BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat materiil maupun immateriil. Dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

DAFTAR PUSTAKA. Apeldoorn, Van, 1999.Pengantar Ilmu Hukum. Cet.XXVII, Pradnya Paramita, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI : (STUDI TENTANG PERJANJIAN DALAM APLIKASI PENYEDIA LAYANAN BERBASIS ONLINE)

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis hukum terhadap perjanjian kredit yang dibakukan

BAB I PENDAHULUAN. dibidang ekonomi merupakan salah satu yang mendapat prioritas utama

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

KONSUMEN DAN KLAUSUL EKSONERASI. (Studi Terhadap Profil Perjanjian Jasa Laundry Di Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. berkembanganya kerja sama bisnis antar pelaku bisnis. Banyak kerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting. Bank sebagai sarana dalam bertransaksi terutama transaksi yang

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tidak menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi sebuah keuntungan sepihak.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam kebutuhan

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

BAB I PENDAHULUAN. penghapusan dan pelepasan aset harus jelas dan transparan. Sehubungan hal

BAB II RUANG LINGKUP LARANGAN PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN YANG DIATUR DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

BAB I PENDAHULUAN. dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan kemudian dana yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju dan terus berkembang. Kondisi demikian sangat menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. juta Unit 2 Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, Jumat 05 Desember 2014, Penjulan Mobil Cetak.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. usaha jasa pencucian pakaian atau yang lebih dikenal dengan jasa laundry.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

PENGATURAN KLAUSULA BAKU DALAM HUKUM PERJANJIAN UNTUK MENCAPAI KEADILAN BERKONTRAK

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. pesat, sehingga produk yang dihasilkan semakin berlimpah dan bervariasi.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 28 huruf H ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PDAM ATAS PENETAPAN TARIF DALAM KONTRAK BAKU

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian dalam Pasal 1313

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN. Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah :

BAB I PENDAHULUAN. macam variasi barang maupun jasa. Banyaknya variasi barang maupun jasa

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit

Lex Privatum, Vol.III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. nasabah dan sering juga masyarakat menggunakannya, dengan alasan

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk sosial selalu melakukan hubungan dengan manusia lainnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat materiil maupun immateriil. Dari sekian banyak hubungan yang dilakukan antar individu itu, salah satu berupa perjanjian yang diatur dan diberi akibat oleh hukum. Perjanjian, merupakan salah satu hubungan hukum yang kerap kali dilakukan dalam pergaulan hidup di dalam masyarakat. Hampir segala kegiatan dan hubungan yang dilakukan antara orang yang satu dengan yang lain dalam masyarakat adalah berupa perjanjian. Hukum kontrak dikenal ada tiga asas yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan yakni asas konsensualisme (the principle of consensualism), sedangkan asas kekuatan mengikatnya kontrak (the principle of the binding force of contract), dan asas kebebasan berkontrak (the principle of freedom of contarct) sedangkan yang dianut dalam sistem hukum perjanjian di Indonesia adalah asas Konsensual, artinya perjanjian itu sudah terjadi (ada) sejak tercapainya kata sepakat antara para pihak. Dengan kata lain perjanjian itu sudah dan mengikat serta mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. 1 Jadi 1 Abdulkadir, Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, Hlm. 85 1

yang menjadi ukuran untuk menentukan telah terjadinya suatu perjanjian yang dilakukan oleh para pihak itu ialah adanya kata sepakat, bukan ukuranukuran yang lain. Berdasarkan asas konsensual tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang dibuat itu dapat dilakukan secara lisan dan dapat pula dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akte, jika dikehendaki sebagai alat bukti. 2 Dengan demikian, perjanjian yang dibuat menurut sistem hukum perjanjian di Indonesia tidak harus tertulis, kecuali perjanjian-perjanjian tertentu yang memang diwajibkan oleh undang-undang untuk dalam bentuk tertulis misalnya perjanjian hibah, perjanjian perdamaian dan sebagainya. Namun untuk perjanjian-perjanjian lainnya, misalnya jual-beli, sewa menyewa, tukar-menukar, pemberian kuasa, dan lain-lainnya bisa dibuat secara lisan bisa juga dalam bentuk tulisan. Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian, 3 yang sering disebut dengan asas kebebasan berkontrak.asas kebebasan berkontrak setiap orang diakui memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan, akan tetapi dalam perkembangannya terutama dalam kegiatan bisnis, pada umumnya perjanjian dilakukan secara tertulis, yang tentunya dimaksudkan untuk dijadikan alat bukti bilamana dikemudian hari terjadi suatu permasalahan yang berkenaan 2 Ibid. 3 Mariam Darus Badrulzaman, 1983, KUH Perdata- Buku III- Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hlm. 113 2

dengan perjanjian yang bersangkutan. Bahkan bukan itu saja, tapi pada umumnya dalam dunia bisnis banyak sekali perjanjian yang dibuat secara tertulis yang isinya ditetapkan secara baku. Dikenal istilah perjanjian baku atau standar kontrak. Perjanjian baku tersebut dalam praktik tidak hanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar saja, tapi perusahaanperusahaan kecil kecilpun menggunakannya seperti bengkel, perusahaan laundry dan sebagainya. Berangkat dari hal tersebut, berarti dewasa ini ada kecenderungan makin banyaknya perjanjian dalam transaksi bisnis yang dilakukan bukan berdasarkan adanya negosiasi atau kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, tapi dibuat secara baku dan isinya te lah disiapkan dalam bentuk formulir oleh salah satu pihak, utamanya pihak produsen atau pengusaha. Pihak konsumen tinggal menerima atau menolak isi perjanjian baku tersebut, hampir-hampir tidak ada kebebasan bagi konsumen dalam menentukan isi perjanjian/formulir tersebut. Lebih-lebih bilamana tidak ada pilihan hubungan hukum yang lain lagi kecuali yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Perjanjian baku secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak beru saha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negoisasi di antara mereka. namun di dalam praktek perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis dalam bentuk formulir perbuatan-perbuatan 3

hukum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan isi perjanjian terlebih dahulu, dan kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah banyak sehingga mudah menyediakannya setiap saat jika masyarakat membutuhkannya 4. Formulir-formulir yang berisi klausula baku tersebut diberlakukan kepada semua konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pelaku usaha yang bersangkutan dalam pokok atau obyek perjanjian yang sama. Adapun beberapa contoh mengenai penggunaan perjanjian baku di dalam berbagai transaksi adalah polis asuransi, perjanjian jual-beli mobil, Perjanjian credit card, transaksi-transaksi perbankan seperti perjanjian rekening koran dan perjanjian kredit bank, perjanjian jual-beli rumah dari perusahaan real estate, perjanjian sewa dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Masalah pembuatan perjanjian secara baku dalam kehidupan kita maupun di dunia bisnis sudah lazim sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga terjadi di negara-negara lain. Berdasarkan hasil penelitian Menurut F.A.J.Gras, 5 perjanjian baku ditemui dalam masyarakat modern yang mempergunakan perencanaan dalam mengatur hidupnya. Masyarakat modern tidak lagi merupakan kumpulan individu, melainkan merupakan kumpulan ikatan kerjasama (organisasi). Perjanjian baku 4 Mariam Darus Badrulzaman, 1980, Perjanjian Baku (standar), perkembangannya di Indonesia, Medan: Universitas Sumatera Utara. Hlm. 6 5 F.A.J. Gras, standaardcontracten, een Prechtssociologische Analyse, Kluwer Deventer, 1979, hal.8 dst.dari Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan TerhadapKonsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku,Simposium aspek-aspek hukum Masalah PerlindunganKonsumen, (Jakarta: Binacipta, 1986),Hlm.67. 4

merupakan rasionalisasi hubungan hokum yang terjadi dalam masyarakat demikian, dan lazimnya dibuat oleh organisasi perusahaan dengan harapan agar apa yang dikehendaki terwujud. Demikian pandangan beliau yang menjelaskan lahirnya perjanjian baku dari sudut sosiologi hukum. Berkaitan dengan keberadaan perjanjian baku tersebut, ada sementara orang berpendapat hadirnya perjanjian baku dalam kegiatan bisnis modern dewasa ini adalah merupakan suatu hal yang wajar. Dengan penggunaan perjanjian baku ini, maka pengusaha akan memperoleh efisiensi dalam penggunaan biaya, tenaga dan waktu. Jika dilihat dari segi praktis dan efisiensi memang demikian adanya. Namun jika dilihat dari aspek yuridis terutama yang berkenaan hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab para pihak, terutama pihak konsumen maka terlihat nyata hal tersebut menimbulkan permasalahan hukum yang memerlukan pemecahan secara hukum. Dianutnya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian dan keadaan sosial ekonomis serta tuntutan dari dunia bisnis yang selalu menginginkan sesuatu yang serba praktis dan efisien, memungkinkan pihak pelaku usaha menggunakan perjanjian yang berbentuk tertulis dan dibuat suatu bentuk formulir yang sifatnya baku, yang dikenal dengan istilah perjanjian baku atau kontrak baku atau standar kontrak. Perjanjian baku merupakan merupakan perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis yang telah digandakan berupa formulir-formulir, yang isinya telah distandarisasikan atau dibakukan terlebih dahulu secara sepihak oleh pihak yang menawarkan (dalam hal ini pelaku usaha), serta ditawarkan secara 5

massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dim iliki kosumen. 6 Dengan demikian perjanjian baku itu isinya dibuat secara sepihak oleh salah satu pihak yang mengadakan perjanjian ialah biasanya pihak yang mempunyai kekuatan ekonomis dan psikologis yang lebih kuat dari pihak lainnya. Dalam dunia perdagangan atau bisnis pihak yang membuat perjanjian baku itu adalah pihak pengusaha (produsen) yang pada um umnya memiliki kekuatan ekonomis yang lebih besar daripada konsumen. Sehingga tidak mustahil jika isi klausula baku kerapkali dapat merugikan pihak konsumen. Klausula-klausula baku yang ada dalam perjanjian baku pada umumnya dilakukan secara sepihak oleh pengusaha, maka tidak mustahil kerap kali klausula-klausula baku banyak memuat hak-hak pelaku usaha dan kewajiban-kewajiban konsumen, bahkan tidak jarang pula dalam klausulaklausula baku itu berisi pengalihan tanggung jawab yang seharusnya menjadi tanggung jawab pelaku usaha dialihkan menjadi tanggung jawab pihak konsumen. Kalusula-klausula yang isinya mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen itu dikenal dengan istilah klausula Eksonerasi (exoneration clause/exemption cluse). Gambaran tersebut diatas menunjukkan bahwa munculnya perjanjian baku atau perjanjian standar dalam lalu lintas hukum dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efisien dan efektif terhadap kegiatan bisnis atau transaksional. Oleh karena itu karakter utama dari perjanjian baku adalah 6 Johannes Gunawan 2003, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia dan Perdagangan Bebas, Dalam Aspek Hukum dari Perdagangan Bebas Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 118 6

pelayanan yang cepat terhadap kegiatan bisnis atau transaksional yang frekwensinya tinggi namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum. Secara ekonomis pembuatan perjanjian baku dimaksudkan untuk menunjang peningkatan efektifitas dan effisiensi serta kelancaran kegiatan dalam dunia bisnis, namun jika dilihat secara hukum khususnya dalam aspek hukum perjanjian, pembuatan perjanjian baku nampaknya tidak sejalan dengan asas kesepakatan dalam perjanjian. Kecuali itu perjanjian baku sangat berpotensi untuk merugikan pihak konsumen yang menjadi pihak dalam perjanjian baku tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan antara lain adalah apa yang menjadi dasar hukum keberadaan perjanjian baku, dengan kata lain apakah keberadaan perjanjian baku ada sangkut pautnya dengan asas kebebasan berkontrak yang dikenal dalam hukum perjanjian Indonesia. Selain itu pertanyaan dan permasalahan yang akan muncul sehubungan dengan penggunaan perjanjian baku dalam transaksi bisnis antara pengusaha dengan konsumen adalah apakah dengan digunakannya perjanjian baku da pat merugikan kepentingan pihak konsumen. Hal ini perlu dipertanyakan atau dipermasalahkan karena perjanjian baku tersebut pada umumnya dibuat oleh pelaku usaha yang tentunya diatur sedemikian rupa agar dapat menguntungkan dirinya yang sekaligus dapat merugikan pihak konsumen. 7

Lahirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap Konsumen dari tindakkan-tindakan yang dilakukan oleh produsen yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Salah satu ketentuan dalam undang-undang yang memberikan perlindungan kepada konsumenlah ketentuan yang berkenaan dengan larangan bagi pelaku usaha untuk membuat kalusula-klausula tertentu dalam formulir perjanjian baku yang dibuat oleh pelaku usaha. Namun demikian yang menjadi pertanyaan ialah apakah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebvut dapat berpengaruh terhadap eksistensi perjanjian baku yang sudah menjamu dalam kegiatan bisnis modern. M engenai ketentuan pencantuman klausula baku dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (selanjutnya di sebut UUPK) di atur mengenai beberapa larangan untuk membuat atau mencantumkan klausala baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, antara lain; (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat dan/atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak menyerahkan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang di bayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 8

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jula beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang mengungkapkannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentang dengan undang-undang ini. Ahmadi Miru mengatankan bahwa, praktek pembuatan klausula baku yang sekarang bertentangan dengan pasal 18 ayat (1) huruf g tersebut sudah berlangsung sejak lama, sehingga ketentuan pasal 18 ayat (1) g tersebut tentu saja dimaksudkan untuk melarang praktik pembuatan klausula semacam itu. Hanya saja, jika tidak ada kemungkinan pengecualian larangan tersebut dapat di pastikan bahwa penjual jasa tertentu, terutama Bank tidak akan mematuhi tidak akan mematuhi ketentuan tersebut atau kalaupun bank mematuhinya, maka dalam kondisi tertentu bank tersebut akan bangkrut. 7 Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, maka pihak yang kedudukannya lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul -betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Hal 7 Ahmadi Miru, Larangan Penggunaan Klausula Baku tertentu dalam perjanjian antara Konsumen dan pelaku usaha, JURNAL HUKUM. NO. 17 VOL. 8. JUNI 2001, UII, Yogyakarta Hlm. 116 9

yang demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klusula tertentu dalam perjanjian baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat. 8 Permasalahan tersebut muncul karena undang-undang tersebut telah kurang lebih 13 (tiga belas) tahun berlaku, namun perjanjian baku tetap ada dan bahkan tidak sedikit yang isinya bertentangan dengan ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Padahal Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah secara tegas memberi sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut. Selain itu pula, kendatipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyatakan bahwa. Klausula-klausula baku yang melanggar larangan-larangan tersebut di atas berakibat batal dem i hukum, namun sejak lahir dan berlakunya UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen) tersebut hingga kini tidak sedikit perjanjian baku yang melanggar ketentuan tersebut, namun tetap mengikat para pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah dikemukakan oleh penulis di atas, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KETERKAITAN ASAS KEBEBASAN 8 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Hlm 114 10

BERKONTRAK DENGAN PERJANJIAN BAKU DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN B. Rumusan Masalah Setelah kita lihat dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana keterkaitan asas kebebasan berkontrak dengan keberadaan perjanjian baku? b. Bagaimana keberadaan Perjanjian Baku ditinjau dari aspek perlindungan konsumen? C. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, materi dan permasalahan pokok yang akan saya teliti ini belum pernah diteliti oleh pihak lain. Walaupun ada beberapa penelitian yang secara umum membahas tentang perjanjian baku namun pembahasannya tidak sepenuhnya sama dengan pokok permasalahan yang akan diteliti ini. Demikian pula adanya tesis atau karya tulis yang di teliti oleh: 1. ASPEK HUKUM PEMBUATAN KONTRAK BAKU AKTA PERJANJIAN KREDIT BANK OLEH NOTARIS DI KOTA YOGYAKARTA 9 dengan rumusan masalah : 9 I Kadek Hadi Parwata, 2013, Aspek Hukum Pembuatan Kontrak Baku Akta Perjanjian Kredit Bank Oleh Notaris Di Kota Yogyakarta, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultan Hukum Universitas Gadjah M ada. 11

a. Bagaimana notaris menerapkan prinsip keseimbangan dalam suatu pembuatan kontrak baku akta perjanjian kredit notariil di kaitkan dengan kewenangan dan kewajiban jabatan notaris. b. Hal apa saja yang menjadi pertimbangan dalam membuat kontrak baku akta perjanjian kredit notariil bank yang di tenggarai menim bulkan bergaining position yang lebih menguntungkan pihak bank? c. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah bank yang berada pada kedudukan lemah akibat dari pembuatan kontrak baku akta perjanjian kredit notariil bank yangtidak seimbang. 2. PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENERAPAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN STANDARD ANTARA PELANGGAN KARTU HALLO DENGAN PT. TELKOMSEL DI KOTA PADANG 10 dengan rumusan masalah: a. Bagaimana keterkaitan rumusan klausula baku dengan perlindungan hukum bagi konsumen? b. Bagaimana Perlindungan Konsumen terhadap penerapan klausula baku pada perjanjian standard antara Pelanggan dengan PT.Telkomsel? c. Bagaimana Kendala-kendala Perlindungan konsumen dengan adanya Klausula baku Perjanjian antara Pelanggan dengan PT Telkomsel? 10 Fira Rosanti, 2012, Perlindungan Konsumen Terhadap Penerapan Klausula Baku dalam Perjanjian Standard antara Pelanggan Kartu Hallo dengan PT. Telkomsel Di Kota Padang, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultan Hukum Universitas Gadjah Mada. 12

Sementara penelitian yang saya teliti dengan judul Tinjauan Yuridis Mengenai Keterkaitan Asas Kebebasan Berkontrak dengan Perjanjian Baku Dalam Prespektif Hukum Perjanjian dengan rumusan masalah: a. Bagaimana keterkaitan asas kebebasan berkontrak dengan keberadaan perjanjian baku? b. Bagaimana keberadaan Perjanjian Baku ditinjau dari aspek perlindungan konsumen? Dalam hal ini dapat penulis tegaskan bahwa penelitian ini adalah bersifat orisinil, mandiri serta aktual dan belum pernah diteliti atau dipublikasikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis : 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai Perjanjian Baku dan perlindungan konsumen, peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi mengenai pembuatan perjanjian baku yang berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak di tinjau dari perlindungan konsumen. 13

2. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan : a. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat dalam memahami keterkaitan asas kebebasan berkontrak dengan perjanjian baku di tinjau dari perlindungan konsumen b. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran atau wacana kepada pihakpihak yang seringkali ada kaitannya dengan penelitian ini atau pihak-pihak yang dalam praktik menghadapi permasalahan atau sengketa yang berkenaan dengan penggunaan perjanjian baku, maupun bagi masyarakat khususnya para pelaku bisnis dalam memahami masalah keterkaitan asas perjanjian baku di tinjau dari perlindungan konsumen. c. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan DPR -RI dalam membuat suatu aturan khusus mengenai aturan pembuatan perjanjian baku yang dapat memberikan perlindungan bagi pihak konsumen.. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan mendapat gambaran yang jelas tentang keterkaitan asas Kebebasan berkontrak dengan keberadaan perjanjian baku. 2. Untuk mengetahui keberadaan Perjanijan baku di tinjau dari aspek perlindungan konsumen. 14