ANALISA LAJU KOROSI DUPLEX SS AS 2205 DENGAN METODE EIGHT LOSS Minto Basuki 1, Abdul Aris acana Putra 1, Dzikri Hidayat 1 1 Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jalan Arif Rachman Hakim 100, Surabaya 60117, Indonesia Email : mintobasuki@yahoo.co.id ABSTRAK Pada proses pembuatan kapal diperlukan material yang kuat baik secara mekanik dan tahan terhadap korosi. Salah satu material yang digunakan dalam pembangunan kapal yang tahan terhadap korosi adalah material Duplex SS 2205. Duplex SS 2205 mengandung Cromium (Cr) yang cukup tinggi yaitu 22-26% Cr sehingga dengan kandungan Cr yang tinggi mampu menahan laju korosi pada material tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju korosi pada material Duplex SS 2205 dengan media pengkorosi yaitu NaCl (diasumsikan sebagai air laut), H 2 SO 4 dan Metanol. Penelitian ini menggunakan metode kehilangan berat (eight Loss), dimana berat material sebelum dilakukan perendaman pada larutan pengkorosi ditimbang ( 0 ) dan berat akhir setelah perendaman ditimbang ( A ). Dari selisih berat tersebut akan diketahui berat yang hilang dan laju korosi pada Duplex SS 2205. Konsentrasi larutan yang digunakan adalah NaCl 75% dan 100%, H 2 SO 4 75% dan 100%, Metanol 75% dan 100%. Laju korosi pada larutan NaCl 75% sebesar 0.157 mpy, pada larutan NaCl 100% sebesar 0.598 mpy. Pada larutan H 2 SO 4 75% laju korosinya sebesar 0.850 mpy, pada larutan H 2 SO 4 100% sebesar 1.039 mpy. Sementara pada larutan Metanol 75% sebesar 0.063 mpy dan pada larutan Metanol 100% sebesar 0.220 mpy. Kata kunci : Duplex SS 2205, weight loss, laju korosi` ABSTRACT In shipbuilding process is required good material both mechanically and resistant to corrosion. One of material which is used in shipbuilding that can stand up from corrosion is Duplex material SS 2205. Duplex SS 2205 contains Cromium (Cr) is quite high,about 22-26% Cr, so with a high Cr content could restrain the rate of corrosion of materials. This study aims to determine the rate of corrosion in Duplex SS 2205 material with the NaCl (assumed as sea water), H 2 SO 4 and Methanol. This study uses a method of weight loss (eight Loss), where the weight of the material prior to immersion in a solution is weighed (0) and the final weight after soaking weighed (A). The difference weight will be known weight loss and the rate of corrosion in Duplex SS 2205. Concentration of NaCl solution was used 75% and 100%, H 2 SO 4 75% and 100%, methanol 75% and 100%. The rate of corrosion in NaCl 75% is 0.157 mpy, the the corrosion rate in NaCl 100% is 0.598 mpy. At H 2 SO 4 75% the corrosion rate is 0.850 mpy, in H 2 SO 4 100% the corrosion rate is 1.039 mpy. hile on a methanol 75% the corrosion rate is 0.063 mpy, and in a methanol 100% the corrosion rate is 0.220 mpy. Keywords : Duplex SS 2205, weight loss, corrosion rate PENDAHULUAN Korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektro kimia dengan lingkungannya. Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Dalam dunia perkapalan, material logam merupakan bahan baku utama dari pembuatan kapal. Logam dalam hal ini baja, diharapakan mampu bertahan terhadap serangan korosi sehingga masa pakai (life time) dari baja akan lama. Ketahanan material logam terhadap laju korosi sangat penting karena kapal akan berhubungan langsung dengan air laut maupun muatan yang di angkut. Sehingga dibutuhkan material yang tahan cukup lama terhadap laju korosi. Saat ini, plat atau material yang digunakan pada fabrikasi kapal telah mengalami kemajuan dalam hal ketahanan terhadap proses korosi, sehingga dapat memberikan keuntungan dalam hal A-344
ekonomis pada pemilik kapal (ship owner). Salah satu dari jenis material yang memliki ketahan atau keandalan terhadap adalah Duplex. Salah satu permasalahan yang terjadi pada kapal tanker kimia adalah terjadinya reaksi kimia antara muatan kimia dengan dinding ruang muat yang dapat mengakibatkan korosi yang sangat cepat. Salah satu baja tahan karat yang digunakan adalah baja tahan karat Duplex SS AS 2205. Pada umumnya material ini digunakan sebagai plat ruang muat (ruang cargo), sehingga dengan menggunakan material ini diharapkan ruang muat mampu menahan laju korosi akibat muatan yang di angkut. Dengan melihat alasan dasar tersebut, penelitian yang berjudul Analisa Laju Korosi Duplex SS AS 2205 Dengan Metode eight Loss ini memiliki tujuan untuk mengetahui laju korosi pada material Duplex SS AS 2205 dan material pengorosi mana yang akan membuat material cepat terkorosi, mengetahui berapa lama material Duplex SS AS 2205 akan diganti dan mengetahui jenis dan bentuk korosi apa yang terjadi pada material Duplex SS AS 2205. METODE Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam hal ini adalah mengenai komposisi kimia dari material Duplex SS AS 2205. Karena sertifikat material tidak didapatkan maka material tersebut akan dilakukan uji analisa kimia untuk memastikan kandungan yang ada di dalam material sudah sesuai dengan Duplex SS AS 2205. Selain itu juga mencari laju korosi dari material itu sendiri sebagai data awal dalam analisa laju korosi ini. Analisis deskriptif yang digunakan adalah analisis desktiptif laju korosi pada material duplex SS AS 2205 dan analisis deskriptif media pengkorosi. Analisis ini menggunakan metode perhitungan yang sesuai dengan standard pengujian metode weight loss dan mengacu pada ASTM G31-72 Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metal. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai acuan dalam proses pengujian analisis laju korosi. Sedangkan analisis deskriptif evaluaitif merupakan analisis perbandingan ketiga larutan terhadap laju korosi sebagai acuan untuk menentukan periode replating (penggantian dinding ruang muat). Metode perhitungan yang digunakan mengacu pada perhitungan laju rumus laju korosi erosi secara umum dengan persamaan (mpy) = (K x ) / (A x T x D). Analisis ini menggunakan bertujuan untuk memperoleh data perbandingan dari perhitungan weigth loss masing-masing larutan. PEMBAHASAN Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis deskriptif evaluatif sistem jaringan jalan untuk mengetahui kesesuaian dimensi jalan pada wilayah studi dengan standar jalan yang tertuang pada Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 serta mengetahui derajat kejenuhan ruas jalan yang berpedoman pada MKJI (1997). Pengujian komposisi kimia dilakukan untuk memastikan bahwa material yang digunakan adalah Duplex SS 2205. Hasil dari pengujian komposisi kimiaduplex SS 2205 lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Adapun gambar dari hasil uji kimia dapat dilihat pada gambar 1. Tabel 1 Tabel Uji Komposisi Kimia Duplex SS 2205 Elemen Komposisi kimia (%) C 0,02 Cr 22,72 Ni 5,45 Mo 2,68 N 0,11 Mn 2,01 P 0,03 Si 0,97 S 0,02 A-345
Perhitungan Laju Korosi Perhitungan media pengkorosif NaCl 75% = 0 - A = 0,121 0,119 = 0,002 gram = ((3,45 x 10 6 ) x 0,002) / = 0,126 mpy = 0 - A = 0,125 0,124 = 0,003 gram Gambar 1 Hasil Uji Kompisisi Kima Duplex SS 2205 = ((3,45 x 106) x 0,001) / = 0.189 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan NaCl adalah 0.157 mpy. Perhitungan media pengkorosif NaCl 100% = 0 - A = 0,125 0,116 = 0,009 gram = ((3,45 x 106) x 0,125) / = 0,567 mpy = 0 - A = 0,127 0,117 = 0,01 gram = ((3,45 x 106) x 0,01) / = 0.630 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan NaCl adalah 0.598 mpy. Perhitungan media pengkorosif Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 75% = 0 - A = 0,122 0,108 = 0,014 gram A-346
= ((3,45 x 106) x 0,014) / = 0,882 mpy = 0 - A = 0,122 0,106 = 0,013 gram = ((3,45 x 106) x 0,013) / = 0.819 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan H 2 SO 4 adalah 0.850 mpy. Perhitungan media pengkorosif Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 100% = 0 - A = 0,125 0,108 = 0,017 gram = ((3,45 x 106) x 0,017) / = 1.071 mpy = 0 - A = 0,126 0,11 = 0,016 gram = ((3,45 x 106) x 0,016) / = 1.008 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan H 2 SO 4 adalah 0.850 mpy. Perhitungan media pengkorosif Metanol 75% = 0 - A = 0,121 0,12 = 0,001 gram = ((3,45 x 106) x 0,001) / = 0.063 mpy = 0 - A = 0,125 0,104 = 0,001 gram = ((3,45 x 106) x 0,001) / = 0.0063 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan Metanol adalah 0.063 mpy. Perhitungan media pengkorosif Metanol 100% = 0 - A = 0,123 0,119 = 0,004 gram A-347
= ((3,45 x 106) x 0,004) / = 0.252 mpy = 0 - A = 0,122 0,119 = 0,003 gram = ((3,45 x 106) x 0,003) / = 0.189 mpy Rata-rata untuk dua spesimen dengan media pengkorosif larutan Metanol adalah 0.220 mpy. Tabel 2 Laju Korosi hasil pengujian laju korosi untuk material Duplex SS 2205 dengan media pengkorosif NaCl 75% didapat laju korosi spesimen 1 yaitu 0.126 mpy, spesimen 2 yaitu 0.189 mpy, laju korosi ratarata pada larutan NaCl 75% yaitu sebesar 0.157 mpy.. Untuk media pengkorosif NaCl 100% didapat laju korosi pada spesimen 3 yaitu 0.567 mpy dan untuk spesimen 4 yaitu 0.630 mpy, laju korosi ratarata pada media pengkorosif nacl 100% adalah sebesar 0.598 mpy. Gambar 2 Laju Korosi Pada Larutan NaCl 75% dan 100% A-348
Sementara untuk media pengkorosif Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 75% yaitu didapat laju korosi spesimen 5 yaitu 0.882 mpy, untuk spesimen 6 yaitu 0.819 mpy. Rata laju korosi pada larutan tersebut sebesar 0.850 mpy. Sementara untuk media pengkorosif (H 2 SO 4 ) 100% pada spesimen 7 sebesar 1.071 mpy, spesimen 8 sebesar 1.008 mpy. Rata-rata laju korosi yang terjadi pada larutan tersebut sebesar 1.039 mpy. Gambar 3 Laju Korosi Pada Larutan H 2 SO 4 75% dan 100% Sementara untuk media pengkorosif Metanol 75% yaitu didapat laju korosi spesimen 9 yaitu 0.063 mpy, untuk spesimen 10 yaitu 0.063 mpy. Rata laju korosi pada larutan tersebut sebesar 0.063 mpy. Sementara untuk media pengkorosif Metanol 100% pada spesimen 11 sebesar 0.252 mpy, spesimen 12 sebesar 0.189 mpy. Rata-rata laju korosi yang terjadi pada larutan tersebut sebesar 0.220 mpy. Gambar 4 Laju Korosi Pada Larutan Metanol 75% dan 100% Untuk kehilangan berat (weight loss), pada larutan pengkorosif NaCl 75% pada spesimen 1 sebesar 0.002 gram, untuk spesimen 2 sebesar 0.003 gram, dan rata-rata berat yang hilang sebesar 0.0025 gram. Sementara pada larutan pengkorosif NaCl 100% pada spesimen 3 0.009 gram dan pada spesimen 4 sebesar 0.010 gram, rata-rata berat yang hilang sebesar 0.0095 gram. Pada larutan NaCl, berat yang hilang paling besar terjadi pada larutan NaCl 100%. Gambar 5 Laju Korosi Pada Larutan NaCl 75% Untuk kehilangan berat (weight loss), pada larutan pengkorosif Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 75% pada spesimen 5 sebesar 0.014 gram, untuk spesimen 6 sebesar 0.013 gram, dan rata-rata berat yang hilang sebesar 0.0135 gram. Sementara pada larutan pengkorosif Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 100% pada spesimen 7 sebesar 0.017 gram dan pada spesimen 8 sebesar 0.016 gram, rata-rata berat yang hilang sebesar A-349
0.0165 gram. Pada larutan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ), berat yang hilang paling besar terjadi pada larutan Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) 100%. Gambar 6 Laju Korosi Pada Larutan NaCl 100% Gambar 7 Laju Korosi Pada Larutan H 2 SO 4 75% Gambar 8 Laju Korosi Pada Larutan H 2 SO 4 100% Untuk kehilangan berat (weight loss), pada larutan pengkorosif Metanol 75% pada spesimen 9 sebesar 0.001 gram, untuk spesimen 10 sebesar 0.001 gram, dan rata-rata berat yang hilang sebesar 0.001 gram. Sementara pada larutan pengkorosif Metanol 100% pada spesimen 11 sebesar 0.004 gram dan pada spesimen 12 sebesar 0.003 gram, rata-rata berat yang hilang sebesar 0.0035 gram. Pada larutan Metanol, berat yang hilang paling besar terjadi pada larutan Metanol 100%. Gambar 9 Laju Korosi Pada Larutan Metanol 75% A-350
Gambar 10 Laju Korosi Pada Larutan Metanol 100% Gambar 11 Perbandingan Laju Korosi Pada Tiga Larutan Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Dari percobaan ini dapat diketahui korosi pada logam Fe dimana, dari unsur logam yang terkandung pada material, logam Fe merupakan logam yang paling reaktif. Pada peristiwa korosi, logam akan mengalami oksidasi, sedangkan oksigen akan mengalami reduksi. Bila ditunjukkan dengan rumus kimia korosi besi adalah (Fe2O3 + H2O) berwarna coklat atau merah. Dari percobaan tersebut dapat dilihat, bahwa pada semua material terjadi korosi sumuran (pitting corrosion) baik itu dengan media pengkorosif NaCl, Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) dan Metanol. Pitting corrosion yang terjadi pada permukaan material memiliki diameter lubang yang berbedabeda mulai dai yang kecil sampai yang besar, tetapi pada kebanyakan kasus diameter yang terjadi akibat pitting corrosion relative kecil. Pitting/korosi sumuran umumnya terjadi dalam waktu yang cukup lama untuk dapat terlihat, akan tetapi akibatnya tetap tidak diharapkan, karena banyak kasuskasus kebocoran peralatan justru terjadi dari pitting-pitting ini. Selain itu, pitting juga dapat mengakibatkan penurunan nilai kekuatan dari material itu sendiri. Gambar 12 Bentuk Pitting Corrosion yang Terbentuk Secara Extreme Pada material Duplex sendiri nilai PREN berbeda-beda tergantung kandungan Cr pada logam tersebut. A-351
Tabel 2 Nilai PREN Untuk Beberapa Material Duplex PREN = %Cr + 3.3% Mo + 16% N = 22,72 + 3,3 + 16 = 42,02 Ion sulfat akan mengikat ion Cr, dimana fungsi ion Cr adalah bertujuan untuk mengurangi terjadinya korosi dengan membentuk lapisan pasif pada material Duplex. Terikatnya ion Cr dengan ion sulfat akan melemahkan material Duplex sehingga mempercepat terbentuknya korosi pada material Duplex. Tabel 3 Periode Pemakaian Duplex SS 2205 Berdasarkan Perhitungan Laju Korosi Larutan NaCl 75% NaCl 100% Asam Sulfat 75% Asam Sulfat 100% Metanol 75% Metanol 100% Perkiraan Umur Tebal Laju Material Duplex SS korosi 2205 Berdasarkan Laju Korosi (mm) (mpy) (Tahun) 12 0.157 5624,850 0.598 791,646 12 12 0.850 1.039 0.063 0.220 502,219 454,951 7499,800 2187,442 Dari data tabel di atas maka dapat dibandingkan perkiraan umur material Duplex SS 2205 berdasarkan laju korosi pada tiap-tiap spesimen pada masing-masing larutan. Gambar 13 Diagram Periode Pemakaian Duplex SS 2205 Berdasarkan Perhitungan Laju Korosi Dapat diketahui pada media pengkorosif NaCl 75%, material Duplex SS 2205 mempunyai periode pemakaian sampai dengan 5625 tahun, untuk media pengkorosif NaCl 100% material Duplex A-352
SS 2205 akan habis sampai dengan 792 tahun. Untuk media pengkorosif H 2 SO 4 75% akan habis sampai dengan 502 tahun, pada media pengkorosif H 2 SO 4 100% akan habis sampai dengan 455 tahun. Sementara itu pada media pengkorosif Metanol 75% akan habis sampai dengan 7500 tahun dan larutan Metanol 100% akan habis pada 2187 tahun. Akan tetapi hal tersebut perlu dipertimbangkan dengan regulasi yang ada seperti Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), GL (Germanicher Lloyd), LR (Lloyd Register) atau juga Standard Operation Procedure (SOP) yang dimiliki oleh setiap perusahaan perkapalan. Sehingga akan sebelum material habis terkikis oleh korosi, material tersebut diganti untuk mengurangi resiko kebocoran pada kapal. KESIMPULAN Setelah melakukan pengujian laju korosi menggunakan metode weight loss dan melakukan analisa dari hasil pengujian maka diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Nilai laju korosi material Duplex SS 2205 pada larutan pengkorosif NaCl 75% rata-rata untuk dua spesimen adalah 0.157 mpy, untuk larutan pengkorosif NaCl 100% rata-rata untuk dua spesimen 0,598 mpy. Untuk larutan H2SO4 75 % laju korosi rata-rata untuk dua spesimen yaitu 0.850 mpy dan larutan H2SO4 100% laju korosi rata-rata untuk dua spesimen adalah 1.039 mpy. Untuk larutan Metanol 75% laju korosi rata-rata untuk dua spesimen adalah 0.063 dan utnuk larutan Metanol 100% laju korosi rata-rata untuk dua spesimen adalah 0.220 mpy. 2. Nilai rata-rata weight loss pada larutan pengkorosif NaCl 75% rata-rata sebesar 0.0025 gram, untuk NaCl 100% berat yang hilang rata-rata sebesar 0.0095 gram. Pada larutan H2SO4 75% berat yang hilang rata-rata sebesar 0.0135 gram. Larutan H2SO4 100% berat yang hilang ratarata sebesar 0.0165 gram. 3. Pada larutan Metanol 75% berat yang hilang rata-rata sebesar 0.0010 gram dan untuk larutan Metanol 100% berat yang hilang rata-rata sebesar 0.0035 gram. Sehingga dapat disimpulkan pada larutan pengkorosif H2SO4 100% mengalami kehilangan berat yang tinggi dibanding kedua larutan lainnya. 4. Pada larutan NaCl dan Metanol terbentuk korosi sumuran (pitting corrosion), sedangkan pada larutan H2SO4 terbentuk korosi merata pada Duplex SS 2205. 5. Ion sulfur dan ion klorid diikat ion Cr sehingga mengakibatkan lapisan pasif pada Duplex SS 2205 hilang dan hal tersebut mengakibatkan korosi pada material Duplex SS 2205. 6. Dari hasil analisa laju korosi tersebut perlu dipertimbangkan terhadap regulasi dalam pembuatan kapal mengenai prosentase pitting corrosion yang diijinkan, sehingga akan diketahui periode penggantian plat/material. SARAN Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian mengenai Analisa Laju Korosi Duplex SS 2205 Dengan Metode eigt Loss, antara lain : Penelitian selanjutnya 1. Penelitian Analisa Laju Korosi Duplex SS 2205 Dengan Metode eight Loss hanya membahas pada material saja, sedangkan untuk proses penyambungan material dengan pengelasan tidak dibahas sehingga penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian pada penyambungan meterial dengan proses pengelasan. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan proses painting pada material sehingga dapat diketahui laju korosi material Duplex SS 2205. 2. Pitting corrosion sangat berbahaya pada setiap material, pada penelitian ini belum dibahas mengenai evaluasi mengenai pitting corrosion yang dijinkan sehingga pada penelitian sehingga perlu dilakukan peneletian mengenai evaluasi pitting corrosion terhadap beberapa standard pada pembangunan kapal. Instansi terkait 3. Pada instansi terkait penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai perencanaan penggantian material di masa yang akan datang. A-353
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Standard Practice for Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens. United States of America : ASTM G1-03. Anonim. 2004. Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metal. United States of America: ASTM G31-72. Anonim. 2005. Standard Guide for Examination and Evaluation of Pitting Corrosion. United States of America: ASTM G46. Febrianto, Fandik. 2012. Analisis Laju Korosi Material Bejana Tekan PR dalam Berbagai Konsentrasi H2SO4 dan Temperatur. Jakarta: Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Fitriani, Rodhiya. 2011. Analisis Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Laju Korosi Pada Aluminium. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya : ITATS Fontana, M.G. 1987. Corrosion Engineering. New York: McGraw-Hill Book Company. Jones, Denny A. 2003. Principles and Prevention of Corrosion, Second Edition..United States of America: Prentice-Hall Inc. Setiawan, Fandik F. 2011. Analisa Dampak Reworking Terhadap Ketahanan Korosi Pada Aluminium. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya : ITATS http://www.scribd.com/doc/22713893/laporan-pengamatan-korosi-dhimazt Dimas Dewa Kristianto. (diakses 14 April 2012). A-354