KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh :

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

POLA PEMBELAAN DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM TERHADAP TERDAKWA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN. Kuswindiarti STMIK AMIKOM Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. penganiayaan adalah: perlakuan yang sewenang-wenang. Pengertian. pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

PERAN BANTUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN HAK-HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA YANG TIDAK MAMPU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. hukum guna menjamin adanya penegakan hukum. Bantuan hukum itu bersifat

BANTUAN HUKUM DAN UPAYA PERLINDUNGAN HAK ASASI TERDAKWA DALAM PROSES PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

PERAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM DALAM MENJAMIN KEADILAN DAN KEDAMAIAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal: 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

Hal-Hal Penting Terkait Penangkapan Yang Harus Diatur RKUHAP

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB III ANALISIS HAK MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM BAGI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 56 UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN KABUPATEN SIAK

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN. komponen dalam masyarakat. Dalam konsiderans Undang-Undang Republik Indonesia No 8

Transkripsi:

1 KAJIAN FUNGSI PENTINGNYA PENASIHAT HUKUM DI DALAM PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA (Studi Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Oleh : DANIS ARDANIL ABSTRAK Penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan peran penasihat hukum dalam menangani proses pekara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta, serta untuk mengetahui hambatanhambatan yang timbul dalam melaksanakan tugasnya sebagai penasihat hukum. Latar belakang di penelitian ini adalah sebagai berikut: Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 menghendaki agar setiap tindakan apapun dari penguasa tidak hanya didasarkan atas kekuasaan belaka, tetapi harus didasarkan hukum. Hukum mencegah dari kekuasaan sewenang-wenang para penguasa sehingga tercipta wujud perlindungan atas hak asasi manusia. Dalam rangka mewujudkan pemerataan memperoleh keadilan dan perlindungan hukum demi terjaminnya dan dihormati hak asasi manusia maka perlu dimantapkan penyelenggaraan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat yang kurang mampu dan lebih-lebih bagi mereka yang buta hukum. Pemberian bantuan hukum dalam sidang pengadilan disebut sebagai penasihat hukum yang mempunyai peranan penting untuk membantu tersangka atau terdakwa dalam mencapai kebenaran dan keadilan. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah: lokasi penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, subyeknya penasihat hukum yaitu pengacara Fatonah SH dan rekan, jenis penelitian yang digunakan penelitian hukum yuridis normatif, sifat penelitian deskriptif, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, alat pengumpulan data, meliputi studi lapangan dengan studi dokumenter dan wawancara serta studi kepustakaan, jalannya penelitian diamati dengan tahap pendahuluan yakni pemilihan bidang penelitian dan perumusan masalah. Kemudian tahap persiapan yakni perijinan dilanjutkan dengan tahap pengumpulan data yakni dengan interview atau wawancara dan studi kepustakaan, metode analisis dari penelitian ini adalah analisa kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peranan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah mendampingi dan membela hakhak tersangka atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan dan hambatanhambatan yang dihadapi penasihat hukum adalah adanya ketidakjujuran dari seorang klien dalam mengungkapkan masalahnya serta adanya keterangan saksi yang terlalu berbelit-belit dan adanya sebagian masyarakat yang belum begitu memahami manfaat bantuan hukum bagi yang terlibat perkara pidana dan juga masyarakat belum mengetahui adanya kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma. 1

2 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Di dalam penyelesaian perkara pidana, jaminan mengenai hak asasi manusia terhadap seseorang sejak dalam penyidikan hingga proses penyelesaian perkara di dalam persidangan pengadilan negeri, salah satu asas yang penting dalam hukum acara pidana adalah Asas praduga tak bersalah asas tersebut dimuat dalam pasal 8 Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang ketentuanketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Di dalam perkara pidana dikenal tiga tahap pemeriksaan. Pada tahap pertama adalah penyidikan. Untuk mengetahui apa yang dimaksud penyidikan, kita lihat saja KUHAP pasal 1 angka 1 menyebutkan: Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. Tujuan penyidikan dalam perkara pidana adalah membuat terang sesuatu perbuatan pidana. Penyidikan dimulai setelah petugas penyidik mengetahui bahwa, sesuatu perbuatan pidana telah terjadi. Untuk mengetahui bahwa sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan orang telah terjadi adalah sebagai berikut: (1) Adanya laporan dan pengaduan; (3) Pemberitaan pers, dan (4) Tersangka tertangkap tangan atau kepergok Tahap kedua adalah tahap penuntutan. Tentang penuntutan, pada pasal 1 angka 7 KUHAP berbunyi sebagai berikut: Peruntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di persidangan.

3 Penuntut umum (dalam hal ini: Jaksa) diberi wewenang oleh hukum acara pidana sebagai berikut: (1) Mempersiapkan tindakan penuntutan; (2) Melaksanakan penuntutan di sidang pengadilan; (3) Melaksanakan penetapan hakim; (4) Melaksanakan upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Kemudian tahap ketiga adalah tahap pemeriksaan di persidangan atau pengadilan. Pada tahap pemeriksaan perkara di pengadilan ini merupakan tahap yang menentukan. Pemeriksaan perkara di pengadilan ini adalah untuk mendapatkan suatu putusan dari hakim pidana tentang terlaksananya hukum pidana peristiwa tertentu yang terjadi. Di muka hakim pidana ada dua pihak, yaitu penuntut umum terdakwa dalam pemeriksaan perkara pidana akan berakibat istimewa terhadap salah satu pihak, yaitu terdakwa, terutama kalau putusan hakim mengandung suatu hukuman pidana yang jatuhkan kepada terdakwa. Untuk mengetahui hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan oleh putusan hakim kepada terdakwa yang telah terbukti melakukan kejahatan atau tindak pidana, pasal 10 KUHP menyebutkan: (1) Hukuman Pokok: (a) Hukuman mati, (b) Hukuman penjara, (c) Hukuman kurungan, (d) Hukuman denda; (2) Hukuman Tambahan: (a) Pencabutan beberapa hak tertentu, (b) Perampasan barang tertentu, (c) Pengumuman keputusan hakim. Apabila kita perhatikan pasal-pasal yang terdapat di dalam KUHAP terdapat satu pasal yang sanksinya bukan merupakan siksaan atau nestapa, akan tetapi hanyalah merupakan suatu tindakan atau maatregal yaitu yang terdapat dalam pasal 45 KUHAP. Dalam pasal tersebut hakim mengambil tindakan terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Pemberian bantuan hukum dalam proses pidana adalah suatu prinsip negara hukum. Adalah hak dari seorang yang tersangkut dalam suatu perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun untuk mendapat penyuluhan tentang jalan yang ditempuhnya dalam menegakkan hakhaknya sebagai tersangka dan terdakwa. Seperti yang telah tersurat dalam undangundang no. 4 tahun 2004, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 37 disebutkan bahwa: Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.

4 Telah penulis kemukakan bahwa pemeriksaan pada tahap penyidikan dan pada tahap di persidangan adalah merupakan tahap yang menentukan terhadap tujuan akhir dari Acara Pidana yaitu untuk mendapatkan suatu putusan dari hakim pidana tentang terlaksananya hukum pidana pada peristiwa tertentu yang terjadi. Maka merupakan saat yang paling penting pula terhadap tugas penasihat hukum dalam pemeriksaan perkara pidana ini. Pembatasan Masalah Dalam penulisan ini agar penulis dapat mencapai sasaran yang diharapkan serta untuk menjamin supaya tidak kabur pengertiannya yang dikarenakan terlalu luasnya ruang lingkup yang dibahas maka sengaja penulis memberikan pembatasan masalah tentang fungsi pentingnya penasihat hukum. Perumusan Masalah 1. Bagaimana fungsi pentingnya peranan penasihat hukum dalam praktek penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta? 2. Hambatan apa saja dalam menangani perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif - Mengkaji fungsi pentingnya peranan Peranan Penasihat Hukum dalam pemeriksaan perkara pidana. - Mengkaji hambatan dalam penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Tujuan Subyektif a. Mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini. b. Menambah pengetahuan penulis mengenai fungsi pentingnya peranan penasihat hukum.

5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penyusunan dan penulisan skripsi ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini berharap dapat memberi sumbang ilmu pengetahuan bagi mahasiswa pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Memberi masukan kepada masyarakat mengenai pentingnya penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana. LANDASAN TEORI Tinjauan Umum Tentang Asuransi Istilah pembela seringkali disalah tafsirkan, seakan-akan berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas atau lepas dari pemidanaan walaupun ia jelas bersalah melakukan yang didakwakan itu. Padahal fungsi pembela atau penasihat hukum itu ialah membantu hakim dalam usaha untuk menemukan kebenaran materiil, walaupun bertolak dari sudut pandangan subyektif, yaitu berpihak kepada kepentingan tersangka atau terdakwa. Meskipun demikian, penasihat hukum itu berdasarkan legitimasi yang berpangkal pada etika, ia harus mempunyai penilaian yang obyektif terhadap kejadian-kejadian di sidang pengadilan. Pengertian penasihat hukum sebagaimana di atur di dalam Undang-undang Advokat No. 18 tahun 2003, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa: Penasihat hukum adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan undangundang ini. Menurut ketentuan umum KUHAP pasal 1 point 13 yaitu tentang pengertian penasihat hukum yang berbunyi sebagai berikut: Penasihat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum.

6 Berbicara mengenai penasihat hukum, tidak bisa lepas dari kata Bantuan Hukum. Dan sebelum melangkah lebih jauh untuk membicarakan beberapa permasalahan mengenai bantuan hukum dalam proses penyelesaian suatu tindak pidana, terlebih dahulu perlu diperoleh suatu kejelasan tentang makna dan hakekat daripada bantuan hukum itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian umum mengenai bantuan hukum dapat diartikan yaitu: segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang pelaksana bantuan hukum (penasihat hukum) untuk menyelesaikan suatu persoalan hukum baik hukum pidana maupun perdata ataupun dalam bidang hukum administrasi, baik dihadapan pengadilan maupun diluar instansi pengadilan tanpa membedakan ras atau suku, agama, asal-usul ataupun keyakinan politik di dalam memberikan bantuan hukum. Sedangkan cara pemberian bantuan hukum dapat dilakukan melalui suatu lembaga dengan program yang teratur oleh organisasi hukum. Sehingga tujuan dari bantuan hukum dapat berfungsi untuk memperkuat profesi hukum. Namun di dalam kenyataannya, bukan orang yang miskin dan buta hukum saja yang memerlukan bantuan hukum tetapi orang kayapun juga memerlukan bantuan hukum dari seseorang penasihat hukum, baik perkara perdata maupun perkara pidana. Jadi secara sederhana dapat diartikan, bantuan hukum adalah pertolongan yang diberikan seseorang penasihat hukum kepada orang lain yang memerlukannya baik berupa pemberian nasihat hukum, pemberian jasa hukum maupun menjadi kuasa di dalam atau di luar pengadilan. Landasan Hukum Penasihat Hukum Adapun dasar atau landasan hukum dari Penasihat Hukum adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang Advokat No. 18 tahun 2003 Sejak berlakunya Undang-undang No. 18 tahun 2003 Undang-undang Advokat (UUA) maka semua istilah yang diberikan kepada profesi praktisi hukum, seperti yang diberikan kepada penasihat hukum, konsultan hukum,

7 ataupun yang diistilahkan lainnya seperti kuasa hukum dan pembela disepakati menjadi satu istilah yaitu advokat. Pasal 1 angka 1 UUA menyatakan bahwa: advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan undang-undang ini. Dimaksudkan dengan jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (Pasal 1 angka 2). Sedangkan yang dimaksud dengan klien adalah orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat (Pasal 1 angka 3). Jadi dengan keluarnya Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang mulai berlaku pada tanggal 5 April 2003, maka sudah jelas siapa yang oleh Undang-undang diperkenankan untuk memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, yaitu pasal 32 ayat (1) UUA menyatakan bahwa advokat, penasihat hukum, pengacara praktek, dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam undangundang ini. Jadi sejak tanggal 5 April 2003 secara formal advokat, penasihat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang telah diangkat, sebutan untuk mereka ini adalah advokat. 2. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.UM.09.08, Tahun 1980 Pasal 1 menyebutkan: a. Pemberian bantuan hukum dalam keputusan ini diselenggarakan melalui Badan Peradilan Umum b. Bantuan hukum diberikan kepada tertuduh yang tidak/kurang mampu dalam perkara pidana: 1) Yang diancam dengan pidana lima tahun penjara atau lebih, seumur hidup atau pidana mati. 2) Yang diancam dengan pidana kurang dari lima tahun, akan tetapi perkara tersebut menarik perhatian masyarakat luas.

8 3. Undang-undang No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang ini mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman. Tentang Bantuan Hukum telah diatur secara terperinci pada bab VII yang pasalpasalnya sebagai berikut: Pasal 37 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Pasal 38 Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat. Pasal 39 Dalam memberi bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Pasal 40 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 dan pasal 38 diatur dalam undang-undang 4. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Di dalam keputusannya mengatakan, mencabut: a. Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsbad Tahun 1941 No. 44) dihubungkan dengan Undang-undang No. 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 No. 9 TLN. No. 81) beserta semua peraturan pelaksanaannya. b. Ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, dengan ketentuan bahwa yang tersebut dalam angka 1 dan 2, sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana. Dan menetapkan : Undang-undang tentang hukum acara pidana selanjutnya disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Di dalam KUHAP tentang bantuan hukum terdapat pada Bab VII yang isi pasal-pasalnya sebagai berikut:

9 Pasal 69 Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 70 Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. (1) Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum. (2) Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2) (3) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang Pasal 71 (1) Penasihat hukum sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan. (2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi pembicaraan Pasal 72 Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelanya. Pasal 73 Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya. Pasal 74 Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta pihak lain dalam proses.

10 Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dilihat pasal 35 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 merupakan suatu penegasan tentang hak dari seorang yang tersangkut dalam suatu perkara baik pidana maupun perdata untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang penasihat hukum yang menempatkan hukum di atas segalanya. Sebagai pelindung dan pengayom terhadap warga negara, sehingga setiap orang benar-benar merasakan baik dalam suasana bagaimanapun bahwa hukum berfungsi sebagai pelindung dan pengayom baginya. Wadah Penasihat Hukum Dalam pola umum pelita kelima telah dilanjutkan kebijaksanaan pembangunan yang berlandaskan pada Trilogi Pembangunan. Selanjutnya asas pemerataan yang terkandung didalamnya lebih jauh dijabarkan dalam Delapan Jalur Pemerataan, dimana salah satu kebijaksanaannya yang tercantum dalam jalur kedelapan adalah Pemerataan Kesempatan Memperoleh Keadilan Ketetapan MPR Republik Indonesia. Hal ini sangat menggembirakan apabila dikaaitkan dengan program bantuan hukum guna meningkatkan dalam memberikan pelayanan dan perlindungan hukum terutama sejak berlakunya KUHAP. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Pada penelitian ini penulis memilih lokasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta. Penentuan lokasi penelitian tersebut penulis menggunakan pertimbangan bahwa agar supaya sebagian masyarakat yang masih awam atau belum mengenai akan peran penasehat hukum menjadi mengerti lebih luas tentang peran penasehat hukum dalam proses pemeriksaan perkara pidana.

11 Jenis Penelitian Pada penelitian skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek ataupun obyek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) sehingga berdasarkan faktor yang tampak atau sebagaimana adanya sehingga penulis akan menggambarkan mengenai studi tentang peran penasehat hukum dalam menangani proses perkara pidana di kota Surakarta serta langkah-langkah dan cara mengatasi di dalam pelaksanaan proses perkara pidana di Kota Surakarta. Sifat Penelitian Pada penulisan skripsi ini penelitian bersifat yuridis normatif, yaitu penulisan mengkaji aspek hukum yuridis tentang penasehat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana yang berkaitan dengan undang-undang yaitu KUHP, KUHAP, dan Undang-undang No. 18 tahun 2004. Sedangkan di sisi normatif, karena mengkaji norma-norma hukum di dalam masyarakat. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu: 1. Sumber Data Primer Adalah data, faktor dan ketentuan yang diperoleh secara langsung melalui suatu penelitian di lapangan yaitu di wilayah hukum pengadilan Negeri Surakarta. 2. Sumber Data Sekunder Sejumlah data yang meliputi ketentuan yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu kepustakaan yang mengatur mengenai peran penasehat hukum buku dan peraturan perundang-undangan serta sumber dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

12 Cara Pengumpulan Data 1. Penelitian Kepustakaan Yaitu untuk membahas permasalahan yang ada dalam skripsi ini penulis memerlukan data-data yang penulis perlukan yaitu: Kepustakaan (Library Research), yang meliputi buku-buku literatur surat-surat serta dokumendokumen yang mempunyai hubungan dengan penulisan skripsi ini, karangan beberapa sarjana tentang hal yang ada dengan penulisan ini. 2. Penelitian Lapangan Untuk data lapangan diperoleh dengan jalan melakukan penelitian lapangan (Field Research), langsung ditempat atau di lokasi dimana ada kegiatan yang ada hubungannya dengan penulisan ini dan dengan berdasarkan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Studi dokumentasi adalah dengan mencatat atau merekam data-data tertulis yang telah ada, khususnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi. b. Wawancara atau interview adalah dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan responden untuk melengkapi dokumen perkara. Jalannya Penelitian Jalannya penelitian dalam penulisan skripsi ini memiliki tahap yaitu sebagai berikut: 1. Persiapan Penelitian Hal-hal yang perlu dilakukan dalam penulisan ini berupa perumusan masalah, metode penelitian yang kesemuanya disusun dalam bentuk proposal penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan pembuatan selanjutnya digunakan untuk mendapatkan ijin penelitian. 2. Perijinan Penulisan Perijinan direkomendasikan kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta, ditujukan kepada instansi yang digunakan untuk penelitian.

13 3. Pengumpulan Data Hal yang perlu ditegaskan dalam penelitian data ini adalah mengenai jenis, sifat dan kategori data serta perlakuan terhadap data yang dikumpulkan. 4. Analisa Data Agar pengumplan datanya tepat diperlukan metode penelitian dan tujuan dari peneliti yang jelas. Selanjutnya dari metode yang digunakan disusun suatu analisa berdasarkan hasil penelitian dan sumber data yang terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. 5. Kesimpulan Tahap ini merupakan akhir dari penelitian adalah menarik kesimpulan penelitian mengambil inti dari hasil yang diperoleh setelah data diolah atau dianalisa. Metode Analisis Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa data kualitatif yaitu suatu tata cara penulisan yang menghasilkan data deskriptif yaitu ketentuan yang ada dan apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis ataupun lisan dan perilaku nyata dimana yang diteliti dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penasihat Hukum Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Setelah di undangkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang menggantikan Het Herziene Inlandsch Regiement (HIR) Stbl 1941 No. 44 maka di Indonesia menganut konsepsi Integrated Criminal Justice System. Keterpaduan dalam sistem peradilan pidana yang didasarkan pada KUHAP pada dasarnya menganut asas Diferensiasi Fungsional yang berarti ada penegasan pembagian tugas dan wewenang yang dimiliki oleh aparat penegak hukum.

14 Program bantuan hukum harus secara aktif menunjang serta meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan memberikan pengertian maupun penyuluhan kepada mereka tentang hak dan kewajiban-kewajiban mereka. Sebab tanpa hal tersebut program bantuan hukum tidak akan efektif dan tidak akan mempunyai arti yang nyata untuk kepentingan masyarakat. Dalam KUHAP komponen penasihat hukum telah diberi tempat untuk akses dalam setiap tahapan proses peradilan yaitu sejak di tingkat penyidikan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian keterpaduan dalam sistem peradilan pidana yang didasarkan pada KUHAP secara ideal berarti juga ikut sertanya komponen penasihat hukum dalam setiap tahapan proses peradilan pidana tersebut. Namun mengenai hal di atas pengaturan yang ada dalam KUHAP ternyata masih bersifat terbatas sebab dalam KUHAP baru diletakkan asas hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Sedangkan atas hak dan wajib bantuan hukum hanya ditujukan untuk tindak pidana-tindak pidana tertentu. Menyadari pentingnya ada bantuan hukum bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi seorang yang disangka atau didakwa melakukan suatu perbuatan pidana, dimana ia sebagai warga negara, maka tidak bisa lepas dengan hak-hak yang dimilikinya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat tiga golongan mengenai pemeriksaan teradap orang yang disangka dan orang yang didakwa melakukan tindak pidana, yaitu: (1) Pemeriksaan permulaan atau penyidikan; (2) Penuntutan; (3) Pemeriksaan di persidangan atau pengadilan. Di sini penulis akan menguraikan keterlibatan seorang penasihat hukum di dalam mendampingi seorang yang disangka dan didakwa melakukan tindak pidana, yakni pada tingkat proses penyidikan hingga pemeriksaan di persidangan/pengadilan, dengan menitik beratkan pada peranan penasihat hukum pada tingkat pemeriksaan di persidangan/pengadilan.

15 Proses Persidangan Perkara Pidana Di Pengadilan Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, disini akan penulis uraikan jalannya suatu persidangan dengan satu contoh kasus. Bahwasannya eksepsi atau tangkisan ditinjau dari beberapa segi, yaitu: (1) Penuntutan; (2) Kewenangan mengadili perkara, dan (3) Tindak pidana yang didakwakan. Upaya Hukum Apabila putusan pengadilan di jatuhkan kepada terdakwa dalam perkara pidana dan terhadap keputusan hakim tersebut tidak puas, maka ada upaya hukum yang harus ditempuh oleh terdakwa atau penasihat hukum. Apakah yang diartikan dengan Upaya Hukum itu? Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penasihat hukum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding, kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Menurut KUHAP upaya hukum adalah: Upaya hukum biasa, dan Upaya hukum luar biasa. Hambatan Penasihat Hukum Di Dalam Proses Pemeriksaan Perkara Pidana Dalam usaha untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta martabat manusia, sesuai dengan dasar dan falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia yakni Pancasila, maka pembentuk undang-undang telah meletakkan dasar pada sistem pemeriksaan tersangka atau terdakwa, yaitu: Sistem Inquisitoir, dan Sistem Acusatoir.

16 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah disampaikan penulis dalam bab-bab terdahulu, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Fungsi pentingnya peranan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah merupakan jaminan dan perlindungan terhadap hak tersangka atau terdakwa dalam tahap proses penyidikan sampai pada tahap diperiksa dan diadili di muka sidang pengadilan. Pemberian bantuan hukum telah diatur dalam ketentuan Pasal 54 KUHAP dan tentang Advokat di dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2003, kehadiran penasihat hukum di samping memang sudah menjadi hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum juga jangan sampai tersangka mendapatkan perilaku yang sewenang-wenang oleh para pihak sehingga asas praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi. 2. Hambatan penasihat hukum di dalam proses pemeriksaan perkara pidana adalah pelaksanaan bantuan hukum belum lancar karena masyarakat belum begitu memahami manfaat bantuan hukum bagi yang terlibat perkara pidana dan juga masyarakat belum mengetahui adanya kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma, sehingga masih banyak perkara pidana di Pengadilan Negeri Surakarta tidak didampingi penasihat hukum karena berbagai alasan, seperti kurangnya kesadaran akan pentingnya perlindungan hak tersangka atau terdakwa dan ataupun tersangka atau terdakwa menolak didampingi penasihat hukum karena merasa telah mengakui perbuatannya dan sanggup menghadapi sendiri di persidangan. Saran-saran 1. Sebagai upaya meningkatkan serta melancarkan pelaksanaan bantuan hukum, maka usaha pemberian bantuan hukum harus dikaitkan dengan program kegiatan penyuluhan hukum. Dan dalam hubungannya dengan didampinginya tersangka atau terdakwa oleh penasihat hukum diharapkan ada kerjasama dan

17 pendekatan yang lebih baik antara pihak Kepolisian dengan LBH/BKBH setempat terutama bagi tersangka atau terdakwa yang awam tentang hukum. 2. Kedudukan penasihat hukum dalam tahap proses penyidikan adalah bersifat pasif, dalam menegakkan hukum dan keadilan, penasihat hukum dalam proses penyidikan terhadap tersangka adalah membantu melancarkan penyelesaian perkara. Jadi tidak benarlah apabila ada sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa seorang penasihat hukum itu hanyalah sebagai penghalang atau perintang jalannya proses peradilan, bukan pula membela kesalahan terdakwa melainkan turut membantu tegaknya hukum dan keadilan di negara kita.

18 DAFTAR PUSTAKA Abdul Hakim G. Nusantara, Mulyana W. Kusuma, 1981, Beberapa Pemikiran Mengenai Bantuan Hukum: Kearah Bantuan Hukum Struktural, hal. 8, Penerbit: Alumni, Bandung. Abdurrahman, 1980, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, hal. 14, Penerbit: Alumni, Bandung Adnan Buyung Nasution, 1981, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES Badan Kontak Profesi Hukum Lampung, 1977, Penegakan Hukum Dalam Mensukseskan Pembangunan, Alumni, Bandung. Harmien Hadiati Koeswaji, 1980, Beberapa Permasalahan Hukum Dan Pendidikan Hukum Dan Bantuan Hukum, Bina Ilmu, Surabaya. Ismail Suny, 1982, Mencari Keadilan, hal. 119, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. KUHAP dan Penjelasannya. Martiman Projohamijiyo, 1982, Penasehat Dan Organisasi Bantuan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Mochtar Kusumaatmaja, 1975, Bantuan Hukum di Indonesia Terutama Dalam Hubungannya Dengan Pendidikan Hukum, Bina Cipta, Jakarta. Nico Ngani, Hasan Madeni, 1984, Mengenal Hukum Acara Pidana Dari Tersangka Sampai ke Surat Dakwaan, hal 33 dan 34, Penerbit: Liberty, Yogyakarta. Poerwadarminta, W.J.S. 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal. 90, Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta. Soemarno P. Wirjanto, 1979, Profesi Advokat, Alumni, Bandung. Soesilo Yuwono, 1982, Penyelesaian Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP, Alumni, Bandung. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1982, Hukum Acara Pidana Dalam Diskusi, Bina Ilmu, Surabaya. Undang-undang No. 23 tahun 2003. Undang-undang No. 4 tahun 2004.