I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis alat berat / alat konstruksi semakin bergairah seiring dengan semakin surutnya dampak krisis ekonomi moneter. Dalam tiga tahun terakhir, lahan usaha alat-alat besar tersebut di sektor konstruksi, pertambangan, kehutanan dan sebagainya cenderung bertambah. Bahkan, mulai pertengahan tahun ini, pemerintah membuat tender sejumlah proyek infrastruktur skala besar, yang melibatkan para investor dan kontraktor asing. Kalau jumlah proyek-proyek skala besar yang berorientasi jangka panjang bertambah, maka permintaan alat-alat baru pun cenderung naik. Peningkatan permintaan alat-alat berat tersebut tidak selamanya dapat ditunjang oleh kemampuan modal sendiri. Alternatif yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk berkembang yaitu pembiayaan alat berat. Untuk memenuhi pembiayaan dunia usaha maka negara menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan baik dengan sistem perbankan maupun sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga pembiayaan (multi finance company) adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan non bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan dan pengelolaan salah satu sumber dana pembangunan di Indonesia. Kegiatan lembaga atau perusahaan pembiayaan dilakukan dalam bentuk penyediaan dana dan / atau barang modal serta barang kebutuhan konsumen dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat (nondeposit taking activity). 1
Walaupun kehadiran perusahaan pembiayaan di Indonesia tergolong relatif baru dibandingkan negara-negara lain khususnya negara maju, industri ini telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Dimulai pada tahun 1974 yang dilandasi oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri Keuangan, Menteri Industri dan Menteri Perdagangan), pada tahun 1988 melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) No. 61/1988, yang ditindak lanjuti oleh SK Menteri Keuangan No. 125/KMK.013/1988, jenis usaha bisnis pembiayaan diperluas menjadi leasing (sewa guna usaha), factoring (anjak piutang), consumer finance (pembiayaan konsumen), modal ventura dan kartu kredit. Perkembangan industri pembiayaan yang cukup pesat tidak lepas dari dukungan lingkungan ekonomi yang kondusif, antara lain karena peningkatan konsumsi total dan konsumsi masyarakat serta suku bunga SBI yang cenderung stabil. Tabel 1. Besar Pembiayaan per Jenis Pembiayaan (miliar rupiah) Jenis Pembiayaan 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Mar) Anjak Piutang 6.407 6.553 3.277 3.181 3.180 2.537 1.495 Kartu Kredit 337 403 796 1.147 809 1.526 1.848 Pembiayaan Konsumen 4.323 8.515 12.361 16.594 22.666 35.958 40.249 Sewa Guna Usaha 10.928 13.731 14.133 12.576 11.594 14.484 16.173 Pembiayaan Lainnya 236 189 278 439 79 392 282 Total Pembiayaan 22.231 29.391 30.845 33.937 38.328 54.897 60.047 Sumber: Data Statistik Bank Indoneisa, diolah kembali (Economic Review Journal No. 201, September 2005) Sewa Guna Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 didefinisikan sebagai kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hal opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. 2
Industri sewa guna usaha dewasa ini peranannya cukup besar sebagai alternatif sumber pembiayaan dalam dunia usaha terutama dalam hal penyediaan barang modal yang dibutuhkan unit-unit usaha. Jenis transaksi sewa guna usaha yang banyak dilakukan di Indonesia adalah direct financial lease yaitu transaksi sewa guna usaha dimana lessor membeli suatu barang modal atas permintaan pihak lessee dan sekaligus menyewaguna usahakan barang modal tersebut kepada lessee yang bersangkutan. Spesifikasi barang modal yang akan disewaguna usahakan tersebut termasuk penentuan harga dan suplier biasanya ditentukan oleh lessee. Dengan demikian lessor atas nama lessee akan membeli barang tersebut secara langsung kepada supplier dengan menggunakan nama lessor sebagai pemilik barang modal. Umumnya, kalangan investor alat berat yang lebih suka menggunakan jasa perusahaan pembiayaan. Alasan mereka menggunakan jasa ini adalah karena prosesnya yang lebih cepat. Disamping proses yang relatif cepat, tidak adanya persyaratan agunan karena barang itu sendiri sudah merupakan jaminan. Hal lain yang menarik adalah karena angsuran sewa guna usaha yang terdiri dari pokok dan bunga itu oleh pihak perpajakan dianggap sebagai biaya. Selain itu, hadirnya perusahaan sewa guna usaha asing dalam bentuk usaha patungan (joint venture) dengan perusahaan-perusahaan nasional atau dengan pemodal individu lainnya telah semakin mempopulerkan dan menambah kiprah bisnis sewa guna usaha sebagai sumber pembiayaan di samping pembiayaan konvesional yang umum dikenal melalui perbankan. PT. X didirikan sebagai usaha patungan antara X Corporation Jepang, Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia dan PT. Bina Usaha Indonesia. 3
Sejak berkiprah didalam bidang sewa guna usaha pada bulan April 1975, PT. X telah menjadi pelopor dalam jasa sewa guna usaha di Indonesia. Setelah berkiprah selama 31 tahun kini PT. X memiliki 120 ribu nasabah yang terdiri dari 10% perorangan dan 90% lainnya korporasi. Dari 90% nasabah korporasi sebagian besar menggunakan jasa Sewa Guna Usaha Finansial (Direct Finance Lease atau Sale and Lease Back) dan sisanya Operating Lease. Pada saat ini PT. X menyediakan jasa pembiayaan untuk beraneka macam barang jasa termasuk komputer, peralatan dan mesin-mesin industri serta alat transportasi seperti kendaraan penumpang dan kendaraan niaga. Tabel 2. Portofolio Pembiayaan PT. X RECEIVABLE (x Rp.1,000,000,000) LEASE ITEM 2003 2004 2005 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Automobile 592 639 680 710 732 737 757 751 770 808 888 932 H. Equipment 120 115 131 125 129 149 194 276 340 378 417 416 Machinery 290 299 311 322 325 364 434 425 485 605 680 709 T O T A L 1,002 1,053 1,122 1,157 1,186 1,250 1,385 1,452 1,595 1,791 1,985 2,057 Sumber: Dokumentasi PT. X Dengan semakin ketatnya persaingan di sektor kendaraan (pembiayaan konsumen), strategi PT. X adalah dengan meningkatkan portofolio di bidang peralatan dan mesin-mesin industri terutama alat berat (sektor korporat). Dibandingkan sektor konsumen, sektor korporat tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh dua alasan utama yaitu tingginya cost of fund yang membuat perusahaan pembiayaan sulit bersaing dengan perbankan yang menawarkan bunga yang lebih rendah, serta sangat diperlukannya sumber daya manusia dengan keahlian khusus yaitu analisa yang tajam serta pengetahuan industri yang baik. Penyebab lain yang tak kalah 4
pentingnya adalah tingginya resiko pada sektor korporat. Namun demikian, sektor korporat mempunyai potensi untuk berkembang seiring dengan membaiknya ekonomi makro. Saat ini pembiayaan untuk sektor alat berat baru mencapai sekitar 20% dari total fasilitas pembiayaan yang telah diberikan oleh PT. X (Tabel 2). Di samping itu dari 230 perusahaan multifinance yang memiliki ijin, hanya sekitar 10 perusahaan saja yang tetap konsisten di pembiayaan alat berat. Hal ini menunjukkan potensi untuk mengembangankan pembiayaan pada sektor alat berat sebenarnya masih sangat tinggi. Tabel 3. Produksi Alat Berat di Indonesia Alat Berat 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Sep) Hydraulic Excavator 950 471 917 1.149 2.145 1.936 Motor Grader 55 44 79 91 70 87 Wheel Loader 41 24 15 23 15 0 Bulldozer 524 269 114 372 581 709 Off Highway Dump Truck 12 3 6 3 17 64 T O T A L 1.585 811 1.131 1.638 2.828 2.796 Sumber: HINABI (Himpunan Industri Alat Berat Indonesia), diolah kembali (Kontan No.5 Tahun X, 31 Otober 2005 Hal.4) Mengingat peningkatan permintaan fasilitas pembiayaan tidak dapat tergantung hanya pada pelanggan tetap yang melakukan penambahan fasilitas pembiayaan, maka strategi perusahaan adalah melakukan pendekatan pada supplier alat berat, dalam hal ini para salesman alat berat. Diharapkan dengan cara ini akan diperoleh informasi pasar sedini mungkin dan lebih jauh, para salesman alat berat akan merekomendasikan para pelanggan baru kepada PT. X sebagai penyedia fasilitas pembiayaan. 1.2. Perumusan Masalah 5
Berdasarkan latar belakang di atas dan kegiatan pembiayaan alat berat oleh PT. X Divisi Equipment Lease, maka permasalahan di bidang pemasaran yang dihadapi saat ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik dan segmentasi dari salesman alat berat berdasarkan sejumlah atribut produk layanan perusahaan pembiayaan. 2. Bagaimana cara yang efektif dalam melakukan pendekatan dengan salesman alat berat dalam rangka meningkatkan pangsa pasar pembiayaan alat berat. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Menganalisis atribut-atribut layanan yang mempengaruhi salesman alat berat dalam merekomendasikan perusahaan pembiayaan alat berat. 2. Menganalisis segmentasi salesman alat berat yang terbentuk berdasarkan sejumlah atribut layanan. 3. Merumuskan strategi dalam melakukan pendekatan terhadap salesman alat berat. 6
UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB 7