SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

dokumen-dokumen yang mirip
SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

SISTEM MONETER DI INDONESIA

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

BAB II GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA.

1. Tinjauan Umum

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kegiatan perekonomian, dunia perbankan sangat dibutuhkan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Uang merupakan suatu alat tukar yang memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semenjak merdeka 1945 hingga 1966 atau selama pemerintahan Orde Lama,

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

SEJARAH BANK INDONESIA : PERBANKAN Periode

BAB IV ANALISIS FLUKTUASI NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP DEPOSITO MUDHARABAH PERIODE

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

Transaksi NPI terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial.

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI REFORMASI, GLOBALISASI DAN ERA PERDAGANGAN BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

A. Indeks Harga dan Inflasi

PERTEMUAN KE 12 Peran dan Kebijakan Pemerintah. B. Uraian Materi PERAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH. pemerintah haruslah diarahkan untuk:

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia mengakibatkan perkembangan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. nasional sangatlah diperlukan untuk mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

VII. SIMPULAN DAN SARAN

NERACA PEMBAYARAN ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK. diambil dari mata uang India Rupee. Sebelumnya di daerah yang sekarang disebut

BAB I PENDAHULUAN. Bank mempunyai peranan yang sangat penting di dalam membantu dan

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

DEVISA DAN KESEIMBANGAN DAN KETIDAKSEIMBANGAN NERACA PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

Perekonimian Indonesia

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Produk Domestik Bruto adalah perhitungan yang digunakan oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

Perekonomian Suatu Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan yang terjadi pada tahun 1997 mempunyai dampak yang

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Transkripsi:

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode 1966-1983 Cakupan : Halaman 1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1966-2 1983 2. Arah Kebijakan 1966-1983 5 3. Langkah-Langkah Strategis 1966-1983 6 4. Kebijakan Devisa di Indonesia 1966-1983 7 5. Kebijakan nilai tukar di Indonesia 1966-1983 8 6. Kebijakan hutang luar Negeri 1966-1983 9 1

1. Sekilas Sejarah Bank Indonesia di Bidang Moneter Periode 1966-1983 Peristiwa Supersemar 11 Maret 1966 dan pembubaran PKI pada 12 Maret 1966 adalah tonggak kelahiran orde baru. Selanjutnya, pada tanggal 25 Juli 1966 telah dibentuk Kabinet Ampera menggantikan Kabinet Dwikora. Tugas pokok Kabinet Ampera adalah melaksanakan program stabilisasi dan rehabilitasi yang berkonsentrasi pada pengendalian inflasi, pencukupan penghidupan pangan, rehabilitasi prasarana ekonomi, peningkatan ekspor, dan pencukupan kebutuhan sandang. Dalam mewujudkan program kerjanya, Kabinet Ampera membagi pelaksanaan tugas dalam jangka pendek dan jangka panjang. Program jangka pendek yaitu program stabilisasi dan rehabilitasi, meliputi peraturan tentang penyesuaian tarif dan harga, serta penyempurnaan sistem bonus ekspor. Sementara, program jangka panjang meliputi program pembangunan dengan skala prioritas sektor pertanian, prasarana dan industri pertambangan dan minyak. Dalam periode ini, kebijakan moneter dirumuskan oleh dewan moneter dan dikeluarkan oleh pemerintah, serta untuk selanjutnya dilaksanakan oleh BI. Sampai dengan tahun 1967, Indonesia menerapkan sistem kontrol devisa yang ketat. Hal ini sesuai dengan UU No. 32/1964 tentang Peraturan Lalu Lintas Devisa yang menetapkan bahwa devisa yang berasal dari kekayaan alam dan usaha Indonesia dikuasai oleh negara. Konsekuensinya, eksportir wajib menjual devisa hasil ekspor pada bank devisa yang selanjutnya dijual lagi ke BI. Selain itu, warga negara atau badan hukum Indonesia juga wajib mendaftar dan menyimpan surat berharga dalam valuta asing yang dimilikinya di bank devisa pemerintah. Kebijakan ini, di satu pihak ternyata cukup berhasil dalam mengisolasikan perekonomian nasional terhadap pengaruh eksternal. Tapi di pihak lain, kebijakan ini telah menciptakan pasar gelap valuta asing. Nilai tukar rupiah di pasar valuta asing jauh di atas harga yang ditetapkan pemerintah. Oleh sebab itu, sejak tahun 1967, secara berangsur-angsur kontrol devisa mulai dikurangi lewat UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Tujuan UU ini adalah menarik masuknya modal asing untuk pembiayaan investasi dalam negeri. Setelah kembali menjadi anggota IMF, Indonesia berharap memperoleh persetujuan penjadualan kembali utang-utang luar negeri dan perolehan utang baru untuk pembiayaan pembangunan. Maka pada awal orde baru ini, dilakukan beberapa pertemuan dengan negara-negara kreditur yang di antaranya melahirkan Paris Club dan IGGI sebagai lembaga yang kerap mendukung dana pembangunan Indonesia. Sebagai langkah awal di bidang moneter, pemerintah mengambil langkah untuk merangsang kegiatan menabung dan menggerakkan dunia usaha melalui kebijakan di bidang penghimpunan dana dan perkreditan. Berkaitan dengan itu, pemerintah memperkenalkan Program Deposito Berjangka dengan suku bunga tinggi dan dengan jaminan BI kepada bank-bank pemerintah disertai subsidi bunga. Langkah tersebut diikuti dengan Program Tabungan Berhadiah 1969 pada bank-bank 2

pemerintah dan beberapa bank swasta. Pada 20 Agustus 1971, untuk merangsang kegiatan menabung, BI memprakarsai gerakan tabungan nasional melalui Program Tabanas dan Taska sebagai pengganti Program Deposito Berjangka (1968) dan Program Tabungan Berhadiah pada 1969. Kedua program ini dinilai lebih baik dari program sebelumnya, antara lain karena berskala gerakan nasional. Melalui Program Pemerintah (PP) No. 16/1970 pemerintah melonggarkan pengawasan devisa dan membuka kembali kesempatan bagi masuknya penanaman modal swasta asing. PP tersebut juga memberikan kebebasan perdagangan valuta asing dan menyederhanakan sistem dan prosedur lalu lintas devisa. Masih melalui PP yang sama, BI diberi tugas untuk melaksanakan pengawasan lalu lintas devisa, dan Biro Lalu Lintas Devisa (BLLD) diintegrasikan ke dalam BI pada 1 Januari 1971. Devisa yang berasal dari hasil ekspor dalam ketentuan Devisa Umum wajib dijual kepada Bank Indonesia dengan kurs yang berlaku di bursa valuta asing. Dengan demikian, BI dapat mengawasi lalu lintas devisa dan posisi cadangan devisa. Kemudian, pada Agustus 1971, pemerintah memberlakukan sistem devisa bebas dan ketentuan nilai tukar tetap serta mendevaluasi rupiah dari Rp 378 per USD menjadi Rp 415 per USD untuk melakukan penyesuaian rupiah terhadap USD yang mengalami depresiasi terhadap valuta-valuta beberapa negara Eropa dan Jepang. Tingginya harga minyak bumi di pasar internasional pada tahun 1973 mendatangkan pendapatan yang cukup besar bagi pemerintah. Hal ini memungkinkan pemerintah memacu kegiatan pembangunan ekonomi dan melaksanakan program pemerataan pembangunan lewat penyediaan kredit likuiditas, termasuk pemberian kredit untuk mendorong kegiatan ekonomi lemah. Tetapi, pengucuran deras kredit perbankan tersebut mengakibatkan uang beredar meningkat dalam jumlah yang cukup besar. Akibatnya, tingkat inflasi 1973/1974 melonjak tajam menembus angka 47%. Untuk mengatasi tingginya inflasi, pada tanggal 9 April 1974, pemerintah melancarkan program stabilisasi. Di bidang moneter, program ini tertuang dalam kebijakan moneter secara langsung melalui langkah-langkah berikut: (1) menetapkan batas tertinggi (pagu) pertambahan pemberian pinjaman dan tagihantagihan serta aktiva lainnya yang pengaruh moneternya sama dengan pemberian pinjaman; (2) menaikkan suku bunga pinjaman secara selektif dan mempertahankan suku bunga pinjaman berprioritas tinggi seperti Bimas, Kredit Investasi Kecil (KIK), dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP); (3) menaikkan persentase likuiditas minimum untuk deposito berjangka dan tabungan dalam rupiah, dan menaikkan cadangan wajib valuta asing bank-bank pada BI; (4) menaikkan suku bunga deposito berjangka INPRES dan untuk pertama kalinya mengadakan deposito berjangka waktu 18 bulan dan 24 bulan; (5) menaikkan suku bunga Tabungan Pembangunan Nasional (TABANAS); (6) melarang bank-bank pemerintah menerima deposito berjangka INPRES yang dananya berasal dari luar negeri; (7) memperketat pelaksanaan pembatasan pemasukan dana dari luar negeri untuk perbankan maupun untuk perusahaan-perusahaan pemerintah; (8) mengharuskan wajib lapor dan simpanan wajib tanpa bunga pada BI sebesar 30% untuk pinjaman luar negeri tertentu bagi perusahaan swasta dan lembaga keuangan bukan bank. Program stabilisasi yang dilakukan oleh pemerintah pada 1974 tersebut sangat berperan dalam menurunkan laju inflasi dari 47,40% pada 1973/1974 menjadi 21% pada 1974/1975. Hal ini memberi peluang Pemerintah untuk menurunkan suku bunga deposito dan kredit jangka pendek terutama ekspor dan perdagangan dalam negeri pada Desember 1974 guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Tapi 3

kelonggaran tersebut justru menimbulkan tekanan inflatoir sehingga mengakibatkan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri karena nilai rupiah menjadi over valued. Maka pada 15 Nopember 1978 pemerintah mengambil kebijakan yang dikenal dengan KNOP 15 yang mendevaluasi Nilai Rupiah sebesar 33,6% dari Rp 415 per USD menjadi Rp 625 per USD. Selain itu dalam sistem nilai tukar, dianut sistem nilai tukar mengambang terkendali dengan mengaitkan mata uang Rupiah dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama. Pemerintah akan melakukan intervensi jika nilai tukar Rupiah bergerak melebihi batas atas atau batas bawah dari kisaran yang telah ditentukan. 4

2. Arah Kebijakan 1966-1983 Pergantian Pemerintahan pada tahun 1966 dari orde lama ke orde baru, berpengaruh secara signifikan terhadap arah pembangunan ekonomi di Indonesia. Pergantian Pemerintahan pada tahun 1966 dari orde lama ke orde baru, berpengaruh secara signifikan terhadap arah pembangunan ekonomi di Indonesia. Secara garis besar arah pembangunan ekonomi pada periode ini tertuju pada dua sasaran utama, yaitu perbaikan kondisi warisan periode sebelumnya dan stabiliasi menuju peningkatan taraf hidup rakyat sebagaimana tertuang dalam GBHN. Warisan periode sebelumnya antara lain berupa hiperinflasi, kerusakan prasarana dan sarana ekonomi, penurunan moral pegawai negeri akibat korupsi dan kemiskinan rakyat. Hiperinflasi terutama bersumber dari dua hal utama yaitu déficit spending policy serta kekurangan pasokan barang, terutama pangan. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan moneter ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas. 5

3. Langkah-Langkah Strategis 1966-1983 Untuk menurunkan hiperinflasi, kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan di sisi permintaan adalah penaikan GWM perbankan hingga 30%, penaikan suku bunga perbankan (baik kredit maupun deposito), penerapan pagu ekspansi aktiva neto perbankan dan larangan terhadap pemberian kredit jangka panjang serta kredit impor terutama yang bersifat konsumtif. Untuk menurunkan hiperinflasi, kebijakan-kebijakan moneter yang diterapkan di sisi permintaan adalah penaikan GWM perbankan hingga 30%, penaikan suku bunga perbankan (baik kredit maupun deposito), penerapan pagu ekspansi aktiva neto perbankan dan larangan terhadap pemberian kredit jangka panjang serta kredit impor terutama yang bersifat konsumtif. Kebijakan ini didukung pula dengan perubahan kebijakan fiskal, terutama dari deficit spending policy menjadi balanced budhet policy. Dalam kebijakan ini, defisit yang kemungkinan akan terjadi tidak ditutup lagi dengan cara pencetakan uang melainkan dengan pinjaman luar negeri. Dalam kaitan ini, hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan internasional dijalin kembali untuk memperoleh pinjaman baru dan untuk menjadwal ulang pinjaman luar negeri sebelumnya. Di samping itu, pembenahan di sisi suplai dilakukan secara terkonsolidasi antar berbagai Departemen yang mana sektor perbankan diberi tugas dalam pemberian kredit bersubsidi, terutama untuk pencukupan pangan dan sandang. Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, kebijakan-kebijakan moneter yang ditempuh adalah mendorong ekonomi kerakyatan melalui pengembangan usaha golongan ekonomi lemah, baik dengan cara pemberian kredit bersubsidi maupun pelatihan kewiraswastaan. Di bidang devisa, kebijakan yang ditempuh terutama ditujukan untuk mengembangkan komoditas ekspor melalui perbaikan kebijakan nilai tukar yang lebih realistik dan menarik bagi eksportir serta mengubah kebijakan devisa dari devisa terkontrol menjadi devisa semi terkontrol dengan pemberian keleluasaan bagi masuknya arus devisa melalui investasi asing. Kebijakan-kebijakan lainnya yang terkait dengan kebijakan moneter antara lain adalah pengembangan sektor swasta melalui program gerakan menabung, pengembangan ekonomi kerakyatan dan koperasi, intensifikasi dan ekstensifikasi potensi ekonomi melalui program transmigrasi serta kebijakan stabilisasi pangan melalui pendirian Badan Urusan Logistik (BULOG). Hingga akhir tahun 1969, tingkat inflasi berhasil ditekan hingga mencapai 9%??? Kebijakan moneter selanjutnya diarahkan untuk mendukung program pembangunan jangka panjang dengan tahapan 5 tahunan yang skala prioritasnya diatur di dalam GBHN. 6

4. Kebijakan Devisa di Indonesia 1966-1983 Di awal periode ini, bidang devisa ditandai oleh deficit neraca pembayaran sebesar USD364 juta dan tidak terbayarnya pinjaman luar negeri sebesar USD 2,4 milyar. Di awal periode ini, bidang devisa ditandai oleh deficit neraca pembayaran sebesar USD364 juta dan tidak terbayarnya pinjaman luar negeri sebesar USD2,4 milyar. Oleh karena itu, melalui Peraturan Pemerintah No.64 tahun 1970 menggantikan UU No.32 Tahun 1964, Pemerintah melonggarkan pengawasan devisa dan membuka kesempatan bagi masuknya penerimaan modal asing. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk melancarkan kegiatan ekspor dan lalu lintas devisa. Dalam Peraturan pemerintah tersebut diperkenalkan dua macam devisa, yaitu Devisa Umum (DU) dan Devisa Kredit (DK). DU berasal dari perdagangan barang dan jasa, sedangan DK berasal dari bantuan luar negeri, yaitu berupa pinjaman luar negeri dan hibah. Bank Indonesia diberi tugas melakukan pengawasan lalu lintas devisa. Sementara itu, Pemerintah juga membentuk Lembaga Pengembangan Ekspor nasional (LPEN) guna meningkatkan ekspor. Tugas LPEN tersebut antara lain menyediakan dan memberikan penerangan kepada jawatan Pemerintah, eksportir dan pembeli di luar negeri. Kebijakan devisa semi terkontrol tersebut berlaku hingga tahun 1982. Selanjutnya Indonesia menganut kebijakan devisa bebas berdasarkan PP No.1 tahun 1982. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa tanpa mengatur tentang kewajiban melapor, tidak seperti di negara-negara lain. 7

5. Kebijakan nilai tukar di Indonesia 1966-1983 Dengan Peraturan Pemerintah tanggal 28 Juli 1967, multiple exchange rate system disederhanakan dengan cara mematok nilai tukar Rupiah terhadap USD berdasarkan dua nilai tukar dasar, yaitu System Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap (DP). Dengan Peraturan Pemerintah tanggal 28 Juli 1967, multiple exchange rate system disederhanakan dengan cara mematok nilai tukar Rupiah terhadap USD berdasarkan dua nilai tukar dasar, yaitu System Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap (DP). Dalam hal ini, eksportir setiap menjual devisa hasil ekspor memperoleh bonus ekspor dan devisa pelengkap. Bonus ekspor digunakan untuk impor atau pembelian barang yang diprioritaskan, sedangkan DP digunakan untuk segala macam tujuan. System nilai tukar ganda ini kemudian dicabut pada tanggal 17 April 1971 dan diganti dengan nilai tukar tunggal sebesar Rp.378,- per USD1,- Nilai tukar dimaksud kemudian didevaluasi menjadi Rp.415,- per USD pada tanggal 23 Agustus 1971. Selanjutnya, pada tanggal 15 November 1978 didevaluasi lagi menjadi Rp.625,- per USD1,- dan sekaligus mengubah system nilai tukar dari sebelumnya hanya dikaitkan dengan USD diganti dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama. Dengan perubahan ini maka nilai tukar Rupiah semakin didekatkan pada berbagai pasar sehingga diharapkan dapat lebih mendorong ekspor. Di akhir periode ini, tepatnya 30 Maret 1983 dilakukan devaluasi lagi sehingga menjadi Rp.970,- per USD1,- 8

6. Kebijakan hutang luar Negeri 1966-1983 Pada awal periode ini, Pemerintah memulai pelaksanaan APBN yang berimbang dengan utang luar negeri sebagai sumber dana penyeimbangnya. Pada awal periode ini, Pemerintah memulai pelaksanaan APBN yang berimbang dengan utang luar negeri sebagai sumber dana penyeimbangnya. Selain itu, kebijakan Pemerintah adalah mengusahakan untuk memperoleh persetujuan penjadwalan kembali utang-utang luar negeri (lama) yang diperoleh pemerintahan sebelumnya dari negara-negara donor, baik blok barat maupun blok timur. Selain itu, juga diusahakan memperoleh utang baru untuk membiayai program pembangunan sehingga tidak lagi semata-mata mengandalkan pembiayaan dari bank sentral. Usaha penjadwalan kembali utang lama Pemerintah dilakukan melalui forum The Paris Club, dengan Pemerintah Belanda sebagai tuan rumah. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh persetujuan penjadualan kembali utang-utang lama Pemerintah. Setelah melalui beberapa pertemuan, dalam pertemuan Paris Club April 1970, disetujui cara-cara pembiayaan utang lama, yaitu utang pokok dibayar selama 30 tahun dari tahun 1970 hingga tahun 1999 dengan cara angsuran tahunan dan pembayaran bunga pinjaman dilakukan dalam 15 kali angsuran mulai tahun 1981. Utang pokok akan dibayar dalam jangka waktu 30 tahun dengan jumlah angsuran tahunan yang sama. Pembayaran angsuran pertama dilakukan pada tahun 1970, sedangkan utang bunga akan dibayar dalam jangka waktu 15 tahun dengan jumlah angsuran tahunan yang sama. Pembayaran angsuran bunga dilakukan mulai tahun 1985. Untuk menggerakkan kegiatan perekonomian, pada Februari 1967 dilakukan pertemuan di Amsterdam untuk membahas kebutuhan pinjaman, yang merupakan sumber pembiayaan pelengkap dalam APBN guna membiayai program pembangunan dengan syarat-syarat lunak. Dari pertemuan tersebut lahirlah Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI). IGGI merupakan organisasi yang informal dalam arti tidak memiliki anggaran dasar yang resmi, tidak memiliki sekretariat yang permanent, dan piranti institusional lainnya yang mencerminkan status organisasi yang resmi. Organisasi ini adalah sebuah lembaga internasional tanpa beban atau paksaan bagi para anggotanya. Tujuan IGGI hanya sebagai forum untuk memperlancar aktivitas terkoordinir diantara anggota-anggotanya sebagai media berbagi pendapat. 9