BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang yang melakukan kejahatan atau dapat juga disebut sebagai

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

Institute for Criminal Justice Reform

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

1 dari 8 26/09/ :15

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin maju masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGATURAN PIDANA PENJARA DI MASA MENDATANG DILIHAT DARI ASPEK PERBAIKAN PELAKU AFRIANSYAH / D

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB III SANKSI PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA (MILITER)

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

Pemberian Pembebasan Bersyarat Sebagai Prinsip Sistem Pemasyarakatan Dalam Melakukan Pembinaan Terhadap Narapidana. Kasman Siburian.

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dalam kehidupannya terikat oleh aturan aturan tertentu. Secara

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan. mereka yang telah melanggar peraturan tersebut 1

oleh : Herwin Sulistyowati,SH.,MH

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

PIDANA KERJA SOSIAL DALAM RANGKA MENCAPAI TUJUAN PEMIDANAAN DI INDONESIA

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. akan pernah lepas dari sesuatu yang disebut hukum. Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tertuang di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum. Oleh : SHELLY ANDRIA RIZKY

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

PELAKSANAAN PEMBINAAN YANG BERSIFAT KEMANDIRIAN TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II B SLAWI

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. sebutan penjara kini telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan

BAB III PIDANA BERSYARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BAB II TINJAUAN YURIDIS LEMBAGA PEMASYARAKATAN. A. Landasan Hukum Pelaksanaan Pembinaan Narapidana

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang secara umum berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum dan secara khusus sebagai bagian dari hukum publik. 1 Seseorang yang melanggar aturan hukum akan dikenakan sanksi pidana yang dilakukan dalam bentuk pemidanaan. Pidana merupakan suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. 2 Menurut ketentuan di dalam Pasal 10 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dua jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda. sedangkan pidana tambahan terdiri atas pencabutan hakhak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim. Suatu proses pemidanaan yang dilakukan oleh pengadilan, terdapat beberapa instrument utama yang bisa dijadikan sebagai pedoman kuat untuk menghukum pihak 1 Adami Chazawi. 2007. Pelajaran Hukum Pidana I. PT RajaGrafindo. Jakarta. Hal. 15 2 Ibid. Hal.24 1

terpidana yang diduga terlibat dalam suatu kasus dan telah diputuskan bersalah oleh pengadilan di antaranya adalah pidana penjara. 3 Pidana penjara merupakan suatu pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana,yang dilakukan dengan menutup orang tersebut disebuah lembaga pemasyarakatan,dengan mewajibkan orang tersebut mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut. 4 Pidana penjara adalah pidana yang paling sering dijatuhkan oleh hakim, sehingga kondisi tersebut perlu untuk mendapat perhatian lebih dan perlu untuk diperbaharui. Menurut Mulder bahwa Politik hukum pidana harus selalu memperhatikan masalah pembaharuan juga dalam masalah perampasan kemerdekaan 5. Seperti yang diketahui bahwa sistem pemasyarakatan merupakan sistem penggati dari sistem penjara yang pernah diterapkan oleh penjajah (Belanda) dalam memperlakukan pelanggar-pelanggar hukum. Dimana yang bersangkutan dihilangkan kemerdekannya dan dikurung atau diasingkan dari masyarakat, dengan begitu para pelanggar hukum tersebut dapat jera. Pada waktu itu peraturan yang dijadikan dasar untuk pembinaan narapidana dan anak didik adalah Gestichen Reglement (Reglemen Kepenjaraan) STB 1917 Nomor 708 dan kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa sistem 3 Adi Sujatno. 2008. Pencerahan di Balik Penjara. PT.Mizan Publika. Jakarta. Hal.1 4 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2010. Hukum Penitensier Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Hal.54 5 Dwija Priyatno. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT Refika Aditama. Bandung. Hal.2 2

pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai waga yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga Pemasyarakatan bukan saja sebagai tempat untuk memidana orang, melainkan juga sebagai tempat untuk membina atau mendidik orang-orang terpidana agar setelah mereka selesai menjalankan pidana mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri degan kehidupan diluar lembaga pemasyarakatan sebagai warga Negara yang baik dan taat pada hukum yang berlaku. 6 Instansi yang berwenang memberikan pembinaan terhadap narapidana dengan sistem pemasyarakatan adalah lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LP atau LAPAS. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tetang Pemasyarakatan bahwa pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan diselenggarakan oleh menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan. Petugas pemasyarakatan yaitu pegawai pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan. Pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan meliputi program pembinaan dan bimbingan yang berupa kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan kepada pembinaan mental dan watak agar warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia 6 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. Op.Cit. Hal. 165 3

seutuhnya, bertaqwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat, sedangkan pembinaan kemadirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Suatu sistem pembinaan narapidana dan merupakan pengejewantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan sosial warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam kapasitasnya sebagai individu, anggota masyarakat, maupun makluk tuhan. Sebagai dasar pembinaan dari sistem pemasyarakatan adalah Sepuluh Prinsip Pemasyarakatan yaitu: 7 1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranannnya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam Negara, terhadap narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya penderitaannya hanyalah dihilangkan kemerdekaannya. 3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat. 4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana. 5. Selama kehilangan kemerdekaan begerak, pada narapidana dan anak didik harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 7 Adi Sujatno. Op.Cit. Hal.123 4

6. Pekerjaan yag diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi. 7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan pancasila. 8. Narapidana dan anak didik sebagai orang yang tersesat adalah manusia dan harus pula diperlakukan sebagai manusia. 9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialami. 10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitative, korektif, dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 menyatakan bahwa: sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas: a. Pengayoman b. Persamaan perlakuan pelayanan, c. Pendidikan, d. Pembimbingan, e. Penghormatan harkat dan martabat manusia, f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan, g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu. Dengan adanya pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan tersebut diharapkan dapat menanggulangi residive, karena dengan adanya pembinaan tersebut para narapidana yang telah bebas dan telah kembali ke lingkungan kehidupan 5

normalnya sebagai masyarakat agar dapat benar-benar jera dan tidak mengulangi tindak pidana atau perbuatan jahat lagi. Pengulangan tindak pidana (residive) terjadi dalam hal seseorang telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, di antara perbuatan mana satu atau lebih telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan. 8 dimana residive terbagi atas residive umum dan residive khusus. Kenyataannya bahwa masalah pengulangan tindak pidana (residive) masih merupakan masalah sosial yang senantiasa muncul dan bahkan termasuk urutan tertinggi dalam kejahatan-kejahatan yang terjadi. Khusus bagi narapidana yang ternyata telah lebih dari satu kali dimasukkan kedalam lembaga pemasyarakatan tidak diperkenankan untuk mengadakan hubungan secara terbatas dengan pihak luar, memperoleh cuti, memperoleh asimilasi dan memperoleh lepas bersyarat. 9 Kasus pengulangan tindak pidana yang mana Ari Hardi atau yang biasa dipanggil Ari sebagai terdakwa kasus penganiayaan didaerah By pass Bukittinggi dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara, yang mana pada saat dilakukan pemeriksaan tercatat sebagai residivis pada kasus pencurian di tahun 2009. 10 Terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana seperti contoh diatas dapat dianggap mengulangi kejahatan yang sama (Residivis) dan dapat dijadikan dasar pemberat hukumnya berdasarkan ketentuan Pasal 486 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ia dapat diancam hukuman sepertiga lebih berat dari ancaman hukuman yang normal dengan catatan bahwa perbuatan yang jenisnya sama tersebut ia lakukan dalam kurang dari 8 Teguh Prasetyo. 2010. Hukum Pidana. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Hal. 121. 9 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. Op.Cit. Hal. 181. 10 Putusan Nomor: 18 /Pid.B/2013/PN.BT. 6

waktu lima tahun setelah menjalani hukuman yang dijatuhkan serta terdapat didalam Pasal 487 dan 488 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Alasan hukuman dari pengulangan sebagai dasar pemberatan hukuman ini adalah bahwa seseorang yang telah dijatuhi hukuman dan mengulang lagi melakukan kejahatan, membuktikan bahwa ia telah memiliki tabiat buruk. 11 Oleh karena itu berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memberi judul penelitian ini yaitu: PERANAN PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN GUNA MENCEGAH PENGULANGAN TINDAK PIDANA B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, agar penulisan ini menjadi lebih terarah dan mencapai tujuan maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah program dan pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Biaro Bukittinggi? 2. Bagaimanakah peranan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Biaro Bukittinggi guna mencegah pengulangan tindak pidana? 11 Teguh Prasetyo. Loc it. 7

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui program dan pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Biaro Bukittinggi 2. Mengetahui peranan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Biaro Bukittinggi guna mencegah pengulangan tindak pidana. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diambil yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Penulis mengharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pembangunan hukum pada umumnya dan bidang hukum pidana pada khususnya. b. Untuk menambah pembendaharaan litelatur dibidang hukum, khususnya bahan bacaan dibidang hukum pidana. c. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang ingin mendalami masalah ini lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai pengetahuan dalam bidang hukum. 8