BAB 1 : PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren s

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. satu atau beberapa zat gizi tidak terpenuhi, atau zat-zat gizi tersebut hilang dalam jumlah besar

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 : PENDAHULUAN. lebih. Kondisi ini dikenal sebagai masalah gizi ganda yang dapat dialami oleh anakanak,

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara berkembang (FAO, 2006; Sedgh et.al., 2000; WHO, 2016). The

BAB I PENDAHULUAN. 5 tahun di dunia mengalami kegemukan World Health Organization (WHO, menjadi dua kali lipat pada anak usia 2-5 tahun.

PENGARUH PENYULUHAN GIZI SEIMBANG TERHADAP MOTIVASI MELAKUKAN PENCEGAHAN OBESITAS PADA SISWA KELAS XI DI SEKOLAH SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB 1 PENDAHULUAN. serius karena termasuk peringkat kelima penyebab kematian di dunia.sekitar 2,8 juta

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. akibat dari disregulasi dalam sistem keseimbangan energi

PENGARUH PENYULUHAN MP ASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU DALAM PEMBERIAN MP ASI DI PUSKESMAS SAMIGALUH I

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB I PENDAHULUAN. WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini tengah menghadapi beban ganda masalah gizi. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. anak remaja yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu pada jenjang pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. didalam tubuh. Kebutuhan zat gizi berkaitan erat dengan masa. perkembangan yang drastis. Remaja yang asupan gizinya terpenuhi

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB 1 : PENDAHULUAN. saja. Penyebab timbulnya masalah gizi disebabkan oleh beberapa faktor sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi berlebihnya lemak dalam tubuh yang sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

BAB 1 PENDAHULUAN. orang dewasa dan usia balita. Jika kegemukan terjadi pada masa balita

BAB I PENDAHULUAN. mudah menderita kelainan gizi, Kejadian gizi kurang seperti fenomena gunung es

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi yang selalu meningkat setiap tahun, baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. asupan makanan yang semakin mengarah kepada peningkatan asupan makanan siap saji

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren s Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalamistunting. Sekitar 40% anak di daerah pedesaan mengalami pertumbuhanyang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi melalui peluncurangerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition SUN) di mana program inimencangkup pencegahan stunting. (1) Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan sangatpendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan. Stunting juga sering disebut sebagai RetardasiPertumbuhan Linier (RPL) yang muncul pada dua sampai tiga tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari akibat atau pengaruh dari asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari penyakit infeksi, karena dalamkeadaan normal, berat badan seseorang akan berbanding lurus atau linierdengan tinggi badannya. (2) Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan dengan pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara berkembang sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua Asia sebesar 30,6% dan di Asia Tenggara sebesar 29,4%. Permasalahan stunting di Indonesia menurut laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga UNICEF memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi. Data Riset Kesehatan Dasarpada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana

terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %). (3-5) Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Anak usia 3 tahun yang stunting severe (-3 < z 2) pada laki-laki memiliki kemampuan membaca lebih rendah 15 poin dan perempuan 11 poin dibanding yang stunting mild (z > -2). Hal ini mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. (6) Efek jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolik seperti penyakit yang terkait dengan obesitas,hipertensi dan diabetes mellitus. Menurut Walker pemberian zat gizi yang tidak tepat pada perkembangan janin, saat lahir dan masa bayi dapat memberikan dampak jangka panjang buruk terhadap kardiovaskulaer dan tekanan darah pada saat dewasa. Retardasi pertumbuhan postnatal memilik potensi terhadap berat badan sekarang dengan tekanan darah. Tekanan darah pada memiliki hubungan negatif terhadap berat lahir. Penelitian di Bali menyebutkan prevalensi dewasa stuntingsebesar 22%.Penelitian lain menyebutkan bahwa dewasa stuntingcenderung berkembanguntuk menjadi overweight daripada dewasa non-stunting. (7, 8)

Anak dengan status gizi stunting akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga masa remaja sehingga pertumbuhan anak lebih rendah dibandingkan remaja normal. Remaja yang stunting berisiko mendapatkan penyakit kronik salah satunya adalah obesitas. Remaja stunting berisiko obesitas dua kali lebih tinggi dari pada remaja yang tinggi badannya normal (Riskesdas 2010).Oktarina tahun 2013 mengatakan hal sama bahwa anak yang mengalami stunting pada dua tahun kehidupan pertama dan mengalami kenaikan berat badan yang cepat, berisiko tinggi terhadap penyakit kronis, seperti obesitas.obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. (10) Obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi obesitas.pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style. (11) Banyak sekali resiko gangguan kesehatan yang dapat terjadi pada anak atau remaja yang mengalami obesitas.anak dengan obesitas dapat mengalami masalah dengan sistem jantung dan pembuluh darah(kardiovaskuler) yaitu hipertensi dan dislipidmedia (kelainan pada kolesterol).anak juga bisa mengalami gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkatan SGOT dan SGPT serta hati yang membesar. Bisa juga terbentuk hati empedu dan penyakit kencing manis (diabetes mellitus). Pada sistem pernafasan dapat terjadi gangguan fungsi paru, mengorok saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya jalan nafas (obstructive sleep apnea). (10)

Anak yang stunting berisiko dua kali untuk menderita obesitas dibandingkan anak yang tidak stunting. Strategi untuk mencegah terjadinya obesitas pada remaja stuntingsalah satunya adalah dengan memberikan penyuluhan kepada remaja menyangkut obesitas dan upaya pencegahan yang harus dilakukan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang upaya pencegahan obesitas. (12) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objektertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakniindra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besarpengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (12) Penyuluhan di sekolah membutuhkan media agar penyampaian informasi mudah diterima oleh para remaja putri.media dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam penyuluhan atau pelatihan yaitu efektivitas penyampaian informasi.media dibutuhkan untuk mengembangkan informasi dalam upaya mendukung program penyuluhan dan pemahaman di sekolah.(notoatmodjo, 2003). Media dalam penyuluhan kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi. Media yang digunakan dalam penyuluhan adalah leaflet dan slide share. Media leaflet dipilih sebagai media penyuluhan karena mampu menyebarkan informasi dalam waktu relatif singkat, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang upaya pencegahan risiko obesitas. (Satmoko dan Astuti, 2006). Sedangkan media slide share adalah alat audio visual yang sering digunakan dalam berbagai program pendidikan termasuk penyuluhan. Keunggulan dengan media slide share dapat memberikan realita walaupun adanya keterbatasan, sangat bagus digunakan untuk kelompok yang besar, pembuatannya yang relative murah, serta peralatan yang

cukup ringkas dan mudah digunakan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang upaya pencegahan risiko obesitas. Beberapa penelitian menyebukan penyuluhan berhubungan dengan tingkat tingkat pengetahuan remaja. Penelitian Hirawati, dkk (2014) bahwa ada perbedaan yang signifikan pengetahuan remaja putri sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan(p value = 0,000). Penelitian Fauziah (2015) menunjukkan ada pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap kesehatan reproduksi pada siswa kelas VIII di SMP N 1 Kokap (p value = 0,009). Penelitian Rompas, dkk (2014) juga menunjukkanperbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan (p value = 0,000). (14-17) Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman tahun 2015 menunjukkan prevalensi anak pendek sebesar 13%. Hasil observasi di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar Kabupaten Padang Pariaman tahun 2016 menunjukkan bahwa prevalensi anak pendek di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar sebesar 27%. Usaha sekolah yang telah dilakukan yaitu kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah, skrining dan pelatihan dokter kecil. Namun usaha yang dilakukan sekolah belum mencapai hasil yang diinginkan, oleh sebab itu perlu dilakukan penyuluhan dengan media leaflet dan slide share di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang upaya pencegahan obesitas. Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk mengetahui efektifitaspenyuluhan dengan media leaflet dan slide share terhadap tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar Padang Pariaman tahun 2016. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah di atas yaitubagaimanakah efektifitas penyuluhan dengan media leaflet dan slide share

terhadap tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar Padang Pariaman tahun 2016? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui efektifitas penyuluhan dengan media leaflet dan slide shareterhadap tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar Padang Pariaman tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui skor tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas dengan dilakukannya pretest dan posttest yang diberikan penyuluhan dengan media leaflet. 2. Mengetahui skor tingkatpengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas dengan dilakukannya pretest dan posttest yang diberikan penyuluhan dengan media slide share. 3. Mengetahui perbedaanrata-rata tingkatpengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas yang diberikan penyuluhan dengan media leaflet. 4. Mengetahui perbedaanrata-rata tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas yang diberikan penyuluhan dengan media slide share. 5. Mengetahui perbedaanrata-rata peningkatan tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas yang diberikan penyuluhan dengan medialeaflet danslide share 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai efektifitas penyuluhan dengan media leaflet dan slide shareterhadap tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas di Madrasah Tsanawiyah Pauh

Kambar Padang Pariaman tahun 2016. Memberi informasi kepada instansi terkait sebagai dasar untuk pengembangan kebijakan mengenai penyuluhan tentangupaya pencegahan obesitas pada remaja stunting, dan memberi informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang pengaruh penyuluhan tentang upaya pencegahan obesitas pada remaja stunting. Serta menambah pengetahuan tentang upaya pencegahan obesitas pada remaja sehingga kejadian obesitas dapat diturunkan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup peneliti ini tentang efektifitas penyuluhan dengan media leaflet dan slide share terhadap tingkat pengetahuan remaja stunting tentang upaya pencegahan obesitas di Madrasah Tsanawiyah Pauh Kambar Padang Pariaman tahun 2016. Variabel dependen pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan sedangkan variabel independennya adalah penyuluhan dengan media leaflet dan slide share. Penelitian ini akan dilakukan pada tahun 2016 dengan menggunakan desain quasiexperimental two group pretest-posttest design.