BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 8 TAHUN TENTANG PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. noumus berarti hukum atau peraturan. Menurut UU No.32 Tahun 2004 otonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. pusat dan daerah, bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

STRUKTUR APBD. Indonesia Corruption Watch

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketentuan umum pasal 1 Undang-Undang No.32 tahun 2004 menyatakan

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

PENGANTAR. Djoko Sartono, SH, M.Si Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo

AKUNTANSI PENDAPATAN

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Mardiasmo (2002:132), pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah. dari: Klasifikasi PAD yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain PAD yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan / atau jasa oleh daerah, penerimaan

keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi. Pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Menurut Halim (2004:67), PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah. Klasifikasi PAD yang dinyatakan oleh Halim (2004:67) adalah sesuai dengan klasifikasi PAD berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. 1. Pajak Daerah Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam Saragih (2003:61), yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Halim (2004:67), pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jenis-jenis pajak daerah untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77) antara lain ialah: Pajak hotel, Paja restoran, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan, Pajak pengambilan bahan galian golongan C, Pajak parkir

2. Retribusi Daerah Yang dimaksud dengan retribusi menurut Saragih (2003:65) adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Halim (2004:67), Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah. Retribusi untuk kabupaten/kota dapat dibagi menjadi 2, yakni: Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai kewenangan masing-masing daerah, terdiri dari: 10 jenis retribusi jasa umum, 4 jenis retribusi perizinan tertentu, Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah, terdiri dari: 13 jenis retribusi jasa usaha.(kadjatmiko,2002:78). Jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan berikut: Retribusi pelayanan kesehatan, Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan, Retribusi pergantian biaya cetak KTP, Retribusi pergantian cetak akta catatan sipil, Retribusi pelayanan pemakaman, Retribusi pelayanan pengabuan mayat, Retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum, Retribusi pelayanan pasar, Retribusi pengujian kendraan bermotor, Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, Retribusi penggantian biaya cetak peta, Retribusi pengujian kapal perikanan,

Retribusi pemakaian kekayaan daerah, Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan, Retribusi jasa usaha tempat pelelangan, Retribusi jasa usaha terminal, Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa, Retribusi jasa usaha penyedotan kakus, Retribusi jasa usaha rumah potong hewan, Retribusi jasa usaha pelayaran pelabuhan kapal, Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah raga, Retribusi jasa usaha penyebrangan diatas air, Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah, Retribusi izin mendirikan bangunan, Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol, Retribusi izin gangguan, Retribusi izin trayek. (Halim,2004:68). 3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Menurut Halim (2004:68), Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil Pengelolaan kekayaan milik Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik Daerah dan pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan. Menurut Halim (2004:68), jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1) bagian laba Perusahaan

mliki Daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan Bank, 3) bagian laba lembaga keuangan non Bank, 4) bagaian laba atas penyertaan modal/investasi. 4. Lain-Lain PAD yang Sah Menurut Halim (2004:69), pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerinyah Daerah. Menurut Halim (2004:69), jenis penndapatan ini meliputi objek pendapatan berikut, 1) hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan, 2) penerimaan jasa giro, 3) penerimaan bunga deposito, 4) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 5) penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan Daerah. B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Pengertian APBD Menurut UU No. 33 tahun 2004, Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. Menurut Saragih (2003: 127), APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004: 15-16) adalah sebagai berikut: o rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci, o adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan, o jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, o periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Sebagai alat pemerintah yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi. Menurut Mardiasmo (2002:183) Fungsi utama anggarn Daerah adalah sebagai alat perencanaan, pengendalian, kebijakan fiskal, politik, koordinasi, evaluasi kinerja, memotivasi manajemen, dan menciptakan ruang publik. Anggran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk: Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan, Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya, Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun, Menetukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian, yang digunakan antara lain untuk: Mengendalikan efisiensi pengeluaran, Membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda, Mencegah adanya overspending, underspending dan salah satu sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas, Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasioanl program atau kegiatan pemerintah. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memetuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik (pilitical tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political Skill, qualition building, keahlian bernegoisasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif. Angggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja daalm organisasi poemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akaln dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan. Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya, target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasioanal yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah). Anggaran dapat juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik (public sphere), dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas

mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umumnya akan mencoba mempengaruhi anggaran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinga melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain: misal, tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme, dan sebagainya. Salah satu bentuk dari anggaran organisasi publik adalah anggaran pendapatan dan belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2003 disebutkan bahwa salah satu upaya memperbaiki proses pengaggaran disektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja yang memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/lembaga/perangkat Daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/lembaga/perangkat daerah. Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja disektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional. Peraturan pemerintah (2000) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu

yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyatr Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan Riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing Daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Baswir (1988:26-39). Mengemukakan bahwa penyusunan anggaran berdasarkan suatu struktur dan klasifikasi tertentu adalah suatu langkah penting untuk mendapatkan sistem penganggaran yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dan mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari karakteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian anggaran. Mardiasmo (2000:11) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah.anggaran daerah atau APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah,menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.anggaran daerah seharusnya digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan belanja,alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan serta alat otoritas pengeluaran dimasa yang akan datang dan ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktifitas pada berbagai unit kerja.surat

Keputusan Mendagri (2000:1-3)mengatakan bahwa penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran. Transparansi dan akuntabilitas anggaran.transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik,bersih dan bertanggung jawab.selain tiu setiap dana yang diperoleh,penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Disiplin anggaran.apbd disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus menigggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintah,pembangunan dan pelayanan masyarakat.oleh karena itu,anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan azas efisiensi,tepat guna,tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan anggaran.pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat.untuk itu,pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Efisiensi dan efektifitas anggaran.dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.oleh karena itu,untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran,maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan,sasaran,hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan. Format anggaran.pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran surplus atau defisit (surplus defisit budget).selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran.apabila terjadi surplus,daerah dapat membentuk dana cadangan,sedangkan bila terjaadi defisit dapat ditutupi antara

lain melalui sumber pembiayaaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Struktur APBD Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan masing-masing daerah. Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006, Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah, 2. Belanja Daerah, dan 3. Pembiayaan Daerah. 1. Pendapatan Daerah Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum Daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pendapatan Asli Daerah Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: a. Pajak Daerah, b. Retribusi Daerah, c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncko peraturan Daerah Nomor 65 Tahun 2001 dan Kepmendagri Nomor 35 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah Jenis hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: 1. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Daerah/BUMD, 2. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/bumn, dan 3. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis laian-lain Pendapatan Asli Daerah yang dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup: 1) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan, 2) Jasa Giro, 3) Pendapatan Bunga, 4) Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Daerah, 5) Penerimaan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah,

6) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap Mata Uang Asing, 7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, 8) Pendapatan denda pajak 9) Pendapatan denda retribusi, 10) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, 11) Pendapatan dari pengembalian, 12) Fasilitas sosial dan fasilitas umum, 13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 2. Dana Perimbangan Dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan. a. Dana Bagi Hasil. Jenis Dana Bagi Hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1) Bagi Hasil Pajak, 2) Bagi Hasil Bukan Pajak, b. Dana Alokasi Umum. c. Dana Alokasi Khusus. 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup: a. Hibah berasal dari Pemerintah, pemerintah Daerah lainnya, Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri, kelompok Masyarakat/Perorangan, dan Lembaga Luar Negeri yang Tidak mengikat,

b. Dana Darurat dari Pemerintah dalam Rangka penaggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam, c. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota, d. Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari Pemerintah Daerah Lainnya. 2. Belanja Daerah Belanja Daerah merupakn semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkuutan. Berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Belanja terdiri dari: 1. Belanja Aparatur Daerah, 2. Belanja Pelayanan Publik, 3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan, 4. Belanja Tidak Tersangka. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Menurut kelompok belanja terdiri dari: 1) Belanja Tidak Langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja Pegawai, b. Bunga, c. Subsidi, d. Hibah, e. Bantuan Sosial,

f. Belanja Bagi Hasil, g. Bantuan Keuangan, h. Belanja Tidak Terduga, 2) Belanja Langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan progran dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja Pegawai, dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah, b. Belanja Barang dan Jasa, dan c. Belanja Modal. 3. Pembiayaan Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada Tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang terdiri atas: 1. Penerimaan Pembiayaan 1) Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu (SILPA) Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dengan belanja Daerah yang dalam APBD Induk dianggarkan berdasarkan estimasi. Sedangkan realisasi SILPA dianggarkan dalam perubahan APBD sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang penetapan perhitungan APBD tahun sebelumnya. 2) Pencairan dana cadangan

Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibevbankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan ditetapkan dengan peraturan daerah dan ditempatkan direkening sendiri. Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum Daerah dalam Tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan. 3) Penerimaan Pinjaman dan Obligasi Penerimaan Pinjaman dan Obligasi digunakan untuk menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang dari semua pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Penerimaan Pinjaman dan Obligasi yang dianggarkan disesuaikan dengan rencana penarikan pinjaman dalam tahun anggaran sesuai dengan perjanjian pinjaman. 4) Hasil Penjualan Aktiva Daerah yang Dipisahkan Penerimaan hasil penjualan Aktiva Daerah yang dipisahkan digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat berupa penjualan perusahaan milik Daerah/BUMD, penjualan aktiva milik Pemerintah Daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal Pemerintah Daerah. 5) Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman

Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah Daerah lainnya. 6) Penerimaan Piutang Daerah 2. Pengeluaran Pembiayaan, mencakup: 1. Pembentukan Dana Cadangan 2. Investasi (Penanaman Modal) Pemerintah Daerah Investasi Pemerintah Daerah digunakan untuk menganggarkan kekayaan Pemerintah yang diinvestasikan babik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. a. Investasi jangka pendek, mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai denga 12 (dua belas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN). b. Investasi Jangka Panjang terdiri dari investasi permanen dan non permanen antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu Badan Usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu Badan Usaha. 3. Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo Pembayaran Pokok Utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 4. Pemberian Pinjaman Daerah

3. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan. 1. Sisa lebih pembiayaan tahun anggran berjalan digunakan untuk menganggarkan sisa lebih antara pembiayaan netto dengan surplus/defisit APBD. Pembiayaan Netto merupakan selisih antara penerimaan pendanaan dengan pengeluaran pendanaan yang harus dapat menutup defisit anggaran yang direncanakan. 2. Jumlah yang dianggarkan pada sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan pada APBD induk merupakan angka estimasi berhubung jumlah selisih lebih perhitungan anggaran pada tahun lalu yang juga masih angka estimasi. 3. Dalam perubahan APBD Tahuin berjalan, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan tersebut dianggarkan sepenuhnya untuk mendanai program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Daerah sehingga jumlahnya menjadi sama dengan nol.