BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah

dokumen-dokumen yang mirip
TKS 4406 Material Technology I

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB III LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN LAPISAN TIPIS ASPAL BETON (HOT ROLLED SHEET-WEARING COURSE)

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Lampiran 1. Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar. 1/2" (gram)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

BAB III LANDASAN TEORI

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

STUDI DEFORMASI PERMANEN BETON ASPAL DENGAN PENAMBAHAN PARUTAN KARET SEPATU BEKAS. Ari Haidriansyah

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

METODOLOGI PENELITIAN

Pengertian Agregat Dalam Kontruksi Perkerasan Jalan

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

Pemeriksaan BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR. Penanggung Jawab. Iman Basuki

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

PENGARUH PENAMBAHAN SABUT KELAPA TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Hasil Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT IJUK TERHADAP STABILITAS CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

STUDI PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI PADA CAMPURAN LASTON

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN SEMEN PADA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH KARAKTERISTIK AGREGAT TERHADAP CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKERASAN LENTUR Secara umum beton aspal didefinisikan sebagai campuran antara agregat dengan proporsi tertentu yang dicampur merata dan dilapis dengan hotmix aspal yang telah dipanaskan sampai suhu 150 o C lalu dipadatkan. Adapun bahan-bahan pembentuk campuran aspal antara lain: Agregat Binder (aspal) Bahan tambah 2.2 AGREGAT Agregat merupakan komponen utama dalam pembentukan campuran beraspal. Dalam campuran beraspal, berat agregat berkisar sekitar 90% - 95% dari total berat campuran aspal tersebut atau 75% - 85% dari total volume. Oleh karena itu, diperlukan material agregat baik dalam untuk membuat campuran aspal yang berdaya dukung tinggi dan awet. Agregat yang digunakan dalam campuran beraspal harus bersih dari material yang tidak diinginkan. Contohnya adalah material organik (tanaman), partikel lunak (tanah), dan lumpur. Agregat yang kotor dapat mempengaruhi perkerasan campuran aspal, karena kotoran tersebut dapat mengurangi daya ikat antara partikel pengikat (aspal) dengan agregat.

6 Untuk menguji kekuatan agregat, dilakukan dengan uji abrasi ( Los Angeles Abrasion Test ). Istilah yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat, yaitu: Agregat kasar : agregat yang tertahan di saringan No. 8 ( 2,36 mm ) Agregat halus : agregat yang lolos saringan No. 8 ( 2,36 mm ) Mineral pengisi : fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No. 30 ( 0,6 mm ) Mineral debu : fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm ) 2.2.1 KLASIFIKASI AGREGAT Ditinjau dari asalnya, batuan / agregat dapat dibedakan atas batuan beku, batuan sediment, dan batuan metamorf Batuan beku, batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku, yang dibedakan atas: o Batuan beku luar ( extrusive igneous rock ), dibentuk dari material yang keluar ke permukaan bumi pada saat gunung berapi meletus. Akibat dari perubahan cuaca, magma tersebut mengalami pendinginan dan membeku. o Batuan beku dalam ( intrusive igneous rock ), dibentuk dari magma yang tidak dapat keluar ke permukaan bumi. Magma mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan. Batuan sedimen, berasal dari partikel mineral, sisa-sisa hewan, ataupun tanaman. Pada umumnya ditemukan dalam bentuk lapisann-lapisan di permukaan bumi, hasil endapan di danau, laut, dan sebagainya.

7 Batuan metamorf, berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat dari perubahan tekanan dan suhu dari kulit bumi. Ditinjau dari proses pengolahannya, agregat yang digunakan dalam pembuatan campuran aspal dapat dibedakan menjadi: agregat alam, agregat alam yang mengalami proses pengolahan, dan agregat buatan. Agregat alam, agregat yang digunakan sebagaimana bentuk asalnya di alam, atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk karena proses erosi dan deformasi pada alam. Agregat alam yang banyak digunakan adalah kerikil dan pasir. Agregat alam yang mengalami proses pengolahan, bongkahan besar batu gunung perlu diproses lebih lanjut agar dapat digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan. Selain itu di sungai juga banyak terdapat bongkahan batu yang ukurannya melebihi dari ukuran yang diinginkan. Agar dapat digunakan, bongkahan batu tersebut perlu diproses lebih lanjut agar bisa didapatkan ukuran yang diinginkan. Proses pemecahan batu biasanya menggunakan mesin pemecah batu ( crusher stone ). Agregat buatan, agregat ini biasanya merupakan mineral filler / bahan pengisi yang diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen atau mesin pemecah batu.

8 2.2.2 GRADASI AGREGAT Penetapan gradasi agregat yang akan digunakan memegang peranan penting dalam pembuatan campuran aspal. gradasi agregat berpengaruh terhadap besarnya rongga yang terdapat antara butiran-butiran agregat. Hal tersebut akan berpengaruh dalam menentukan stabilitas campuran aspal. Gradasi agregat didapat dari hasil analisan saringan dengan menggunakan satu set saringan dimana saringan dengan bukaan paling besar ada diatas, dan saringan dengan bukaan paling kecil diletakkan di bawah. Sedangkan pada posisi paling bawah diletakan pan untuk menampung sisa-sisa debu partikel. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi dua: Gradasi seragam ( uniform graded ), campuran dengan ukuran agregat yang hampir sama dan mengandung sedikit sekali agregat halus, sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas rendah, dan berat volume yang kecil. Gradasi rapat ( dense graded ), campuran dengan ukuran agregat kasar dan halus yang berimbang, sehingga dinamakan agregat bergradasi baik ( well graded ). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas yang tinggi, permeabilitas rendah, dan berat volume yang besar. Penentuan proporsi agregat dilakukan dengan metode trial and error, dan hasilnya dibandingkan dengan gradasi yang disyaratkan sesuai dengan spesifikasi.

9 Tabel 2.1 Persyaratan gradasi agregat gabungan Prosentase lolos Kurva kontrol Titik kontrol (U.S Standard) (Inc) (mm) 1,5" 38,10 1" 25,40 3/4" 19,00 100,00 100 1/2" 12,50 82,80 90 100 3/8" 9,51 73,20 MAX 90 #4 4,75 53,6 - #8 2,36 39,1-39,1 25 58 #16 1,18 25,6-31,6 - #30 0,60 19,1-23,1 - #50 0,30 15,5-15,5 - #200 0,08 8,3 4 10 GRAFIK PEMBAGIAN BUTIR U.S.STANDAR SIEVES % 100.0 L O L O S S A R I N G A N 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 0.01 0.10 1.00 10.00 100.00 NO. SARINGAN ( mm ) Gambar 2.1 Syarat gradasi agregat gabungan

10 2.2.3 BERAT JENIS AGREGAT( SPECIFIC GRAVITY ) Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan berat jenis air. Nilai berat jenis penting dalam perencanaan campuran beraspal karena pada umumnya perencanaan berdasarkan pada perbandingan berat agregat. Selain itu besarnya berat jenis juga mempengaruhi banyaknya pori. Berikut ini adalah tiga cara menghitung berat jenis berdasarkan AASHTO T 85-81. Bulk specific gravity ( berat jenis bulk ), adalah berat jenis dimana memperhitungkan seluruh pori yang ada ( baik itu pori yang dapat diresapi air atau pori yang tidak dapat diresapi air ). Jika aspal hanya dianggap menyelimuti lapisan luar agregat, maka digunakan cara bulk specific gravity. Apparent specific gravity ( berat jenis apparent ), adalah berat jenis dimana yang diperhitungkan adalah volume partikel dan bagian yang dapat diresapi air. Penggunaan berat jenis ini jika dalam perhitungan aspal dianggap dapat meresapi seluruh bagian yang dapat diresapi air. Effective specific gravity ( berat jenis efektif ), pada kenyataannya aspal tidak dapat meresapi seluruh bagian yang dapat diresapi oleh air, melainkan hanya pada sebagian pori pori saja. Pada kondisi ini, digunakan berat jenis efektif.

11 Pada agregat yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji campuran beraspal, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap agregat. a. Pemeriksaan analisa saringan agregat halus dan kasar BeratTertahan % tertahan = x100%... (2.1) BeratBendaUjiKering % lewat = 100% - % Tertahan.(2.2) b. Pemeriksaan berat jenis dan daya serap pada agregat halus Berat jenis ( Bulk Specific Gravity ) = B k ( B + B j t.(2.3) B ) Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = B j ( B + Bk t..(2.4) B ) Berat jenis semu ( Apparent Specific Gravity ) = B k ( B + Bk t (2.5) B ) ( B j Bk ) Penyerapan = 100%.(2.6) B k Dimana: B k = Berat benda uji kering ( gram ) B = Berat piknometer berisi air ( gram ) B t = Berat piknometer berisi benda uji dan air ( gram ) B j = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh ( gram )

12 c. Pemeriksaan berat jenis dan daya serap pada agregat kasar Berat Jenis ( Bulk Specific Gravity ) = B k ( B j Ba...(2.7) ) Berat jenis kering permukaan jenuh ( SSD ) = B j ( B j Ba ).(2.8) Berat jenis semu ( Apparent Specific Gravity ) = B k ( Bk Ba..(2.9) ) ( B j Bk ) Penyerapan = 100% B k..(2.10) Dimana: B k = Berat benda uji kering ( gram ) B a = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air ( gram ) B j = Berat benda uji kering permukaan jenuh ( gram ) 2.3 ASPAL Aspal adalah material yang berwarna hitam, pada suhu temperatur ruangan aspal berbentuk padat. Sedangkan pada suhu tinggi aspal akan berbentuk cairan. Cairan aspal disemprotkan atau dicampurkan ke dalam agregat pada saat panas. Pada saat temperatur aspal turun, aspal akan mulai mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya ( sifat termoplastis ). Bahan dasar utama aspal adalah hidrokarbon. Aspal yang banyak digunakan saat ini merupakan produk turunan residu dari proses destilasi minyak bumi. Kriteria pemilihan jenis aspal harus berdasarkan pada: Sifat aspal akan berubah akibat umur dan panas, aspal akan menjadi rapuh dan kaku sehingga daya adhesi aspal dengan agregat semakin berkurang. Perubahan ini

13 dapat diatasi dengan pemilihan material aspal yang tepat dan proses pelaksanaan yang tepat pula. 2.3.1 JENIS JENIS ASPAL Berdasarkan cara memperolehnya, aspal dapat dibedakan menjadi dua kategori: Aspal alam: - aspal gunung ( rock asphalt ) - aspal danau ( lake asphalt ) Aspal buatan: - aspal minyak ( hasil penyulingan minyak bumi ) - tar ( hasil penyulingan batu bara ) 2.3.1.1 Aspal Minyak Aspal minyak dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: Aspal keras ( asphalt cement ), aspal yang berbentuk padat pada saat di suhu ruangan. Aspal semen terbagi menjadi beberapa jenis tergantung dari jenis minyak bumi pada saat pembuatannya. Aspal semen dikelompokan berdasarkan nilai penetrasi dan viskositasnya pada saat suhu 25 o C. berikut ini adalah jenis aspal yang biasa digunakan di Indonesia. o AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 50 o AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60 70 o AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85 100 o AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120 150 o AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200 300 Aspal cair ( cut back ashalt ), aspal cair adalah campuran aspal semen dengan bahan pencair yang berasal dari penyulingan minyak bumi. Aspal cair ini tetap berbentuk cair pada saat temperatur suhu ruangan.

14 Berdasarkan bahan pencairnya dan kemampuan penguapan bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: A. Rapid Curing Cut Back ( RC ) Merupakan aspal semen yang dilarutkan menggunakan bensin. RC adalah aspal cair yang paling mudah menguap pelarutnya. Berdasarkan nilai viskositas kinematik dalam centistokes (cm 2 /s) dan temperatur 60 o C RC dapat dibagi menjadi: o RC 30 60 yaitu aspal cair jenis RC yang mempunyai nilai penetrasi 30 60. o RC 70 140 yaitu aspal cair jenis RC yang mempunyai nilai penetrasi 70 140. o RC 250 500 yaitu aspal cair jenis RC yang mempunyai nilai penetrasi 250 500. o RC 800 1600 yaitu aspal cair jenis RC yang mempunyai nilai penetrasi 800 1600. o RC 3000 6000 yaitu aspal cair jenis RC yang mempunyai nilai penetrasi 3000 6000. B. Medium Curing Cut Back ( MC ) Merupakan aspal semen yang menggunakan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah. Berdasarkan nilai viskositas pada suhu 60 o C, MC dapat dibedakan menjadi: o MC 30 60 yaitu aspal cair jenis MC yang mempunyai nilai penetrasi 30 60.

15 o MC 70 140 yaitu aspal cair jenis MC yang mempunyai nilai penetrasi 70 140. o MC 250 500 yaitu aspal cair jenis MC yang mempunyai nilai penetrasi 250 500. o MC 800 1600 yaitu aspal cair jenis MC yang mempunyai nilai penetrasi 800 1600. o MC 3000 6000 yaitu aspal cair jenis MC yang mempunyai nilai penetrasi 3000 6000. C. Slow Curing Cut Back ( SC ) Merupakan aspal semen dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal ini merupakan jenis aspal semen yang paling lama untuk mengeras. Berdasarkan nilai viskositasnya, aspal SC dapat dibedakan menjadi: o SC 30 60 yaitu aspal cair jenis SC yang mempunyai nilai penetrasi 30 60. o SC 70 140 yaitu aspal cair jenis SC yang mempunyai nilai penetrasi 70 140. o SC 250 500 yaitu aspal cair jenis SC yang mempunyai nilai penetrasi 250 500. o SC 800 1600 yaitu aspal cair jenis SC yang mempunyai nilai penetrasi 800 1600. o SC 3000 6000 yaitu aspal cair jenis SC yang mempunyai nilai penetrasi 3000 6000.

16 Aspal emulsi, adalah campuran aspal dengan air dan zat pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandung, aspal emulsi dapat dibagi menjadi: o Kationik, disebut juga aspal emulsi asam. Aspal ini bermuatan listrik positif o An-ionik, disebut juga aspal emulsi alkali. Aspal ini bermuatan listrik negatif. o Non-ionik, aspal ini tidak mengalami ionisasi sehingga aspal ini tidak menghantarkan listrik. Yang biasa digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik. 2.3.1.2 Aspal Alam Aspal alam yang terdapat di Indonesia adalah aspal dari Pulau Buton. Aspal buton adalah campuran antara bahan mineral dan bitumen dalam bentuk batuan. Karena merupakan bahan alam, aspal buton memiliki kadar bitumen yang bervariasi mulai dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumennya, aspal buton dapat dibedakan atas: B10, B13, B20, B25, dan B30.

17 2.3.2 PEMERIKSAAN ASPAL Aspal adalah hasil produksi dari bahan bahan alam. Oleh karena itu sebelum digunakan aspal harus diuji terlebih dahulu di laboratorium untuk mengetahui apakah aspal tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan sebelum digunakan sebagai bahan pengikat campuran aspal. Berikut ini adalah contoh jenis pemeriksaan terhadap aspal: Pemeriksaan penetrasi Pemeriksaan titik lembek Pemeriksaan titik nyala dan titik baker dengan metode Cleveland Open Cup Pemeriksaan penurunan berat aspal Kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida Pemeriksaan daktilitas Berat jenis aspal Viskositas kinematik Gambar 2.2 Aspal

18 2.4 BAHAN TAMBAHAN Bahan tambah adalah bahan yang ditambahkan kedalam campuran beraspal dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas campuran aspal tersebut. Bahan tambahan digunakan dalam komposisi tertentu agar mendapatkan hasil yang maksimal. Bahan tambah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan material limbah plastik dan abu sekam padi. 2.4.1 PLASTIK PET ( Polyethylene Terephthalate ) Plastik adalah polimer rantai-panjang atom mengikat satu sama lain. Rantai atom tersebut membentuk banyak unit molekul berulang, atau monomer. Plastik umumnya terdiri dari polimer karbon saja atau dengan oksigen, nitrogen, chlorine atau belerang pada backbone. Backbone adalah bagian dari rantai pada jalur utama yang menghubungkan unit monomer menjadi kesatuan. Plastik dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimianya. Plastik diberi nama berdasarkan unit molekulernya yang membentuk polimer. Beberapa jenis platik antara lain: akrilik, polyester, silikon, polyurethane, polyethylene, dan lain-lain. Pada penelitian ini, jenis limbah plastik yang digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beraspal adalah jenis PET ( Polyethylene terephthalate ). Plastik jenis PET banyak ditemui dalam bentuk botol plastik minuman kemasan. Plastik PET yang akan digunakan, sebelumnya dilakukan pemrosesan terlebih dahulu. Plastik PET yang masih berbentuk botol dihancurkan terlebih dahulu dengan cara dipotong-potong sampai dengan ukuran < 2mm.

19 Gambar 2.3 Plastik PET 2.4.2 ABU SEKAM Tingginya produksi padi merupakan indikator tingginya produk sekam padi yang merupakan bahan yang terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan padi menjadi beras. Dari sekitar 60.000 mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah, sekam padi yang dihasilkan berkisar 15 juta ton per tahun. Untuk kapasitas besar, beberapa mesin penggiling padi mampu memproduksi 10-20 ton sekam padi per hari. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem lingkungan, dimana proses penghancuran limbah ini secara alami berlangsung lambat, sehingga dapat mengganggu lingkungan sekitarnya jika tidak diolah secara tepat. Meskipun beberapa penelitian sebelumnya telah memberikan indikasi yang positif dari penggunaan abu sekam padi pada campuran aspal, namun dari uraian di atas menunjukkan bahwa besar kecilnya kandungan oksida silika yang dihasilkan sekam padi

20 akan sangat dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan yang diberikan selama pemrosesannya menjadi abu sekam, terutama pada variasi suhu dalam proses pembakaran. Untuk itu diperlukan adanya penelitian lebih lanjut tentang sifat-sifat aspal dengan menggunakan abu sekam. Abu sekam yang digunakan merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi. Limbah sekam yang dihasilkan oleh mesin penggiling padi, selanjutnya dibakar hingga menjadi abu sekam. Sebelum digunakan dalam penelitian ini, abu sekam disaring kembali dengan saringan no.16 (1,2 mm) untuk memisahkan dari sekam yang tidak terbakar, batu batuan, atau dari sisa sampah lainnya yang tercampur ke dalam abu sekam. Gambar 2.4 Proses pengolahan abu sekam padi

21 Gambar 2.5 Contoh abu sekam 2.5 METODE MARSHALL Pengujian dengan alat Marshall bertujuan untuk menentukan ketahanan dan kekuatan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow). Ketahanan dan kekuatan (stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban (dalam satuan kilogram atau pound) sampai terjadi kelelehan plastis. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk campuran beraspal akibat pemberian beban. Pembebanan dilakukan sampai benda uji mengalami kelelehan plastis dan tidak mampu menerima beban lebih lanjut lalu dicatat beban maksimum dan kelelehan plastis benda uji. Cara pengujian dan persyaratan pemeriksaan Marshall mengacu pada AASHTO T24574, dimana nilai VIM menyatakan besarnya jumlah pori dalam campuran beraspal yang sudah dipadatkan dengan persamaan berikut ini: VIM = 100 i γ...(2.11) 100 b Volume agregat dalam campuran (%) = BjAgregat (2.12)

22 b d i =...(2.13) BjAgregat (100 b ) d γ =...(2.14) BjAgregat a b = x100% (2.15) b a B d =...(2.16) VolumeBendaUji Dimana: a b d B = Kadar aspal dalam campuran fraksi agregat = Kadar aspal efektif dalam campuran agregat aspal = Density (gram/ml) = Berat benda uji sebelum direndam air (gram) Untuk mendapatkan angka stabilitas dari proses pengujian Marshall, maka perlu dilakukan pemeriksaan beberapa parameter dengan rumus sebagai berikut: a. Bulk Volume f = e d..(2.17) Dimana: f = Bulk volume (cm 3 ) e d = Berat benda uji dalam keadaan jenuh di udara (gram) = Berat benda uji dii dalam air (gram)

23 b. Bulk Specific Gravity Specimen (berat isi benda uji) c g = (2.18) f Dimana: g c = Bulk Specific Gravity Specimen (gram/ml) = Berat benda uji di udara (gram) c. Air Voids (persentase rongga udara) 100( h g) j =..(2.19) h Dimana: j = Rongga udara (%) h = Berat jenis maksimum campuran beraspal (gram/cm 3 ) d. Void Mineral in Aggregate (persentase rongga terhadap campuran) k g(100 a) = 100.(2.20) Gsb Dimana: k = VMA (%) a = Persentase aspal terhadap (%) Gsb = Bulk Specific Gravity Aggregate e. Void Filled with Asphalt (persentase rongga terisi aspal) 100( k j) L =..(2.21) k Dimana: L = VFA (%) j = rongga udara (%)

24 k = VMA (%) f. Adjusted Stability (Stabilitas yang disesuaikan) m = ( O F. kal) F. kor (2.22) Dimana: m O = Adjusted Stability (Kg) = Angka stabilitas yang terbaca pada saat pengujian Marshall F.kal = Faktor kalibrasi alat F.kor = Faktor koreksi g. Flow (Kelelehan plastis) n = P F. flow..(2.23) Dimana: n P = Flow (mm) = Angka flow yang terbaca pada saat pengujian Marshall F.flow = Faktor kalibrasi untuk flow h. G mm (berat jenis maksimum campuran beraspal) G mm = A A + D E (2.24) G mm = berat jenis maksimum campuran beraspal (gram/cm 3 ) A D E = berat benda uji kering di udara (gram) = berat dari wadah dengan air pada suhu 25 o C (gram) = berat dari wadah dengan air dan benda uji pada suhu 25oC (gram) dan kondisi vakum udara lebih dari 30 mmhg