KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO. Surendro Nurbawono

dokumen-dokumen yang mirip
Kini PBB Menjadi Pajak Daerah!

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15/PMK.07/2014 NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

Voni Lestari Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT. Keywords: Tax Law, local revenue, land and building tax.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

Oleh Sunyoto, SE. MM. Ak. Ery Hidayanti, SE. MM. Ak. Dosen Program Studi Akuntansi STIE Widya Gama Lumajang ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN WALIKOTA SURABAYA,

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

2 menyelesaikan berbagai permasalahan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BAB III DASAR PERTIMBANGAN HUKUM PERSIAPAN PELIMPAHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN OBJEK PERKOTAAN DAN PEDESAAN DARI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN BULELENG

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 19 TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

- 1 - BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PENGELOLAANADMINISTRASIPAJAKBUMI DAN BANGUNAN PERDESAANDANPERKOTAAN WALIKOTASURAKARTA,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

ABSTRACT. Keywords : Effectiveness, contribution, land and building tax ABSTRAKSI

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

BUPATI NGAWI BUPATI NGAWI,

Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3091) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia

PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 34 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

-1- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

White Paper. i-tax - DASHBOARD NG. Abstrak.

PENGARUH DESENTRALISASI BPHTB TERHADAP PENERIMAAN DAERAH KABUPATEN BADUNG. Komang Yogi Wirasatya Made Yenni Latrini

BAB I PENDAHULUAN. menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BUPATI INDRAGIRI HULU PERATURAN BUPATI INDRAGIRI HULU NOMOR : 74 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 08 TAHUN 2012 TLD NO : 08

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BUPATI MANGGARAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PASCA UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PDRD ( STUDI KASUS KABUPATEN SUKOHARJO)

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Transkripsi:

KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO Surendro Nurbawono (S2 Sains Hukum dan Pemerintahan Universitas Airlangga) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui dan menganalisis kondisi permasalahan yang timbul dari adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis kontribusi pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan pertama, kondisi permasalahan pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo diantaranya inkonsistensi regulasi terkait limpahan piutang kepada pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Kedua, kontribusi pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo diantaranya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal PBB-P2 (100% masuk dalam kas PAD), penyeimbangan kepentingan budgeter karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota, penggalian potensi penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih luas, peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak, serta peningkatan akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB. Kata kunci : PBB-P2, pendapatan asli daerah, pelimpahan, kewenangan CONTRIBUTION OF LAND AND BUILDING TAX OF RURAL AND URBAN FOR IMPROVEMENT LOCAL REVENUE IN THE SIDOARJO REGENCY ABSTRACT The purpose of this study first, to determine and analyze the problems in delegating authority management of land and building tax of rural and urban from central government to the Sidoarjo Regency governments. Second, determine 33

34 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 and analyze the contribution of land and building tax of rural and urban for improvement local revenue in the Sidoarjo Regency. The research method used qualitative approach. The results showed first, the problem condition concluded inconsistencies related regulations in delegating credit to the Sidoarjo Regency government. Second, the contribution of its authority delegation increased revenue until 100%, balancing the interests of budgetary for discretionary policies in the regency/city, explored potential revenue for a wider network of bureaucracy, improved the quality of services to taxpayers, as well as improved accountability for the use of land and building tax of rural and urban. Keywords: PBB-P2, local revenue, delegation, authority PENDAHULUAN Pemberlakuan Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menggantikan Undang-Undang nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000, telah memberikan peluang kepada daerah Kabupaten dan Kota untuk memperluas basis pajak bagi daerah karena memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi daerah untuk meningkatkan Pendapatan asli Daerah (PAD). Dalam pelaksanaan Undang-Undang tentang pajak dan retribusi daerah yang lama, masih banyak daerah kabupaten/kota yang belum optimal dalam penggalian PAD-nya. Belum optimalnya penggalian PAD selama ini terutama disebabkan oleh belum mampunya daerah dalam mengestimasi besar potensi pajak yang dimilikinya, besarnya potensi pajak inilah yang kemudian menjadi dasar dalam penentuan target penerimaan per jenis pajak bagi daerah, meskipun secara teoritis potensi dihitung dengan cara sederhana yakni mengalikan besarnya tarif dengan dasar pengenaan pajak, namun pada kenyataanya tidaklah sesederhana itu. Sudah sejak dahulu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menjadi salah satu sumber penerimaan daerah. Meskipun PBB adalah penerimaan pajak pusat tetapi daerah mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH), yang mana dalam struktur APBD dikelompokan dalam penerimaan daerah dari bagi hasil pajak. Pemda perlu berhati-hati dalam menentukan tarif ini karena setiap daerah diberikan kebebasan untuk menetapkan besaran tarif tersebut, sehingga ke depannya kemungkinan besar akan ditemui variasi tarif PBB-P2 antar daerah satu dengan daerah lainnya. Diperlukan kajian yang sangat mendalam untuk menentukan berapa besar tarif PBB-P2 yang akan diterapkan agar pokok ketetapan PBB-P2 yang dimiliki selama ini tidak mengalami penurunan dan masyarakat tidak bergejolak setelah ketetapan

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 35 PBB-P2 dilaksanakan. Untuk menetapkan kedua variabel ini tentunya pemerintah Kabupaten/Kota tidak bisa bekerja sendiri, perlu membicarakannya dengan DPRD sebagai pihak legislator yang kemudian dituangkan dalam bentuk Perda, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akhirnya menetapkan tarif 0,105 % untuk NJOP di bawah 1 Milyar serta 0,225% untuk NJOP di atas atau sama dengan 1 Milyar. Sebelum dinilai dan ditentukan NJOP-nya, setiap objek berupa tanah dan bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh subjek pajak perlu didata terlebih dahulu. Proses pendataan berupa pengumpulan data yang berkenaan dengan objek dan subjek pajak dimaksud dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (LSPOP). Proses pendataan ini dapat dilakukan secara langsung oleh petugas pajak yang dalam hal ini pegawai Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Sidoarjo maupun wajib pajak yang datang sendiri dan melaporkannya ke kantor DPPKA Kabupaten Sidoarjo. Setelah ketiga variabel tersebut dapat ditentukan barulah ketetapan PBB per objek pajak dapat dihitung dan ditetapkan dalam surat ketetapan yang disebut dengan Surat Pembertahuan Pajak Terhutang (SPPT). Pajak yang terhutang berdasarkan SPPT tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah kondisi permasalahan yang timbul dari adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo? (2) Apa sajakah kontribusi pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo? Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui dan menganalisis kondisi permasalahan yang timbul dari adanya pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo. Kedua, untuk mengetahui dan menganalisis kontribusi pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo. LANDASAN TEORETIS Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan sebelumnya diatur dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 merupakan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985. Dalam Undang-Undang tersebut objek PBB dibagi dalam 5 (lima) sektor yaitu :

36 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 1. Perdesaan 2. Perkotaan 3. Pertambangan 4. Perhutanan/Kehutanan 5. Perkebunan Namun semenjak dibelakukannya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 28 tahun 2009), PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan beralih menjadi pajak daerah. Pelimpahan Kewenangan Pemungutan PBB-P2 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.07/ 2010 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah Variabel yang bisa langsung dikontrol sendiri oleh pemerintah Kabupaten/Kota adalah dalam hal menetapkan besarnya NJOP tanah dan bangunan. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah suatu harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. NJOP ini ditetapkan sebagai dasar untuk pengenaan PBB-P2 terhadap suatu objek bumi dan atau bangunan. Apabila tidak diperoleh harga transaksi jual beli, maka NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti. Adapun pengertian dari ketiga variabel tersebut adalah : 1. Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkannya dengan obyek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya, 2. Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut. 3. Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut. Selama ini penentuan besarnya NJOP dan klasifikasinya sebagai dasar pengenaan PBB diatur melalui Peraturan (Keputusan) Menteri Keuangan, dan yang berlaku hingga saat ini adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998. Namun karena ketentuan ini sudah sangat lama, dan sudah tidak memadai lagi untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengenaan PBB, maka Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 37 150/PMK.03/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan ketentuan ini Klasifikasi NJOP Bumi sektor P2 dibagi menjadi 100 Klas, dengan nilai Klas tertinggi yaitu Klas 001 dengan NJOP sebesar Rp 68.545.000/m 2 dan nilai Klas terendah yaitu Klas 100 dengan NJOP sebesar Rp 140/m 2. Sedangkan Klasifikasi NJOP Bangunan sektor P2 menurut ketentuan ini dibagi menjadi 40 Klas, dengan nilai Klas tertinggi yaitu Klas 001 dengan NJOP sebesar Rp 15.250.000/m 2 dan nilai Klas terendah yaitu Klas 40 dengan NJOP sebesar Rp 50.000/m 2. Tentunya setelah menjadi pajak daerah apabila masih menginginkan metode perhitungan NJOP yang sama, ketentuan klasifikasi NJOP ini menjadi tidak berlaku lagi dan pemda perlu mencontoh dan menuangkan aturan tersebut kedalam Peraturan Bupati, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menerbitkan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 64 tahun 2012 tentang Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Di Kabupaten Sidoarjo. Adapun alur pembuatan regulasi atau Perda tentang PBB-P2. Perda PBB- P2 yang telah disusun perlu dibahas dan disahkan terlebih dahulu oleh DPRD. Kemudian Perda tersebut disampaikan ke Provinsi dan setelah itu dimintakan persetujuan ke Menteri Keuangan cq. Menteri Dalam Negeri. Setelah perda disetujui selanjutnya pemda akan membuat surat pemberitahuan ke Menkeu cq. Mendagri tentang permintaan pendaerahan PBB-P2 paling lambat 31 Juni sebelum tahun pengalihan. Perlu diketahui bahwa per tahun pengalihan, seluruh peraturan pendukung dan SOP yang mengatur tentang pengelolaan PBB-P2 yang selama ini dipakai oleh pemerintah pusat sudah tidak berlaku lagi seiring matinya UU PBB. Oleh karena itu pemda perlu melakukan replikasi aturan-aturan pendukung tersebut kedalam peraturan Kepala Daerah. Peraturan pendukung yang perlu dibuat minimal menyangkut: 1. Klasifikasi NJOP, 2. Tata cara pendaftaran, pendataan dan penilaian objek dan subjek pajak, 3. Tata cara penerbitan SPPT, 4. Tata cara pembetulan dan pembatalan, 5. Tata cara pengajuan pengurangan, keberatan, banding dan peninjauan kembali atas keputusan keberatan, 6. Tata cara penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika sekaligus,

38 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 7. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2, 8. Tata cara pembayaran, penyetoran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak, 9. Tata cara pelayanan. Dalam UU 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah disebutkan bahwa PBB-P2 Paling lambat tanggal 1 Januari 2014 harus sudah dikelola oleh kabupaten/kota, namun bila sebelum tahun 2014 kabupaten/kota sudah siap untuk mengelola PBB-P2, yang dibuktikan dengan telah disahkannya Perda yang mengatur tentaang PBB-P2, maka kabupaten/kota dimaksud dapat mengelola PBB-P2 mulai tahun tersebut. Dalam hal ini Kabupaten Sidoarjo telah melaksanakan Pemungutan PBB-P2 sejak tahun 2012 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan diatur pada Pasal 34 yang menyebutkan bahwa Pemungutan PBB-P2 mulai ditangani Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2012, ditandai dengan ditandatanganinya berita acara serah terima Sistem Aplikasi, Basis Data PBB-P2, Softcopy Peta PBB, Dan Surat Keputusan Menteri Keuangan, Nomor : BA-01 /WPJ.24/2012 pada tanggal 4 Januari 2012 oleh Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II dan Bupati Sidoarjo. Dengan disahkannya Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan ditandanganinya Berita acara serah terima tersebut, maka Pemerintah pusat telah mengalihkan semua kewenangan terkait pengelolaan PBB-P2 kepada Pemerintah Kabupaten sidoarjo. Kewenangan tersebut antara lain proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan. Perhitungan ketetapan PBB-P2 dalam UU PDRD ini sedikit berbeda dibandingkan dengan UU PBB lalu. Perbedaan terlihat terutama pada penerapan tarif (maksimal 0.3%) dan NJOPTKP (minimal 10 juta rupiah). Tarif efektif yang dulu berlaku ada 2 yaitu 0,1% untuk objek pajak yang NJOP-nya lebih kecil dari 1 miliar rupiah dan 0,2% apabila NJOP-nya lebih besar atau sama dengan 1 miliar rupiah. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang dapat dipakai dalam kajian masalah ini dilakukan dengan cara pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dalam arti menelaah kaedah-kaedah atau norma-norma dan aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Data yang digunakan dalam menunjang penelitian adalah data

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 39 sekunder yang didapat dari bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundangundangan yang berlaku, dan teori-teori yang ada dalam literatur-literatur yang berkaitan dengan Reformasi Birokrasi, Hukum Administrasi Negara dan Etika Administrasi Negara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan studi kepustakaan (Library Research). Selanjutnya data sekunder tersebut diolah, diteliti dan dievaluasi, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan materi pembahasan masalah. Sebagai tindak lanjut dari pengumpulan dan pengolahan data, dilakukan analisis data secara kualitatif dengan memberikan arti dan kemudian diuraikan dengan kalimat perkalimat secara jelas serta dihubungkan untuk menjawab permasalahan yang ada untuk ditarik kesimpulan sehingga dapat memberikan gambaran secara umum terhadap permasalahan yang dibahas. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Permasalahan Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan PBB-P2 Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Di Kabupaten Sidoarjo Tunggakan PBB Peralihan kewenangan PBB-P2 dari Pusat ke Daerah bukan tanpa masalah, hal tersebut karena yang menjadi perhatian utama adalah masalah tunggakan PBB tahun sebelumnya ketika masih ditangani DJP, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mendapatkan limpahan piutang sejak tahun 1994, sedangkan menurut Ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 Tentang PBB-P2 Penagihan Pajak menjadi kadaluwarsa setelah melebihi 5 Tahun, dalam hal ini terjadi inkonsistensi regulasi, kemudin Informasi Tunggakan PBB- P2 yang diberikan tidak bisa ditelusuri satu per satu, dan setelah ditelusuri ada indikasi ketetapan ganda dan objeknya tidak ada, dengan kata lain objeknya tidak valid. Gambaran diatas adalah permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah daerah dalam pengelolaan PBB-P2 yang harus diantisipasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Sebagai informasi pada tahun 2013 ada 105 kabupaten/kota di Indonesia yang menyatakan siap mengelola PBB-P2. Sebelumnya tahun 2011 kota Surabaya sebagai satu-satunya kota yang mengelola PBB-P2 untuk pertama kalinya. Sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 17 kabupaten / kota termasuk di antaranya Kabupaten Sidoarjo, dan sisanya sebanyak 369 kabupaten / kota pada tahun 2014. Masyarakat tidak terlalu peduli dengan siapa yang mengelolanya apakah pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Bagi masyarakat yang terpenting adalah pelayanan berjalan baik, tidak terjadi gejolak di masyarakat, serta bagi pemerintah daerah terkumpulnya dana dari sektor pajak ini dapat menjaga keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu,

40 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 diperlukan adanya sosialisasi jika ada kenaikan pajak, sehingga masyarakat dapat mempersiapkannya. Demikian juga, jangan sampai PBB-P2 ini dijadikan sebagai alat politik saat kampanye. Kontribusi Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan PBB-P2 Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Di Kabupaten Sidoarjo Sesuai amanat UU 28 tahun 2009 tentang PDRD, dalam rangka memperluas basis perpajakan daerah guna meningkatkan PAD, ada 2 jenis pajak yang semula merupakan jenis pajak Pusat dialihkan menjadi pajak daerah kabupaten/kota, yaitu BPHTB yang dialihkan mulai tahun 2011 dan PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dialihkan paling lambat tahun 2014. Pengalihan PBB-P2 diindikasikan akan mampu mendorong peningkatan PAD, Sehubungan dengan persiapan tersebut, Pemerintah Daerah dapat mengadopsi beberapa hal dimiliki dan telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat (DJP) sebagai berikut: 1. Sistem administrasi PBB (pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan), 2. Tarif Efektif 3. Kebijakan/peraturan dan SOP pelayanan, 4. Peningkatan keahlian Sumber Daya Manusia (Aparatur) melalui pelatihan, 5. Sistem manajemen informasi objek pajak. Pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Adapun Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah 2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah), 3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah,

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 41 4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan 5. menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah. Dengan pengalihan ini, penerimaan PBB-P2 akan sepenuhnya masuk ke pemerintah daerah sehingga diharapkan mempu meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8 %. Setelah pengalihan ini, semua pendapatan dari sektor PBB-P2 maupun BPHTB akan masuk ke dalam kas pemerintah daerah. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo setelah pengalihan kewenangan PBB-P2 mendapatkan pendapatan yang signifikan pada sektor PAD, dapat dilihat dari Tabel 1. berikut ini: Tabel 1. Perbandingan Pendapatan dari sektor PBB-P2 Sebelum Dan Sesudah Pengalihan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo NO TAHUN PBB-P2 TARGET REALISASI % DBH (64,8%) 1 2010 94.106.791.224,00 100.980.625.563,00 107,30 65.435.445.364,82 2 2011 94.106.791.224,00 106.851.324.336,00 113,54 69.239.658.169,73 3 2012 107.816.000.000,00 111.326.978.118,00 103,26 4 2013 139.000.000.000,00 147.187.993.871,00 105,89 5 2014 153.000.000.000,00 157.683.880.579,00 103,06 Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Sidoarjo tahun 2014 (data sudah diolah) Dari tabel di atas, bisa dilihat bahwa pelimpahan kewenangan PBB-P2 bila dilihat dari Jumlah nominal uang yang masuk maupun pencapaian target jauh lebih baik ketika telah ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo, diambil data 2 tahun terakhir sebelum tahun pengalihan terlihat bahwa target yang dipasang oleh DJP pada tahun 2010 adalah Rp. 94.106.791.224,- dan realisasinya sebesar Rp. 100.980.625.563,- atau sebesar 107,30 % dan Kabupaten Sidoarjo mendapatkan bagi hasil 64,8%-nya atau sebesar Rp. 65.435.445.364,82 kemudian pada tahun terakhir pengalihan yaitu pada tahun 2011 Target yang dipasang oleh DJP sebesar Rp. 94.106.791.224,- dan realisasinya sebesar Rp. 106.851.324.336,- atau 113,54% dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo masih tetap mendapatkan Dana Bagi Hasil 64,8 % atau sebesar Rp. 69.239.658.169,73. Setelah dilakukannya peralihan kewenangan PBB-P2 pada tahun pertama atau lebih tepatnya tahun 2012 target penerimaan PBB-P2 meningkat menjadi Rp. 107.816.000.000,-

42 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 dengan realisasi pendapatan sebesar Rp. 111.326.978.118,- atau sebesar 103,26% dari target, dan pada tahun 2013 Target meningkat menjadi Rp.139.000.000.000,- dengan realisasi pendapatan sebesar Rp. 147.187.993.871,- atau sebesar Rp. 105,89% dari target, kenaikan target Penerimaan pada tahun 2013 ini naik sangat signifikan dari semula tahun 2012 Rp. 107.816.000.000 menjadi Rp. 139.000.000.000,- atau naik sebesar Rp. 31.184.000.000,- hal ini terjadi karena pada tahun tersebut Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melakukan penyesuaian NJOP berupa kenaikan kelas tanah pada Zona Nilai Tanah dengan kenaikan yang beragam dari 1 kelas hingga 4 kelas, selain itu melalukan penyesuaian beberapa Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dengan harga komponen bangunan yang ada di pasaran sehingga NJOP yang tercantum di SPPT juga mengalami penyesuaian. Kemudian pada tahun 2014 target penerimaan PBB-P2 naik menjadi 153.000.000.000,- dengan realisasi sebesar Rp. 157.683.880.579,- atau 103,06 %. Bila dilihat besaran target maupun realisasi penerimaan dari tahun ke tahun semakin meningkat, maka kontribusi Pengalihan PBB-P2 terhadap PAD sangat besar sekali. Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut ini, dimana PAD Kabupaten Sidoarjo sejak peralihan PBB-P2 semakin meningkat sangat signifikan dari tahun ke tahun : Tabel 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten dari tahun 2010 sampai 2014 Uraian APBD TA. 2010 APBD TA. 2011 Pendapatan 288,731,706, 393,766,320,4 Asli Daerah 905 96 Hasil Pajak 140,050,000, 206,666,000,0 Daerah 000. 00. Hasil 44,756,339,3 60,276,251,00 Retribusi 24. 0 Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 8,010,286,69 5. 95,915,080,8 86 APBD TA. 2012 597,756,023, 660 352,562,000, 000 76,020,043,0 60 9,593,672,056 17,388,750,0 00 117,230,397,4 40 151,785,230, 600 APBD TA 2013 721,794,682, 744 431,236,459, 600 87,806,457,0 78 26,150,000,0 00 176,601,766, 066 APBD TA 2014 919,706,117,5 39 546,300,000,0 00 91,103,084,30 0 26,876,875,06 5 255,426,158,1 74 Sumber: Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Sidoarjo tahun 2014 (data sudah diolah)

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 43 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa PAD Kabupaten Sidoarjo mengalami kenaikan yang signifikan utamanya pasca peralihan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah Kabupaten Sidoarjo. Namun demikian perlu juga dicermati bahwa dengan PBB-P2 yang akan dikelola sendiri oleh pemda maka otomatis pemda harus mengeluarkan biaya baik biaya untuk investasi awal maupun biaya operasional per-tahun sehingga perlu dilakukan kajian cost and benefit yang optimal. Disamping itu dengan tidak adanya lagi pola bagi rata penerimaan keseluruh wilayah Indonesia maka kemungkinan kesenjangan penerimaan PBB-P2 antar daerah akan semakin melebar terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini disebabkan karena disparitas potensi pajak properti antara kota dan desa masih cukup jauh. Manfaat Yang Dapat Diperoleh Oleh Pemerintah Daerah Dengan Pengalihan PBB-P2 Manfaat secara umum diterapkannya UU 28 tahun 2009 yang mengatur tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah adalah untuk meningkatkan local taxing power pada kabupaten/kota, seperti: 1. Memperluas objek pajak daerah dan retribusi daerah 2. Menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah (termasuk pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB menjadi Pajak Daerah) 3. Memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah 4. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah Sedangkan manfaat secara khusus dengan pengalihan PBB-P2 : 1. Penyeimbangan kepentingan budgeter karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota. 2. Penggalian potensi penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih luas 3. Peningkatan kualitas pelayanan kepada WP 4. Peningkatan akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB Pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke pemerintah daerah tentunya akan menimbulkan dampak tertentu bagi pemerintah daerah maupun masyarakat yang bersangkutan. Namun demikian diharapkan dampak yang timbul akan lebih bersifat positif. Diharapkan dengan adanya pengalihan pengolaan PBB-P2 ini :

44 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 1. Akurasi data objek dan subjek PBB-P2 akan semakin meningkat karena pemerintah daerah tentunya lebih menguasai wilayahnya dibandingkan dengan aparat pemerintah pusat, 2. Pemda diharapkan lebih memiliki keberanian dalam melakukan penyesuaian NJOP karena penentuan NJOP yang dilakukan pemerintah pusat selama ini dinilai masih banyak yang under value; 3. Pemberdayaan local taxing power melalui kewenangan penuh daerah dalam penentuan tarif dan pengelolaan administrasi pemungutan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Penetapan NJOP dan tarif PBB-P2 Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Penentuan NJOP setelah berlakunya UU PDRD jika tidak terkontrol dengan baik maka akan menimbulkan bias yang sangat besar antar daerah kabupaten atau kota di seluruh Indonesia terutama daerah yang berbatasan langsung, dan jika dikaitkan dengan potensi penerimaan lain dari sektor PBB yaitu BPHTB bagi Pemerintah Daerah, dan bagi Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan pemungutan PPh maupun PPN yang terutang atas transaksi properti maka akan menjadi suatu potential loss yang besar bagi penerimaan pajak. Sebagaimana diketahui bahwa atas transaksi properti terdapat pajak yang masih dikelola Pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008 yaitu PPh Final bagi penjual sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan, dan Kabupaten maupun Kota seluruh indonesia masih mendapatkan Dana Bagi Hasil dari sektor ini. Semua potensi pajak tersebut tentunya akan dapat ditekan apabila NJOP sudah mencerminkan Harga Pasar Wajar atau Harga Real, diperlukan keberanian dari Pemerintah Daerah dalam menetapkan NJOP, walaupun kemungkinan terjadi gejolak di masyarakat dalam menyikapi kenaikan NJOP ini sangat besar, namun Pemerintah Kabupaten bisa menyiasati dengan menurunkan tarif pengenaan PBB-P2, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang sekarang mengenakan Tarif 0,105% bagi NJOP dibawah 1 Milyar dan 0,225 % bagi NJOP 1 Milyar ke atas bisa mengubahnya, tentunya dengan merangkul pihak legislatif karena ketentuan tarif tersebut tercantum pada Peraturan Daerah. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan a. Kondisi permasalahan pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah di Kabupaten Sidoarjo diantaranya inkonsistensi regulasi terkait limpahan piutang pemerintah Kabupaten Sidoarjo sejak tahun 1994, sedangkan menurut Ketentuan

S. Nurbawono, Kontribusi Pajak Bumi dan Bnagunan Perdesaan 45 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 Tentang PBB-P2 Penagihan Pajak menjadi kadaluwarsa setelah melebihi 5 Tahun. b. Pelimpahan Kewenangan PBB-P2 Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Dengan dilimpahkannya Kewenangan Pemungutan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo berdampak pada penerimaan dari sektor ini seluruhnya masuk ke Kas Daerah Pemerintah Kabupaten Sidoarjo atau dengan kata lain Penerimaan PBB-P2 yang semula didapat dari Dana bagi Hasil sebesar 64,8%, sekarang 100% masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah. Beberapa kontribusi dari adanya pelimpahan kewenangan atas PBB-P2 ini antara lain: penyeimbangan kepentingan budgeter karena diskresi kebijakan ada di kabupaten/kota, penggalian potensi penerimaan yang lebih optimal karena jaringan birokrasi yang lebih luas, peningkatan kualitas pelayanan kepada wajib pajak, serta peningkatan akuntabilitas penggunaan penerimaan PBB. 2. Saran a. Regulasi Penghapusan Piutang Diperlukan adanya Regulasi tentang Pengelolaan Piutang yang merupakan limpahan dari DJP kepada Pemerintah Daerah, baik dalam hal piutang yang terjadi karena ketetapan ganda dan harus dihapus maupun piutang yang terjadi karena tidak ada objek di lapangan. Selain itu pihak-pihak yang berwenang dalam proses penelusuran piutang tersebut harus disebutkan dengan jelas seperti apa kewenangannya serta mengatur hal-hal lain yang diperlukan dalam proses pengelolaan piutang ini, sehingga pemerintah daerah bisa melakukan tindakan yang tidak menyalahi aturan atau memiliki dasar hukum dalam penghapusan piutang yang setiap tahunnya selalu menjadi pertanyaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). b. Penyesuain NJOP dan tarif PBB-P2 Daftar Biaya KomponenBangunan (DBKB) maupun Zona Nilai Tanah (ZNT) dalam SISMIOP yang digunakanuntukmenentukan NJOP nilainyasangatrendah, sehingga NJOP tidak mencerminkan Nilai Pasar Wajar setiap obyek PBB, oleh karena itu dengan mengoptimalkan tenaga Fungsional Penilai yang ada, diharapkan dapat selalu meng-update nilai pasar wajar properti yang mana informasi data harga pasar suatu properti sekarang lebih mudah didapatkan baik melalui iklan media, jual-beli online, brosur-brosur, agen-agen properti dan lainnya. Dengan instrumen SK Klasifikasi Nilai Pasar Wajar Properti yang selalu ter-update baik per-

46 JKMP (ISSN. 2338-445X), Vol. 4, No. 1, Maret 2016, 33-46 semester atau per-tahunnya, memberikan jalan bagi Daerah untuk dapat mengkoreksi baik transaksi jual-beli properti atau transaksi sewa properti. DAFTAR PUSTAKA Keputusan Bersama Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.07/ 2010 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tanggal 27 Agustus 2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.