume lalu lintas yang melewatinya melebihi kapasitas jalan, sehingga menjadikan antrian yang cukup panjang di jalan pembentuk simpang Pingit. Pada tahun 1979 klasifikasi jalan menurut fungsinya berdasarkan standart geometrik menunjukan bahwa Jalan Diponegoro termasuk kelas II A, Jalan Sindunegaran termasuk kelas II B, Jalan Kyai Mojo termasuk kelas II B dan Jalan Magelang termasuk kelas II A. ( Soedjito P, 1979 ). Biasanya dalam perencanaan jalan untuk umur rencana yang diperhitungkan yakni 25 tahun, sehingga kemacetan pada simpang empat sudah dapat diantisipasi sejak dini dan pengelola sistem transportasi sarana prasarana jalan raya dapat mencari model pemecahannya. Pada dasarnya jalan diharapkan mampu menampung arus lalu lintas yang melewatinya dan bagi pengguna sarana transportasi jalan menginginkan suatu kondisi aman, nyaman dan efisien, sehingga sebelum terjadi kemacetan khususnya antrian / tundaan pada simpang dapat diberikan pelebaran jalan sebagai upaya penanggulangannya menurut pernyataan Soedjito P ( 1994 ). Kemacetan yang terjadi di simpang empat Pingit Yogyakarta merupakan salah satu penyebab kapasitas jalan yang sudah tidak dapat tertampung di badan jalan pembentuk simpang empat tersebut. Simpang sebagai pertemuan empat ruas jalan yang sebidang dan menjadi titik rawan terhadap kemacetan, kesemrawutan dan dapat terjadi kecelakaan. Kesibukan kendaraan pada pagi, siang dan sore hari semakin padat, hal ini terlihat saatnya orang pergi dan pulang dari tempat kerja dan sekolah serta sebagian dari kegiatan sektor perekonomian seperti perdagangan. Selanjutnya pada tahun 2004 perlu dievaluasi kembali untuk badan jalan yang menyusun simpang empat Pingit tersebut, karena jelas akan mengalami kemacetan cukup padat, sehingga fungsi kinerja jalan dapat ditingkatkan dengan model manajemen rekayasa lalu lintas. Transportasi sebagai alat aktivitas yang dilakukan oleh orang sehari-harinya untuk memenuhi kebutuhan seperti bekerja, belajar, belanja dan rekreasi serta yang lain membuat waktu sama menggunakan pada ruas jalan yang sama, sehingga membuat turunnya kecepatan perjalanan bahkan dapat menimbulkan kemacetan dengan kecepatan perjalanan menjadi di bawah 24 km. Tantangan di bidang jasa konstruksi pada perekonomian sekarang semakin banyak, untuk itu perlu mencari inovasi dan kreativitas dalam menyelesaikan tugas yang profesional dalam bentuk efisiensi, efektivitas agar mendapatkan hasil produk yang optimal untuk kemampuan jalan, sehingga tidak mengecewakan pada masyarakat pemakai jalan dan membuat kenyaman serta keamanan akan jiwanya. Maksud dan tujuan evaluasi kinerja jalan adalah untuk dapat digunakan sebagai tolok ukur kebenaran fungsi perencanaan jalan, supaya pada perencanaan sarana prasarana transportasi khususnya jalan raya sejak awal sudah dapat diantisipasi akan timbulnya kemacetan dari ruas jalan untuk suatu simpang empat. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikemukakan permasalahan di simpang empat Pingit antara lain menunjukan bahwa umur rencana jalan 25 tahunan yang direncanakan dapat sebagai tolok ukur kebenaran fungsi perencanaan jalan dan pada sarana transportasi sejak awal sudah dapat dievaluasi kinerja terhadap 8

kapasitas lalu lintas jalan yang akan timbul kemacetan di ruas jalan suatu simpang empat. LANDASAN TEORI Morlok ( 1978 ) tingkat pelayanan terdiri atas 6 ( enam ) tingkatan, mulai dari A, B, C, D, E dan F. Maksudnya A merupakan tingkat pelayanan tertinggi ( arus bebas ), sedangkan F merupakan tingkat pelayanan terendah. Kondisi macet dapat diindikasikan oleh menurunnya kecepatan perjalanan sampai dengan batas tertentu dan besaran kecepatan perjalanan tersebut berkisar antara 0 24 km dengan tingkat pelayanan F (terendah). Kondisi macet dapat diindikasikan oleh menurunnya kecepatan perjalanan sampai dengan batas tertentu. Pedju A M, ( 1994 ) mengatakan studi kelayakan adalah langkah yang sangat penting, karena mengandung kesimpulankesimpulan dasar namun tidak boleh melupakan bahwa dengan selesainya penyiapan studi kelayakan ini baru merupakan langkah pertama dari 6 (enam) langkah yang harus terus ditempuh dan dinilai, mulai feasibility study, engineering / design, procurement, construction, operation and bionomic. Soeharto I, (1995) mengkaji kelayakan suatu usulan proyek bertujuan mempelajari usulan tersebut dari segala segi profesional agar nantinya setelah diterima dan dilaksanakan betul-betul dapat mencapai hasil sesuai dengan yang direncanakan, jangan sampai terjadi setelah proyek selesai dibangun dan dioperasikan ternyata hasilnya jauh dari harapan. MKJI ( 1997 ) Kinerja jalan ditunjukan oleh tingkat pelayanan ( level of service = LOS ), yakni ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas perjalanan. Tingkat pelayanan tersebut sangat ditentukan oleh derajat kejenuhan dan kecepatan perjalanan ( travel speed ). Kapasitas lalu lintas merupakan volume lalu lintas maksimum yang dapat didukung pada ruas jalan pada keadaan tertentu seperti geometri, komposisi dan distribusi lalu lintas serta faktor lingkungannya. Arus lalu lintas dapat dipandang sebagai kelompok kendaraan yang homogen dan diperlukan sebagai aliran fluida, sehingga perlu dianalisis agar diperoleh kapasitas jalan, dari hubungan antara kecepatan dan kepadatan lalu lintas dan sistem lalu lintas. Sistem lalu lintas ini dipengaruhi oleh tiga elemen, yaitu : elemen manusia (human), elemen jalan (road) dan elemen kendaraan (vechicle). Variabel aliran lalu lintas sebagai pengukur besarnya lalu lintas digunakan istilah aliran lalu lintas yaitu jumlah kendaraan yang melewati titik pengamatan pada jalan raya per satuan waktu (kendaraan / ), apabila terdapat kendaraan yang lewat di depan titik pengamatan selama beberapa waktu, maka arus lalu lintas dapat dihitung dengan menggunakan rumus : q = N, dengan T N = jumlah kendaraan yang lewat (smp / detik) T = waktu (detik) q = arus lalu lintas (smp / ) Kerapatan (jumlah kendaraan per satuan panjang) secara tidak langsung merupakan pengukuran sepanjang jarak yang tidak mungkin diamati secara setempat, tetapi perkiraan kerapatan dapat dicari dari pengukuran setempat yakni : k = q u, dengan k (smp / ) q u s = kerapatan arus lalu lintas = volume lalu lintas s = kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) Kinerja jalan ditunjukkan oleh tingkat pelayanan (level of service = LOS), yaitu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas perjalanan. Tingkat pelayanan tersebut sangat ditentukan oleh derajat kejenuhan dan kecepatan perjalanan (travel speed). 9

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume terhadap kapasitas dan nilai DS tersebut menunjukkan apakah suatu ruas jalan mempunyai masalah kapasitas atau tidak, rumusannya : DS = Q / C, dengan DS = derajat kejenuhan Q = volume total lalu lintas ( smp / ) C = kapasitas sesungguhnya (smp / ) Kendaraan yang melewati lokasi penelitian terdiri dari berbagai jenis, maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis kendaraan terhadap keseluruhan arus lalu lintas perlu dikonversikan ke dalam satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang ( emp ). Satuan mobil penumpang (smp) adalah satuan arus lalu lintas, mengingat arus berbagai tipe kendaraan diubah menjadi arus kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp, yaitu faktor yang menunjukkan perngaruh berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus lalu lintas. Klasifikasi jalan di Indonesia menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038 / T / BM / 1997, jalan dibagi berdasarkan fungsi yakni Jalan utama, Jalan Sekunder, Jalan Penghubung. Volume lalu lintasnya dengan satuan mobil penumpang dapat menunjukan klasifikasi fungsi jalan sebagai berikut : 1. Jalan kelas I > 20.000 smp 2. Jalan kelas II a 8.000 20.000 smp. 3. Jalan kelas II b 2.000 8.000 smp 4. Jalan kelas II c 1.000 2.000 smp 5. Jalan kelas III < 1000 smp Kendaraan Rencana dilihat dari bentuk, ukuran dan daya dari kendaraankendaraan yang mempergunakan jalan, kendaraan-kendaraan tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Umumnya dapat dikelompokkan menjadi kelompok mobil penumpang, bus / truk, semi trailer dan trailer. Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya, dipergunakan untuk merencanakan bagian bagian dari jalan. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan dan lebar median dimana mobil diperkenankan untuk memutar. Daya kendaraan akan mempengaruhi tingkat kelandaian yang dipilih, dan tinggi tempat duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan pengemudi. Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi dengan waktu tempuh. Biasanya dinyatakan dalam km/. Kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lainlain. Kecepatan yang dipilih adalah kecepatan tertinggi menerus dimana kendaraan dapaat berjalan dengan aman dan keamanan itu sepenuhnyaa tergantung dari bentuk jalan. Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu saatuan waktu (hari,, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih lebar. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : a. Lalu lintas Harian Rata-rata Lalulintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 10

b. Volume Jam Perencanaan Arus lalu lintas bervariasi dari ke berikutnya dalam satu hari, maka sangatlah cocok jika volume lalu lintas dalam 1 dipergunakan untuk perencanaan. Volume dalam 1 yang dipakai untuk perencanaan dinamakan Volume Jam Perencanaan (VJP). Volume 1 yang dapat dipergunakan untuk VJP haruslah sedemikian rupa sehingga : Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi arus lalu lintas setiap untuk periode satu tahun. Apabila terdapat volume lalu lintas per yang melebihi volume perencanaan, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang terlalu besar. Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar, sehingga akan mengakibatkan jalan akan menjadi lengang dan biaya mahal. VJP = K. LHR atau LHR = VJP / K, dengan K = faktor VJP yang dipengaruhi oleh pemilihan sibuk keberapa, pada jalan kota atau jalan luar kota. Nilai K dapat bervariasi antara 10 15 % untuk jalan antar kota, sedangkan untuk jalan dalam kota faktor K ini akan lebih kecil. c. Kapasitas Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. METODE PENELITIAN Bahan berupa data yang didapat pada tahun 1979 yakni volume lalu lintas jalan penyusun simpang empat Pingit Yogyakarta. Volume tiap perencanaan yakni volume lalu lintas yang dilayani dalam suatu interval layak dan cukup menunjukan keadaan arus lalu lintas secara teliti, yang disebut dengan istilah VDP. Data lalu lintas pada sibuk 06.00-08.00 ; 11.00-13.00 ; 17.00-18.00 mulai hari senen sampai minggu seperti : Tabel 1 VDP Jalan Diponegoro Kendaraan Bermotor ( No. Hari SMP ) Volume 3 periodik sibuk Volume 1 1. Senen 5864 1954,6667 2. Selasa 6264,5 2088,1667 3. Rabu 5860,5 1953,5 4. Kamis 5847 1949 5. Jum at 4885 1628,3333 6. Sabtu 6438,5 2146,1667 7. Minggu 3228 1109,3333 Sumber : Hasil Penelitian (Soedjito, P ; 1979) Tabel 2 VDP Jalan Sindunegaran Kendaraan Bermotor ( No. Hari SMP ) Volume 3 periodik sibuk Volume 1 1. Senen 2491 830,3333 2. Selasa 2571 857 3. Rabu 2210,5 736,8333 4. Kamis 2173,5 724,5 5. Jum at 2224 741,3333 6. Sabtu 2264,5 754,8333 7. Minggu 1443 481 Sumber : Hasil Penelitian (Soedjito, P ; 1979) 11

Tabel 3 VDP Jalan Kyai Mojo Kendaraan Bermotor ( No. Hari SMP ) Volume 3 periodik sibuk Volume 1 1. Senen 2074,5 691,5 2. Selasa 1879,5 596,5 3. Rabu 1784 624,6667 4. Kamis 1726 575,3333 5. Jum at 1992,5 664,1667 6. Sabtu 1876,5 625,5 7. Minggu 1568,5 522,8333 Sumber : Hasil Penelitian (Soedjito, P ; 1979) Tabel 4 VDP Jalan Magelang Kendaraan Bermotor ( No. Hari SMP ) Volume 3 periodik sibuk Volume 1 1. Senen 4903 1634,3333 2. Selasa 4981,5 1660,5 3. Rabu 4909 1636,3333 4. Kamis 4995,5 1665,1667 5. Jum at 5224,5 1741,5 6. Sabtu 7707,7 2569,1667 7. Minggu 3601,5 1200,5 Sumber : Hasil Penelitian (Soedjito, P ; 1979) Alat ukur sebagai pedoman memanfatkan rumus LHR rencana yakni jumlah volume lalu lintas harian rata-rata yang memperhitungkan jumlah lalu lintas dalam 1 tahun dibagi dengan jumlah harinya ( 365 hari ). LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n, dengan : LHR renc. = jumlah volume harian rata-rata untuk rencana LHR awal = jumlah volume harian rata-rata untuk kondisi awal i = perkembangan / pertumbuhan lalu lintas per tahun, asumsi 4 % N= umur rencana 25 tahun (mulai tahun 1979 sampai tahun 2004) Pengujian cenderung mengggunakan buku-buku referensi / pustaka dan pengamatan di simpang yang berhubungan dengan volume lalu lintas menjelang tahun 2004. Langkah-langkah kerja yang dipakai dalam metode studi literatur dengan cara seperti : (a). Mencari literatur dan referensi yang berhubungan dengan kinerja dan kapasitas lalu lintas terhadap umur rencana jalan.; (b). Menyusun hasil sebagai perwujudan evaluasi dan tolok ukur kebenarannya. PEMBAHASAN Analisa Jalan Diponegoro Tabel 5. Hitungan jumlah dalam 1 minggu untuk 1 No. Hari Volume 1 1. Senen 1,955 2. Selasa 2,088 3. Rabu 1,954 4. Kamis 1,949 5. Jum at 1,628 6. Sabtu 2,146 12

7. Minggu 1,076 Jumlah 1 dalam 1 minggu 12,796 LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n dengan : i = perkembangan / pertumbuhan lalu lintas per tahun, asumsi 4 % dan N=umur rencana 25 tahun (mulai tahun 1979 sampai tahun 2004) n = LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) 12.796 ( 1 + 0,04 ) 25 = 34.112,04 smp Berdasarkan hitungan rencana dalam 25 tahunan, pada tahun 2004 menghasilkan nilai kapasitas arus lalu lintas sebesar 34.112,04 smp. Menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997 dapat dikatagorikan jalan kelas I dengan ketentuan lebih besar dari 20.000 smp. Lebar jalan Magelang tidak dapat dilebarkan sesuai ketentuan, maka perlu dilakukan pembatas untuk area mendekati mulut perempatan Pingit. Analisa Jalan Sindunegaran Tabel 6. Hitungan jumlah dalam 1 minggu untuk 1 No. Hari Volume 1 1. Senen 830 2. Selasa 857 3. Rabu 737 4. Kamis 725 5. Jum at 741 6. Sabtu 755 7. Minggu 481 Jumlah 1 dalam 1 minggu 5,126 LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n dengan : i = perkembangan / pertumbuhan lalu lintas per tahun, asumsi 4 % dan N= umur rencana 25 tahun (mulai tahun 1979 sampai tahun 2004) n = LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) 5.126 ( 1 + 0,04 ) 25 = 13.665,08 smp Berdasarkan hitungan rencana dalam 25 tahunan, pada tahun 2004 menghasilkan nilai kapasitas arus lalu lintas sebesar 13.665,08 smp. Menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997 dapat dikatagorikan jalan kelas II A dengan ketentuan lebih besar dari 8.000 dan kurang dari 20.000 smp. Lebar jalan Magelang tidak dapat dilebarkan sesuai ketentuan, maka perlu dilakukan pembatas untuk area mendekati mulut perempatan Pingit. Analisa Jalan Kyai Mojo Tabel 7. Hitungan jumlah dalam 1 minggu untuk 1 No. Hari Volume 1 1. Senen 691.5 2. Selasa 626.5 3. Rabu 594.66667 4. Kamis 575.33333 5. Jum at 664.16667 6. Sabtu 625.5 7. Minggu 522.83333 Jumlah 1 dalam 1 minggu 4,301 13

LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n Dengan : i = perkembangan / pertumbuhan lalu lintas per tahun, asumsi 4 % dan N=umur rencana 25 tahun (mulai tahun 1979 sampai tahun 2004) n = LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) 4.301 ( 1 + 0,04 ) 25 = 11.465,76 smp Berdasarkan hitungan rencana dalam 25 tahunan, pada tahun 2004 menghasilkan nilai kapasitas arus lalu lintas sebesar 11.465,76 smp. Menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997 dapat dikatagorikan jalan kelas II A dengan ketentuan lebih besar dari 8.000 dan kurang dari 20.000 smp. Lebar jalan Magelang tidak dapat dilebarkan sesuai ketentuan, maka perlu dilakukan pembatas untuk area mendekati mulut perempatan Pingit. Analisa Jalan Magelang Tabel 8. Hitungan jumlah dalam 1 minggu untuk 1 No. Hari Volume 1 1. Senen 1,634 2. Selasa 1,661 3. Rabu 1,636 4. Kamis 1,665 5. Jum at 1,742 6. Sabtu 2,569 7. Minggu 1,201 Jumlah 1 dalam 1 minggu 12,108 LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n dengan : i = perkembangan / pertumbuhan lalu lintas per tahun, asumsi 4 % dan N= umur rencana 25 tahun (mulai tahun 1979 sampai tahun 2004) LHR rencana = LHR awal ( 1 + i ) n = 12,108 ( 1 + 0,04 ) 25 = 32.277,95 smp. Berdasarkan hitungan rencana dalam 25 tahunan, pada tahun 2004 menghasilkan nilai kapasitas arus lalu lintas sebesar 32.277,95 smp. Menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No. 038/T/BM/1997 dapat dikatagorikan jalan kelas I dengan ketentuan lebih besar dari 20.000 smp. Lebar jalan Magelang tidak dapat dilebarkan sesuai ketentuan, maka perlu dilakukan pembatas untuk area mendekati mulut perempatan Pingit. Dalam menentukan klasifikasi jalan pada perencanaan tersebut ada 2 dasar adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan standart geometrik jalan. 2. Berdasarkan tekanan gandar maksimum. Menurut Standart Perencanaan Geometrik Jalan Raya ( 1970 ) menunjukan bahwa Jalan Diponegoro dan Jalan Magelang dapat dikatagorikan sebagai jalan kelas I, dengan ketentuan unsur-unsur yang harus diperhatikan sebagai berikut : 1. Kecepatan rencana: 120 km /. 2. Lebar daerah penguasaan minimum: 60 m 3. Lebar perkerasan : 2 ( 2x3,75 ) m 4. Lebar bahu: 3,50 m 5. Lebar median: 1,00 m 6. Lereng melintang perkerasan : 2 % 7. Lereng melintang bahu: 4 % 8. Jenis lapis permukaan jalan : aspal beton 9. Miring tikungan maksimum : 10 % 10. Jari-jari lengkung minimum : 560 m 11. Landai maksimum : 3 % Berdasarkan Standart Perencanaan Geometrik Jalan Raya ( 1970 ) menunjukan bahwa Jalan Sindunegaran dan Jalan Kyai Mojo selanjutnya dapat dikatagorikan sebagai jalan kelas II A, dengan ketentuan unsur-unsur yang harus diperhatikan sebagai berikut : a. Kecepatan rencana: 100 km /. 14

b. Lebar daerah penguasaan minimum: 40 m c. Lebar perkerasan : 2 x 3,50 m atau 2 (2 x 3,50) m d. Lebar bahu : 3,00 m e. Lebar median : 1,50 m f. Lereng melintang perkerasan: 2 % g. Lereng melintang bahu: 4 % h. Jenis lapis permukaan jalan : aspal beton i. Miring tikungan maksimum : 10 % j. Jari-jari lengkung minimum : 350 m k. Landai maksimum: 3 % Dalam menentukan pertimbangan dan ketentuan tersebut, perlu dilakukan pengelolaan rekayasa lalu lintas sebagai wujud penyelesaian kapasitas yang melebihi ketentuan standart geometri dan munculnya antrian panjang yang membuat ketidaknyamanan pengguna jalan bahkan terjadinya kecelakaan dan tidak aman. Beberapa cara penyelesaian untuk mendukung hal tersebut, antara lain :..Pada setiap jalan pembentuk simpang empat Pingit diberi pembatas atau median, meskipun timbul antrian panjang namun tujuan sarana transportasi untuk factor efisien, nyaman dan aman terpenugi, Pada jalur tertentu untuk setiap jalan pembentuk simpang empat Pingit yang volume lalu lintasnya melebihi ketentuan kapasitas jalan diberikan larangan atau diarahkan ke arus lalu lintas yang sedikit volumenya. Pada waktu tertentu di jalan pembentuk simpang empat Pingit dapat diberikan / diberlakukan kondisi satu arah saja, hal ini akan dapat terjadi, apabila pelebaran jalan tersebut sudah tidak dapat dilakukan sesuai ketentuannya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil evaluasi kinerja jalan pada penggunaan perencanaan jalan terhadap kapasitas simpang untuk manajemen rekayasa lalu lintas menunjukan beberapa hal sebagai berikut : 1. Umur rencana dalam 25 tahunan menghasilkan volume lalu lintas pada tahun 2004 berturut-turut untuk Jl. Diponegoro, Jl. Sindunegaran, Jl. Kyai Mojo dan Jl. Magelang sebesar 34.112,04 smp, 13.665,08 smp, 11.465,76 smp dan 32.277,95 smp. 2. Klasifikasi jalan telah mengalami peningkatan sesuai fungsi jalan untuk Jl. Diponegoro dan Jl. Magelang dari kelas II A menjadi kelas I, sedangkan Jl. Sindunegaran dan Jl. Kyai Mojo dari kelas II B menjadi kelas II A. 3. Kapasitas jalan untuk arus lalu lintas pada umur rencana 25 tahunan sudah tidak dapat menampung volume arus lalu lintas kendaraan yang melewati jalan pembentuk simpang empat Pingit. DAFTAR PUSTAKA : 1. Anonim, 1970, Standart Perencanan Geometrik Jalan Raya, Direktorat Jendral Bina Marga, Depertemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 2. Anonim, 1988, Standart Perencanan Geometrik Jalan Raya Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga, Depertemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 3. Anonim, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK), Direktorat Jendral Bina Marga, Depertemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 4. Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jendral Bina Marga, Depertemen Pekerjaan Umum, Jakarta. 5. Anonim, 1998, Daerah Istimewa Jogjakarta Dalam Angka, Balai Pencatatan Statistik, Jogjakarta. 6. Morlok E K, 1978, Introduction to Transportation Engineering and Planning, McGraw-Hill Inc, New York. 7. Pedju A.M, 1994, Pendekatan Sistem Pada Pengelolaan Pembangunan Proyek 15

Berskala Besar, Majalah Konstruksi Edisi Desember 1994, Jakarta. 8. Soedjito P. 1994, Pelebaran Jalan Pada Perempatan Pingit Sebagai Upaya Penanggulangan Kemacetan, Makalah Seminar Jurusan Teknik Sipil STTNAS, Jogjakarta (Tidak dipublikasikan). 9. Soeharto I, 1995, Manajemen Proyek, Erlangga, Jakarta. 16

17