JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Abi Gayuh Sopana, Trisnadi Widyaleksono, dan Thin Soedarti

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Ekosistem Hutan Mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

PERUBAHAN WARNA SUBSTRAT PADA DAERAH HUTAN MANGROVE DESA PASSO. (Change of Substrate Colour at Mangrove Forest in Passo Village)

POTENSI ESTUARIA KABUPATEN PASAMAN BARAT SUMATERA BARAT. Oleh : Eni Kamal dan Suardi ML

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Lampiran 1 Hasil produksi serasah mangrove Wonorejo pantai timur Surabaya

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya alam hayati dan non hayati. Salah satu sumberdaya alam hayati

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU Scylla paramamosain Estampador DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG.

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI KELURAHAN TONGKAINA MANADO

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan bagi masyarakat Indonesia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekosistem Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

Transkripsi:

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 5, Nomor 1, April 2009 VALUASI EKONOMI WISATA SANTAI BEACH DAN PENGARUHNYA DI DESA LATUHALAT KECAMATAN NUSANIWE STRUKTUR MORFOLOGIS KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) PENGENDALIAN CACING POLIKAETA PADA ANAKAN TIRAM MUTIARA DENGAN PERENDAMAN DALAM SALINITAS YANG BERBEDA TINGKAH LAKU PERGERAKAN GASTROPODA Littorina scabra PADA POHON MANGROVE Sonneratia alba DI PERAIRAN PANTAI TAWIRI, PULAU AMBON SEBARAN NITRAT DAN FOSFAT PADA MASSA AIR PERMUKAAN SELAMA BULAN MEI 2008 DI TELUK AMBON BAGIAN DALAM APLIKASI TEKNOLOGI REMOTE SENSING SATELIT DAN SIG UNTUK MEMETAKAN KLOROFIL-a FITOPLANKTON (Suatu Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan) KAROTENOID, PIGMEN PENCERAH WARNA IKAN KARANG EKSISTENSI SASI LAUT DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN BERKELANJUTAN BERBASIS KOMUNITAS LOKAL DI MALUKU JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TRITON Vol. 5 No. 1 Hlm. 1-71 Ambon, April 2009 ISSN 1693-6493

28 Tingkah Laku Pergerakan Gastropoda (Littorina scabra) Pada Pohon Mangrove (Sonneratia alba) TINGKAH LAKU PERGERAKAN GASTROPODA Littorina scabra PADA POHON MANGROVE Sonneratia alba DI PERAIRAN PANTAI TAWIRI, PULAU AMBON (The Movement Behavior of Gastropod Littorina scabra at Mangrove Tree Sonneratia alba in Tawiri Coastal Waters, Ambon Island) Charlotha I. Tupan Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura-Ambon Jl. Mr. Chr. Soplanit, Poka-Ambon ABSTRACT: Littorina scabra is one of the member of Littorinidae family from gastropod class, that live on the aerial roots, the trunks, the branches and the leaf of mangrove trees, hanging over the water and awaiting periodic dashes of spray. The aims of this research was to know the movement behavior of L. scabra at mangrove tree Sonneratia alba in Tawiri Coastal waters. There were 30 individuals of L. scabra collected which dividing into size large, medium and small and consisting of 10 individual each. Based on this research, the movement behavior of L. scabra was affected of tidal condition. The small size moved faster than that of large and medium size whereas the trail was straight, zigzag and recross. Keywords: behavior, movement, Littorina scabra PENDAHULUAN Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem penyumbang terbesar nutrien potensial melalui serasah untuk perairan sekitarnya. Menurut Logo dan Snedaker (1974) dalam Supriharyono (2007), produktivitas primer kotor ekosistem mangrove dapat mencapai 5.000 gr C/m 2 /thn, sedangkan produktivitas bersih mencapai sekitar 2.700 gr C/m 2 /thn. Tingginya produktivitas ini memberikan daya dukung yang tinggi terhadap kehidupan berbagai biota. Perairan pantai Tawiri memiliki ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem pesisir khas dengan variasi biofisik lingkungan yang besar, karena hidup di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh arus pasang surut. Ekosistem ini merupakan salah satu ekosistem yang subur dan menjadi habitat bagi beberapa jenis biota yang bernilai ekonomis penting seperti ikan, udang, kepiting dan kerang-kerangan, yang biasanya memanfaatkan komunitas

Jurnal TRITON Volume 5, Nomor 1, April 2009, hal. 28 33 29 hutan mangrove sebagai daerah pembesaran (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pemijahan. Dengan demikian, pada ekosistem mangrove hidup berbagai jenis biota yang bergantung padanya, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta bersifat menetap maupun sementara. Salah satu komponen biota yang berperan cukup penting dalam ekosistem mangrove adalah gastropoda. Sebagai grasser, gastropoda berperan penting dalam rantai makanan pada ekosistem mangrove, yakni mendukung kehidupan pada rantai makanan selanjutnya (Plaziat, 1984). Genus Littorina dari famili Littorinidae dapat hidup pada akar, batang, dan daun pohon mangrove dan sanggup bertahan hidup hanya dengan percikanpercikan air pasang (Clarke, 1972 ; Leon & Hansen, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkah laku pergerakan Littorina scabra pada pohon mangrove Sonneratia alba. METODOLOGI Sebanyak 30 individu sampel Littorina scabra, yang terdiri atas 10 individu berukuran 24 mm (besar), 10 individu berukuran 16 mm (sedang), dan 10 individu berukuran 10 mm (kecil), diamati pergerakannya pada pohon mangrove Sonneratia alba secara visual, dimulai saat air bergerak surut dan selama periode surut, serta saat air bergerak pasang dan selama periode pasang. Pengamatan dilanjutkan dengan mengukur arah lintasan, dan menghitung waktu atau lama pergerakan. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkah laku pergerakan Littorina scabra, dilakukan analisa: 1. Kecepatan gerak v = s.t -1 Keterangan: v = kecepatan gerak (cm/det) s = jarak tempuh (cm) t = waktu tempuh (det) 2. Analisis statistik Chi-square (Webb & Blackmore, 1994), dilakukan untuk menguji hipotesa (H o ) yaitu bahwa periode pasang surut tidak mempengaruhi tingkah laku pergerakan L. Scabra: X 2 hit = (f o f h ) 2 / f h Keterangan: f o = frekuensi hasil observasi f h = frekuensi yang diharapkan f h = ( K). ( B) / N K = jumlah frekuensi sekolom B = jumlah frekuensi sebaris N = jumlah seluruh frekuensi Hipotesa yang digunakan adalah jika: X 2 hit X 2 tab = tolak hipotesa X 2 hit X 2 tab = terima hipotesa

30 Tingkah Laku Pergerakan Gastropoda (Littorina scabra) Pada Pohon Mangrove (Sonneratia alba) HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah Laku Pergerakkan Hasil pengamatan tingkah laku pergerakkan Littorina scabra menunjukkan bahwa organime ini melakukan aktivitas gerak pada batang pohon Sonneratia alba pada saat air surut dan pada saat air pasang, melalui gerakan memutar, naik dan turun. Aktivitas ini dilakukan dengan cara bergerak turun, dengan bagian posterior cangkang terlebih dahulu. Littorina scabra memiliki cangkang dengan puncak yang rendah sehingga pergerakkannya lebih stabil. Hughes (1986) menyatakan bahwa umumnya cangkang dengan puncak yang rendah akan menghasilkan gerakan yang lebih stabil, dan dapat beradaptasi secara sangat baik saat bergerak terbalik atau ketika berada di atas permukaan vertikal batu-batuan dan vegetasi. Aktivitas gerak ini diduga berhubungan dengan upaya untuk menghindari penggenangan air pasang, predator, dan untuk mencari makanan. Clarke (1972) serta Leon dan Hansen (2003) menyatakan bahwa genus Littorina ditemukan hidup pada akar, batang, dan daun pohon mangrove, serta sanggup bertahan hidup hanya dengan percikan-percikan air pasang. Suwendo dkk, (2006) menyatakan bahwa Littorina scabra merupakan satu-satunya jenis gastropoda yang ditemukan hidup pada akar, batang, dan daun pohon mangrove di Pulau Sipora Sumatera Barat, dan sangat tahan terhadap kekeringan. Menurut Alfaro (2008), L. scabra adalah hewan herbivora yang sebagian besar makanannya (mikroalgae, lembaran-lembaran makrofita, filamen algae dan jaringan mangrove), diperoleh selama periode surut pada bagian bawah pohon mangrove (akar dan batang), sedangkan pada bagian atas pohon mangove (ranting dan daun) tersedia dalam jumlah terbatas selama periode pasang. Kecepatan gerak L. scabra berkisar antara 0,0276-0,1429 cm/det, untuk yang berukuran besar; 0,0157-0,2536 cm/det, untuk yang berukuran sedang; dan 0,0315-0,3379 cm/det, untuk yang berukuran kecil. Individu berukuran kecil mempunyai pergerakan lebih cepat dibandingkan individu berukuran sedang dan besar. Hal ini diduga karena individu berukuran kecil lebih mudah membawa cangkangnya, sehingga bergerak lebih cepat. Sebaliknya ukuran yang lebih besar bergerak lebih lambat karena terbebani oleh cangkangnya. Fenomena ini juga diungkapkan oleh Mc Allan dan Young (1983) dalam Retraubun (1995), bahwa individu berukuran besar pergerakannya lebih lambat dibandingkan individu berukuran kecil. Model Lintasan Aktivitas gerak Littorina scabra menghasilkan arah lintasan dengan bantuan lendirnya. Lendir berfungsi sebagai perekat di sepanjang lintasan yang dilaluinya, sehingga menghasilkan arah lintasan (Vahl, 1983 dalam Hughes,1986). Lendir juga dapat disekresi sebagai jaringan perekat untuk menangkap partikel-partikel makanan yang tersuspensi (Khon, 1983 dalam Hughes, 1986). Selain itu lendir juga berfungsi memukul mundur predator dan mengurangi kekeringan (Wolcott, 1973 dalam Hughes, 1986). Selama pergerakkan selain mengeluarkan lendir, L. scabra juga mengeluarkan semacam kotoran yang menempel pada pohon.

Jurnal TRITON Volume 5, Nomor 1, April 2009, hal. 28 33 31 Gambar 1. Model Lintasan Littorina scabra pada saat pasang Berdasarkan hasil pengamatan, model lintasan yang dibentuk L scabra berukuran besar, sedang maupun kecil adalah model lintasan lurus, zig-zag dan recross (Gambar 1 dan 2). Hughes (1986), menjelaskan bahwa saat gatropoda bergerak untuk memperoleh makanannya, ada dua aspek yang sangat mempengaruhi efisiensi, yaitu bentuk lintasan dan kecepatan gerak. Gastropoda yang mencari makanan akan lebih efisien apabila menghindari recrossing pada lintasannya. Jika makanan dalam lintasannya telah dimakan, maka hanya diperlukan waktu yang pendek untuk gatropoda berikutnya mencari makan pada lintasan yang sama. Selanjutnya, dikatakan juga bahwa gastropoda seringkali secara acak merubah arah gerak dan sangat memungkinkan untuk recross pada bidangnya sendiri. Namun demikian kemungkinan ini kecil jika pergerakkan terjadi dalam arah yang terbatas. Gastropoda yang bergerak dengan arah yang lurus akan memangsa hewan lain secara cepat, apabila dalam area tersebut tidak tersedia makanan. Gambar 2. Model Lintasan Littorina scabra pada saat surut

32 Tingkah Laku Pergerakan Gastropoda (Littorina scabra) Pada Pohon Mangrove (Sonneratia alba) Signifikansi Pergerakkan dengan Kondisi Pasang Surut Tingkah laku pergerakkan Littorina scabra, menunjukkan bahwa hewan ini akan melakukan aktivitas gerak pada saat air bergerak surut dan pada saat air bergerak pasang. Hasil analisa Chi-square secara terpisah terhadap signifikansi ukuran individu dengan kondisi pasang dan surut menunjukkan bahwa x 2 hit > x 2 tab pada taraf 95% (Tabel 1 dan 2). Dengan demikian maka H o ditolak dan H 1 diterima, atau berarti periode pasang surut berpengaruh terhadap pergerakan L. scabra. Aktivitas pergerakkan L. scabra pada saat air surut, diduga untuk mencari makan dan menghindari predator. Menurut Alfaro (2008), sebagian besar makanan L. scabra diperoleh pada saat air surut, di akar dan batang pohon mangrove. Pada saat air pasang partikel-partikel makanan yang terbawa oleh air tertahan dan menempel pada batang pohon mangrove. Dengan demikian pada saat air surut, hewan ini akan turun untuk mengambilnya. Pada saat air pasang, hewan ini akan kembali ke atas pohon untuk menghindari genangan air pasang yang dapat mempengaruhi aktivitasnya. Alfaro (2008) mengatakan bahwa saat pasang, makanan yang tersedia pada bagian atas pohon mangrove (ranting dan daun) terbatas jumlahnya, sehingga pada saat air pasang, diduga selain menghindari genangan air, hewan ini juga beristirahat. Tabel 1. Hasil analisa Chi-square terhadap signifikasi ukuran pada saat air pasang Ukuran Individu F o Chi-square X 2 hit X 2 tab Hipotesa Besar 0,189 1,884 0,711 Tolak H o Sedang 0,254 2,832 0,711 Tolak H o Kecil 0,185 6,265 0,711 Tolak H o Tabel 2. Hasil analisa Chi-square terhadap signifikasi ukuran pada saat air surut Ukuran Individu F o Chi-square X 2 hit X 2 tab Hipotesa Besar 0,394 7,505 0,711 Tolak H o Sedang 0,108 4,564 0,711 Tolak H o Kecil 0,192 10,441 0,711 Tolak H o KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: (a) Tingkah laku pergerakkan Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh periode pasang surut. (b) Pergerakkan Littorina scabra berhubungan dengan aktivitas makan serta menghindari genangan air dan predator. (c) Pergerakan individu berukuran kecil lebih cepat dibandingkan individu berukuran besar. (d) Model lintasan gerak Littorina scabra adalah lurus, zig-zag dan recross.

Jurnal TRITON Volume 5, Nomor 1, April 2009, hal. 28 33 33 DAFTAR PUSTAKA Alfaro, A.C. 2008. Diet of Littorina scabra, While Vertically Migrating on Mangrove Trees: Gut Content, Fatty Acid and Stable Isotope Analyses. Estuarine, Coastal and Shelf Science Journal. 79 (4): 718-726 Clarke, R.B. 1972. Amazing World of Animals. Grolier Enterprise Inc. United States of America. Hughes, N.R. 1986. A Functional Biology of Marine Gastropod. School of Animal Biology. University College of North Wales, Bangor. Leon, R.A. & I. G. Hansen. 2003. Biodiversity Associated with Mangroves in Colombia. ISME/GIOMIS Electronic Journal. 3(1). Plaziat, J. C. 1984. Mollusca Distribution in the Mangal. Di dalam: D.V. Francis & Inka, Hydrobiology of The Mangal. Dr. W. Junk Publ. Boston. Retraubun, A. S. 1995. Food Gathering and Associated Behavior of Three Macro Benthic Deposit Feeding. Thesis. England: University of New Castle Upon Tyne. Department of Marine Science and Coastal Management. Suwendo, E., Febrita & F. Sumanti. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda pada Hutan Mangrove di Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Biogenesis Journal. 2(1): 25-29. Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yokyakarta. Webb, N. & R. Blackmore. 1994. Statistic for Biologist. Cambridge University Press.