Basel Statements on the Future of Hospital Pharmacy

dokumen-dokumen yang mirip
Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB 6 PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT EDISI I PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO) Komisi Akreditasi Rumah Sakit1

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS)

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan oleh izin edar serta dosis, umur pasien dan rute pemberian yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan kepmenkes RI No. 983/ MENKES/ SK XI/ 1992 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO)

KEBIJAKAN OBAT DAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dra. Yulia Trisna, Apt., M.Pharm

BAB 3. TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN, DAN PENGARAHAN (TKP)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

BAB VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

The Mexico City Principles. Kode Etik Bisnis pada Sektor Biofarmasi

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. usia, jenis kelamin, berat badan, dan karakteristik pasien. Obat off-label

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

MANAJEMEN PENGGUNAAN OBAT

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

KODE PERILAKU ETIK APACMED DALAM INTERAKSI DENGAN TENAGA KESEHATAN PROFESIONAL

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 80% Terpenuhi 20-79% Terpenuhi sebagian < 20% Tidak terpenuhi

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bagaimana Penulisan SOAP oleh Farmasi? Tim KARS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009

Medication Management System Tracer

HP Palembang 22 Juni 1953

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

PHARMACIST CREDENSIALS IN THE INDONESIAN NATIONAL ACCREDITATION STANDARD 2012 VERSION

Manajemen dan Penggunaan Obat- Obatan(MPO)

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Otomotif Hemat di Weekend

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

Transkripsi:

Basel Statements on the Future of Hospital Pharmacy The Global Conference on the Future of Hospital Pharmacy was hosted by the FIP Hospital Pharmacy Section as part of the 68th Annual Congress of the International Pharmaceutical Federation (FIP). A total of 348 hospital pharmacists representing 98 nations met in Basel, Switzerland on 30 and 31 August, 2008 and successfully developed these consensus statements reflecting the profession s preferred vision of practice in the hospital setting. This translation from English into Indonesian, which was prepared by Yulia Trisna, is an unofficial document. The official Proceedings of the Global Conference on the Future of Hospital Pharmacy were published in English as a supplement to the March 1, 2009 issue of the American Journal of Health-System Pharmacy and may be accessed, free of charge, through the journal web site at http://www.ajhp.org/content/vol66/5_supplement_3/index.dtl. The International Pharmaceutical Federation (FIP) does not assume responsibility for the accuracy of the translation. FIP encourages hospital pharmacy leaders, pharmacy educators, and health authorities around the world to study the Proceedings and use them in planning the future direction of hospital pharmacy in their countries. For more information about the Global Conference, see the Conference web site at www.fip.org/globalhosp. Translation date, 23 April 2009.

No. Pernyataan Pernyataan Rangkuman (Overarching Statements) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 KESEPAKATAN BASEL (BASEL STATEMENTS) A (Sangat Setuju) B (Setuju) C (Tidak Setuju) D (Sangat Tidak Setuju) Jumlah Suara Tujuan farmasis rumah sakit adalah mengoptimalkan penggunaan obat yang bijak, aman, berkhasiat, tepat (appropriate) dan cost-effective. 60 10 0 0 70 100 Di tingkat global, pedoman "Good Hospital Pharmacy Practice" yang berbasis bukti harus disusun. Pedoman ini harus dapat membantu upaya di tingkat nasional dalam menetapkan standar di berbagai tingkat, cakupan dan ruang lingkup pelayanan farmasi rumah sakit, dan harus juga memasukkan persyaratan SDM dan pelatihan yang dibutuhkan. 57 12 0 0 69 100 "Lima Tepat" (tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu) harus terpenuhi dalam setiap kegiatan terkait obat di rumah sakit. 60 8 1 0 69 99 Departemen kesehatan dan pimpinan rumah sakit harus melibatkan farmasis rumah sakit di semua tahapan proses penggunaan obat di rumah sakit. 55 12 0 0 67 100 Departemen kesehatan harus menjamin bahwa setiap farmasi rumah sakit di bawah pengawasan farmasis rumah sakit yang sudah menyelesaikan pelatihan khusus farmasi rumah sakit. 43 21 2 1 67 96 Kepala Instalasi/Bagian Farmasi harus seorang profesional senior yang bertanggung jawab mengoordinasikan penggunaan obat yang bijak, aman, berkhasiat, tepat dan cost-effective di rumah sakit. 44 21 0 1 66 98 Kewenangan farmasis rumah sakit dalam proses penggunaan obat harus meliputi kewenangan dalam pemilihan dan penggunaan alat yang terkait penggunaan obat, misalnya alat yang digunakan dalam pemberian obat, giving sets, infusion pumps dan computer-controlled dispensing cabinets. 32 22 2 0 56 96 Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab terhadap logistik semua obat di rumah sakit. 39 26 1 0 66 98 Farmasis rumah sakit harus mampu sebagai narasumber tentang semua aspek penggunaan obat dan mudah dihubungi oleh tenaga kesehatan. 52 15 0 0 67 100 Semua resep harus dikaji, diinterpretasikan dan divalidasi oleh farmasis rumah sakit sebelum disiapkan dan digunakan. 44 22 3 0 69 96 Farmasis rumah sakit harus memantau pasien yang menggunakan obat (harian atau saat rejimen obat diubah) untuk menjamin keselamatan pasien, penggunaan obat yang tepat dan hasil terapi yang optimal. Jika 35 17 4 0 56 93 % (A+B)

keterbatasan sumber daya tidak memungkinkan semua pasien yang menggunakan obat dipantau, maka kriteria pemilihan pasien harus ditetapkan untuk memandu farmasis melakukan pemantauan. 12 Farmasis rumah sakit harus diizinkan mengakses rekam medis pasien. 60 9 0 0 69 100 13 Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa pasien mendapatkan edukasi tentang obat yang digunakannya. 44 9 2 1 56 95 Farmasis rumah sakit harus memberikan pengenalan dan edukasi 14 kepada perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain tentang praktik penggunaan obat yang baik. 56 13 1 0 70 99 Kurikulum pendidikan tinggi farmasi strata 1 harus memasukkan materi 15 yang berhubungan dengan rumah sakit. Program pelatihan pasca sarjana dan spesialisasi farmasi rumah sakit harus dikembangkan. 57 13 0 0 70 100 16 Farmasis rumah sakit harus secara aktif terlibat dalam penelitian tentang metode dan sistem baru untuk memperbaiki penggunaan obat. 57 9 0 0 66 100 Topik 1: Pengadaan Proses pengadaan harus transparan, profesional dan etis untuk 17 mendorong kesetaraan dan akses, serta untuk menjamin akuntabilitas yang berhubungan dengan administrasi dan hukum. 56 13 0 0 69 100 18 Pengadaan harus dipandu oleh prinsip-prinsip pengadaan demi keselamatan (safety) 43 18 0 0 61 100 Pengadaan perbekalan farmasi merupakan proses yang kompleks 19 sehingga membutuhkan pengawasan dari farmasis dan staf yang kompeten secara teknis. 54 13 1 0 68 99 Prinsip-prinsip operasional dalam cara pengadaan yang baik harus 20 dievaluasi secara berkala dan model pengadaan disesuaikan menurut keadaan dan kebutuhan yang muncul dengan menggunakan cara yang terbaik dan paling cost-effective. 37 18 0 0 55 100 Pengadaan harus didukung oleh pemastian mutu (quality assurance) 21 yang kuat untuk menjamin bahwa obat dengan kualitas buruk tidak diadakan atau tidak diperbolehkan masuk. Penyimpanan yang baik untuk menjaga mutu barang merupakan keharusan. 55 12 0 0 67 100 22 Pengadaan tidak boleh merupakan kegiatan terpisah sendiri, tetapi harus berdasarkan proses seleksi dari formularium. 42 27 1 0 70 99 23 Pengadaan yang baik harus didukung oleh sistem informasi yang handal sehingga dapat memberikan informasi akurat dan tepat waktu. 53 17 0 0 70 100 24 Harus ada mekanisme formal yang memungkinkan farmasis mendapatkan dana anggaran tertentu untuk membeli obat bagi pasien. 35 32 2 0 69 97 25 Farmasi harus memiliki rencana terhadap kemungkinan (contingency 50 14 0 0 64 100

plans) kelangkaan obat dan pembelian obat dalam keadaan emergensi. Topik 2: Peresepan 26 27 28 29 30 31 32 Rumah sakit harus menggunakan sistem formularium (lokal, regional dan/atau nasional) yang berhubungan dengan pedoman terapi, protokol dan prosedur pengobatan yang berbasis bukti terbaik. 64 5 1 0 70 99 Farmasis rumah sakit harus masuk sebagai anggota Komite Farmasi dan Terapi untuk mengawasi kebijakan dan prosedur pengelolaan semua obat, termasuk penggunaan off-label dan obat-obat untuk penelitian. 64 5 0 0 69 100 Farmasis rumah sakit harus memegang peran kunci dalam megedukasi penulis resep (prescribers) pada setiap tingkat pelatihan dalam hal akses dan penggunaan obat yang optimal dan tepat, termasuk pemantauan parameter dan penyesuaian dalam peresepan selanjutnya. 42 12 1 0 55 98 Farmasis rumah sakit harus terlibat di semua area perawatan pasien untuk memengaruhi secara prospektif pengambilan keputusan terapeutik secara kolaboratif. 47 25 1 0 73 99 Farmasis klinik harus merupakan bagian integral dalam ronde pasien untuk membantu dalam mengambil keputusan terapeutik dan memberikan rekomendasi dalam hal farmasi klinik dan keselamatan pasien. 39 23 2 2 66 94 Farmasis rumah sakit harus memberikan pelayanan berkelanjutan dengan memberikan informasi obat saat pasien pindah dari satu sektor pelayanan ke sektor pelayanan lain. 47 21 4 1 73 93 Program pasca sarjana farmasi klinik harus dikembangkan dalam rangka menyiapkan farmasis untuk melakukan peresepan kolaboratif, termasuk instruksi, sebagai akuntabilitas legal dan profesional; peran semacam ini harus dipromosikan di dalam kurikulum pendidikan tenaga kesehatan lain. 47 22 4 0 73 95 Topik 3: Penyiapan dan Distribusi 33 Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa semua perbekalan farmasi di rumah sakit disimpan dalam kondisi yang layak. 62 10 0 0 72 100 34 Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab dalam pelabelan dan pengawasan obat yang disimpan di rumah sakit. 44 11 1 0 56 98 35 Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa obat yang dibuat telah memenuhi standar mutu. 61 9 0 0 70 100 36 Farmasis rumah sakit harus memberikan pelayanan pencampuran obat suntik dengan menggunakan teknik aseptik. 48 22 2 0 72 97 37 Obat berbahaya, termasuk obat kanker, harus disiapkan di bawah 63 7 1 1 72 97

38 39 40 41 kondisi lingkungan yang meminimalkan risiko kontaminasi terhadap produk dan pemaparan terhadap petugas. Farmasis rumah sakit harus mengurangi kesalahan obat (medication errors) dengan menerapkan sistem atau teknologi berbasis bukti, seperti: pengisian obat secara otomatis, sistem dosis unit, dan sistem bar-code. 52 15 4 0 71 94 Farmasis rumah sakit harus membantu dalam penyusunan kebijakan yang berkenaan dengan penggunaan obat yang dibawa ke rumah sakit oleh pasien, termasuk evaluasi terhadap obat herbal dan suplemen. 48 20 3 1 72 94 Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab terhadap penyimpanan, penyiapan dan pendistribusian obat penelitian. 56 14 1 2 73 96 Farmasis rumah sakit harus menerapkan sistem penelusuran obat yang didistrubusikan oleh bagian farmasi (misalnya, untuk memudahkan penarikan produk) 43 24 5 0 72 93 Topik 4: Pemberian obat 42 43 44 45 46 47 48 49 Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa sumber informasi (referensi) yang diperlukan untuk penyiapan dan pemberian obat yang aman dapat diakses di setiap tempat perawatan. 60 13 0 0 73 100 Farmasis rumah sakit harus menjamin bahwa reaksi alergi dicatat secara akurat pada tempat yang standar di dalam rekam medis pasien dan dievaluasi sebelum obat diberikan. 47 19 4 2 72 92 Farmasis rumah sakit harus memastikan bahwa obat dikemas dan diberi label untuk menjamin identifikasi dan menjaga integritas produk sampai dengan sesaat sebelum obat diberikan kepada pasien. 56 14 1 0 71 99 Pemberian label obat untuk pasien harus rinci untuk menjamin pemberian obat yang aman, meliuputi: nama obat, rute, dosis dalam berat dan volume. 53 17 0 0 70 100 Penyimpanan sediaan elektrolit konsentrasi tinggi (seperti kalium klorida dan natrium klorida) dan obat risiko tinggi di ruang rawat harus ditiadakan dan diganti dengan sediaan yang sudah diencerkan dan siap untuk pemberian ke pasien, atau jika diperlukan, penyimpanan harus diberi label yang jelas di tempat yang aman. 50 19 1 1 71 97 Petugas kesehatan yang bertanggung jawab memberikan obat suntik dan kemoterapi harus mendapatkan pelatihan tentang penggunaan, pengetahuan tentang bahaya dan hal-hal yang harus diperhatikan. 63 9 2 0 74 97 Dosis kemoterapi dan obat-obat lain yang berisiko tinggi, harus dicek silang dengan resep aslinya oleh dua petugas sebelum diberikan kepada pasien. 50 20 3 0 73 96 Farmasis harus menjamin diterapkannya strategi dan kebijakan untuk mencegah kesalahan rute pemberian, misalnya: penandaan pada ujung 40 26 7 0 73 90

50 51 52 53 54 55 56 57 tube tempat insersi untuk mencegah salah penyambungan, dan penggunaan kateter enteral feeding tidak boleh disambungkan dengan IV line atau parenteral line lainnya. Alkaloid Vinca harus diencerkan, idealnya dalam minibag dan/atau syringe besar (untuk pasien pediatri) dan diberi label peringatan untuk mencegah salah pemberian secara intratekal. 36 30 3 2 71 93 Syringe untuk pemberian secara oral harus jelas berbeda untuk mencegah disuntikkannya obat enteral dan oral ke pasien (terutama pasien pediatri). 45 25 1 2 73 96 Sediaan obat khusus untuk neonatus dan anak-anak yang tidak tersedia di pasaran harus disiapkan oleh bagian farmasi rumah sakit. 53 19 2 0 74 97 Konsentrasi standar obat harus ditetapkan, diadakan dan disiapkan untuk seluruh pasien, terutama neonatus, anak-anak dan pasien kritis. 44 29 3 0 76 96 Farmasis rumah sakit harus bertanggung jawab dalam menetapkan obatobat mana yang distok di ruang rawat, serta standar penyimpanan dan penanganannya di ruang rawat. 54 18 3 0 75 96 Farmasis rumah sakit harus menyusun prosedur yang sederhana untuk meningkatkan keselamatan pasien, misalnya jika diperlukan jumah obat yang banyak untuk satu dosis (lebih dari 2 tablet, vial, dll), maka resep harus diperiksa sebelum pemberian. 45 26 1 1 73 97 Farmasis rumah sakit harus menjamin pengembangan strategi pemastian mutu (quality assurance) dalam pemberian obat, termasuk penggunaan metode observasi untuk mendeteksi kesalahan dan mengidentifikasi prioritas untuk perbaikannya 48 22 4 0 74 95 Proses pemberian obat harus dirancang sedemikan rupa sehingga tahap penyalinan (transkripsi) antara resep asli dengan pencatatan pemberian obat dapat ditiadakan. 44 20 6 0 70 91 Topik 5: Pemantauan penggunaan obat 58 59 Sistem pelaporan obat rusak harus dibuat dan diterapkan untuk memantau dan mengambil langkah yang diperlukan dalam meminimalkan risiko. Laporan obat rusak dan substandar harus dikirimkan ke program phamacovigilance tingkat regional dan nasional (jika ada). 54 14 0 0 68 100 Sistem pelaporan untuk reaksi obat tidak diharapkan (adverse drug reactions) harus dibuat dan diterapkan untuk memantau dan mengambil langkah yang diperlukan dalam meminimalkan risiko. Laporan reaksi obat yang tidak diharapkan harus dikirimkan ke program phamacovigilance tingkat regional dan nasional (jika ada). 66 7 0 0 73 100

60 61 62 63 64 65 Sistem pelaporan untuk kesalahan obat (medication errors) harus dibuat dan diterapkan untuk memantau dan mengambil langkah yang diperlukan dalam meminimalkan risiko. Laporan kesalahan obat harus dikirimkan ke program phamacovigilance tingkat regional dan nasional (jika ada). 68 6 0 0 74 100 Praktik penggunaan obat di rumah sakit harus dievaluasi dan dibuat trend-nya secara internal, kemudian dibandingkan dengan praktik terbaik (best practices) di institusi lain untuk meningkatkan keselamatan, efektivitas klinik dan cost-effectiveness. 44 27 0 0 71 100 Praktik penggunaan obat di rumah sakit harus dikaji oleh program akreditasi penilaian mutu eksternal. Rumah sakit harus menindaklanjuti hasil penilaian tersebut untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. 51 20 3 0 74 96 Intervensi klinis farmasis harus dicatat dalam catatan medis pasien. Data ini harus dianalisis secara berkala untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. 62 10 2 0 74 97 Trigger tools harus digunakan untuk memberikan data kuantitatif tentang kejadian tidak diharapkan di rumah sakit (adverse drug events). Data ini harus dianalisis secara berkala untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. (Catatan: contoh trigger tools: adanya penggunaan antidote, yang mengindikasikan kemungkinan adanya overdosis) 52 17 4 0 73 95 Pelayanan farmasi klinik tingkat lanjut harus meliputi manajemen terapi untuk mengoptimalkan hasil terapeutik. Data hasil dari program tersebut harus dikaji secara berkala untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam penggunaan obat. Sebagai contoh: pengelolaan terapi antikoagulan, terapi antimikroba, pemantauan terapeutik obat. 53 20 0 0 73 100 Topik 6: Sumber daya manusia dan pelatihan Di tingkat nasional, Departemen Kesehatan harus mengumpulkan para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk bekerjasama menyusun 66 rencana sumber daya manusia yang berbasis bukti agar selaras dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dan prioritas di sektor publik dan swasta sehingga dapat mengoptimalkan patient outcomes. 51 22 0 0 73 100 Pemangku kepentingan kunci (key stakeholders) harus menjamin bahwa 67 pendidikan, pelatihan, jumlah dan kapasitas sumber daya farmasi sesuai dengan tingkat, ruang lingkup, cakupan,dan tanggung jawab seluruh jenjang profesi farmasi. 56 18 1 0 75 99 68 Perencanaan SDM farmasi rumah sakit harus mencakup seluruh jenjang 48 20 3 0 71 96

69 70 71 72 73 74 75 profesi farmasi dan dihubungkan dengan sasaran pelayanan kesehatan. Perencanaan tersebut harus menguraikan strategi pendidikan dan pelatihan SDM, rekrutmen dan retensi, pengembangan kompetensi, gaji dan kemajuan jenjang karir, kebijakan yang bersifat jender, penempatan yang setara, serta peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan dalam penerapannya. Rumah sakit harus memiliki sistem informasi SDM yang memuat data dasar untuk perencanaan, pelatihan, penghargaan (appraising) dan dukungan terhadap tenaga kerja. Data tersebut harus dikumpulkan di tingkat nasional untuk memperbaiki strategi SDM. 46 25 1 1 73 97 Departemen Kesehatan, institusi pendidikan famasi, organisasi profesi farmasi dan pengelola rumah sakit harus menyikapi kelangkaan SDM farmasi melalui strategi yang berkelanjutan untuk ketersediaan SDM, rekrutmen dan retensi, terutama di daerah terpencil. 47 23 2 0 72 97 Program pelatihan untuk SDM farmasi tingkat menengah (asisten apoteker, dan sejenisnya) harus diformalkan, diselaraskan dan distandarkan untuk menjamin kompetensi yang sudah ditetapkan. 51 21 1 1 74 97 Kebijakan SDM rumah sakit harus didasarkan pada prinsip-prinsip etik, kesempatan yang setara, hak asasi manusia, dan mematuhi peraturan ketenagakerjaan, pedoman dan standar pelayanan farmasi rumah sakit. 60 16 0 0 76 100 Secara nasional, tingkat praktik dan kompetensi terkait yang disyaratkan harus ditetapkan dan dievaluasi secara berkala untuk membentuk kerangka kerja kompetensi bagi semua jenjang profesi farmasi. 51 22 1 1 75 97 Rumah sakit harus menggunakan kerangka kerja kompetensi yang sudah diakui secara nasional untuk menilai kebutuhan pelatihan SDM dan kinerjanya. 46 25 3 1 75 95 Kesenjangan bukti mengenai SDM farmasi rumah sakit harus digali melalui agenda penelitian yang strategis. 51 24 2 0 77 97