BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT. Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY

dokumen-dokumen yang mirip
PENGELOLAAN CEDERA SPRAIN TINGKAT II PADA PERGELANGAN KAKI Oleh: Bambang Priyonoadi

PENGELOLAAN CEDERA SPRAIN TINGKAT II PADA PERGELANGAN KAKI

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

MODUL PRAKTIKUM MATA KULIAH FISIOTERAPI OLAHRAGA. Tim Penyusun : SyahmirzaIndraLesmana, SFT, SKM, M.Or Muhammad ZIkra, S.Ft Victor SieraNenga, S.

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

BAB 3 FONDASI DALAM MEMANAH

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

PERAWATAN CEDERA PADA TENDO ACHILLES. Oleh: Bambang Priyonoadi

BAB I PENDAHULUAN. sekedar jalan-jalan atau refreshing, hobi dan sebagainya. Dalam melakukan

BUKU PANDUAN KERJA KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIS EKSTREMITAS BAWAH

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. Colin Mathers, koordinator divisi kematian dan penyakit di WHO,

BAB 1 PENDAHULUAN. menghilangkan kesempatan atlet profesional mendapatkan sumber. olahraga non-kontak yang memerlukan lompatan, perubahan cepat dalam

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

LATIHAN FLEKIBILITAS

: Pencegahan dan Perawatan Cedera. Semester IV (Genap) - 16 X Pertemuan

Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. Muskulus kuadrisep adalah salah satu jaringan lunak yang paling penting

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Oleh : ELVIRA LUCKINDA KRISNIAJATI J

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB III METODE PENELITIAN. - Tempat : Ruang Skill Lab Gedung E Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Semarang. bulan April Mei 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Patella merupakan tulang sesamoid terbesar yang ada di tubuh, menduduki

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAWATAN CEDERA SIKU

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. fungsionalnya. Kompleksnya suatu gerakan dalam aktifitas seperti. tulang-tulang yang membentuk sendi ini masing-masing tidak ada

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN CEDERA PADA ATLET SEPAK TAKRAW

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

Oleh: Bambang Priyonoadi Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK UNY

PATOFISIOLOGI CEDERA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat disuatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan produktif dibutuhkan status kesehatan yang tinggi dan. peningkatan sistem pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di rumah pribadi pasien.

BAB I PENDAHULUAN. beratnya latihan dan kontak badan antar pemain bertumpu pada fisik. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

RUPTUR TENDO ACHILLES

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

TUGAS CASE LBP E.C. SPONDILOSIS. 1. Pemeriksaan Lasegue, Cross Lasegue, Patrick, dan Contra-Patrick

Latihan Kekuatan Otot Tubuh Bagian Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengantar Cedera Olahraga

CEDERA PADA PEMAIN SEPAKBOLA

: ELVIRA LUCKINDA KRISNIAJATI J100

Bentuk-bentuk latihan kebugaran bagi atlet Oleh : Teguh Santoso

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUNNING SKILLS. Skill highlights

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

TULANG DAN PERSENDIAN EXTREMITAS INFERIOR

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

Oleh: dr. Hamidie Ronald, M.Pd, AIFO

BAB I PENDAHULUAN. Orientasi olahraga telah bergerak melewati batas kemampuan logika

BAB I PENDAHULUAN. maka kesehatan fisik ialah salah satu hal yang penting. Kesehatan fisik

Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

DISLOKASI SENDI PANGGUL

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan sampai lanjut usia pada

ANKLE & FOOT. Yulianto W, Dipl.PT, M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL 8 BADMINTON Pendahuluan

Teksbook reading. Tessa Rulianty (Hal 71-80)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok oleh dua tim dengan beranggotakan masing-masing lima orang

Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH

ANATOMI SISTEM MUSKULOSKELETAL R E J O 2014

BAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN TERHADAP FLEKSIBILITAS LANSIA

LAPORAN PENELITIAN DOSEN (Bidang Keahlian)

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

LAMPIRAN 1 JUDUL PENELITIAN HUBUNGAN LETAK LESI INSULA DENGAN FUNGSI MOTORIK PADA PASIEN STROKE ISKEMIK INSTANSI PELAKSANA : RSUP DR.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seperti tarian. Pada saat ini, aerobik mempunyai gerakan yang tersusun, tapi

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Untuk memberikan pengertian yang lebih jelas, teori-teori yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Futsal adalah permainan bola yang dimainkan oleh dua tim, yang. masing-masing beranggotakan lima orang. Tujuannya adalah memasukkan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

MELATIH SIKAP DAN GERAK DASAR PENCAK SILAT BAGI PESILAT PEMULA. Oleh: Agung Nugroho, A.M. Dosen Jurusan Pendidikan Kepelatihan FIK UNY

BAB I PENDAHULUAN. osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan

LAPORAN PENELITIAN (Bidang Keahlian)

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas sehari-hari. Gangguan pada kaki bisa menghambat aktivitasnya.

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

yang sangat penting dalam aktifitas berjalan, sebagai penompang berat tubuh dan memiliki mobilitas yang tinggi, menyebabkan OA lutut menjadi masalah

CEDERA OLAHRAGA PADA SENAM DAN UPAYA P3K. Oleh: Dr. Sugeng Purwanto Dosen PJKR FIK UNY

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Manusia selalu berhubungan dengan proses gerak untuk melakukan

PENGETAHUAN CEDERA OLAHRAGA PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIMED. Nurhayati Simatupang,

BAB I PENDAHULUAN. robek pada ligamen,atau patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut

Carpal tunnel syndrome

Written by Dr. Brotosari Wednesday, 02 September :18 - Last Updated Wednesday, 28 December :53

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Mata Kuliah: PENCEGAHAN, PERAWATAN DAN EVALUASI KEOLAHRAGAAN (POK612) Di Susun oleh:

Transkripsi:

BERBAGAI MACAM TES UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KESTABILAN SENDI LUTUT Oleh: Bambang Priyonoadi Jur. PKR-FIK-UNY Abstrak lutut mudah sekali terserang cedera traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan medial, lateral, tekanan, dan rotasi, karena lemahnya otot, dan mudah mendapat luka memar. Mekanisme datangnya cedera sendi lutut yang berakibat serabut ligamen utama dari lutut bisa menjadi putus tergantung pada aplikasi dari kekuatan, pukulan, tekanan, gerakan yang melebihi batas keregangan dan cedera ini dapat terjadi karena suatu gaya pada garis lurus (straigth line) langsung atau melalui bidang tunggal (singgle plane), atau karena suatu gaya berputar mendadak. Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan ketidakstabilan sendi, lutut yang terluka diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah cedera dan dilakukan hanya oleh tenaga yang sudah terlatih dan profesional. Lutut yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites dan dikontraskan atau dibedakan untuk menentukan suatu perbedaan dalam tingkat stabilitasnya. Tes tekanan valgus dan varus dimaksudkan untuk menampakkan kelemahan kompleks kestabilan lateral dan medial, khususnya serabut ligamen colateral. Tes untuk menentukan integritas dari ligamen cruciate dapat dilakukan dengan menggunakan: 1) tes Drawer pada fleksi 90 derajad, 2) tes Drawer Lachman, 3) tes pivot-shift, 4) tes Jerk, dan 4) tes Drawer fleksi-rotasi. Sedangkan untuk memastikan ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah posterior dapat dilakukan dengan: 1) tes Drawer posterior, 2) tes recurvatum rotasi eksternal, dan 3) tes Sag Posterior. Adapun untuk menentukan meniscus yang robek dapat menggunakan tiga cara yaitu dengan: 1) tes McMurray, 2) tes kompresi apley dan 3) tes distraksi apley. Kata kunci: Tes stabilitas sendi lutut Pendahuluan Pada umumnya, anggota tubuh yang paling sering dikenai cedera pada waktu berolahraga adalah pada daerah sendi lutut. Cedera ini dapat terjadi karena sendi tersebut berfungsi melakukan pergerakan sambil menyangga tubuh (Elisson, A.E., dkk, 1986: 242). Pada setiap persendian, terdapat serabut-serabut otot yang menghubungkan tulang 1

satu dengan tulang yang lainnya, serabut otot ini disebut ligamen, oleh karena itu cedera yang mengenai pada daerah ligamen ini sering disebut SPRAIN. Sendi lutut dapat berfungsi untuk pergerakan dan untuk penyangga tubuh dikarenakan adanya beberapa jenis ligamen, serta sedikit tendo. Gambar 1: Anatomi persendian lutut dilihat dari depan (Sumber: Brukner, P., dan khan, K., Clinical Sports Medicine., 1993: 336) Gambar 2: Anatomi persendian lutut dilihat dari belakang (Sumber: Brukner, P., dan khan, K., Clinical Sports Medicine., 1993: 337) 2

Lutut merupakan persendian yang besar dalam tubuh, lutut mudah sekali terserang cedera traumatik. Persendian ini kurang mampu melawan kekuatan medial, lateral, tekanan, dan rotasi, karena lemahnya otot, dan mudah mendapat luka memar (Arnheim, 1985: 544; Peterson, 1990: 286; Brukner, P., dan Khan, K., 1993: 336). Adapun mekanisme datangnya cedera sendi lutut yang berakibat serabut ligamen utama dari lutut bisa menjadi putus - baik putus secara terpisah atau kombinasi tergantung pada aplikasi dari kekuatan, pukulan, tekanan, gerakan yang melebihi batas keregangan - dan cedera ini dapat terjadi karena suatu gaya pada garis lurus (straigth line) langsung atau melalui bidang tunggal (singgle plane), atau karena suatu gaya berputar mendadak (Arnheim, 1985: 544). Semua gaya tersebut akan menimbulkan cedera pada bagian tengah ligamen colateral, bagian samping ligamen colateral, bagian berputar dari ligamen, bagian belakang ligamen cruciate, dan ligamen medial baik secara sebagian atau keseluruhan. Cedera pada ligamen (SPRAIN) menurut Sadoso (t.t.: 8) dan Brukner & Khan (1993: 12) di bagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu: 1. Sprain tingkat I. Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut yang putus. 2. Sprain tingkat II. Pada cedera ini lebih banyak serabut otot dari ligamen yang putus, tetapi lebih separoh serabut ligamen masih utuh. 3. Sprain tingkat III. Pada cedera ini seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya terpisah. 3

Gambar 3: Sprain lutut tingkat I, II dan III (Sumber: Brukner P., dan Khan, K., Clinical Sports Medicine., 1993: 12) Beberapa Tes Untuk Stabilitas Sendi Lutut Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan ketidakstabilan sendi. Disarankan bahwa lutut yang terluka diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah cedera. Tes-tes seperti ini sebaiknya dilakukan hanya oleh tenaga yang sudah terlatih dan profesional secara baik. Lutut yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites dan dikontraskan atau dibedakan untuk menentukan suatu perbedaan dalam tingkat stabilitasnya. 1. Tes Tekanan Valgus dan Varus Gerakan valgus adalah gerakan ke sisi luar/samping (lateral), sedangkan gerakan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah (medial) dari sendi yang terjadi secara mendadak. Tes tekanan valgus dan varus dimaksudkan untuk menampakkan 4

kelemahan kompleks kestabilan lateral dan medial, khususnya serabut ligamen colateral (Arnheim, 1993: 541). A B Gambar 4 : A. Posisi Varus Pada Sendi Lutut B. Posisi Valgus Pada Sendi Lutut (Sumber: Ellison, dkk., Athletic Training and Sports Medicine., 1986: 237). a. Pelaksanaan Tes Tekanan Valgus Pelaksanaan tes ini seperti diungkapkan Ellison, dkk. (1986: 341) dan Arnheim, D.D. (1993: 541) yaitu penderita berbaring telentang dengan kaki diluruskan. Untuk mengetes bagian medial, pemeriksa memegang pergelangan kaki secara kuat dengan menggunakan satu tangan, sambil meletakkan tangan yang lain pada kepala tulang fibula. Pemeriksa kemudian dengan kekuatan yang terukur menggerakkan lutut untuk membuka ke sisi samping sebelah luar, tekanan valgus diterapkan dengan lutut yang di ekstensikan secara penuh pada 0 derajad dan pada 5

fleksi 30 derajad (gambar 5.A). Pengujian tes ekstensi penuh ligamen medial kolateral (medial collateral laterale/mcl) dan capsula posteromedial. Pada sudut fleksi 30 derajad ligamen medial kolateral (MCL) adalah terpisah. b. Pelaksanaan Tes Tekanan Varus Posisi penderita berbaring telentang dengan kaki diluruskan, sedangkan pemeriksa mengambil posisi badan dan pegangan kebalikan dari pemeriksaan tekanan valgus. Periksa dan lakukan tes ke samping lateral dengan daya varus pada lutut dan diekstensikan penuh, kemudian lakukan dengan fleksi 30 derajad (gambar 5.B). Dengan lutut diekstensikan penuh maka ligamen lateral kolateral (ligamentum lateral collaterale/lcl) dan kapsula posterolateral telah terselesaikan. Pada fleksi 30 derajad LCL adalah terpisah. Catatan: tungkai bawah akan di netralkan dengan tidak adanya rotasi internal dan eksternal (Ellison, dkk.,1986: 341 dan Arnheim, D.D., 1993: 541). Gambar 5 : Tes Tekanan Valgus dan Varus. A. Valgus. B. Varus (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 541). 6

2. Tes Ligamen Cruciate anterior Arnheim (1993: 542) menyebutkan bahwa banyak tes baru-baru ini digunakan untuk menentukan integritas dari ligamen cruciate. Diantaranya ada tes Drawer pada fleksi 90 derajad, tes Drawer Lachman, tes pivot-shift, tes Jerk, dan tes Drawer fleksi-rotasi. Adapun penjelasan beberapa macam tes untuk menentukan integritas ligamen cruciate adalah seperti di bawah ini. a. Tes Drawer pada fleksi 90 derajad Cara kerja tes drawer pada fleksi 90 derajad (Arnheim, D.D., 1993: 541; Brukner P., dan Khan, K., 1993: 342) adalah penderita berbaring pada meja pelatihan dengan tungkai yang cedera di fleksikan, sementara pemeriksa menghadap ke bagian depan tungkai penderita yang cedera, kemudian putar bagian atas tungkai dan sesegera mungkin di bawah sendi lutut dengan kedua tangan. Jari-jari pemeriksa diletakkan pada ruang atau tempat popliteal dari tungkai yang terafeksi, dengan ibu jari pada garis sendi medial dan lateral (gambar 6.A). Jari-jari lainnya dari pemeriksa terletak pada tendo hamstring, untuk memastikan itu semua, rilekskan sebelum tes dilaksanakan sebagai tata urutan kerja. Bila ditemukan tulang tibia yang menggeser ke depan dari bawah tulang femur, maka dianggap tanda Drawer anterior yang positif. Jika tanda atau gejala Drawer anterior yang positif terjadi, maka tes sebaiknya diulang dengan tungkai atlit diputar secara internal 20 derajad dan diputar secara eksternal 15 derajad (gambar 6.B&C). Penggeseran dari tulang tibia ke depan pada saat tungkai diputar secara eksternal adalah suatu indikasi bahwa bagian posteromedial dari kapsul sendi, ligamen cruciate anterior, atau kemungkinan ligamen bagian medial collateral mungkin terdapat robekan. Gerakan ketika tungkai 7

dirotasikan ke arah internal diindikasikan bahwa ligamen cruciate anterior dan kapsul posterolateral mungkin terdapat robekan. Gambar 6 : Test Drawer Pada Cruciate laxity A. Lulut pada sudut 90 derajad, dengan kaki pointing straight B. Lutut pada sudut 90 derajad, dengan tungkai dirotasikan secara internal C. Lutut pada sudut 90 derajad, dengan tungkai dirotasikan secara eksternal (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 542). b. Tes Drawer Lachman Menurut Arnheim, D.D., (1993: 543) dan Brukner P., dan Khan, K., (1993: 342) pada tahun-tahun terakhir ini tes Drawer lachman telah menjadi lebih disukai 8

oleh banyak orang karena adanya tes Drawer lachman pada fleksi 90 derajat ( Gambar 7). Hal ini benar, khususnya untuk pemeriksaan segera setelah cedera, satu alasan untuk menggunakan tes tersebut segera setelah cedera adalah bahwa tes tersebut tidak memaksa lutut kedalam posisi yang menyakitkan (sangat nyeri) pada sudut 90 derajad, tetapi mengetesnya lebih nyaman pada sudut 15 derajad. Alasan lain pada peningkatan popularitas tes ini adalah bahwa tes ini mengurangi kontraksi dari otot hamstring. Kontraksi tersebut menyebabkan kekuatan pensetabilan lutut sekunder cenderung untuk menutupi ekstensi yang nyata dari cedera. Tes Drawer lachman dikelola dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-kira dalam sudut 30 derajad, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan dari pemeriksaan mestabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir atau ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian proksimal dari tulang tibia, kemudian usahakan untuk digerakkan ke arah anterior. Gambar 7 : A. Tes Drawer Lachman Pada Cruciate laxity, B. Metoda Alternatif (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 543). 9

c. Tes Pivot-shift Tes Pivot-shift dirancang untuk menentukan ketidakstabilan putaran anterolateral (Gambar 8). Tes Pivot-shift paling sering digunakan dalam kondisi kronis dan merupakan tes sensitif pada saat ligamen cruciate bagian depan telah robek. Cara pemeriksaan adalah (Ellison, dkk., 1986: 238; Arnheim, D.D., 1993: 543) penderita berbaring telentang, salah satu tangan pemeriksa ditekan pada bagian kepala dari tulang fibula, tangan yang satunya memegang pergelangan kaki penderita tersebut. Untuk memulainya, tungkai bawah diputar secara internal dan lutut diekstensikan secara penuh. Tungkai atas kemudian difleksikan dengan sudut 30 derajad dari pinggul, saat itu lutut juga difleksikan dan daya valgus diterapkan oleh tangan bagian atas pemeriksa. Jika ligamen cruciate bagian anterior robek, maka tibia sebelah lateral tanpa ada kemajuan (tetap/ ajeg ) akan disubluksasikan dalam posisi ini. Lutut difleksikan pada sudut 20 40 derajad tibia sebelah lateral tetap akan berkurang dengan sendirinya, ini berakibat menghasilkan palpable shift atau clunk. Gambar 8 : Tes Pivot-shift Pada Ketidakstabilan Putaran Anterolateral (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 543). 10

d. Tes Jerk Cara pelaksanaan Tes Jerk (Arnheim, D.D., 1993: 544; Brukner P., dan Khan, K., 1993: 342) merupakan petunjuk sebaliknya dari pivot-shift. Posisi dari lutut diidentikkan sebagai penerimaan tes pivot-shift, lutut digerakkan dari posisi fleksi ke dalam ekstensi dengan tibia sebelah lateral tetap dalam penurunan posisi. Jika tidak cukup ligamen cruciate sebelah anterior sebagai gerakan ke dalam ekstensi tibia akan disubluksasi pada fleksi kira-kira 20 derajad, dan akhirnya menghasilkan sekali lagi palpable shift atau clunk. Gambar 9 : Tes Jerk Pada Ketidakstabilan Putaran Anterolateral (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 544) e. Tes Drawer Fleksi-rotasi Arnheim, D.D., (1993: 544) melakukan tes ini dengan, tungkai bawah diayunkan dengan lutut difleksikan antara 15 dan 30 derajad. Pada sudut 15 derajad, 11

tibia disubluksasikan ke arah anterior dengan femur dirotasikan ke arah eksternal. Lutut difleksikan ke sudut 30 derajad dan tibia diturunkan ke arah posterior dan kemudian femur dirotasikan ke arah internal. Gambar 10 : Tes Drawer Fleksi-Rotasi (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 545) 3. Tes Ligamen Cricuate Sebelah Posterior Tes pada ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah posterior dapat dikerjakan dengan beberapa cara diantaranya termasuk tes Drawer Posterior, tes recurvatum rotasi eksternal, dan tes Sag Posterior. Adapun pelaksanaannya adalah sebagai berikut di bawah ini. 12

a. Tes Drawer Posterior Tes ini dibentuk dengan lutut difleksikan pada sudut 90 derajad dan kaki dalam keadaan netral. Daya digunakan ke dalam arah posterior pada proksimal tibia tanpa ada perubahan. Bila terdapat Drawer posterior positif maka dapat diindikasikan terjadi kerusakan pada cruciate posterior (Arnheim, D.D., 1993: 546; Brukner P., dan Khan, K., 1993: 343). Gambar 11 : Tes Drawer Posterior (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 545) b. Tes Recurvatum Rotasi Eksternal Penderita tidur telentang di meja pelatihan kemudian pemeriksa memegang jari-jari kaki dan angkat tungkai dari meja. Longgarnya posterior dan rotasi eksternal dari tibia mengindikasikan kerusakan pada ligamen cruciate posterior dan ketidakstabilan posteropateral (Ellison, dkk., 1986: 254; Arnheim, D.D., 1993: 546). 13

Gambar 12 : Tes Recurvatum Rotasi Eksternal (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 546) c. Tes Sag Posterior Posisi penderita telentang di atas meja pelatihan, kedua lutut di fleksikan pada sudut 90 derajad. Amati sisi lateral pada sebelah samping cedera, tibia akan nampak longgar pada sisi posterior ketika dibandingkan terhadap eksterimitas jika cruciate sebelah posterior mengalami kerusakan (Arnheim, D.D., 1993: 546). Gambar 13 : Tes Sag Posterior (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 546) 14

4. Tes-tes Meniscus Pada umumnya, untuk menentukan meniscus yang robek para pemeriksa sering mengalami kesulitan. Arnheim (1993: 547) menjelaskan bahwa ada tiga macam tes yang paling umum digunakan yaitu Tes McMurray, Tes Kompresi Apley dan Tes Distraksi Apley. a. Tes Meniscal McMurray Tes McMurray (Gambar 20-17) digunakan untuk menentukan kehadiran badan atau tubuh yang lepas atau longgar pada lutut. Cara kerjanya adalah (Arnheim, D.D., 1993: 547; Brukner P., dan Khan, K., 1993: 343) penderita diletakkan menghadap ke atas di atas meja, dengan tungkai yang cedera difleksikan secara penuh. Pemeriksa meletakkan salah satu tangan pada kaki (telapak kaki) dengan tangan yang satunya diatas ujung lutut, jari-jari menyentuh garis sendi sebelah medial. Pergelangan tangan melakukan gerakan seperti menuliskan lingkaran kecil dan menarik tungkai ke dalam posisi ekstensi. Pada saat hal ini terjadi atau dilakukan, tangan pada lutut merasa ada respon bunyi klik. Meniscus sebelah medial yang robek dapat dideteksi pada saat tungkai bawah diputar secara eksternal sedangkan rotasi internal memberikan deteksi dari lateral yang robek. b. Tes Kompresi Apley Menurut Ellison, dkk. (1986: 247) dan Arnheim, D.D. (1993: 548) tes kompresi apley (Gambar 14) dilakukan dengan posisi penderita berbaring menghadap kebawah (tengkurap) dan tungkai bawah difleksikan sampai 90 derajat. Sementara tungkai atas 15

distabilkan, tungkai bawah segera diaplikasikan dengan tekanan ke bawah. Tungkai tersebut kemudian diputar kembali dan seterusnya. Jika rasa nyeri timbul, maka cedera meniscus terjadi. Tercatat bahwa terdapat robekan meniscus sebelah medial sewaktu dengan rotasi eksternal dan robekan meniscus lateral dengan rotasi internal tungkai bawah. c. Tes Distraksi Apley Pada posisi yang sama dengan tes kompresi apley (Arnheim, 1993: 548), pemeriksa menggunakan traksi pada tungkai saat menggerakkannya kembali dan seterusnya (Gambar 15). Maneuver ini membedakan robekan pada ligamen kolateral dari robeknya kapsul dan meniscus. Jika kapsul atau ligamen terpengaruh, maka rasa nyeri akan terjadi. Jika meniscus robek, maka tidak ada rasa nyeri yang terjadi dari traksi dan rotasi. Gambar 14 : Tes Meniscus McMurry A&B, Rotasi internal dari tungkai bawah ke ekstensi lutut C&D, Rotasi eksternal dari tungkai bawah ke eksternal lutut (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 548) 16

A B Gambar 15 : A. Tes Kompresi Apley. B. Tes Distraksi Apley (Sumber: Arnheim, D.D., Modern Principles of Athletic Training., 1993: 549) Kesimpulan Luka akut dan kronis pada lutut dapat mengakibatkan ketidakstabilan sendi, lutut yang terluka diperiksa stabilitasnya secepat mungkin setelah cedera dan dilakukan hanya oleh tenaga yang sudah terlatih dan profesional secara baik. Lutut yang cedera dan lutut yang tidak cedera dites dan dikontraskan atau dibedakan untuk menentukan suatu perbedaan dalam tingkat stabilitasnya. Tes untuk menentukan kelemahan kompleks kestabilan lateral dan medial, khususnya serabut ligamen colateral yaitu dengan tes tekanan valgus dan varus. Untuk menentukan integritas dari ligamen cruciate dapat dilakukan dengan menggunakan tes Drawer pada fleksi 90 derajad, tes Drawer Lachman, tes pivot-shift, tes Jerk, dan tes Drawer fleksi-rotasi. Sedangkan untuk ketidakstabilan ligamen cruciate sebelah posterior dapat dikerjakan dengan tes Drawer posterior, tes recurvatum rotasi eksternal, dan tes 17

Sag Posterior. Adapun untuk menentukan meniscus yang robek dapat menggunakan tes McMurray, tes kompresi apley dan tes distraksi apley. Daftar Pustaka Arnheim, D.D., (1985). Modern Principles of Athletic Training. United State of America: Times Mirror/Mosby College Publishing. Brukner, P., dan Khan, K., (1993). Clinical Sports Medicine. Australia: Mc.Graw-Hill Book Company. Ellison, dkk, (1986). Athletic Training and Sports Medicine. Illinois: The Academy of Orthopaedic Surgeon. Sadoso, S., (t.t.). Cedera Olahraga di Arena. (t.k.). 18