RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 102/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

I. PEMOHON - Magda Safrina, S.E., MBA... Selanjutnya disebut Pemohon

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 56/PUU-X/2012 Tentang Kedudukan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 74/PUU-IX/2011 Tentang Pemberlakuan Sanksi Pidana Pada Pelaku Usaha

I. PEMOHON Kasmono Hadi, S.H, sebagai Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XIV/2016 Nota Pemeriksaan Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Sebagai Dokumen Yang bersifat Rahasia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme I. PARA PEMOHON 1. Umar Abduh; 2. Haris Rusly; 3. John Helmi Mempi; 4. Hartsa Mashirul H.R, selanjutnya disebut Para Pemohon. Kuasa Hukum: Ulung Purnama, S.H., Malvin Barimbing, S.H., Royke Bagalatu, S.H. dan Ridwan Sihombing, S.H., Para Advokat yang tergabung dalam Pusat Advokasi Publik berkantor di Graha Permata Pancoran Blok A-1, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 32, Pancoran, Jakarta Selatan-12780. II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang adalah : Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) Bahwa menurut ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK), agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud 1

haruslah; a. menjelaskan kualifikasinya dalam permohonannya, yaitu apakah yang sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum, atau lembaga negara; b. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya, dalam kualifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf (a), sebagai akibat diberlakukannya undang-undang yang dimohonkan pengujian Atas dasar ketentuan tersebut maka dengan ini Pemohon perlu terlebih dahulu menjelaskan kualifikasinya, hak konstitusi yang ada pada Pemohon, beserta kerugian spesifik yang akan dideritanya secara sebagai berikut : Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. IV. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. A. NORMA MATERIIL - Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1. Pasal 5 Tindak pidana terorisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dikecualikan dari tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik yang menghambat proses ekstradisi. 2. Pasal 17 ayat (1) Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. 3. Pasal 17 ayat (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. 2

4. Pasal 45 Presiden dapat mengambil langkah-langkah untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah operasional pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang ini. B. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 5 (lima) norma, yaitu : 1. Pasal 27 ayat (3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. 2. Pasal 28D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 3. Pasal 28G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekeuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 4. Pasal 28I ayat (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 5. Pasal 30 ayat (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pertahanan dan keamanan negara. V. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. bahwa Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah mengacaukan dan tidak memberi kejelasan hukum karena memisahkan Aksi Terorisme dari tujuan, motif dan tindakan politik. Padahal Aksi Terorisme tidak mungkin bisa dipisahkan dari tujuan, motif dan tindakan politik atau ideologis. Mengingat Aksi Terorisme merupakan kegiatan yang tidak terpisah dengan tujuan, motif dan tindakan politik - ideologis. Mengingat Aksi Terorisme yang terjadi di Indonesia terbukti tidak ada yang bermotif perdata, pidana atau 3

kriminal, bahkan aksi-aksi terorisme yang terjadi di Indonesia tersebut senyatanya merupakan ide, agenda serta dikendalikan dan didanai pihak asing (luar negeri) sehingga Aksi Terorisme sudah masuk dalam kategori sebagai fakta aksi subversif terhadap NKRI. Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mengecualikan dari tujuan, motif dan tindakan politik maka secara otomatis Pasal 5 UU Tindak Pidana Terorisme tersebut menjadi alasan kekebalan hukum bagi para pelaku aksi terorisme, jika aksi terorisme tersebut dilakukan didasarkan dan atau diatasnamakan sebagai tindakan dengan motif dan tujuan politik. Kondisi dan kedudukan hukum dalam Pasal 5 UU Tindak Pidana Terorisme seperti ini jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 2. bahwa secara langsung atau tidak langsung seseorang yang melakukan tindakan teror dengan tujuan dan motif politik memiliki derajat yang lebih tinggi serta kekebalan hukum dibandingkan warga negara Indonesia lainnya, sehingga hukum memberi keabsahan kepada para teroris untuk melakukan tindakan apapun, termasuk aksi terorisme yang mengusung dan melaksanakan agenda asing atau subversif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menimbulkan keresahan, kekacauan hukum, potensi ancaman serta hilangnya rasa aman sebagaimana diamanatkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. 3. bahwa Pasal 17 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme secara jelas justru memberi kekebalan hukum kepada para pelaku aksi terorisme, jika aksi teror yang dilakukan tersebut didasarkan dan atau diatasnamakan sebagai tindakan atas perintah resmi suatu organisasi tertentu atau disebut korporasi, artinya manakala suatu korporasi membayar sekelompok orang untuk melakukan tindak pidana teror kemudian korporasi tersebut mengakui secara resmi dan sah bahwa aksi terorisme tersebut "...dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi. dan sekalipun akibat dari tindakan teror tersebut menimbulkan korban jiwa maupun harta benda, maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidanakan kepada sekelompok orang yang melakukan aksi teror tersebut karena menurut pasal ini "... tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.". 4. bahwa Pasal 17 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan dan telah melukai rasa keadilan dalam masyarakat, mengingat hal ini terbukti bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Setidaknya pasal ini mengatur dan menetapkan secara sah telah 'melepaskan tuntutan' pidana kepada pelaku teror karena secara sengaja mengalihkan tuntutan hukum dan penjatuhan pidana hanya berlaku terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. Akibat adanya pasal ini jelas akan memicu tumbuhnya teroris bayaran, baik yang lepas dari struktur organisasi atau terikat dengan suatu korporasi untuk melakukan 4

aksi terorisme, sepanjang tuntutan hukum dan penjatuhan pidana diambil alih oleh suatu korporasi. Dengan demikian hal ini akan menimbulkan kekacauan hukum dan potensi keresahan, ancaman atau hilangnya rasa aman sebagaimana diamanatkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. 5. Bahwa Pasal 17 ayat (3) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, karena batasan pengertian "pengurus" menjadi tidak jelas dimana tanggungjawab hukum bagi masing-masing pelaku, karena dalam prinsip hukum pidana: Tidak ada hukuman tanpa kesalahan. Maka selain hal itu akan melukai rasa keadilan dalam masyarakat, keadaan ini terbukti telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pengalaman menimpakan suatu kesalahan terhadap "pengurus" secara membabibuta telah dialami bangsa Indonesia pada tragedi 1965, pada saat itu menjadi tidak jelas siapa individu yang harus memikul tanggung jawab hukum atas kesalahan yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia, sehingga selain mengakibatkan terjadinya pembantaian terhadap "pengurus" korporasi juga terjadi proses peradilan yang tidak terukur dan berkeadilan karena telah mengorbankan "pengurus' Partai Komunis Indonesia hingga sampai di tingkat desa yang sejatinya tidak terhubung dengan tanggung jawab hukum yang harus mereka pikul. 6. bahwa Pasal 45 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bertentangan dengan Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 mengingat kata "dapat" memiliki makna "tidak wajib" sehingga keadaan ini bertentangan dengan Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, dengan demikian menjadi jelas bahwa "mengambil langkah-langkah operasional pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini" merupakan tugas dan tanggung jawab negara yang wajib dijalankan oleh Pemerintah. 7. bahwa dalam UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak mengatur dan menetapkan pasal-pasal tentang kewenangan dan monopoli dalam pelaksanaan pemberantasan aksi terorisme kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, demikian halnya dengan UU Kepolisian No 2 Tahun 2002 juga tidak mengatur dan menetapkan pasal tentang kewenangan Polri terhadap pembertantasan aksi Terorisme tersebut. Maka dengan disahkannya UU TNI No 34 Tahun 2004 September 2004 yang secara tegas dan jelas mengatur tentang Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan a. Operasi Militer untuk perang; b. Operasi militer selain perang, yaitu :1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata ;2. Mengatasi pemberontakan bersenjata; 3. Mengatasi aksi terorisme; 4. Mengamankan wilayah perbatasan; 5. Mengamankan obyek 5

vital nasional yang bersifat strategis; 6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; 7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. 8. dengan tumpang tindih dan kekacauan pelaksanaan serta bertentangannya UU No 15 Tahun 2003 dengan UU TNI No 34 Tahun 2004 dan UUD 1945 kiranya hal ini cukup alasan bagi Mahkamah untuk membatalkan UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tersebut. VI. PETITUM 1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk sebagian atau seluruhnya. 2. Menyatakan bertentangan dengan UUD 1945, pasal-pasal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang (LNRI Nomor 106 Tahun 2002 dan TLNRI Nomor 4284 Tahun 2003) yang membuka peluang tindak pidana terorisme dapat dilakukan dengan dalih politik atau dengan dalih perintah dari korporasi (organisasi) dan juga peraturan yang membatasi alat-alat Negara RI selain Kepolisian RI, untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya melakukan operasi militer selain perang dalam mengatasi aksi terorisme, yang menyebabkan sistem perlindungan negara kepada warga negara terhadap ancaman aksi terorisme menjadi tidak maksimal, yaitu: a. Pasal 5 yang berbunyi: " Tindak pidana terorisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik, yang menghambat proses ekstradisi."; b. Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi: "Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya."; c. Pasal 17 ayat (3) yang berbunyi: "Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus."; d. Pasal 45 sepanjang mengenai kata "dapat". 3. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat 6

hukumnya pasal-pasal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang (LNRI Nomor 106 Tahun 2002 dan TLNRI Nomor 4284 Tahun 2003) berikut ini: a. Pasal 5 yang berbunyi: " Tindak pidana terorisme yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik, yang menghambat proses ekstradisi."; b. Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi: "Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya."; c. Pasal 17 ayat (3) yang berbunyi: "Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus."; d. Pasal 45 sepanjang mengenai kata "dapat". 4. Menyatakan pasal-pasal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi Undang-Undang (LNRI Nomor 106 Tahun 2002 dan TLNRI Nomor 4284 Tahun 2003) yang dikabulkan menjadi berbunyi sebagai berikut: Pasal 45: "Presiders mengambil langkah-langkah untuk merumuskan kebijakan dan langkahlangkah operasional pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini." 5. Dengan kekacauan dan tumpang tindih kewenangan pelaksanaan pemberantasan aksi terorisme antara UU No 15 Tahun 2003 dengan dengan UU TNI No 34 Tahun 2004 dan UUD 1945 maka patut kiranya Mahkamah membatalkan secara keseluruhan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 6. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 7

ATAU Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) 8