MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRACT. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.

V. DAN PEMBAHASAN. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kecamatan. Terisi (n = 113)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN FISIK, KIMIA, SOSIAL BUDAYA DENGAN KEPADATAN JENTIK (Studi di Wilayah Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya)

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

Potret Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD DI DESA GONILAN KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

HUBUNGAN KEBERADAAN JENTIK

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN KRAMAS KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

SURVEI ENTOMOLOGI, MAYA INDEX DAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK TERHADAP KEPADATAN LARVA

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

FAKTOR PERILAKU MASYARAKAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS SIDOHARJO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI BAB I

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE Dl DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG

MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK PERMUKIMAN PENDUDUK DI PINGGIR SUNGAI MUSI KOTA PALEMBANG DENGAN PENDEKATAN REDUCE, REUSE, RECYCLE DAN PARTISIPASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Haemorraghic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto L, dr., MH

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

ABSTRAK. Feti Andriani, Pembimbing : Donny Pangemanan, Drg., SKM.

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP JUMANTIK KECIL SEBELUM DAN SESUDAH PEMBERIAN PELATIHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI MIN KETITANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

ABSTRAK. Pembimbing II : Kartika Dewi, dr., M.Kes., Sp.Ak

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I PENDAHULUAN. Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

Fajarina Lathu INTISARI

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

Transkripsi:

MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu adalah karya saya dengan arahan dari Komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Maret 2010 Henri Peranginangin NRP. P062054694

ABSTRACT HENRI PERANGINANGIN. Model of Dengue Haemorrhagic Fever Controlling Policy in Indramayu Regency. Under the Direction of HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., and SRI BUDIARTI. Dengue haemorrhagic fever (DHF) still becomes a problem in Indramayu regency. The occurance of DHF is linked to a number of factors, including the environment, population, health service, and vector of DHF (Aedes aegypti). The objective of this research is to establish a model of DHF controlling policy in Indramayu regency used quantitative and qualitative analysis, observational, cross sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, and system approach. The location of this research is in six districts: Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, and Tukdana. Respondents were 721 persons, consisted of 671 head of families (with random sampling), and 35 officials from government institution and 15 as experts (with purposive sampling). The results of study show that the occurance of DHF is statistically have significant relationship with (1) the health condition of household, (2) the household s water income, (3) the household s garbage handling, (4) the respondent s knowledge of DHF, (5) the healthy behavior of the member of the family, (6) the household s money income/expenditure per capita, (7) the respondent s formal education, (8) the schedule to cleaning out the water container, and (9) the rainfall index. The main strategy to control the occurance of DHF, based on Analytical Hierarchy Process, such as the increase of healthy living environment. The key factors to control the occurance of DHF, based on prospective analysis of the Interpretative Structural Modelling outputs, id est: interprogrammer and interinstitutional cooperation at all of government administration level and supporting of environment health education. The model simulation result can give a description of the real system behavior. Of the three formulated scenarios (optimistic, moderate, and pesimistic), application of optimistic scenario is assumed as the most effective. The DHF controlling policy that need to be implementated is focused to the four factors, id est: (1) the health environment: household garbage handling, waste water, water supplies, space and building sanitation, and mosquito repellent house plant, (2) the demography: population growth; and the community knowledge, attitude, and practice; (3) the health service: cure and health education program; and (4) the vector of DHF: management of the water storage containers, Aedes aegypti eggs, larvaes, pupa, and preventive measure of the Aedes aegypti mosquitos bite. In order to implement the DHF controlling policy effectively, Indramayu government need to increase (1) the good management of the interprogrammer and interinstitutional cooperation and good management of the controlling DHF team sistematically from the regency to the district administration, (2) the supporting of technologies, funds, facilities, and standard operating procedure of health education, and (3) the service quality of the Public Health Centre. Key words: DHF, control, policy, model, health, environment.

ABSTRAK HENRI PERANGINANGIN. Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., dan SRI BUDIARTI. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Kejadian penyakit DBD berkaitan dengan sejumlah faktor, di antaranya lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor (nyamuk penular). Tujuan penelitian ini ialah membangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan rancangan analisis kuantitatif dan kualitatif, observasional, Cross Sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, dan pendekatan sistem. Lokasi penelitian ialah di enam kecamatan: Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana. Responden sebanyak 721 orang terdiri dari 671 Kepala keluarga (random sampling), dan 35 pejabat Dinas/ Instansi serta 15 pakar (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik kejadian penyakit DBD berhubungan signifikan dengan (1) kesehatan rumah tangga, (2) perolehan air bersih/minum keluarga, (3) pengelolaan sampah rumah tangga, (4)pengetahuan Kepala keluarga tentang penyakit DBD, (5) perilaku sehat anggota keluarga, (6)pendapatan/pengeluaran belanja per kapita keluarga, (7) pendidikan formal Kepala keluarga, (8) keteraturan jadwal pembersihan tempat penampungan air, dan (9)curah hujan. Strategi utama pengendalian DBD berdasarkan Analytical Hierarchy Process ialah peningkatan kesehatan lingkungan permukiman. Faktor kunci utama pengendalian DBD menurut analisis prospektif hasil Interpretative Structural Modelling ialah: (1) kerjasama lintas program dan sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan, dan (2) dukungan teknologi dan dana penyuluhan kesehatan lingkungan. Hasil simulasi model dapat memberi gambaran perilaku sistem nyata. Dari tiga skenario yang dirumuskan (pesimistik, moderat, dan optimistik); skenario optimistik diasumsikan paling mungkin diterapkan pada situasi dan kondisi daerah saat ini. Kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu yang perlu dikembangkan ialah berfokus pada empat faktor yaitu: (1) kesehatan lingkungan: pengelolaan sampah, air limbah, penyediaan air minum, sanitasi ruang dan bangunan, tanaman anti nyamuk; (2) kependudukan: pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat; (3) layanan kesehatan: program pengobatan penderita dan penyuluhan kesehatan; dan (4) vektor penyakit DBD: pengendalian tempat penampungan air, telur, jentik, dan mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti. Dalam rangka implementasi kebijakan pengendalian penyakit DBD secara efektif, Pemerintah Kabupaten Indramayu seyogyanya meningkatkan: (1)pembinaan kerjasama lintas program dan sektoral serta pengembangan tim pengendalian penyakit DBD secara berjenjang dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat Desa/Kelurahan, (2) dukungan teknologi, dana, sarana, standard operating procedure penyuluhan kesehatan, (3) mutu layanan Pusat Kesehatan Masyarakat. Kata kunci: Model, kebijakan, pengendalian, DBD, kesehatan, lingkungan

RINGKASAN HENRI PERANGINANGIN. Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh HASIM, BAMBANG PRAMUDYA N., dan SRI BUDIARTI. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Incidence rate (IR) DBD (jumlah penderita per 100.000 penduduk) di Kabupaten Indramayu tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah berturut-turut 49,74; 26,09; 35,92; 60,26; dan 50,01 mendekati IR DBD nasional sebesar 37,01; 52,10; 52,43; 71,78; dan 60,06. Case fatality rate DBD (jumlah meninggal per 100 penderita) dalam periode yang sama adalah berturutturut sebesar 2,76; 3,41; 5,74; 5,15; dan 4,89 lebih tinggi dari Case fatality rate DBD nasional berturut-turut sebesar 1,20; 1,36; 1,04; 1,01; dan 0,86. Untuk menyelesaikan masalah ini Pemerintah Kabupaten Indramayu, beserta seluruh dinas/instansi dan komponen masyarakat, terus melakukan program pengendalian di seluruh kecamatan, namun masih bersifat parsial atau reduksionisme. Hal ini perlu disempurnakan dengan penerapan pendekatan sistem: berorientasi pada tujuan, secara holistik dan efektif. Penelitian ini bertujuan membangun model kebijakan pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu dengan rancangan analisis kuantitatif dan kualitatif, observasional, Cross Sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, dan pendekatan sistem. Untuk mencapai tujuan itu dilakukan kegiatan: (1) menganalisis peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD, serta kebutuhan stakeholder dalam pengendalian penyakit DBD, dan (2) membangun model pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dan merumuskan alternatif kebijakan yang tepat. Penelitian dilakukan selama 6 bulan (dari Mei sampai dengan Oktober 2009) di Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang ( tiga besar IR DBD periode 2004-2008) dan di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana ( tiga kecil IR DBD periode 2004-2008). Responden 721 orang terdiri dari 671 kepala keluarga (random sampling) 35 pejabat dinas/ instansi dan 15 pakar (purposive sampling). Data dikumpulkan menggunakan kuesioner kemudian diolah serta dianalisis dengan uji korelasi dan Chi-square. Nilai kebaruan dari penelitian ini ialah (1) lebih berfokus pada pentingnya frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan dalam pengendalian DBD; (2) lebih berfokus pada pentingnya pendekatan sistem dengan melibatkan stakeholder dalam perumusan strategi pengendalian penyakit DBD Kabupaten Indramayu; (3) menghasilkan model kebijakan pengendalian yang memadukan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji statistik terdapat beberapa perbedaan/persamaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD (p- Value Alpha 0,05) antara gabungan tiga kecamatan pertama (Indramayu, Sindang, dan Jatibarang) dengan gabungan tiga kecamatan kedua (Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana). Perbedaan itu ialah (a) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan antara kesehatan rumah hunian dengan kejadian DBD tidak signifikan, maka di tiga gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya signifikan; (b) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan

pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga dengan kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan; dan (c) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan. Persamaannya baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun tiga kecamatan kedua ialah faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan kejadian DBD yaitu (a) pengelolaan sampah rumah tangga, (b) pengetahuan kepala keluarga tentang DBD, (c) perilaku sehat penghuni rumah tangga, (d) pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga, dan (d) keteraturan pembersihan tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah. Kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian DBD di antaranya ialah cakupan air bersih/minum meningkat; kesehatan rumah hunian meningkat; limbah padat dan cair domestik dikelola baik; frekuensi layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan meningkat; dan populasi nyamuk Aedes aegypti terkendali baik. Strategi utama pengendalian penyakit DBD Kabupaten Indramayu, berdasarkan Analytical Hierarchy Process, ialah peningkatan kesehatan lingkungan permukiman. Faktor kunci utama pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, berdasarkan Interpretative Structural Modelling, yaitu keadaan rumah hunian masyarakat dan lingkungannya sehat, dukungan teknologi dan peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan. Model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dapat dikembangkan dengan dasar pemikiran bahwa tinggi rendahnya kejadian DBD ditentukan oleh keadaan faktor kesehatan lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor DBD. Dari tiga skenario yang dirumuskan: pesimistik, moderat, dan optimistik, penerapan skenario optimistik dinilai paling efektif. Hasil simulasi skenario optimistik menunjukkan: (1) penurunan IR DBD rata-rata 4,68 per tahun (2) cakupan sasaran penyuluhan kesehatan lingkungan rata-rata 223.803 orang per tahun; (3) kenaikan proporsi/ persentasi penduduk berperilaku hidup bersih dan sehat rata-rata 10% per tahun; dan (4) kenaikan tingkat mutu lingkungan rata-rata 1% per tahun. Hasil ini relatif lebih besar dari hasil simulasi skenario pesimistik dan moderat. Dalam rangka penyempurnaan perumusan dan implementasi kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, selaras dengan kebijakan Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu serta skenario model yang dibangun, maka prinsip pokok yang perlu dijadikan pedoman dalam perumusan kebijakan ialah bahwa: (1) pengendalian penyakit DBD adalah bagian integral dari program pembangunan kesehatan di Kabupaten Indramayu; oleh karena itu perlu ditangani secara lintas program dan lintas sektoral di semua tingkat administrasi pemerintahan dengan dukungan partisipasi aktif seluruh masyarakat; (2) pengendalian penyakit DBD diselenggarakan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan otonomi daerah bidang kesehatan; oleh karena itu pengendalian DBD perlu diarahkan kepada perwujudan kemampuan daerah dan masyarakat untuk mengelola dirinya sendiri dan pengembangan upaya kesehatan bersumber masyarakat hingga tercapai tujuan: (a) Kabupaten Indramayu bebas penyakit DBD, (b) kenyamanan/ ketenteraman masyarakat meningkat, dan (c) produktivitas masyarakat meningkat; (3) pengendalian penyakit DBD hendaknya berfokus pada faktor-faktor kesehatan lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD.

Dalam rangka implementasi kebijakan pengendalian DBD secara efektif maka perlu dikembangkan strategi yang tepat dan realistis yaitu (1) strategi peningkatan kesehatan lingkungan permukiman, (2) strategi peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat, (3) strategi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan (4) strategi pengendalian vektor penyakit DBD. Program-program yang menjadi bagian integral dari strategi peningkatan kesehatan lingkungan permukiman ialah: (1) penyebarluasan informasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan bidang kesehatan dan lingkungan hidup; (2) peningkatan pengetahuan dan keterampilan penyelenggara program Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan Dinas/Instansi lain yang terkait; (3) peningkatan frekuensi dan mutu penyuluhan kesehatan lingkungan berdasarkan standard operating procedure (SOP); (4) pengembangan partisipasi aktif masyarakat dalam bentuk pengembangan desa binaan kesehatan lingkungan. Program-program yang menjadi bagian integral dari strategi peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat ialah: (1) peningkatan pemberdayaan masyarakat (perempuan, pemuda, mahasiswa/siswa, dan organisasi masyarakat lainnya); (2) pengembangan/peningkatan reward system dan law enforcement. Program-program yang menjadi bagian integral dari strategi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat ialah: (1) peningkatan jumlah dan mutu sumberdaya manusia, sarana medis dan non medis di Rumah Sakit (RS) dan PUSKESMAS; (2) pengembangan manajemen penanganan penderita penyakit DBD; (3) pengobatan penderita penyakit DBD berdasarkan SOP; (4) penyuluhan kesehatan lingkungan sesuai dengan frekuensi dan mutu berdasarkan SOP; (5) pengembangan SOP penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan sebagai penjabaran petunjuk pelaksanaan dari Pusat, Propinsi, dan Kabupaten, mencakup: kategori/kriteria sasaran, jumlah sasaran, materi, frekuensi, tempat, waktu, teknik/metode pelaksanaan, petugas dan pembimbing teknis, sarana, alat peraga, sumber dana dan indikator/ukuran keberhasilan termasuk instrumen penilaian penyuluhan; (6) peningkatan frekuensi bimbingan teknis kesehatan lingkungan oleh Dinas Kesehatan dan PUSKESMAS; dan (7) pertemuan berkala intern petugas RS dan PUSKESMAS untuk perencanaan dan evaluasi program. Program yang menjadi bagian integral dari strategi pengendalian vektor penyakit DBD ialah (1) gerakan pembiasaan kebersihan atau kesehatan lingkungan perumahan termasuk TPA dan tempat perkembangbiakan nyamuk di semua tingkat administrasi pemerintahan, seperti gerakan Jum at bersih, (2) gerakan pembiasaan pencegahan gigitan nyamuk Aedes aegypti, dengan pemanfaatan tanaman anti nyamuk dan/atau penggunaan kelambu pada saat tidur. Agar keseluruhan program berhasil dengan efektif (jangka pendek, menengah, dan panjang) maka Pemerintah Kabupaten Indramayu perlu meningkatkan pembinaan kerjasama lintas program dan lintas sektoral serta pengembangan/pembentukan Tim Koordinasi Pengendalian DBD tingkat kabupaten, kecamatan dan desa/ kelurahan dilengkapi dengan mekanisme kerja tim atau SOP serta uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab seluruh anggota. Kata kunci: Model, kebijakan, pengendalian, DBD, kesehatan, lingkungan

Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MODEL KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN INDRAMAYU HENRI PERANGINANGIN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Bidang Minat Kebijakan dan Manajemen Lingkungan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Judul Disertasi Nama NRP : Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu : Henri Peranginangin : P062054694 Disetujui : Komisi Pembimbing Dr. drh. Hasim DEA Ketua Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M Eng Anggota Dr. dr. Sri Budiarti Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. 2. Dr. drh. Upik Kusumawati, M.S. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. dr. Kusharisupeni, M.Sc. 2. Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si.

PRAKATA Alhamdulillaahirobbil aalamiin berkat Rahmat dan Kurnia Allah Yang Maha Kuasa akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini yang berjudul Model Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu. Penulisan disertasi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya penulisan disertasi ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. drh. Hasim DEA., selaku ketua Komisi Pembimbing; Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N. M. Eng., selaku anggota Komisi Pembimbing; dan Ibu Dr. dr. Sri Budiarti, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberi dorongan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor; Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor; Ibu Dr. drh. Upik Kusumawati, MS. dan Ibu Dr.Ir. Etty Riani MS. selaku Penguji Ujian Pra Kualifikasi; Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. dan Ibu Dr. drh. Upik Kusumawati, MS. selaku Penguji Ujian Tertutup; Ibu Prof. Dr. dr. Kusharisupeni, M.Sc. dan Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si., selaku Penguji Ujian Terbuka yang telah banyak membimbing dan memberi dorongan kepada penulis. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Al-Zaytun Indonesia, Bapak Bupati Indramayu beserta staf, Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu beserta staf, sahabat/rekan mahasiswa/i peserta Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; dan Yang Tercinta Istri, anak, dan cucuku serta seluruh kerabat keluarga serta semua pihak lainnya yang tidak diuraikan satu persatu yang telah banyak memberi dorongan, bantuan, dan semangat kepada penulis. Penulis mendo akan semoga amal

perbuatan baik Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, dan Saudara/i mendapat balasan pahala yang berlipat dari Allah Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini belum sempurna; oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis mengharapkan disertasi ini bermanfaat, terutama bagi Pemerintah, peneliti, dan masyarakat Kabupaten Indramayu dalam rangka pengendalian penyakit demam berdarah dengue. Akhirnya kepada Allah jualah kita menyerahkan seluruh hasil usaha kita untuk mendapat RidhoNya. Amin. Bogor, Maret 2010 Henri Peranginangin

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Penampen, Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada tanggal 20 Julli 1955, anak ke lima dari enam bersaudara dari pasangan Tapel Peranginangin Tanjung (alm) dan Rulut br. Karo (alm). Penulis menamatkan Sarjana di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Maulana Yusuf (STIA) di Serang tahun 1986, dan Sarjana (S2) di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia tahun 2004. Pekerjaan penulis saat ini ialah dosen pada Universitas Al-Zaytun Indonesia dalam mata kuliah Ilmu Kesehatan Masyarakat. Artikel ilmiah penulis berjudul Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Indramayu sedang dalam proses penerbitan dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 4 Nomor 4 bulan Februari 2010. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xx I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Kerangka Pemikiran... 2 Perumusan Masalah... 5 Manfaat Penelitian... 7 Kebaruan (Novelty) Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA... 8 Pembangunan Berkelanjutan... 8 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 11 Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 12 Tanda atau Gejala Klinis Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 12 Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 13 Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 13 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Lingkungan... 16 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Partisipasi Masyarakat... 20 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Kependudukan... 21 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pelayanan Kesehatan... 22 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pendidikan Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)... 23 Hubungan antara Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Ekonomi dan Kemiskinan Penduduk... 24 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 26 Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Permukiman... 31 Pendidikan Kesehatan... 34 Pendekatan Sistem... 37 Analisis Kebutuhan... 38 Formulasi Permasalahan... 39 Identifikasi Sistem... 39 Pemodelan Sistem... 41 Validitas dan Sensitivitas Model... 43 Teori Keputusan dan Model serta Teknik Analisis... 45 xii

Analisis Kebijakan... 51 Stakeholder dan Provider... 52 Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Mendalam... 54 III. METODE PENELITIAN... 56 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 56 3.2. Rancangan Penelitian... 56 3.3. Responden Penelitian... 56 3.4. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data... 58 3.5. Pelaksanaan dan Evaluasi Pengumpulan Data... 64 3.6. Pengolahan Data... 65 3.7. Analisis Data... 66 3.8. Pendekatan Sistem dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)... 67 3.9. Penyusunan Skenario... 70 3.10. Perumusan kebijakan... 70 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 71 4.1. Kabupaten Indramayu... 71 4.2. Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang,Terisi, Sukagumiwang dan Tukdana... 78 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 79 5.1. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu... 79 5.1.1. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang... 79 5.1.1.1. Jenis kelamin dan umur responden... 79 5.1.1.2. Responden/anggota keluarganya yang menderita penyakit berdarah dengue pada tahun 2007/2008/2009... 79 5.1.1.3. Rumah tangga responden... 80 5.1.1.4. Air bersih/minum... 81 5.1.1.5. Sampah rumah tangga... 81 5.1.1.6. Air limbah rumah tangga... 82 5.1.1.7. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti... 82 5.1.1.8. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue... 82 5.1.1.9. Sikap responden tentang demam berdarah dengue 83 5.1.1.10. Perilaku sehat responden... 83 5.1.1.11. Pekerjaan/mata pencaharian responden... 84 5.1.1.12. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden 84 5.1.1.13. Pendidikan formal responden... 84 5.1.1.14. Layanan penderita demam berdarah dengue... 85 5.1.1.15. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan 85 5.1.1.16. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA)... 85 5.1.2. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Masyarakat Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana... 85 5.1.2.1. Jenis kelamin dan umur responden... 86 5.1.2.2. Responden/anggota keluarganya yang menderita penyakit berdarah dengue pada tahun 2007/2008/2009... 86 xiii

5.1.2.3. Rumah tangga responden... 87 5.1.2.4. Air bersih/minum... 88 5.1.2.5. Sampah rumah tangga... 88 5.1.2.6. Air limbah rumah tangga... 89 5.1.2.7. Tanaman anti nyamuk Aedes aegypti... 89 5.1.2.8. Pengetahuan responden tentang demam berdarah dengue... 89 5.1.2.9. Sikap responden tentang demam berdarah dengue 90 5.1.2.10. Perilaku sehat responden... 90 5.1.2.11. Pekerjaan/mata pencaharian responden... 91 5.1.2.12. Pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga responden 91 5.1.2.13. Pendidikan formal responden... 91 5.1.2.14. Layanan penderita demam berdarah dengue... 92 5.1.2.15. Layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan 92 5.1.2.16. Pengelolaan tempat penampungan air (TPA)... 92 5.1.3. Hubungan Curah Hujan, Suhu Udara dan Kelembaban Udara dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)... 95 5.1.3.1. Hubungan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD)... 95 5.1.3.2. Hubungan antara suhu udara dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD)... 97 5.1.3.3. Hubungan antar kelembaban udara dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD)... 98 5.1.4. Analisis Data Hasil Wawancara dengan Responden Dinas/ Instansi... 99 5.1.4.1. Umur dan Pendidikan Responden... 99 5.1.4.2. Pendapat dan Kebutuhan Responden dalam Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu... 99 5.2. Analisis Elemen Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu dengan Pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP)... 102 5.2.1. Urutan Prioritas Aktor Berdasarkan Fokus... 102 5.2.2. Urutan Prioritas Faktor Berdasarkan Aktor... 103 5.2.3. Urutan Prioritas Tujuan Berdasarkan Aktor... 104 5.2.4. Urutan Prioritas Kriteria Berdasarkan Aktor... 105 5.2.5. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Aktor... 106 5.2.6. Urutan Prioritas Tujuan Berdasarkan Faktor... 107 5.2.7. Urutan Prioritas Kriteria Berdasarkan Faktor... 107 5.2.8. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Faktor... 108 5.2.9. Urutan Prioritas Kriteria Berdasarkan Tujuan... 109 5.2.10. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Tujuan... 110 5.2.11. Urutan Prioritas Strategi Berdasarkan Kriteria... 110 5.3. Analisis Pendapat Pakar tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu dengan Pendekatan Interpretative Structural Modelling (ISM)... 112 5.3.1. Pendapat Pakar tentang Sub Elemen Tujuan... 112 5.3.2. Pendapat Pakar tentang Sub Elemen Kriteria... 115 xiv

5.3.3. Pendapat Pakar tentang Sub Elemen Strategi... 118 5.4. Pendekatan Sistem dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue... 121 5.4.1. Analisis Kebutuhan... 121 5.4.2. Formulasi Permasalahan... 121 5.4.3. Identifikasi Sistem... 122 5.4.3.1. Diagram lingkar sebab akibat... 122 5.4.3.2. Diagram input-output... 123 5.4.3.3. Diagram alir model kebijakan pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu... 124 5.4.3.3.1. Diagram alir model umum... 124 5.4.3.3.2. Diagram alir sub model kesehatan lingkungan... 125 5.4.3.3.3. Diagram alir sub model kependudukan... 126 5.4.3.3.4. Diagram alir sub model layanan kesehatan... 127 5.4.3.3.5. Diagram alir sub model vektor penyakit DBD... 128 5.4.4. Pemodelan sistem... 129 5.4.5. Validasi Model... 130 5.4.6. Implementasi... 131 5.4.6.1. Skenario Pesimistik... 140 5.4.6.2. Skenario Moderat... 142 5.4.6.3. Skenario Optimistik... 144 5.4.6.4. Analisis Perbandingan Penerapan Antar Skenario... 145 5.5. Kebijakan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu... 147 5.5.1. Kebijakan... 147 5.5.2. Strategi... 148 5.5.2.1. Strategi peningkatan kesehatan lingkungan permukiman... 149 5.5.2.2. Strategi peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat 149 5.5.2.3. Strategi peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat... 150 5.5.2.4. Strategi pengendalian vektor penyakit DBD... 151 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 153 6.1. Kesimpulan... 153 6.2. Saran... 154 DAFTAR PUSTAKA... 156 LAMPIRAN... 164 xv

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan menurut Saaty (1983)... 46 2. Daftar responden penelitian model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 58 3. Faktor-faktor dan aspek yang dianalisis dalam membangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 59 4. Perincian data primer yang diperlukan untuk membangun model pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 60 5. Elemen dan sub elemen Tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 61 6. Elemen dan sub elemen Kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 62 7. Elemen dan sub elemen Strategi pengendalian penyakit DBD di Kapaten Indramayu... 63 8. Penderita penyakit yang dilayani dengan rawat jalan di Puskesmas dan RS Kabupaten Indramayu dalam tahun 2005-2007... 76 9. Incidence rate (IR) penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dalam tahun 2004-2008... 77 10. Case fatality rate (CFR) penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dalam tahun 2004-2008... 78 11. Deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indra- Indramayu, Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana.. 93 12. Faktor-faktor yang berhubungan secara statistik dengan penyakit DBD di Kecamatan Indramayu, Sindang, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana... 94 13. Matriks perbandingan antar elemen Aktor berdasarkan Fokus pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 102 14. Matriks perbandingan antar elemen Faktor berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 103 15. Matriks perbandingan antar elemen Tujuan berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 104 16. Matriks perbandingan antar elemen Kriteria berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 105 17. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Aktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 106 18. Matriks perbandingan antar elemen Tujuan berdasarkan Faktor pengen- xvi

dalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 107 19. Matriks perbandingan antar elemen Kriteria berdasarkan Faktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 108 20. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Faktor pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 109 21. Matriks perbandingan antar elemen Kriteria berdasarkan Tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 109 22. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 110 23. Matriks perbandingan antar elemen Strategi berdasarkan Kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 110 24. Rekapitulasi nilai driver power dan nilai dependence sub elemen tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 112 25. Rekapitulasi nilai driver power dan nilai dependence sub elemen kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 115 26. Rekapitulasi nilai driver power dan nilai dependence sub elemen strategi pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 118 27. Kebutuhan stakeholder dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 121 28. Prediksi perkembangan jumlah penduduk, rumah tangga, TPA,TPN, vektor, kejadian DBD, penyuluhan kesehatan lingkungan, PHBS masyarakat, dan mutu lingkungan di Kabupaten Indramayu tahun 2008-2018... 131 29. Rekapitulasi nilai pengaruh dan ketergantungan faktor kunci berdasaranalisis prospektif... 133 30. Keterkaitan antar faktor dan kondisi untuk analisis prospektif... 139 31. Skenario dan kombinasi keadaan faktor... 139 32. Perbandingan hasil simulasi skenario pesimistik, moderat, dan optimistik dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten In- Indramayu... 146 xvii

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian... 4 2. Keterkaitan sosial, ekonomi, dan ekologis dalam pembangunan berkelanjutan... 8 3. Segitiga konsep pembangunan berkelanjutan... 10 4. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem... 38 5. Diagram alir metoda AHP... 47 6. Diagram teknik ISM... 50 7. Matriks penilaian pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif... 69 8. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang... 79 9. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Indramayu, Sindang, dan Jatibarang (lanjutan)... 80 10. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana... 86 11. Grafik deskripsi responden dan faktor-faktor yang diteliti di Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana (lanjutan)... 87 12. Grafik persamaan regresi linier angka kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007... 96 13. Grafik hubungan antara kejadian DBD dengan angka curah hujan di Kabupaten Indramayu tahun 2007... 97 14. Grafik persamaan regresi linier antara kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007... 97 15. Grafik hubungan kejadian DBD dengan suhu udara di Kabupaten Indramayu tahun 2007... 98 16. Grafik hubungan kejadian DBD dengan kelembaban udara di Kabubupaten Indramayu tahun 2007... 98 17. Grafik persamaan regresi linier antara kelembaban udara dengan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu tahun 2007... 99 18. Struktur hierarki antar elemen pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 111 19. Grafik nilai dan skor keputusan prioritas Strategi kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 112 20. Matriks driver power-dependence sub elemen tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 113 xviii

21. Diagram hierarki peringkat nilai sub elemen tujuan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 114 22. Matriks driver power-dependence sub elemen kriteria pengendalian DBD... 116 23. Diagram hierarki peringkat nilai sub elemen kriteria pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 117 24. Matriks driver power-dependence sub elemen strategi pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu... 119 25. Diagram hierarki peringkat nilai sub elemen strategi pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu... 120 26. Diagram sebab akibat pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 122 27. Diagram input-output model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 123 28. Diagram alir model pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 124 29. Diagram alir sub model kesehatan lingkungan... 125 30. Diagram alir sub model kependudukan... 126 31. Diagram alir sub model layanan kesehatan... 127 32. Diagram alir sub model vektor penyakit DBD... 128 33. Hasil simulasi IR DBD, mutu kesehatan lingkungan,tingkat PHBS dan cakupan penyuluhan kesehatan lingkungan di Kabupaten Indramayu pada periode 2008-2018... 130 34. Matriks tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh dalam rangka penyusunan kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 135 35. Prediksi IR DBD, tingkat PHBS, dan cakupan penyuluhan kesehatan lingkungan dalam skenario pesimistik tahun 2008-2018... 141 36. Prediksi IR DBD, tingkat PHBS, dan cakupan penyuluhan kesehatan lingkungan dalam skenario moderat tahun 2008-2018... 143 37. Prediksi IR DBD, tingkat PHBS, dan cakupan penyuluhan kesehatan lingkungan dalam skenario optimistik tahun 2008-2018... 145 xix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Rekapitulasi deskripsi hasil penelitian dalam rangka penyusunan model kebijakan pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Indramayu... 164 2. Hasil perhitungan Kalman Filter (KF) dan tingkat kecocokan model dari data empirik dan simulasi perkembangan penduduk dan kejadian DBD di Kabupaten Indramayu... 170 3. Rekapitulasi hasil analisis bivariat dalam rangka penelitian pengembangan model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 171 4. Profil Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Terisi, Sukagumiwang dan Tukdana Kabupaten Indramayu tahun 2007... 174 5. Persamaan powersim model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu... 178 6. Form pengumpulan data untuk Analytical Hierarchy Process (AHP).. 181 7. Form matriks penilaian hubungan kontekstual/perbandingan berpasangan antar sub elemen variabel untuk Interpretative Structural Modelling 182 xx

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah di Kabupaten Indramayu. Berdasarkan data dalam Profil Kesehatan Kabupaten Indramayu, Incidence rate (IR) DBD (jumlah penderita per 100.000 penduduk) di Kabupaten Indramayu tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah berturutturut 49,74; 26,09; 35,92; 60,26; dan 50,01 mendekati IR DBD nasional sebesar 37,01; 52,10; 52,43; 71,78; dan 60,06. Case fatality rate (CFR) DBD (jumlah meninggal per 100 penderita) dalam periode yang sama adalah berturut-turut sebesar 2,76; 3,41; 5,74; 5,15; dan 4,89 lebih tinggi dari CFR DBD nasional berturut-turut sebesar 1,20; 1,36; 1,04; 1,01; dan 0,86. Lima besar kecamatan dengan IR DBD tinggi (tahun 2004 sampai 2008) ialah Kecamatan Sindang, Indramayu, Jatibarang, Pasekan, dan Kedokanbunder berturut-turut sebesar 135,57; 103,21; 82,64; 74,10; dan 70,56; sedangkan lima besar kecamatan dengan IR DBD rendah ialah Kecamatan Terisi, Sukagumiwang, Tukdana, Gantar, dan Sukra berturut-turut sebesar 7,66; 12,28; 16,84; 15,03; dan 22,00 (Dinkeskab. Indramayu 2008). Penyakit DBD ialah penyakit menular, dapat menimbulkan kematian dengan cepat serta menyerang penduduk semua usia (WHO 2003, Soedarmo 1988; Siahaan 2004). Penyakit ini disebabkan oleh Virus dengue (WHO 2003; Sriprom et al. 2003; Fakeeh et al. 2003; dan Liu et al. 2003) dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (WHO 2003; Lee dan Rohani 2005). Dari beberapa hasil kajian para ahli diketahui bahwa penyakit DBD berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan ekologis; di antaranya ialah terhadap penurunan indeks umur harapan hidup (UHH) rata-rata penduduk karena kematian akibat DBD, terhadap peningkatan pengeluaran biaya Pemerintah dan masyarakat untuk pengobatan penderita dan pemberantasan vektor (nyamuk penular penyakit DBD), terhadap penurunan produktivitas kerja penduduk, dan terhadap pencemaran lingkungan atau rusaknya keanekaragaman hayati akibat penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan (WHO 2003, Pratt et al. 1977, Munaf 1997, Harahap 2000).

2 Masalah penyakit DBD di Kabupaten Indramayu perlu diselesaikan oleh Pemerintah dan masyarakat dengan dukungan para pakar atau ilmuwan bidang kesehatan lingkungan dalam kerjasama secara terpadu. Mengingat masalah yang dihadapi bersifat kompleks dan mencakup multi dimensional maka pendekatan yang perlu digunakan ialah pendekatan sistem (sibernetika, holistik, dan efektif): bukan dengan pendekatan yang bersifat parsial dan reduksionisme. Selaras dengan itu perlu dibangun model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu dengan pendekatan sistem berdasarkan pada data/informasi yang relevan dari hasil penelitian. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ialah terbangunnya model kebijakan pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu ialah: (1) menganalisis peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; (2) menganalisis kebutuhan stakeholder dalam pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu; dan (3) membangun model dan merumuskan alternatif kebijakan dan strategi yang tepat untuk pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu. 1.3. Kerangka Pemikiran Sejalan dengan kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan (Depkes. R.I. 2003), dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD di Kabupaten Indramayu, Bupati Indramayu menetapkan Surat Keputusan Nomor 443.1.05/KEO.184a-DINKES/ 2007 tentang Penetapan Status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD disertai dengan Surat Keputusan Nomor: 443.1.05/KEP.184A- DINKES/2007 tentang Pembentukan Satuan Tugas (SATGAS) Penanggulangan KLB DBD di Kabupaten Indramayu Tahun 2007. Menurut pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, keputusan-keputusan tersebut pada umumnya telah dan sedang diimplementasikan di seluruh kecamatan, namun demikian hasil yang diperoleh belum sepenuhnya sampai pada taraf yang diinginkan karena masih banyak masalah yang dihadapi dan belum terselesaikan. Masalah-masalah itu diduga ada kaitannya dengan faktor-faktor penentu timbul dan berkembangnya

3 penyakit DBD yaitu: pertama, faktor lingkungan (WHO 2003; Blum 1981; Gordon dan Le Richt 1950, diacu dalam Azwar 1999; Gubler 1997; Bohra 2001; Mustafa 2003; Fikri 2005; Sintorini 2006; Sumantri 2008); kedua, faktor kependudukan (WHO 2003; Widyana 1997; Maha et al. 1998; Bohra 2001; Hidajat 2001; Fikri 2005; Fathi et al. 2005; Bhattacharya et al. 2008); ketiga, faktor layanan kesehatan (WHO 2003); keempat, faktor nyamuk penular (vektor) penyakit DBD (WHO 2003; Soedarmo 1988); dan kelima, faktor mutu implementasi kebijakan termasuk law enforcement bidang kesehatan dan lingkungan hidup (Sumantri 2008). Penyakit DBD adalah penyakit menular berbasis lingkungan; artinya timbul dan mewabahnya penyakit ini pada hakekatnya dapat dicegah dengan metode perbaikan kesehatan lingkungan (WHO 2003; Chakravarti et al. 2005; Renganathan et al. 2003). Perwujudan keadaan lingkungan yang bersih dan sehat sangat tergantung pada tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat serta ketersediaan fasilitas dan sarana pendukung yang dibutuhkan. Untuk mencapai tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat seperti yang diharapkan diperlukan peningkatan frekuensi dan mutu layanan penyuluhan serta bimbingan teknis kepada masyarakat. penyuluhan yang memadai diperlukan untuk memelihara sistem nilai dan norma sesuai dengan kaidah-kaidah kesehatan dan untuk mengubah sistem nilai dan norma yang tidak sesuai melalui perubahan perilaku individu-individu anggota masyarakat, termasuk upaya pengembangan sarana dan potensi di daerah. Hasil penelitian Kyu et al. (2005) dan Tram et al. (2003) menunjukkan bahwa dampak positif pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD adalah besar. Dalam rangkaian pendidikan kesehatan, sejak beberapa tahun yang lalu di beberapa negara dikembangkan program Communications for behavioral impact (COMBI) yaitu rangkaian kegiatan untuk mengatasi penyakit, termasuk DBD, dengan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat (Rozhan et al. 2006). Mengingat kompleksnya keadaan dan masalah serta tantangan yang dihadapi maka untuk penyelesaiannya diperlukan analisis kebijakan dengan pendekatan sistem atau metode sistem dinamis, dengan tahapan teratur mulai dari analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan

sistem, validasi model, implementasi, dan tahapan evaluasi (Pramudya 1989). Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini seperti tampak pada Gambar 1. 4 Kebijakan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 004/MENKES/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan Keadaan, potensi, dan masalah yang dihadapi Sumberdaya manusia Vektor penyakit DBD Tempat penampungan air rumah tangga / tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti Anggaran/ dana Sarana Metode kerja Layanan kesehatan Penyakit DBD Kependudukan Lingkungan Sanitasi ruang dan bangunan Air bersih/ minum Sampah rumah tangga Kesehatan Pendidikan Ekonomi Air limbah / kakus rumah Umur harapan hidup Angka kematian ibu melahirkan Angka kematian bayi Angka melek huruf Angka rata-rata lama sekolah Pekerjaan/mata pencaharian Pertumbuhan ekonomi Angka curah hujan Suhu dan kelembaban udara Peningkatan kesehatan lingkungan permukiman Peningkatan kesiapan hidup sehat masyarakat Peningkatan layanan kesehatan masyarakat Pengendalian vektor DBD Model Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD di Kabupaten Indramayu Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

5 1.4. Perumusan Masalah Dari data dan informasi di atas diperoleh gambaran bahwa Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Indramayu masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks berkaitan dengan penyakit DBD yang perlu segera diselesaikan. Permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan fisik di antaranya ialah kesehatan rumah tangga penduduk, ketersediaan air bersih/minum, keadaan curah hujan, keadaan suhu dan kelembaban udara. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai jenis penyakit. Di Kabupaten Indramayu, pada tahun 2006, dari 177.028 rumah yang diperiksa, proporsi rumah yang memenuhi syarat kesehatan baru mencapai 56%. Jumlah dan mutu air bersih/ air minum yang diperoleh masyarakat belum seluruhnya memadai. Hasil Riset Kesehatan Dasar Jawa Barat (RISKESDAS JABAR) (2007) menunjukkan proporsi penduduk Kabupaten Indramayu pengguna air bersih lebih dari 100 liter per orang per hari sebesar 48,2%; dan antara 20 hingga 99,9 liter sebesar 47,4%; selebihnya menggunakan di bawah 20 liter sebesar 4,4%. Proporsi kualitas fisik air 6,9% keruh; 3,8% berwarna; 9,8% berrasa; 1,4% berbusa; dan 5,6% berbau. Permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan biologik di antaranya ialah masih kurangnya pengembangan budi daya tanaman anti nyamuk Aedes aegypti oleh masyarakat di daerah permukiman. Permasalahan berkaitan dengan faktor kependudukan yang utama ialah berkenaan dengan tingkat pertumbuhan dan mobilitas penduduk, perilaku penduduk, tingkat pendidikan penduduk, dan tingkat pendapatan/ kemiskinan penduduk. Tingkat perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat di beberapa kecamatan pada umumnya belum sampai pada taraf yang diharapkan. Dari 10.290 rumah tangga sampel pada tahun 2006 baru 5,04% yang berstatus PHBS strata IV, padahal target yang diharapkan pada tahun itu ialah sebesar 65%. Kesadaran masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) masih relatif kurang; hal ini ditunjukkan dari angka bebas jentik (ABJ) pada daerah yang diperiksa masih belum mencapai 100% (Dinkeskab. Indramayu 2008). Permasalahan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat adalah bahwa proporsi melek huruf penduduk usia di atas 10 tahun tingkat kabupaten

6 pada tahun 2006 baru mencapai 87,2% dengan penyebaran yang tidak merata di tiap kecamatan. Permasalahan lainnya yang dihadapi ialah jumlah keluarga miskin tahun 2005, 2006, dan 2007 masih relatif tinggi. Pada tahun 2005 jumlah keluarga miskin 232.046 atau 50,48% dari jumlah semua keluarga, tahun 2006 adalah 158.646 atau 32,10%, dari jumlah semua keluarga dan tahun 2007 adalah 312.854 atau 61,91% dari jumlah semua keluarga (BPS. Kab. Indramayu 2008). Masih besarnya angka buta huruf dan kemiskinan ini sedikit banyak menjadi hambatan dalam hal penerimaan hal-hal baru atau inovasi baru berkenaan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah layanan kesehatan yang belum terselesaikan di antaranya ialah masalah berkenaan dengan layanan penanganan penderita penyakit DBD, layanan penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan kepada masyarakat oleh penyelenggara program. Frekuensi penyuluhan dan bimbingan teknis kesehatan lingkungan dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) diduga belum memadai akibat keterbatasan sarana, tenaga kesehatan, dan lainnya. Masalah vektor penyakit DBD yang belum terselesaikan di antaranya ialah berkenaan dengan masih banyaknya tempat penampungan air (TPA) di masyarakat yang tidak bersih atau sehat kemudian menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk (TPN) nyamuk Aedes aegypti. Permasalahan lain yang penting pula diselesaikan segera ialah permasalahan kebijakan pengendalian penyakit DBD dan implementasinya yang belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan tujuan, keadaan serta permasalahan yang dihadapi tersebut, penulis mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran peranan faktor lingkungan, kependudukan, layanan kesehatan, dan vektor penyakit DBD serta gambaran kebutuhan stakeholder dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu? 2. Model kebijakan seperti apa yang perlu dibangun dalam rangka pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu? 3. Bagaimana skenario kebijakan atau strategi pengendalian penyakit DBD di Kabupaten Indramayu yang efektif dan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah?