EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BENTONIT DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PROSPEKSI ENDAPAN DOLOMIT DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Irwan Muksin, Wawan Setiyawan, Martua Raja P.

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVENTARISASI DAN EVALUASI BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN MUSI RAWAS DAN MUSI BANYUASIN, PROVINSI SUMATERA SELATAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN MANGAN DI KABUPATEN MANGGARAI, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Bab III Geologi Daerah Penelitian

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN UMUM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

GAMBARAN UMUM WILAYAH

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

EKSPLORASI UMUM DOLOMIT DI KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMA- TERA UTARA. Djadja Turdjaja, Zulfikar, Corry Karangan Kelompok Program Penelitian Mineral

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MANGAN DI KABUPATEN MANGGARAI DAN KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

By : Kohyar de Sonearth 2009

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB II TATANAN GEOLOGI

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN PASIR BESI DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN. PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

PROVINSI SULAWESI UTARA

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BENTONIT DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Djadja Turdjaja, Kusdarto, Nazly Bahar Kelompok Penelitian Mineral S A R I Bentonit terdapat dalam satuan batuan tuf, Formasi Kiro, berwarna krem, kehijauan sampai coklat kemerahan, memperlihatkan kilap lilin, selang seling dengan tuf pasiran, dijumpai sebanyak 3 blok, yaitu Blok I meliputi Kampung Dahang, Bombong dan Damu dengan luas sebaran mencapai 57,93 hektar,dengan sumberdaya 17.379.000 m 3. Blok II di barat laut Bukit Golo Lasang dekat Kampung Runa mencapai 2,62 hektar, dengan sumberdaya 393.450 m 3, dan Blok III di baratdaya Golo Seng dekat Kampung Leda mempunyai sebaran 1,35 ha dan sumberdayanya 202.350 m 3. Bentonit Blok 1 mempunyai daya bleaching cukup baik terutama setelah diaktifkan, daya bleaching sebelum aktivasi 66-95 % dan setelah aktivasi 86-96 % dengan kandungan montmorilonit 65-75 %, dari hasil analisa XRD terdiri dari mineral montmorilonit, tridimit dan kuarsa, kecilnya nilai daya bleaching diperkirakan contoh tersebut banyak mengandung mineral pengotor, terutama kuarsa dan oksida besi. Bentonit di Blok II mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 62-85 % dan setelah aktivasi 86-95 % dengan kandungan montmorilonit 60 %, dari hasil analisa XRD terdiri dari mineral montmorilonit, kristobalit. Bentonit di Blok III mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 42-54 % dan setelah aktivasi 62-87 % dengan kandungan montmorilonit 50-60 %. Dibandingkan dengan beberapa produk bentonit dunia dengan bentonit di daerah penyelidikan analisa kimianya mempunyai kemiripan, hanya kandungan airnya lebih tinggi, yaitu di atas 10 % (16,27-18,12 %). Setelah melihat hasil analisa tersebut, bentonit di daerah ini perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan, terutama menghilangkan mineral pengotor dan butiran kuarsa dengan dilakukan penyaringan, dan oksida besi dengan separator magnit, sehingga didapatkan fraksi lempung bentonit, sedangkan untuk menghilangkan kandungan air dapat dilakukan dengan pemanasan. PENDAHULUAN Eksplorasi umum ini dilaksanakan berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu, yaitu Pengembangan Potensi Geologi Dan Sumber Daya Mineral di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan hasil kerjasama antara Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2003, dimana di Desa Pangga, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, dijumpai endapan bentonit mempunyai daya bleaching sebelum diaktivasi berkisar antara 90 92 % dan sesudah aktivasi berkisar 91 93 %. Secara administratif lokasi eksplorasi umum terletak di Desa Pangga dan sekitarnya, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, secara geografis daerah ini terletak di antara koordinat 120 15 03 120 20 29 Bujur Timur dan 8 31 5 8 35 13 Lintang Selatan dengan luas sekitar 7.647,44 hektar (Gambar 1). Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan meliputi : pengamatan singkapan endapan, meliputi : arah jurus perlapisan, struktur geologi, hubungan dengan formasi pembawa bahan galian, karakteristik endapan (warna, tekstur, sifat fisik), posisi geografis setiap titik lokasi pengamatan (menggunakan GPS) dan mencatatnya pada buku lapangan beserta sketsa/foto singkapan Melakukan pemetaan geologi dan sebaran bahan galian skala 1 : 25.000. Pengambilan conto permukaan untuk analis laboratorium

evaluasi dan analisis sementara di lapangan preparasi conto yang akan dianalisis Analisis laboratorium dilakukan terhadap percontohan bentonit yang dijumpai di daerah penyelidikan. Adapun jenis analisa yang dilakukan antara lain analisa kimia (major element) sebanyak 30 conto, analisa petrografi 5 conto, analisa sinar-x (XRD) 5 conto, analisa bleaching power 10 conto, analisa methiline blue 10 conto, dan analisa butir 5 conto. Evaluasi dan analisis data termasuk semua kegiatan pengidentifikasian, pengelompokkan dan pengujian data, baik data lapangan maupun data laboratorium serta perbandingan hasil analisis data dengan tujuan memperoleh informasi atau kesimpulan atas pelaksanaan eksplorasi umum endapan bentonit di Kabupaten Manggarai Barat. GEOLOGI UMUM Daerah penyelidikan termasuk dalam lembar Ruteng (S. Koesoemadinata, dkk., 1994), secara fisiografi mencakup bagian tengah hingga hampir ke ujung barat Pulau Flores. Pada Lembar ini lebar pulau tersebar mencapai hampir 60 km, dan tersempit hanya sekitar 25 km. Tercakup pula didalamnya Pulau Sababi, Pulau Longos dan beberapa pulau kecil lainnya di lepas pantai utara dan Nusa Mules di lepas pantai selatan. Batuan yang diperkirakan tertua di Lembar Ruteng adalah batuan gunungapi bersusun andesit dan basal yang termasuk dalam Formasi Kiro. Formasi ini berumur Miosen Awal-Miosen Tengah, bagian atasnya berhubungan secara menjemari dengan bagian bawah Formasi Nangapanda dan bagian bawah Formasi Bari. Formasi Nangapanda terdiri dari batupasir dan batugamping, dengan sisipan napal. Formasi Bari terdiri dari batugamping berselingan batugamping pasiran, dengan sisipan batupasir gampingan. Ketiga formasi ini di beberapa tempat diterobos granodiorit dan diorit kuarsa. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan, batuan terobosan itu berumur lewat Miosen Tengah. Tak selaras di atas Formasi Kiro, Formasi Nangapanda dan Formasi Bari menindih Formasi Waihekang. Formasi ini terdiri dari batugamping klastika mengandung tufa. Umurnya dari Miosen Akhir hingga Pliosen Awan. Formasi Waihekang menjemari dengan Formasi Laka yang terdiri dari tufa berselingan dengan batupasir tufaan dan bersisipan batugamping pasiran. Batuan gunungapi Tua yang terdiri dari lava, breksi, aglomerat, tufa berselingan dengan tufa-batuapung dan breksibatuapung. Pengendapan Batuan Gunung Tua ini berlangsung sejak Pliosen akhir hingga Plistosen. Kegiatan gunungapi di Flores berlangsung hingga sekarang. Hasilnya berupa kerucut gunungapi yang bersusun andesit sampai basal. Di lapangan, batuan Gunungapi Tua dan batuan Gunungapi Muda sangat sulit dibedakan. GEOLOGI DAN SUMBERDAYA BENTONIT Berdasarkan sudut lereng dan bentuk topografi dan hasil pengamatan di lapangan daerah sekitar Desa Pangga membentuk : satuan morfologi perbukitan terjal dan satuan morfologi perbukitan sedang. Satuan morfologi perbukitan terjal menempati sebagian besar daerah penyelidikan, terutama berkembang di bagian barat sampai tengah, morfologinya dikontrol oleh lava, breksi, aglomerat dan tufa dari satuan batuan Hasil Gunungapi Tua (QTvt) serta di beberapa tempat juga dikontrol oleh gawir sesar dengan dijumpainya air terjun. Relief kasar, lembah yang sempit berbentuk V, lereng-lereng yang terjal dengan sudut kemiringan lebih dari 60 o. Sungai dengan gradien besar, air terjun, dengan bongkah-bongkah batu besar. Deretan puncak-puncak bukit merupakan batas pemisah aliran sungai. Pola aliran sungai umumnya dendritik di beberapa tempat paralel. Satuan morfologi perbukitan sedang menempati bagian barat daerah penyelidikan, morfologinya dikontrol oleh tufa selang seling dengan tufa pasiran, serta lava dari satuan batuan Formasi Kiro (Tmk). Dari kenampakan morfologi terlihat bahwa di beberapa tempat erosi ke arah samping mulai berjalan, sehingga erosinya telah memasuki stadium dewasa. Singkapan tertua yang terdapat di daerah penyelidikan adalah Satuan Batuan Tufa Formasi Kiro secara tidak selaras ditutupi oleh Satuan Batuan Breksi Hasil Gunungapi Tua. Urut-urutan stratigrafi daerah penyelidikan

mulai dari tua sampai muda adalah sebagai berikut (Gambar 2) : Satuan Batuan Tufa, Formasi Kiro Satuan Batuan Breksi, Hasil Gunungapi Tua Satuan Batuan Tufa, Formasi Kiro menempati bagian-bagian rendah daerah penyelidikan, mengalami perlipatan, berupa tufa selang seling dengan tufa pasiran, serta lava. Lava, bersusunan basal, berwarna, kelabu muda sampai kehitaman, sebagian sudah terkersikkan dan terkalsitkan seperti yang dijumpai di Wae Muang anak sungai Wae Buha, utara Kampung Dahang. Tufa berwarna putih kecoklatan sampai kehijauan, bagian atas dibeberapa tempat menjadi bentonit, Endapan bentonit berwarna krem, kehijauan sampai coklat kemerahan, memperlihatkan kilap lilin, selang seling dengan tuf pasiran, tebal lapisan bentonit bervariasi antara 30-200 cm. Kenampakan bagian luar terutama bila kering menunjukkan struktur yang cukup khas, yaitu mengulit bawang, seperti yang dijumpai Kampung Damu, Bombong, Dahang, Runa dan Leda. Tufa segar berwarna putih abu-abu kecoklatan, keras, dijumpai di Kampung Beanggorong, Sedangkan tufa berwarna putih lainnya dijumpai di Kampung Lambur.Di bagian bawah tufa selang seling dengan tufa pasiran tersilisifikasi, berwarna abuabu sampai kehitaman, keras, seperti yang dijumpai di Wae Buha, utara Kampung Dahang. Umumnya perlapisan jelas, kemiringan antara 10 0-15 0, dengan arah jurus tenggara-baratlaut. Menurut S. Koesoemadinata, dkk., (1994), formasi ini berumur Miosen Awal-Tengah. Satuan Batuan Breksi, Hasil Gunungapi Tua menempati bagian timur daerah penyelidikan dengan sebaran utara selatan, pada bagian tengah, umumnya menutupi Formasi Kiro membentuk punggungan-punggungan, yang merupakan garis pemisah air. Berupa breksi, lava, aglomerat, tufa pasiran berselingan dengan tufa batuapung dan breksi batuapung. Lava, kelabu muda sampai tua;bersusunan andesit piroksen; setempat struktur kekar meniang dan kekar lapis. Breksi dan aglomerat dengan komponen andesit sampai basal; kelabu muda sampai tua; bersudut tajam sampai tanggung; berukuran antara 3-25 cm. Kemas terbuka. Perekat tufa pasiran mudah lepas, pada daerah yang mengalami pelapukan kuat mengakibatkan longsoran, disebabkan perbedaan pelapukan antara masa dasar dan fragmen. Tufa pasiran; putih kotor, kelabu muda sampai kekuningan; berbutir kasar, lunak. Pelapukannya di beberapa tempat seperti yang dijumpai di kampung Nao, Desa Kolang dan jalan antara Golowelu-Dahang terubah menjadi tras. Berdasarkan kedudukan stratigrafinya, formasi ini diduga berumur Pliosen-Plistosen, umumnya membentuk morfologi yang kasar, Puncak gunungapi tua yang masih dikenal yaitu Poco Kuwus. Dari hasil pengamatan lapangan struktur yang dijumpai di daerah penyelidikan adalah sesar normal, gejala yang dijumpai berupa : kelurusan topografi, gawir sesar dan tidak menerusnya lapisan batuan (off set). Sesar tersebut dijumpai di daerah Hawe berarah timurlaut-baratdaya, gejala dijumpai berupa kelurusan topografi dan gawir sesar, di daerah Golo rasang dekat Kampung Runa berarah tenggara-baratlaut dengan gejala tidak menerusnya perlapisan dan gawir sesar, sedangkan di Kampung Balo berarah tenggara-baratlaut dengan gejala tidak menerusnya perlapisan dan gawir sesar. Melihat bentuk dan sebaran endapan bentonit tersebut terbentuk akibat devitrifikasi, yaitu terubahnya gelas pada tufa menjadi lempung (bentonit). Di daerah ini bahan galian bentonit dijumpai sebanyak 3 blok, yaitu Blok I meliputi Kampung Dahang, Bombong dan Damu dengan luas sebaran mencapai 57,93 hektar, Blok II di barat laut Bukit Golo Lasang dekat Kampung Runa mencapai 2,62 hektar dan Blok III di baratdaya Golo Seng dekat Kampung Leda mempunyai sebaran 1,35 ha.dari data di atas sumber daya bentonit di Blok I dengan ketebalan kurang lebih 30 m (ketebalan diperkirakan dari penampang geologi, termasuk bentonit bersifat pasiran) mempunyai sumberdaya tereka 17.379.000 m 3, bentonit pada Blok II dengan ketebalan singkapan kurang lebih 15 m, mempunyai sumberdaya tereka 393.450 m 3 dan Blok III dengan ketebalan singkapan kurang lebih 15 m, mempunyai sumber daya tereka 202.350 m 3. Jadi sumber daya tereka bentonit di Desa Pangga adalah 17.974.800 m 3 atau 43.139.520 metriks ton (BJ bentonit 2,4 ton/m 3 ). Beberapa conto bentonit di 3 blok tersebut dianalisa fisik dan kimia, dari hasil analisa daya bleaching bentonit Blok I mempunyai daya

bleaching cukup baik terutama setelah diaktifkan, daya bleaching sebelum aktivasi 66-95 % dan setelah aktivasi 86-96 % dengan kandungan montmorilonit 65-75 % Bentonit di Blok II mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 62-85 % dan setelah aktivasi 86-95 % dengan kandungan montmorilonit 60 %, dari hasil analisa XRD terdiri dari mineral montmorilonit, kristobalit dan menurut analisa butir terdiri dari magnetit, ilmenit, hematit, piroksen dan kuarsa. Bentonit di Blok III di baratdaya Golo Seng dekat Kampung Leda mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 42-54 % dan setelah aktivasi 62-87 % dengan kandungan montmorilonit 50-60 % (Bleaching Standar =96 %). Bahan galian lainnya yang dijumpai di daerah penyelidikan adalah tras dan zeolit. Tras dijumpai merupakan hasil pelapukan dari satuan tufa breksi, batuan Hasil Gunungapi Tua, endapan tersebut dijumpai pada bukit kecil dekat Kampung Nao, Desa Kolang dengan luas sebaran 2 ha, mempunyai sumberdaya tereka adalah 100.000 m 3, sedangkan endapan tras di daerah sekitar Golowelu mempunyai luas sebaran 1,6 ha, mempunyai sumberdaya tereka 80.000 m 3. Tras daerah ini dicoba uji fisik dengan membuat batako dengan campuran tras dan semen dengan perbandingan semen : tras = 1 : 5, batako kering dalam waktu 2 hari. Zeolit merupakan sisipan pada endapan bentonit dengan tebal 10 cm, berdasarkan analisa XRD terdiri dari mineral mordenit dan klinoptilolit, sumber daya sedikit. PROSPEK PEMANFAATAN DAN PENGEMBANGAN BENTONIT Untuk mengetahui prospek pemanfaatan bahan galian maka pengkajian atau penilaiannya didasarkan pada beberapa aspek antara lain : kualitas, kuantitas, lokasi dan pemasaran, disamping aspek lainnya. Kajian mengenai prospek pengembangan bahan galian tidak terlalu berbeda dengan dasar penilaian terhadap prospek pemanfaatannya. Namun untuk prospek pengembangan lebih diarahkan pada kemungkinan pengusahaan dalam skala yang relatif lebih besar di masa yang akan datang, dikaitkan dengan pusat-pusat pertumbuhan dan peluang ekspor sejalan dengan permintaan pasar dalam dan luar negeri. Untuk mengetahui prospek pemanfaatan dan pengembangan bahan galian bentonit di Desa Pangga, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur perlu dilakukan analisa potensi dan kegunaan bahan galian tersebut. Pada umumnya bentonit yang terdapat sebarannya di Indonesia merupakan jenis Ca bentonit yang pemanfaatannya dapat digunakan sebagai penjernih minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak kelapa dan diperkirakan bentonit di daerah ini termasuk jenis Ca-bentonit. Melesat perilaku kondisi perkembangan prospek bentonit dewasa ini di Indonesia, maka dapat diasumsikan bahwa produk terutama Cabentonit dipengaruhi oleh perilaku konsumennya, terutama konsumsi di industri minyak goreng atau jumlah produk minyak goreng, seperti : Minyak Sawit (CPO), Minyak Kelapa (CNO), Minyak Biji Kapas (CSO), Minyak Kedele (SBO), dan Minyak Jagung (CCO), oleh karenanya ini berarti merupakan peluang bagus bagi pengusaha bentonit. Pengusahaan dan produksi Ca-bentonit berkembang pesat dan sementara ini sebagian besar terdapat di Pulau Jawa. Pada tahun 1982, produksinya adalah 7.597 ton meningkat terus sesuai dengan meningkatnya konsumsi minyak goreng dan data terakhir pada tahun 2000 mencapai 244.575 ton. Sampai tahun 2003, Indonesia mempunyai 5 juta ha perkebunan sawit lebih besar dari Malaysia yang hanya 2 juta ha (Tabel 1). Bagaimanapun dalam hal produksi, sampai tahun 2003 Malaysia masih memimpin di depan. Diharapkan bahwa mulai tahun 2005, Indonesia akan menambah jumlah perkebunan dan produksinya (Tabel 2). Dengan banyaknya populasi rakyat Indonesia sekitar 220 juta, akan membuat Indonesia sebagai konsumen minyak goreng yang paling besar, oleh karena itu produksi bentonit di Indonesia juga ditingkatkan. Malaysia selama ini mengimpor bentonit dari Amerika Serikat dan India. Indonesia yang memiliki sumber daya bentonit sebesar 380 juta ton dan kebanyakan dari jenis bleaching clay, sebenarnya mempunyai peluang mengekspor bentonit ke Malaysia. Dalam hal ini, kemungkinan bleaching power produk Ca-bentonit Indonesia yang masih

rendah merupakan salah satu kendala utama. Apabila dipaksakan perlu lebih banyak bahan baku dari pada bahan bentonit impor walaupun harga bentonit Indonesia dinilai lebih rendah dari pada bentonit Amerika Serikat atau India.Pesaing Indonesia dalam hal pemasaran ekspor terutama ke Malaysia selain Amerika Serikat dan India adalah Pilipina yang mempunyai sumber daya bentonit sebesar 14 juta ton, juga jarak yang lebih dekat ke Malaysia. Dengan meningkatnya industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia maupun Negara lain dan meningkatnya konsumsi minyak goreng sesuai dengan pertumbuhan penduduk dan tingkat ekonomi Indonesia, mempunyai peluang pengusahaan Ca-bentonit yang cukup prospektif, baik untuk pemakaian di dalam negeri maupun untuk diekspor. Namun terlepas dari berbagai aspek yang harus dipertimbangkan, wilayah-wilayah yang memiliki sebaran bentonit di desa Pangga Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, NTT dapat diajukan sebagai daerah prospek yang perlu ditindak lanjuti oleh kegiatan berikutnya yang lebih rinci lagi, karena dari hasil analisa laboratorium menunjukkan, bahwa bentonit di daerah tersebut dapat digunakan sebagai bahan penjernih minyak kelapa sawit setelah dilakukan pengolahan terlebih dahulu, dan dengan meningkatnya produksi minyak sawit dunia, tentu saja kebutuhan akan bentonit sebagai bahan penjernih (bleaching earth) akan meningkat, diharapkan potensi bentonit di daerah ini dapat memberikan sumbangan kebutuhan akan bentonit di industri minyak goreng di Indonesia. Apalagi pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa keberadaan sebaran bentonit terdapat dalam kawasan lahan yang tidak produktip. Setelah melihat hasil analisa tersebut, bentonit di daerah ini perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan, terutama menghilangkan mineral pengotor dan butiran kuarsa dengan dilakukan penyaringan,dan oksida besi dengan separator magnit, sehingga didapatkan fraksi lempung bentonit, sedangkan untuk menghilangkan kandungan air dapat dilakukan dengan pemanasan. KESIMPULAN DAN SARAN Di daerah ini bahan galian bentonit dijumpai sebanyak 3 blok, yaitu Blok I meliputi Kampung Dahang, Bombong dan Damu dengan luas sebaran mencapai 57,93 hektar dengan sumber daya tereka 17.379.000 m 3, Blok II di barat laut Bukit Golo Lasang dekat Kampung Runa mencapai 2,62 hektar dengan sumber daya tereka 393.450 m 3 dan Blok III di baratdaya Golo Seng dekat Kampung Leda mempunyai sebaran 1,35 ha, dengan sumber daya tereka 202.350 m 3, jumlah sumberdaya tereka bentonit di daerah ini adalah 17.974.800 m 3 atau 43.139.520 metriks ton (BJ bentonit 2,4 ton/m 3 ). Bentonit di Blok I mempunyai daya bleaching cukup baik terutama setelah diaktifkan, daya bleaching sebelum aktivasi 66-95 % dan setelah aktivasi 86-96 % dengan kandungan montmorilonit 65-75 %, untuk bentonit yang bersifat pasiran mengandung mineral magnetit, ilmenit, hematit, piroksen dan kuarsa dan mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 15 % dan setelah aktivasi 37 % dengan kandungan montmorilonit 70 %, SiO 2 rata-rata 57,02 %, Al 2 O 3 rata-rata 17,98 % dan Fe 2 O 3 rata-rata 4,29 %. Bentonit di Blok II mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 62-85 % dan setelah aktivasi 86-95 % dengan kandungan montmorilonit 60 %, bentonit yang bersifat pasiran terdiri dari magnetit, ilmenit, hematit, piroksen dan kuarsa, SiO 2 rata-rata 57,20 %, Al 2 O 3 rata-rata 16,16 % dan Fe 2 O 3 rata-rata 3,83 %. Bentonit di Blok III mempunyai daya bleaching sebelum aktivasi 42-54 % dan setelah aktivasi 62-87 % dengan kandungan montmorilonit 50-60 %, SiO 2 rata-rata 54,49 %, Al 2 O 3 rata-rata 15,38 % dan Fe 2 O 3 rata-rata 2,91 %. Bahan galian tras yang mempunyai sumber daya tereka 180.000 m 3 setelah dilakukan uji fisik dapat dibuat sebagai bahan pembuatan batako setelah dicampur dengan semen, juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan, khususnya untuk keperluan pembangunan di daerah sekitar Kecamatan Kuwus. Zeolit merupakan sisipan pada endapan bentonit dengan tebal 10 cm terdiri dari mineral mordenit dan klinoptilolit, mempunyai sumber daya sedikit.

Perlu dilakukan penyelidikan yang lebih rinci lagi, dengan mengambil conto lebih banyak baik lateral maupun vertikal, agar diketahui sumberdaya dan kualitas bentonit yang lebih baik, sebagai dasar dilakukan eksploitasi. Nusa Tenggara Timur, Direktorat Sumber Daya Mineral Bandung Suhala, S. dan Arifin, M., 1997, Bahan Galian Industri, PPTM, Bandung Setelah melihat hasil analisa tersebut, bentonit di daerah ini perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan, terutama menghilangkan mineral pengotor dan butiran kuarsa dengan dilakukan penyaringan, dan oksida besi dengan separator magnit, sehingga didapatkan fraksi lempung bentonit, sedangkan untuk menghilangkan kandungan air dapat dilakukan dengan pemanasan. Perlu bimbingan pihak terkait untuk mengembangkan bahan galian tras sebagai pembuatan batako setelah dicampur dengan semen, yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan di daerah sekitar Kecamatan Kuwus. PUSTAKA Anonymous, 1996/1997, Pemetaan Semi mikro terhadap 35 bahan galian golongan C di Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, CV. Patria Jasa Kupang, Nusa Tenggara Timur. Anonymous, 2006, Kecamatan Kuwus dalam Angka, Kantor Kecamatan Kuwus Anonymous, 2003, Pengembangan Potensi Geologi Dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Manggarai, NTT, Kerjasama Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dengan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Manggarai Faiman, G.S. and Wikrama A., 2005, Indonesian Bentonites : Case Study in Western Java, makalah pada Indonesian Mineral and Coal Discoveries, IAGI Special Issues tahun 2005. Koesoemadinata, S. dkk., 1994, Peta Geologi Lembar Ruteng, Nusa Tenggara, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Kusdarto, dkk., 1996, Eksplorasi Pendahuluan Bahan Galian Industri di daerah Kabupaten Manggarai, Provinsi

Tabel 1. Luas Kebun Sawit Di Indonesia (Dinas Pertambangan Dan Energi Prov.Jambi, 1998, makalah pada Indonesian Mineral and Coal Discoveries, IAGI Special Issues tahun 2005, Gunardi Salam Faiman) Tahun 2000 2001 2002 2003 Luas Kebun 3.18 4.25 4.67 5.0 Sawit (dalam jutaan ha) Tabel 2.. Produksi Minyak Sawit Dunia (Dinas Pertambangan Dan Energi Prov. Jambi, 1998, makalah pada Indonesian Mineral and Coal Discoveries, IAGI Special Issues tahun 2005, Gunardi Salam Faiman) Tahun Indonesia Malaysia Nigeria Lainnya 1980 1985 1990 1991 1995 2000 2005 2010 691.000 ton 1.210.000 ton 2.413.000 ton 2.665.000 ton 4,731.000 ton 7,465.000 ton 9,891,000 ton 12,293,000 ton 2,576,000 ton 4,133,000 ton 6,902,000 ton 6,139,000 ton 7,596,000 ton 8,751,000 ton 9,901,000 ton 11,052,000 ton 433,000 ton 307,000 ton 580,000 ton 605,000 ton 780,000 ton 1,016,000 ton 1,297,000 ton 1,623,000 ton 849,000 ton 1, 182,000 ton 1,858,000 ton 2,006,000 ton 2,256,000 ton 2,730,000 ton 3,154,000 ton 3,605,000 ton Gambar 1. Lokasi daerah Eksplorasi Umum

Gambar 2. Geologi daerah penyelidikan