Impotensi Kronis Ilmu Sosial di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. serta terkadang sulit untuk menemui seorang ahli/pakar dalam keadaan

Pendahuluan Metode Numerik Secara Umum

Pertemuan 10. Pengembangan Model SPK

Jurusan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

POKOK BAHASAN. Matematika Lanjut 2 Sistem Informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penerapan Teori Chaos di Dalam Kriptografi

URGENSI FILSAFAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS DALAM UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BELAJAR SISWA. Dr. Y. Suyitno MPd Dosen Filsafat Pendidikan UPI

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

BAB II MODEL Fungsi Model

Matriks Permainan (Payoff matrix) Matriks Permainan Jumlah tak NOL

BAB I PENDAHULUAN. terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF

2) Sanggupkah Pancasila menjawab berbagai tantangan di era globalisasi tersebut?

I. PENDAHULUAN. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksikan

3. KLASIFIKASI MODEL.

Eliana Yunitha Seran STKIP persada Khatulistiwa, Jl. Pertamina KM 4- Sengkuang- Sintang

MENGENAL INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER. Dewi Agushinta R, Dyah Pratiwi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

BAB I PENDAHULUAN. signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang

Laporan Praktikum Fisika Komputasi 1 (Solusi Penyelesaian Gerak Parabola Menggunakan Program C++)

JENIS PENELITIAN DAN PERBEDAANNYA. Oleh: Sumardyono, M.Pd.

Hanif Fakhrurroja, MT

PENDAHULUAN METODE NUMERIK

BAB I PENDAHULUAN. dari ilustrasi yang dekat dan mampu dijangkau siswa, dan kemudian

BAB I. PENGERTIAN SOSIOLOGI SOSIOLOGI. Sosiologi merupakan Ilmu Sosial yang objeknya adalah masyarakat. (Berdiri Sendiri)

SEJARAH BANK INDONESIA : KELEMBAGAAN Periode

Selanjutnya di sekolah menengah umum kelas XI, salah satu pokok bahasan yang harus diajarkan adalah program linier. Program linier adalah suatu model

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi: Formulasi Pakan

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Universitas Liberal Arts: Belajar Seni Apa? Wah, kamu kuliah di universitas liberal arts? Kamu belajar seni ya?

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

PROSES BERPIKIR SISWA SMP NEGERI 4 PATI DALAM MENGERJAKAN SOAL CERITA POKOK BAHASAN PERSAMAAN LINIER SATU VARIABEL DENGAN LANGKAH POLYA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

Logika Dalam Pendidikan Dasar dan Liberal Art

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

PERANAN MATEMATIKA DAN STATISTIKA DALAM PEMBANGUNAN DAERAH. Miyasto Dosen FE Undip dan Kepala Bappeda Propinsi Jawa Tengah

PETUNJUK PRAKTIKUM MATA KULIAH ILMU NUTRISI TERNAK NON RUMINANSIA. Materi 1 : Formulasi Pakan

SIKAP ILMIAH 3/27/2014 Metil/dn 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kerusuhan di berbagai tempat di Indonesia hendaknya kita cermati sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat

III METODE PENELITIAN

Korea Selatan: Pembangunan dan Kesiapan Mental

KISI-KISI SOAL SELEKSI PPG SM3T 2015 BIDANG STUDI: PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

PENGENALAN POLA BERBASIS CELLULAR AUTOMATA UNTUK SIMULASI BENTUK DAUN SISTEM SUBTITUSI MENGGUNAKAN WOLFRAM MATHEMATICA 7.0.

STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PT. BATIK DANAR HADI DI SURAKARTA

Fase Perkembangan Ilmu Antropologi. Oleh : Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

Kemiskinan pada umumnya identik dengan

Pendahuluan Metode Numerik

SEKOLAH AGAMA Oleh Nurcholish Madjid

1. Berpikir Sistem untuk Mengatasi Peningkatan Kompleksitas

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN. diyakini telah membawa pengaruh terhadap munculnya masalah-masalah

Pertentangan Akhir antara Kristus dan Setan adalah latar belakang di seluruh Alkitab. Hal ini terutama muncul dalam kitab Ayub. Pertentangan Akhir.

chapter 7 Integrating quality activities in the project life cycle Empat model proses pengembangan perangkat lunak akan dibahas dalam bagian ini:

Oleh : Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil dari kebudayaan. Kelahiran sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENGEMBANGKAN MODEL EKONOMI KEUANGAN BOTTOM-UP

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BAB X ANALISIS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (SPK) SEMI TERSTRUKTUR

Teknik Riset Operasional Semester Genap Tahun Akademik 2015/2016 Teknik Informatiaka UIGM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Hanif Fakhrurroja, MT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Oleh: M. Hamid Anwar, M. Phil

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menunjukkan bahwa pendidikan perlu diselenggarakan untuk

PROGRAM KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

Outline 0 PENDAHULUAN 0 TAHAPAN PENGEMBANGAN MODEL 0 SISTEM ASUMSI 0 PENDEKATAN SISTEM

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

LAPORAN PENELITIAN STUDI TENTANG KULTUR SEKOLAH PADA SEKOLAH NASIONAL BERSTANDAR INTERNASIONAL DAN SEKOLAH BERMUTU KURANG DI KOTA YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah pertanahan di Indonesia telah berkembang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

Manajemen Sains. Pengenalan Riset Operasi. Eko Prasetyo Teknik Informatika

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan antara seseorang dengan orang lain dan sebagai proses interaksi antara kedua

Transkripsi:

Impotensi Kronis Ilmu Sosial di Indonesia Hokky Situngkir (hokky_situngkir@hotmail.com) Harus diakui bahwa saat ini bangsa Indonesia saat ini berada di tepi jurang krisis multidimensional yang benar-benar menakutkan. Krisis demi krisis bermunculan di surat kabar, mulai dari krisis ekonomi dan moneter, krisis politik, krisis hukum, krisis moral, krisis berkepanjangan, krisis kepribadian nasional, dan berpuluh-puluh frasa dengan kata krisis, sehingga justru malah sering menimbulkan ambiguitas pemaknaan kata krisis itu sendiri. Tiap orang dengan sekenanya menggunakan kata krisis tanpa sering mendalami apa sebenarnya krisis, dan mengapa kata krisis ditempatkan di sana. Semua orang sepertinya boleh membentuk frasa dengan kata krisis, dan yang lebih aneh lagi, frasa itu terasa masuk akal dengan realitas sosial yang memang sedang dihadapi oleh masyarakat. Penyakit Bangsa yang tak Terdiagnosis Menilik pendefenisian kata krisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari kata krisis adalah 1) keadaan yang berbahaya (dalam menderita sakit, 2) keadaan yang genting, kemelut, 3) keadaan yang suram (tentang ekonomi, moral, dan sebagainya. Dengan demikian disesuaikan dengan frasa yang terbentuk, maka kondisi Indonesia memang tergambarkan sangat berbahaya dan menakutkan. Indonesia saat ini membutuhkan treatment yang luar biasa intensif, di mana sekadar hasil diagnosa yang menyertakan frasa dengan kata krisis di depannya, tak mungkin cukup. Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah permasalahan sosial dan kultural. Semua orang dengan mudah melabelkan frasa dengan kata krisis

karena diagnosis terhadap penyakit Indonesia yang tak kunjung dirumuskan dengan baik. Semua orang merasa dirinya cukup representatif untuk menjadi ilmuwan sosial untuk memberikan diagnosis sehingga tak seorangpun dari kita memiliki rumusan yang benar, apa yang sebenarnya dihadapi oleh bangsa kita. Ini semua terjadi karena ilmu sosial adalah ilmu yang telanjur dianggap mudah oleh anak-anak bangsa. Ilmu sosial dianggap sebagai ilmu hafalan dan cenderung retoris bahkan tidak terlalu membutuhkan kemampuan analitik. Ilmu pengetahuan alam yang cenderung lebih matematis jauh lebih dianggap bergengsi. Akhirnya lahirlah sarjana hukum, ahli antropolog, ahli ekonomi, ahli sosiologi, ahli sejarah kebanyakan yang mengandalkan adu mulut. Yang lebih mengerikan lagi adalah bahwa mereka yang berada di area ilmu pengetahuan alam dan teknologi dengan anggapan akan kemudahan ilmu sosial dengan sekenanya memberi berbagai komentar akan apa yang seharusnya menjadi area bermain ilmuwan sosial - tanpa memiliki pengetahuan bahkan rujukan pustaka yang cukup. Benarkah ilmu sosial lebih mudah daripada ilmu alam? Di mata awam, ilmu alam sarat dengan rumus-rumus matematika yang cenderung sulit untuk dipahami. Sementara formulasi matematika, di kalangan ilmuwan sosial seringkali dianggap sarat reduksionisme, kuantifikasi yang naif, karena menganggap bahwa terlalu banyak hal di bidang sosial yang tak mungkin diukur dan didekati secara kuantitatif. Akibatnya adalah timbulnya polaritas yang bukan lagi antara ilmu sosial dan ilmu alam, namun lebih dangkal lagi yakni antara ilmu kualitatif dan ilmu kuantitatif. Dengan sekenanya timbul pelabelan bahwa ilmu alam itu kuantitatif sementara ilmu sosial kualitatif. Pelabelan inilah yang merusak tatanan ilmu sosial, karena perdebatan ilmu bukan lagi akan obyek yang akan didekati, namun lebih kepada metodologi apa yang digunakan untuk mendekati obyek permasalahan. Apa yang seharusnya dapat didekati secara kuantitatif atau ditarik ke

dalam struktur aljabar yang ketat ditinggalkan, sehingga berakibat tumpulnya analisis yang dihasilkan. Yang diukur dan dianalisis dari sebuah fenomena alam adalah faktor-faktor yang cenderung tetap dengan universalitas yang dapat dilokalisasi dengan mudah, sehingga analisis ilmu alam di Eropah akan bisa diterapkan dengan mudah di Indonesia, dengan memperhatikan variabel-variabel lokal yang mudah dideteksi, seperti percepatan gravitasi, kelembaban udara, dan seterusnya. Berlawanan dengan hal itu, ilmu sosial berhadapan dengan manusia sebagai penentu utama variabel tersebut. Sudah sangat terbukti bahwa analisis sosiologis atau ekonomi yang berkembang di negara maju belum tentu efektif di Indonesia. Ada similaritas di dalam berbagai fenomena sosial di seluruh dunia, namun tidak sama. Contohnya, krisis di Eropa memiliki similaritas dengan di Indonesia, namun tentunya tidak sama oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan kultur dan ideologi yang berkembang. Meminjam istilah yang kerap digunakan dalam ilmu alam, terlalu banyak noise atau pengganggu (disturbance) dalam berbagai fenomena sosial. Artinya pendekatan analitis dalam ilmu sosial harus benar-benar kuat di mana asumsi-asumsi yang lahir dan menjadi aksiomanya harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Metode pemodelan permasalahan sosial tidak boleh dibuat sekenanya karena berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial tidak memiliki laboratorium untuk mencobanya secara trial and error. Laboratorium sosial adalah masyarakat itu sendiri, artinya pemodelan fenomena sosial harus dibuat berbasis simulasi dengan rule-rule yang bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Setelah lolos dengan analisis dan ujian simulatif yang ketat, baru bisa diterapkan di dalam realitas masyarakat. Ilmu Kompleksitas sebagai Jawaban

Kompleksitas adalah sebuah perkembangan matematika yang lahir dari teori yang dikenal dengan sebutan teori chaos, sebuah teori yang melihat obyek sebagai sebuah sistem yang sangat tergantung kepada kondisi awal sistem dan sangat sensitif terhadap perubahan yang mengganggunya. Pada awal kelahirannya, teori ini dikembangkan oleh ilmuwan meteorologi, Edwin Lorentz, yang pada akhirnya sampai kepada kesimpulannya yang menjadi pemeo di kalangan ilmuwan chaos, kepakan kupu-kupu di pantai Amerika Selatan bisa menyebabkan badai besar di New York. Kompleksitas memandang semua sistem sebagai sebuah sistem yang senantiasa berubah secara dinamis dan adaptif. Ia memandang sistem berubah secara iteratif dan mengikuti similaritas tertentu dalam tiap iterasinya: sangat tergantung kepada kondisi awal iterasi dan sangat peka terhadap gangguan di mana tiap gangguan kecil dapat mengakibatkan perubahan besar yang muncul (emergence), tak dapat diprediksi secara linier dari pola analisis biasa. Sistem sosial adalah juga sistem yang evolutif yang berupaya mencari daerahdaerah optimum sehingga ia dapat berjalan secara efektif. Inilah pernyataan yang membangun ilmu sosial, bahwa ada similaritas tertentu sehingga ada kondisi yang sangat mirip di berbagai fenomena sosial di berbagai belahan dunia. Namun kondisi awal berupa faktor budaya, ekonomi, dan sosial yang berbeda serta gangguan sistem yang berbeda menuntut analisis solutif yang berbeda pula untuk tiap tatanan masyarakat. Permasalahan sosial harus dijawab secara spasio-temporal karena tingginya sensitivitas sistem sosial tersebut. Perkembangan teknologi komputer telah memungkinkan analisis komputasional yang serumit apapun untuk diselesaikan. Berbagai fenomena sosial akan dapat lebih tajam didekati dengan metode ini. Semua fenomena sosial yang selama ini didekati secara kualitatif dapat ditarik ke level struktur permasalahan, untuk kemudian disimulasikan dan

melihat faktor besar yang mungkin muncul (emergent) untuk dapat diantisipasi dalam realitas masyarakat yang ada. Ini menjadi perbedaan yang mendasar dengan metode konvensional, yang berupaya mengukur semua faktor secara kuantitatif dan membuat model statistikanya, seolah sistem sosial adalah sistem yang linier dan statik. Bagaikan air yang mengalir dengan turbulensinya yang sangat sensitif, demikianlah sistem sosial yang mengalir dan mudah sekali berubah. Inilah yang menyebabkan sistem sosial sedemikian rumit bahkan dekat dengan analisis Navier-Stokes yang menggambarkan kondisi batas tertentu sistem yang bisa membawa sistem ke dalam kondisi chaotik hidrodinamika. Namun tentu saja dengan bermodelkan pengetahuan analitik yang biasa digunakan dalam ilmu alam ini bukanlah satu-satunya modal dasar untuk memahami sistem sosial dengan pendekatan ini. Setiap analisis yang lahir harus dimodali dengan pengetahuan akan sistem sosial komprehensif dan ketat, yang selama ini didekati dengan pendekatan kualitatif. Hal ini jelas diperlukan mengingat kerumitan sistem sosial tersebut yang jauh lebih ruwet daripada fenomena alam biasa. Dengan pengetahuan akan fenomena sosial yang kualitatif tadi, ilmu sosial akan menjadi kaya dengan bagaimana melakukan pengukuran secara sintaktik sistem sosial yang ada, dan merumuskan bagaimana sistem tersebut ber-evolusi. Itulah sebabnya perlu antar-muka yang baik antara ilmuwan sosial yang kenal betul dengan fenomena sosial dengan ilmuwan alam yang mungkin telah terbiasa menggunakan metode ini dalam mengamati fenomena alam. Mengatasi Impotensi Ilmu Sosial Kita Dengan pendekatan ini, kita akan mampu melahirkan analisis sistem sosial yang muncul dari bawah ke atas (bottom-up) dan tidak lagi sekadar mengekor terhadap analisis sosial yang digunakan di Eropah. Dengan kata lain, kita mampu merumuskan

permasalahan sosial kita dengan lebih gamblang yang memiliki spesifikasi masyarakat kita sendiri. Pada akhirnya, yang berbicara dalam area permasalahan sosial adalah mereka yang memang paham dengan sistem sosial kita, sebagaimana mereka yang faham tentang ilmu alam berbicara tentang berbagai fenomena alam. Ilmu sosial bukan lagi ilmu yang mudah dan bersifat hafalan, namun memiliki tingkat kerumitan dan keketatan sendiri yang perlu didekati secara komprehensif agar dapat mengeluarkan berbagai premis yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hanya dengan pendekatan ini, kita dapat mengatasi impotensi ilmu sosial yang ada. Anggapan bahwa hanya dengan pendekatan kualitatif saja permasalahan sosial bisa dijawab adalah anggapan keliru yang merusak sistem analisis ilmu sosial itu sendiri. Ilmu sosial tidak lagi kaya dengan istilah yang serapan asing aneh-aneh dan sukar dimengerti, namun memiliki kemampuan analitik yang juga mendalam dan mampu memberikan alternatif solusi bagi permasalahan sosial yang ada. Ini menjadi kritik yang konstruktif sekaligus tantangan yang positif bagi perkembangan ilmu sosial kita untuk melahirkan tatanan epistemologis ilmu sosial yang khasi Indonesia, spasio-temporal dan mampu mendiagnosis bahkan mengkonstruksi alternatif solusi yang jauh dari sekadar retorika belaka. Hokky Situngkir (Peneliti di Bandung Fe Institute, Research University on Social Complexity in Indonesia). Untuk kelengkapan serta penjelasan lebih lanjut dari tulisan ini serta data tentang penulis dapat dilihat website Bandung Fe Institute: http://www.bandungfe.scripterz.org