Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

ANALISIS POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert 1797) DI KORIDOR TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

HABITAT DAN POPULASI OWA JAWA (Hylobates moloch Audebert, 1797) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO JAWA BARAT FEBRIANY ISKANDAR

PROSEDUR STANDAR OPERASI UNTUK MELAKUKAN SURVEI KEPADATAN POPULASI UNTUK OWA-OWA THE ORANGUTAN TROPICAL PEATLAND PROJECT

JURNALILMIAH BIDANG KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI DAN LINGKUNGAN. Volume 16/Nomor 3, Desember 2011

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

Populasi Owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

POPULASI BEKANTAN Nasalis larvatus, WURM DI KAWASAN HUTAN SUNGAI KEPULUK DESA PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

METODE PENELITIAN. Tempat Penelitian

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Cheyne SM, Thompson CJH, Phillips AC, Hill RMC, Limin, SH Density and Population Estimate of Hylobatidaes (Hylobates agilis albibarbis) in The

Populasi dan Distribusi Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

KAJIAN EKOLOGI, POPULASI DAN KRANIOMETRI BANGE (Macaca tonkeana) DI KABUPATEN MOROWALI SULAWESI TENGAH MOHAMAD IRFAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

III. METODE PENELITIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

III. METODE PENELITIAN. Penelitian populasi siamang dilakukan di Hutan Desa Cugung Kesatuan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

KEPADATAN POPULASI DAN JENIS MAKANAN UNGKO (Hylobates agilis) DI KAWASAN HUTAN YANG TERFRAGMENTASI DALAM AREAL PT.

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

III. METODE PENELITIAN

KONSERVASI SATWA LIAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KAJIAN HABITAT, TINGKAH LAKU, DAN POPULASI KALAWET (Hylobates agilis albibarbis) DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU KALIMANTAN TENGAH YULIUS DUMA

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

BAB IV METODE PENELITIAN

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi 2) Alumni Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi * korespodensi:

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

IV. METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

KAJIAN HABITAT DAN POPULASI UNGKO (Hylobates agilis unko) MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS SUMATERA UTARA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN KERAPATAN SARANG ORANGUTAN (PONGO PYGMAEUS WURMBII) DI HUTAN DESA BLOK PEMATANG GADUNG KABUPATEN KETAPANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

NILAI EKONOMI PERDAGANGAN SATWA LIAR

Transkripsi:

Jurnal Primatologi Indonesia, Vol. 6, No. 1, Juni 2009, p.24-29. ISSN: 1410-5373. Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor. Analisis Populasi Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah [POPULATION ANALYSIS OF KALAWET (Hylobates agilis albibarbis) AT SEBANGAU NATIONAL PARK, CENTRAL KALIMANTAN] Suyanti, Sri Supraptini Mansjoer 2, Ani Mardiastuti 3 1 Program Studi Mayor Primatologi, Sekolah Pascasarjana, IPB 2 Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB 3 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) is one of Hylobates species that naturally living in Kalimantan and can be found in the Natural Peat Swamp Forest Laboratory (LAHG) CIMTROP of Palangkaraya University, Sebangau National Park, Central Kalimantan. This research was aimed to assess the population of kalawet. It was carried out in July up to October 2005. The line transect sampling method was used to survey population. The results of population survey of 6 km 2 of mixed swamp forest found 15 groups of kalawet, which consisted of 2-4 individuals/group. The population density was 7.67 individuals/km 2 with group density of 2.5 groups/km 2 and average group size of 3 individuals/group. Keywords: population, kalawet, Sebangau National Park Pendahuluan Kalawet (Hylobates agilis albibarbis) adalah salah satu spesies Hylobates yang dapat dijumpai di Kalimantan. Habitat kalawet di Kalimantan, terutama di hutan rawa gambut Kalimantan Barat dan Tengah. Di Kalimantan Tengah, kalawet dapat dijumpai di Laboratorium Alam Hutan Gambut, Centre For International Co-Operation In Management of Tropical Peatland (LAHG, CIMTROP), Taman Nasional Sebangau yang menjadi lokasi penelitian populasi kalawet ini. Populasi kalawet di sekitar kawasan LAHG dipengaruhi oleh kehidupan masayarakat yang masih bergantung dari hasil hutan, terutama hasil hutan berupa kayu. Kondisi ini terlihat dari bekas penebangan di masa lampau yang dilakukan oleh masyarakat. Selain itu, kebakaran hutan di sekitar kawasan juga turut mempengaruhi populasi kalawet Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), mencantumkan status kalawet sebagai Appendix I (UNEP-WCMC 2009), sedangkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN 2007) kalawet dikategorikan sebagai endangered species. Penelitian untuk mengetahui mengetahui populasi kalawet yang terdapat di LAHG CIMTROP Universitas Palangkaraya, Taman Nasional Sebangau perlu dilaksanakan. Ketersediaan data mengenai kondisi populasi diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi berkaitan dengan upaya konservasi kalawet. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang populasi kalawet di LAHG, meliputi kelompok umur, ukuran kelompok dan kepadatan populasi kalawet. Materi dan Metode Pengambilan data dilakukan selama tiga bulan, mulai dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2005. Penelitian ini dilaksanakan di LAHG CIMTROP Universitas Palangkaraya, Taman Nasional Sebangau, Propinsi Kalimantan Tengah (Gambar 1). Satwa primata yang menjadi objek penelitian ini adalah kalawet. Alat yang digunakan meliputi

33 Suyanti et al. binokuler, kamera, jam, kompas, global positioning system (GPS), meteran, peta lokasi, lembar pengamatan dan kertas millimeter. Metode pengumpulan data populasi menggunakan metode garis transek (line transect method) yang terbagi atas tiga jalur pengamatan, yaitu T0,T1A dan T2. Panjang setiap jalur transek adalah 2 km, dengan lebar jarak pandang 100 m (50 m kiri dan 50 m kanan). Pengamatan setiap jalur sebanyak 10 kali pengulangan. Hasil dan Pembahasan Komposisi Kelompok Berdasarkan hasil pengamatan di ketiga jalur pengamatan, diperoleh komposisi kelompok yang berbeda-beda. Komposisi kelompok kalawet yang lengkap (sepasang induk, satu remaja dan satu anak) sebanyak 26,67%, sedangkan kelompok yang memiliki satu anak sebanyak 53,33%. Adapun kelompok tidak memiliki anak sebesar 20,00%. Secara keseluruhan, kelompok umur jantan dewasa 32,61%, betina dewasa 32,61%, remaja 21,74% dan anak 13,04%. Jumlah kelompok kalawet yang dijumpai di jalur T0 berjumlah enam kelompok, dengan ukuran kelompok 3-4 individu. Jumlah dan komposisi kelompok kalawet disajikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Jumlah dan komposisi kelompok kalawet pada jalur T0 Gambar 1 Lokasi penelitian di Laboratorium Alam Hutan Gambut (LAHG) CIMTROP. Setiap kelompok yang dijumpai akan diamati selama 10 menit, kemudian dicatat: 1) waktu kalawet terlihat pertama, 2) jarak peneliti dengan kalawet, 3) lokasi (nomor transek), 4) tempat kalawet berada waktu pertama kali terlihat (perkiraan tingkat kanopi), dan 5) jumlah individu dan kelompok umur. Jalur transek untuk pengamatan populasi disajikan pada Gambar 2 berikut ini. Gambar 2 Jalur pengamatan kelompok (garis merah). Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa seluruh kelompok ditemukan pada Jalur T0 memiliki anakan (100%). Adapun pasangan yang memiliki satu individu anak sebanyak 66,67% dan pasangan yang memiliki dua individu anak 33,33%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok kalawet di Jalur T0 mempunyai tingkat keberhasilan reproduksi yang tinggi. Kondisi habitat di jalur T0 yang menunjang kebutuhan hidup kalawet dengan ketersediaan pakan yang cukup merupakan salah satu faktor keberhasilan reproduksi kelompok di Jalur T0. Menurut Napier dan Napier (1985), jumlah individu dalam setiap kelompok pada suatu spesies satwa primata dapat dipengaruhi oleh kelimpahan pakan. Sebanyak lima kelompok berhasil diidentifikasi pada jalur T1A. Dari lima kelompok, hanya satu kelompok yang terdiri atas sepasang jantan dan betina dewasa (20%). Hal ini diduga kelompok tersebut adalah kelompok yang baru terbentuk, sehingga masih memerlukan waktu untuk bereproduksi. Tiga

ANALISIS POPULASI KALAWET 34 kelompok lainnnya, masing-masing memiliki satu anak 60%) dan hanya satu kelompok yang terdiri atas dua individu anak (20%). Jumlah dan kelompok kalawet Jalur T1A disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Jumlah dan komposisi kelompok kalawet di jalur T1A Perbandingan antara jantan dewasa, betina dewasa, remaja dan anak adalah 1;1;0,80;0,20 (Tabel 1). Walaupun keadaan habitat di jalur T1A terfragmentasi, tetapi kemampuan reproduksi kelompok kalawet cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil persentase antara betina dewasa dan anak, yaitu persentase anak sama dengan persentase betina dewasa (betina dewasa 33,3%, anak 33,4%). Tabel 3 Jumlah dan komposisi kelompok kalawet pada jalur T2 Pengamatan pada Jalur T2, hanya ditemukan empat kelompok. Empat kelompok yang ditemukan tersebut, 2 kelompok diantaranya, terdiri atas sepasang jantan dan betina dewasa (50%), 1 kelompok memiliki satu individu anak (25%), dan 1 kelompok lengkap, terdiri atas sepasang jantan dan betina dewasa, satu remaja dan satu anak (25%). Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase perbandingan antara jantan dan betina dewasa, remaja dan anak adalah 1;1;0,50;0,25. Kompoisisi kelompok kalawet pada jalur T2 lebih sedikit dibandingkan dengan kedua jalur lainnya. Hal ini diduga berkaitan dengan gangguan terhadap habitat kalawet cukup tinggi yang dilakukan oleh masyarakat, berupa penebangan pohon untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini akan berdampak pada berkurangnya kerapatan pohon, pergerakan kalawet, dan mengurangi ketersediaan sumber pakan kalawet. Dalam pengamatan di lapangan, tidak semua individu dalam tiap kelas umur khususnya remaja dan anak dapat dikenali jenis kelaminnya, sehingga adanya bias dalam penentuan rasio ini sangat mungkin terjadi. Ukuran Kelompok Kelompok-kelompok yang dijumpai pada ketiga jalur transek di LAHG CIMTROP memiliki ukuran yang sama dengan kelompok-kelompok Hylobates pada umumnya, yaitu 2-4 individu/ kelompok. Pengamatan pada Jalur T0, terjadi 5 kali perjumpaan dengan kelompok kalawet. Jumlah total individu sebesar 20 individu. Adapun rerata ukuran kelompok kalawet yang di jalur ini adalah sebanyak 3,33 individu/kelompok. Perjumpaan dengan kelompok kalawet pada Jalur T1A, terjadi sebanyak 4 kali. Jumlah total individu sekitar 15 individu dengan rerata ukuran kelompok sebesar 3,00 individu/kelompok, sedangkan di jalur T2, dijumpai 4 kelompok dengan jumlah total individu sekitar 11 individu. Adapun rerata ukuran kelompoknya sebesar 2,75 individu/kelompok. Apabila melihat ukuran kelompok kelompok ketiga jalur pengamatan, ukuran kelompok pada Jalur T0 lebih tinggi dibandingkan kelompok kalawet pada jalur T1A (3,00 individu/kelompok) dan jalur T2 (2,75 individu/kelompok). Hal ini berhubungan dengan ketersediaan sumber pakan dan habitatnya yang cenderung lebih baik dibandingkan pada jalur T1A dan jalur T2 yang habitatnya sudah terfragmentasi. Disamping itu, jalur T0 ini terletak dekat dengan basecamp, sehingga kemungkinan bagi para penebang liar untuk melakukan penebangan pohon di sekitar jalur ini relatif kecil. Penelitian terhadap anggota famili Hylobatidae lainnya pernah dilakukan sebelumnya, seperti pada S. Syndactylus (siamang) dan H. agilis (ungko). Bashari (1999) melaporkan rerata ukuran kelompok siamang di kawasan hutan HTI. PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan sekitar 2,9 individu/kelompok. Apriadi (2001) melaporkan ukuran kelompok ungko di HPHTI Riau sekitar 2,71 individu/kelompok, sedangkan O brien et al. (2004) melaporkan bahwa rerata ukuran kelompok ungko di Sumatera sekitar 2,61 individu/kelompok. Apabila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian ini, maka ukuran

35 Suyanti et al. Kepadatan Populasi Secara umum, pengamatan kelompok kalawet dapat dipengaruhi oleh kelebatan tajuk pohon yang membatasi jarak pandang pengamat. Kalawet lebih mudah dijumpai pada pagi hari dibanding siang hari. Pada pagi hari, kalawet lebih aktif bersuara sambil bergantungan didahan-dahan yang besar dan setelah itu kalawet akan bergerak mencari makan. Siang hari kalawet sangat sulit untuk dijumpai, karena biasanya kalawet beristirahat sambil berdiam diri didahan pohon yang besar dan setelah itu akan bergerak mencari pohon tidur. Kalawet akan mengeluarkan bunyi tanda bahaya (alarm call) apabila mengetahui atau melihat kedatangan manusia. Biasanya kalawet akan bersembunyi diatas pohon dan dibalik dahan pohon yang besar sampai keadaan aman. Saat pengamatan, kelompok kalawet yang berada di luar jarak pandang 50 m tidak dimasukkan sebagai data populasi. Kisaran kelompok kalawet yang berhasil diidentifikasi berkisar antara 0-2 kelompok/ hari, sedangkan total kelompok kalawet yang diidentifikasi sebanyak 15 kelompok. Estimasi populasi pada ketiga jalur pengamatan disajikan pada Tabel 4 berikut ini. Menurut Alikodra (2002), perbedaan kepadatan populasi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu 1) kemampuan individu populasi untuk melakukan pergerakan, 2) adanya penghalang-penghalang baik fisik maupun biologis, 3) pengaruh kegiatan manusia, dan 4) kemampuan suatu wilayah untuk mendukung dan merangsang satwaliar untuk datang ke wilayah. Nijman (2006) menemukan fakta bahwa pengaruh terhadap gangguan habitat akan sangat mempengaruhi kepadatan populasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Buckley (2004) menunjukkan adanya peningkatan kepadatan individu sebesar 3,65% dan kepadatan kelompok sebesar 13,6%. Perbedaan terjadi karena metode yang digunakan berbeda. Buckley (2004) melakukan pengamatan populasi kalawet dengan menggunakan metode fixed point count, yaitu metode yang didasarkan pada jumlah suara Hylobates yang didengar menurut waktu dan jarak tertentu di pagi hari. Peningkatan kepadatan individu dan kepadatan kelompok dapat disebabkan oleh adanya perubahan Tabel 4 Estimasi populasi kalawet di Laboratorium Alam Hutan Gambut, Centre For International Co-Operation In Management of Tropical Peatland (LAHG CIMPTROP) Taman Nasional Sebangau Tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan kepadatan populasi padasetiap jalur pengamatan. Secara keseluruhan, estimasi kepadatan populasi dalam luas areal penelitian 0,60 km 2 adalah sebesar 7,67 individu/km 2. Kepadatan kelompok sebesar 2,50 kelompok/km 2 dan ukuran kelompok 3,03 individu/kelompok. Estimasi kepadatan individu dan kelompok secara berturut-turut, yaitu 10,0 individu/ km² dan 3,0 kelompok/km². Kepadatan individu pada jalur ini sebanyak 7,5 individu/km² dengan kepadatan kelompok 2,5 kelompok/km², sedangkan pada jalur T2, estimasi kepadatan individu yaitu 5,5 individu/ km² dengan kepadatan kelompok 2,0 kelompok/km². kondisi vegetasi habitat yang ada di hutan tipe MSF kondisi vegetasi di LAHG sudah semakin membaik dilihat dari ketersediaan pohon sumber pakannya yang banyak. Disamping itu, kerapatan pohon dan tinggi pohon dengan tajuk yang saling bersentuhan yang menunjang pola hidup dan pergerakan kalawet juga banyak terdapat di LAHG ini. Hal ini sejalan dengan pernyataan Primack et al. (1998) bahwa kondisi hutan berupa komposisi jenis, kerapatan pohon, penyebaran pohon maupun tingkat pertumbuhannya akan menentukan kelimpahan dan penyebaran bahkan pergerakan satwa liar. Untuk satwa primata pergerakan di dalam

ANALISIS POPULASI KALAWET 36 wilayah jelajahnya ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya makanan dan pohon-pohon yang dipergunakan sebagai tempat bervokalisasi. Berdasarkan analisis foto landsat TN. Sebangau, habitat yang diperkirakan layak dihuni oleh kalawet di LAHG seluas 24.511 ha (Duma 2007). Berdasarkan luasan tersebut, estimasi populasi kalawet di LAHG sebanyak 1.882 individu, sedangkan Duma (2007) dengan metode fixed-point count diperoleh populasi kalawet sebanyak 2.404 individu. Dengan demikian, diperkirakan populasi kalawet yang ada di hutan LAHG berkisar antara 1.882-2.404 individu. Simpulan Kepadatan individu di Taman Nasional Sebangau sekitar 7,67 individu/km 2, sedangkan kepadatan kelompok sekitar 2,5 kelompok/km 2.Ukuran kelompok 3,02 individu/kelompok.komposisi umur pada kelompok kalawet yaitu, untuk jantan dewasa 32,61%, betina dewasa 32,61%, remaja 21,74% dan anak 13,04%.Ukuran kelompok yang umum dijumpai di LAHG terdiri dari sepasang jantan dan betina dewasa dan dua individu anak pada umur yang berbeda. Estimasi kepadatan populasi di tipe MSF di LAHG, Taman Nasional Sebangau diperkirakan sebanyak 1.882-2.400 individu. Ucapan Terima Kasih Penulis ucapkan terima kasih kepada Direktur CIMTROP Universitas Palangkaraya Ir. Suwido H. Limin dan staf atas izin, fasilitas dan bantuan yang diberikan dalam melakukan penelitian di Laboratorium Alam Hutan Gambut. Selain itu, terima kasih kepada Ir. Hj. Ilyas Mekka (Mantan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Morowali) dan drh. Sujanato (Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Propinsi Sulawesi Tengah). Kepala Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB, Dr. drh. Joko Pamungkas MSc, Ketua Program Mayor Primatologi, Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer dalam membantu menyelesaikan pendidikan program di IPB. Ucapan terima kasih ditujukan kepada staf PRM dan Himpunan Mahasiswa Primatologi Institut Pertanian Bogor (HIMAPRIMA IPB). Daftar Pustaka Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Ed ke-1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Apriadi ST. 2001. Studi populasi dan habitat ungko (Hylobates agilis F. Cucier 1821) di kawasan lindung HPHTI PT. Riau Andalan PULP & Paper, Propinsi Riau [skripsi]. Bogor: Fakultas Bashari H. 1999. Studi populasi dan habitat siamang (Hylobates syndactylus 1821) di kawasan hutan konservasi HTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Buckley C. 2004. Survey of Hylobates agilis albibarbis in unprotected primary peat swamp forest: Sebangau Catchmant Area, Central Kalimantan. Canopy 3(1):17-19. Duma Y. 2007. Kajian habitat, tingkahlaku dan populasi kalawet (Hylobates agilis albibarbis) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nijman V. 2006. Effect of behavioral changes due to habitat disturbance of rain forest vertebrates, as illustrated by gibbons (primate: hylobatidae).http://dwipa.ecology.kyotou.ac.jps/ symposiumabstract/woronoerdjito.pdf. O brien TG, Kinnaird MF, Nurcahyo A, Iqbal M, Rusmanto M. 2004. Abundance and distribution of sympatric gibbons in a threatened sumatran rain forest. Int. J. Primatol. 25(2):267-284. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata NP. 1988. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor indonesia. Subcommittee on Conservation of Natural Populations. 1981. Techniques for the Study of Primate Population Ecology. Washington DC: National Academy Press.