BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etika Organisasi 2.1.1 Pengertian Etika Etika adalah ilmu tertentu dimana obyeknya yaitu kesusilaan atau etos. Etos ialah sifat dasar atau karakter yang merupakan kebiasaaan dan watak bangsa atau ras. Koentjoroningrat mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak dari luar dan terlihat oleh orang lain. Etos berasal dari kata Yunani, ethos, artinya ciri, sifat, atau kebiasaan, adat istiadat atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau bangsa. Menurut Ernawan (2007:2) etika merupakan cabang dari filsafat mencari buruknya tingkah laku manusia. Etika hendak mencari, tindakan manusia yang manakah yang baik. Etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia dan masyarakat seperti, antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu hukum. Menurut Simorangkir (2003:3) etika merupakan suatu usaha yang sistematis dengan menggunakan rasio untuk menafsirkan pengalaman moral individu dan sosial sehingga dapat menetapkan antara untuk mengendalikan perilaku manusia serta nilai-nilai yang berbobot untuk dijadikan sasaran dalam hidup.
2.1.2 Persamaan dan Perbedaan Etika dan Etiket 2.1.2.1 Persamaan Etika dan Etiket Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika berasal dari bahasa latin berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut pandang budaya, susila, dan agama. Namun berbeda ada persamaan antara keduanya (Ernawan, 2007:6) yakni: a) Keduanya, menyangkut objek yang sama yaitu perilaku manusia. b) Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normative, artinya member norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. 2.1.2.2 Perbedaan Etika dan Etiket Menurut Ernawan (2007:7) perbedaan etika dan etiket adalah: a) Etiket menyangkut cara suatu melakukan perbuatan harus dilakukan manusia. Diantaranya beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. b) Etiket tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
c) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan pada suatu kelompok tertentu. Bila tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. 2.1.3 Pengertian Etika Organisasi Menurut Dalimunthe (2005:305) Etika organisasi adalah suatu perilaku manusia dalam suatu organisasi yang lebih kepada penentuan mengenai benar dan salah. Masalah etika dihadapi pertanyaan yang fundamental seperti keadilan, kebenaran, dan tanggung jawab sosial. Perhatian terhadap standar etika yang digunakan para manajer dan tenaga kerja telah meningkat, khususnya pada organisasi bisnis. Kode etik untuk para manajer diantaranya adalah : a) Selalu menjaga profesionalisme dan perilaku pribadi dengan standar yang tinggi. b) Selalu mencoba untuk mengembangkan di dalam bidang manajemen c) Meyakinkan perusahaan bahwa untuk memperlakukan semua tenaga kerja dengan adil adalah hal yang penting. d) Selalu berusaha untuk membuat perusahaan mendapatkan keuntungan secara moneter dan dukungan dari sumber daya manusia. 2.1.4 Hubungan Etika Organisasi Dengan Kepuasan Kerja Menurut Hyan dan Elfred (2001:317) etika organisasi memiliki tiga tolok ukur yaitu dorongan manajer untuk berperilaku etis, iklim etika organisasi, dan
hubungan antara perilaku etis dan kesuksesan karir yang memiliki pengaruh dengan kepuasan kerja 2.1.4.1 Dorongan Manajer Untuk Berperilaku Etis Dalam organisasi dimana kewenangan sah merupakan prinsip lingkungan kerja yang diakui, pegawai diharapkan mau melaksanakan perintah manajemen puncak, meskipun perintah tersebut berlawanan dengan kebenaran pendirian mereka. Konsisten dengan teori disonansi kognitif, konflik atau disonansi seperti ini dapat menjadi sumber stress yang akan mengurangi kepuasan kerja. Dari sudut pandang teori keadilan, manajemen yang mendukung perilaku etis dipandang sebagai manajemen yang adil terhadap pegawai.ceteris paribus, hal ini Akan menghasilkan tingkat kepuasan kerja pegawai yang iebih tinggi (Hyan,2001:47). Karyawan akan dapat dipengaruhi oleh kekuatan yang ada disekeliling mereka, seperti teman sekerja, sistem gaji, pengawasan yang dilakukan, norma kelompok, dan kebijakan perusahaan. Konsekuensinya adalah manajer yang dalam hal ini adalah pihak manajemen, dapat mempengaruhi perilaku karyawannya melalui orientasi program-program yang diadakan untuk karyawan seperti pelatihan, kode etik karyawan, dan sistem disiplin diantara mereka sendiri.tujuannya adalah untuk meyakinkan karyawan, bahwa mereka bukan sekedar pajangan, melainkan sangat bernilai bagi perusahaan. Selain itu juga penting bagi manajemen puncak untuk memberikan contoh dalam berperilaku etis serta menyampaikan dengan jelas dalam kebijakan yang dibuat perusahaan bahwa setiap perilaku yang tidak etis tidak akan diberi toleransi sedikitpun. Jika
kode etik yang berlaku sesuai dengan norma organisasi dan dilakukan oleh setiap karyawan, maka akan sangat efektif. Kegagalan dalam merespon terhadap perilaku tidak etis akan menyebabkan sebagian karyawan kehilangan keyakinannya terhadap etika yang berlaku di perusahaan, yang akibatnya akan mengancam seluruh sistem sosial yang ada yang sebelumnya mendukung perilaku etis di perusahaan. Untuk itu manajemen harus dapat mempertahankan dan mendukung perilaku etis yang telah ada di antara karyawannya. lndikator yang dapat menunjukkan dorongan manajer untuk berperilaku etis adalah seperti yang telah disebutkan diatas yaitu manajemen harus menjadi contoh dalam berperilaku etis, manajemen tidak diberi toleransi sedikitpun bila berperilaku yang tidak sesuai dengan kode etik mereka, dan manajemen harus menunjukkan berlakunya kedisiplinan diantara mereka sendiri. Kode etis yang tertulis, dapat berupa perilaku moral yang tinggi dari manajemen senior, pengharapan yang realistis akan kinerja, penilaian kinerja yang mengevaluasi cara maupun basil, pengakuan yang tampak dan promosi untuk individu memperlihatkan perilaku moral yang tinggi, dan hukuman yang tampak untuk mereka yang bertindak tak etis merupakan contoh dari lingkungan organisasional yang kemungkinan besar memupuk pengambilan keputusan yang sangat etis. Dengan demikian jelaslah hubungan dorongan manajer untuk berperilaku etis dengan kepuasan kerja yaitu bahwa manajemen yang dapat mendukung perilaku etis akan dipandang sebagai manajemen yang bersikap adil terhadap pegawai, keadilan manajemen ini akan meningkatkan kepuasan kerja.
2.1.4.2 Iklim Etika Organisasi Usaha perusahaan dalam menjaga karyawannya agar betah bekerja pada perusahaan mereka adalah dengan memberikan gaji yang baik, penghargaan yang baik,sikap yang baik, suasana kerja yang baik, perlakuan yang adil dan fair kepada semua karyawan atas dasar-dasar yang rasional dan objektif, perlakuan yang manusiawi, jaminan terhadap hak-hak karyawan. dan sebagainya Menurut Robbins (2001:144), para manajer secara konsisten melaporkan bahwa tindakan atasan mereka merupakan faktor paling panting yang mempengaruhi perilaku etis dan tak etis dalam organisasi. Dengan diketahuinya fakta ini, nilai-nilai dari mereka yang berada dalam manajemen menengah dan atas hendaknya mempunyai kaitan yang berarti pada seluruh iklim etika di dalam suatu organisasi Menurut Victor dan Cullen dalam Sukiman (2002:89) Iklim etika organisasi merupakan pegangan bagi karyawannya ketika mereka menghadapi dilema etis, dan.merupakan pedoman untuk menyelesaikan permasalahan - permasalahan etis yang timbul. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur iklim etika dalam organisasi menurut Hyan (2001:318) ada tiga yaitu egoisme, artinya perusahaan hanya mementingkan kepentingan perusahaan itu sendiri, benevolent artinya perusahaan selalu memperhatikan kepentingan karyawannya, dan disiplin yaitu
yang menyangkut kepatuhan manajemen dan karyawan terhadap peraturan peraturan yang berlaku Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa iklim-etika organisasi berhubungan erat dengan nilai etika pegawai itu sendiri. Bila tidak ada konflik antara nilai etika pegawai dengan iklim etika organisasi yang ada, maka tingkat kepuasan kerja juga akan meningkat, demikian pula sebaliknya. 2.1.1.3 Hubungan Antara Perilaku Etis Dan Kesuksesan Karir Perusahaan yang memperhatikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya terutama karyawannya, akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya. sebuah kode moral yang dalam suatu bisnis merupakan langkah pertama menuju sukses. Mereka yakin bahwa manajer yang berperilaku etis adalah manajer yang akan berhasil dalam karirnya. Menurut Blanchard dan Norman dalam Sukiman (2002:92) bahwa sebuah kode moral dalam suatu bisnis merupakan langkah pertama menuju sukses, para manajer yakin bahwa berperilaku etis merupakan sukses keberhasilan. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pengaruh hubungan antara perilaku etis dan kesuksesan karir terhadap kepuasan kerja adalah dari keyakinan karyawan bahwa manajer yang sukses adalah manajer yang berperilaku etis dan keyakinan mereka akan adanya hubungan antara perilaku etis dan kesuksesan karir yang akan mereka dapatkan. Kesimpulannya adalah bahwa etika berperilaku yang etis akan menunjang dan meningkatkan kinerja pegawai sekaligus
menunjang kesuksesan karirnya sehingga pegawai akan mengalami kepuasan kerja yang tinggi. 2.2 Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Davis menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun kondisi dirinya (Mangkunegara, 2001:34). Sementara Handoko (2005:75) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut Robbins (2001:17), kepuasan kerja adalah suatu variabel bergantung yang didelinisikan sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Tiffin dalam As ad (2001:104) mengemukakan bahwa kepuasaan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya sendiri, situasi kerja, kerjasama pimpinan dengan sesama karyawan. Martoyo (2004:35) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa karyawan ini, baik berupa finansial maupun yang non finansial. Anoraga (2001:49) menegaskan bahwa kepuasan kerja adalah kepuasan yang berhubungan dengan sikap karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja, hubungan antara atasan dengan bawahan dan hubungan sesama karyawan 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2001:17), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah : a. Kerja yang secara mental menantang. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. b. Ganjaran yang pantas. Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka, Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. c. Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang balk. Studistudi menunjukkan bahwa karyawani lebih menyukai keadaan fisik
sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan: Temperatur, cahaya, keributan, dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak ekstrim. d. Rekan sekerja yang mendukung. Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan 2.3 Penelitian Terdahulu Sukiman (2002) melakukan penelitian dengan judul: Analisis pengaruh Etika Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pada PT. Erela, Semarang. Metode analisis yang dipergunakan dengan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etika organisasi berpengarh positif dan signifikan terhadap kepuasaan kerja karyawan. Hal ini diperoleh dari nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,620 atau 62,0%. Hal ini menjelaskan bahwa pengaruh variabel independen secara simultan (bersama-sama.) terhadap variabel dependen kepuasaan kerja adalah sebesar 62,0%, sedangkan sisanya sebesar 38,0% dijelaskan oleh pengaruh variabel iainnya Ratna Wardaningsih (2006) melakukan penelitian tentang Pengaruh persepsi pada etika organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan (studi pada karyawan perusahaan tekstil kusumatex Yogyakarta. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Variabel bebas X yang terdiri dukungan manajemen puncak pada
perilaku etika (X1), iklim etika (X2) assosiasi perilaku etika dengan kesuksesan karir (X3) serta variabel terikat (Y) yaitu kepuasan kerja karyawan.. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dengan menggunakan metode proportional random sampling. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif yang digunakan yaitu analisis regresi berganda menggunakan variabel dummy, uji F, uji t dan uji R 2. Hasil ini dapat dilihat pada analisis regresi berganda dengan koefisien detereminasi (R 2 ) sebesar 54,4% yang berarti bahwa persepsi tentang dukungan manajemen puncak pada perilaku etika, iklim etika, dan assosiasi perilaku etika dengan kesuksesan karir berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan sedangkan 45,6% dipengaruhi variabel lain di luar penelitian ini. 2.4 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsika (sugiyono, 2008:89). Kepuasan kerja adalah suatu variabel bergantung yang didelinisikan sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Etika organisasi adalah suatu perilaku manusia dalam suatu organisasi yang lebih kepada penentuan mengenai benar dan salah ( Dalimunthe 2005 :305) Berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli, menunjukkan bahwa etika organisasi mempunyai pengaruh dengan kepuasan kerja karyawan. Sebagai
ukuran untuk etika di dalam organisasi, Menurut Hyan dan Elfred (2001:317) etika bisnis memiliki tiga tolok ukur yaitu dorongan manajer untuk berperilaku etis, iklim etika organisasi, dan hubungan antara perilaku etis dan kesuksesan karir yang menurut penelitian mereka memiliki pengaruh yang signifikan dengan kepuasan kerja Hal ini menandakan bahwa etika organisasi dapat menjadi salah satu sarana dimana pemimpin perusahaan dapat menciptakan sikap atau perilaku kerja yang baik atau menguntungkan Dalam kaitannya dengan kemajuan organisasi atau perusahaan atau penelitian tentang etika organisasi sangat penting dilakukan. Berdasarkan latar belakang dan telaah pustaka diatas sebagai acuan, maka kerangka konseptual untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : ETIKA ORGANISASI Dorongan Manajer untuk Berperilaku Etis (X 1) Iklim Etika Organisasi (X 2 ) Hubungan Antara Perilaku Etis dan Kesuksesan Karir (X 3 ) Kepuasan Kerja Karyawan (Y) Sumber: Hyan dan Elfred (2001) Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
2.5 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah: Etika organisasi yang terdiri dari dorongan manajer untuk berperilaku etis, iklim etika organisasi, hubungan antara perilaku etis dan kesuksesan karir berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Lafarge Cement Indonesia Medan.