Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Institute for Criminal Justice Reform

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK IN DON ESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYELESAIAN BANDING MEREK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPSK. Pemeriksaan. Pemberhentian Anggota.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN, PEMERIKSAAN, DAN PENYELESAIAN BANDING MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Rekomendasi/Usulan Perubahan UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Aliansi Indonesia Damai (AIDA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PEMERIKSAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

FRESIDEN REPUALIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG. Pemerintah tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana;

Transkripsi:

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN. TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI SERTA KELAYAKAN, PENENTUAN JANGKA WAKTU, DAN BESARAN BIAYA PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN/ATAU KORBAN Jakarta 2006 www.perlindungansaksi.wordpress.com

2 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN. TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI SERTA KELAYAKAN, PENENTUAN JANGKA WAKTU, DAN BESARAN BIAYA PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN/ATAU KORBAN Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Kompensi dan Restitusi serta Kelayakan, Penentuan Jangka Waktu, dan Besaran Biaya Pemberian Bantuan Kepada Saksi dan/atau Korban; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI, KELAYAKAN PEMBERIAN BANTUAN SERTA PENENTUAN JANGKA WAKTU DAN BESARAN BIAYA KEPADA SAKSI DAN/ATAU KORBAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : 1. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. 2. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

3 3. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, atau yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan Saksi dan/atau Korban. 4. Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya. 5. Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya untuk tindakan tertentu. 6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. BAB II PEMBERIAN KOMPENSASI DAN RESTITUSI Bagian Kesatu Pemberian Kompensasi Pasal 2 (1) Kompensasi hanya diberikan bagi Korban dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. (2) Permohonan Kompensasi diajukan oleh Korban. (3) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh keluarga atau kuasa Korban dengan penunjukan surat kuasa khusus. (4) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada pengadilan melalui LPSK. Pasal 3 (1) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memuat sekurang-kurangnya: a. nama lengkap Korban; b. tempat dan tanggal lahir Korban; c. alamat; d. pekerjaan;

4 e. status. (2) Permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dokumen/bukti-bukti yang terkait sebagai berikut: a. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; b. salinan putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia yang Berat yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. fotokopi surat kuasa khusus, apabila permohonan Kompensasi diajukan oleh keluarga atau kuasa Korban. d. e. Pasal 4 LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan Kompensasi diterima secara lengkap. Pasal 5 (1) Untuk keperluan pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 LPSK dapat memanggil Korban, keluarga Korban atau kuasa Korban untuk mendapat keterangan. (2) Dalam hal Korban, keluarga Korban atau kuasa Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi panggilan 2 (dua) kali berturut-turut oleh LPSK maka permohonannya dianggap ditarik kembali. (3) Penarikan kembali permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh LPSK diberitahukan kepada Korban, keluarga Kroban atau kuasa Korban. Pasal 6 (1) Pemeriksaan permohonan Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hasilnya ditetapkan dengan Keputusan LPSK. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pangabulan atau penolakan. Pasal 7 (1) Dalam hal LPSK mengabulkan permohonan Kompensasi, maka Keputusan LPSK diteruskan ke Pengadilan untuk mendapat penetapan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan LPSK ditetapkan dengan salinannya disampaikan kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan Korban, keluarga, atau kuasanya. (2) Dalam hal LPSK menolak permohonan Kompensasi, maka Keputusan LPSK disertai alasan penolakan disampaikan kepada kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan Korban, keluarga atau kuasanya

5 dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan ditetapkan. Pasal 8 Pengadilan memeriksa dan memutuskan Keputusan LPSK mengenai permohonan kompensasi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan LPSK diterima. Pasal 9 (1) Untuk keperluan pemeriksaan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pengadilan dapat memanggil kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan, Korban, keluarga, atau kuasanya untuk (2) Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa pengabulan atau penolakan. Pasal 10 Dalam hal putusan Pengadilan mengabulkan permohonan Kompensasi, maka salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan ditetapkan disampaikan kepada : a. LPSK; b. kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan; c. Korban, keluarga, atau kuasanya; dan d. Departemen Keuangan sebagai pelaksana pemberian Kompensasi. Pasal 11 Kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan membuat berita acara pelaksanaan putusan Pengadilan kepada Departeman Keuangan untuk melaksanakan pemberian Kompensasi dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal salinan putusan Pengadilan diterima. Pasal 12 Departemen Keuangan melaksanakan pemberian Kompensasi dalam paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diterima.

6 Pasal 13 (1) Pelaksanaan pemberian Kompensasi, dilaporkan oleh Departeman Keuangan kepada Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara tersebut dengan tembusan kepada LPSK. (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberiaan Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Korban, keluarga, atau kuasanya. (3) Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara setelah menerima tanda bukti sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan tersebut mengumumkan pelaksanaan pemberiaan Kompensasi pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. Pasal 14 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian Kompensasi kepada korban melampui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Korban, keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK. (2) Kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Deapartemen Keuangan untuk melaksanakan putusan pengadilan tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal perintah diterima. Pasal 15 Dalam hal pemberian Kompensasi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau kelambatan pelaksanaan harus dilaporkan kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK. Dalam hal Pengadilan menolak Keputusan LPSK mengenai permohonan Kompensasi disertai alasan penolakan disampaikan kepada kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan, LPSK, dan Korban, keluarga atau kuasanya dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Bagian Kedua Pemberian Restitusi Pasal 16 (1) Restitusi hanya diberikan bagi Korban tindak pidana. (2) Restitusi diajukan oleh Korban. (3) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh keluarga atau kuasanya dengan penunjukan surat kuasa khusus.

7 (4) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup kepada Pengadilan melalui LPSK dengan tembusan kepada pelaku tindak pidana. Pasal 17 (1) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 memuat sekurang-kurangnya: a. Identitas Korban: 1) nama lengkap; 2) tempat dan tanggal lahir; 3) alamat; 4) pekerjaan; 5) status. b. Identitas pelaku tindak pidana: 1) nama lengkap; 2) tempat dan tanggal lahir; 3) alamat; 4) pekerjaan; 5) status. (2) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dokumen/bukti-bukti yang terkait sebagai berikut: a. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; b. salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. fotokopi surat kuasa khusus apabila permohonan Restitusi diajukan oleh keluarga Korban atau kuasa Korban; d. e. Pasal 18 LPSK memeriksa kelengkapan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan Restitusi diterima secara lengkap. Pasal 19 (1) Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 LPSK dapat memanggil Korban, keluarga Korban, kuasa Korban, dan/atau pelaku tindak pidana untuk mendapat keterangan.

8 (2) Dalam hal Korban, keluarga Korban atau kuasa Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi panggilan 2 (dua) kali berturut-turut oleh LPSK maka permohonannya dianggap ditarik kembali. (3) Penarikan kembali permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh LPSK diberitahukan kepada Korban, keluarga Korban, kuasa Korban, dan/atau pelaku tindak pidana. Pasal 20 (1) Pemeriksaan permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 hasilnya ditetapkan dengan Keputusan LPSK. (2) Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pangabulan atau penolakan. Pasal 21 (1) Dalam hal LPSK mengabulkan permohonan Restitusi, maka Keputusan LPSK diteruskan kepada Pengadilan untuk mendapat penetapan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan LPSK ditetapkan dan salinannya disampaikan kejaksaan yang menuntut perkara tersebut, Korban, keluarga Korban, kuasa Korban, dan pelaku tindak pidana. (2) Dalam hal LPSK menolak permohonan Restitusi, maka Keputusan LPSK disampaikan kepada Korban, keluarga Korban, kuasa Korban dan pelaku tindak pidana disertai alasan penolakan paling lambat 7(tujuh) hari sejak tanggal Keputusan LPSK ditetapkan. Pasal 22 Pengadilan memeriksa dan memutuskan Keputusan LPSK mengenai permohonan Retitusi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan LPSK diterima. Pasal 23 (1) Untuk keperluan pemeriksaan Keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pengadilan dapat memanggil kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan, Korban, keluarga Korban, atau kuasa Korbanuntuk mendapat keterangan. (2) Putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa pengabulan atau penolakan. Pasal 24

9 Dalam hal putusan Pengadilan mengabulkan permohonan Retitusi, maka salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan ditetapkan disampaikan kepada : a. LPSK; b. kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan; c. Korban, keluarga, atau kuasanya; dan d. pelaku tindak pidana. Pasal 25 Kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dengan membuat berita acara pelaksanaan putusan Pengadilan kepada pelaku tindak pidana untuk melaksanakan pemberian Kompensasi dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal salinan putusan Pengadilan diterima. Pasal 26 Pelaku tindak pidana melaksanakan pemberian Restitususi dalam paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diterima. Pasal 27 (1) Pelaksanaan pemberian Kompensasi, dilaporkan oleh pelaku tidak pidana kepada Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara tersebut dengan tembusan kepada LPSK. (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberiaan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Korban, keluarga, atau kuasanya. (3) Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara setelah menerima tanda bukti sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan tersebut mengumumkan pelaksanaan pemberiaan Restitusi pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. Pasal 28 (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian Restitusi kepada korban melampui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Korban, keluarga, atau kuasanya melaporkan hal tersebut kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK. (2) Kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan pelaku tindak pidana untuk

10 melaksanakan putusan pengadilan tersebut dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal perintah diterima. Pasal 29 Dalam hal pemberian Restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau kelambatan pelaksanaan harus dilaporkan kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan dan LPSK. Pasal 30 Dalam hal Pengadilan menolak Keputusan LPSK mengenai permohonan Restitusi disertai alasan penolakan disampaikan kepada kepada kejaksaan yang menuntut perkara yang bersangkutan, LPSK, dan Korban, keluarga Korban, kuasa Korban dan pelaku tindak pidana dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan ditetapkan. BAB III PEMBERIAN BANTUAN Bagian Kesatu Umum Pasal 31 (1) Pemberian bantuan diberikan kepada seorang Saksi dan/atau Korban. (2) Pemberian bantuan atas seorang Saksi dan/atau Korban diberikan atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK. (3) Dalam hal permintaan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwakili oleh orang yang mewakili seorang Saksi dan/atau Korban dilakukan dengan surat kuasa khusus. (4) Pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Pasal 32 (1) Permintaan pemberian bantuan oleh seorang Saksi dan/atau Korban memuat sekurang-kurangnya : a. nama lengkap; b. tempat dan tanggal lahir;

11 c. alamat; d. pekerjaan; e. status; dan f. alasan permintaan bantuan. (2) Permintaan pemberian bantuan dilampiri dengan : a. fotokopi identitas Korban yang disahkan oleh pejabat yang berwenang; b. salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c.... Pasal 33 Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut. Pasal 34 (1) Dalam melaksanakan pemberian bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang. (2) instansi terkait yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Lembaga Pemerintah dan Non-pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki kapasitas dan hak untuk memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mendukung kerja LPSK, yang diperlukan dan disetujui keberadaannya oleh Saksi dan/atau Korban. Bagian Kedua Kelayakan Pasal 35 (1) LPSK dalam memberikan bantuan berdasarkan kelayakan. (2) Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan: a. Rekomendasi b.... Bagian Kedua Jangka Waktu

12 Pasal 36 (1) Pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban dimulai sejak ditetapkannya keputusan pemberian bantuan oleh LPSK. (2) Pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap sebagaimana ditetapkannya keputusan pemberian bantuan oleh LPSK. Pasal 37 Pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban berakhir : a. sesuai dengan jangka waktu bantuan yang ditetapkan dalam keputusan LPSK; b. meninggal dunia; atau c. menyatakan dengan sendiri pemberhentian pemberian bantuan. Bagian Ketiga Besaran Biaya Pasal 38 LPSK menentukan besaran Biaya bantuan kepada Saksi dan/atau korban ditentukan dengan kategori sebagai berikut : a. kategori I (satu) sebesar Rp... b. kategori II (dua) sebesar Rp... c. kategori III (tiga) sebesar Rp... d. kategori IV (empat) sebesar Rp... Pasal 39 Besaran biaya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban ditetapkan dalam Keputusan LPSK. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

13 Diundangkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN. NOMOR....