TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

dokumen-dokumen yang mirip
ARTI PENTING OTODA - DESENTRALISASI

Modul ke: OTONOMI DAERAH. 12Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

Panduan diskusi kelompok

MAKALAH CIVIC EDUCATION. Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

APA ITU DAERAH OTONOM?

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas EKONOMI. Program Studi MANAJEMEN. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.

Pendidikan Kewarganegaraan

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Desentralisasi dan Otonomi Daerah:

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: 12FEB OTONOMI DAERAH. Fakultas SYAMSUNASIR, S.SOS., M. M. Program Studi Management

PERAN STRATEGIS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH MENUJU PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN OTONOMI DAERAH D. MACHDUM FUADY, S.H., M.H. EKONOMI AKUNTANSI. Modul ke: Fakultas. Program Studi

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 dan UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. Dede Mariana ABSTRAK

PENJELASAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMBAHARUAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR

Manajemen Berbasis Sekolah

DESENTRALISASI. aris subagiyo

PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH DAERAH MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAN PELAYANAN PUBLIK

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan. Latar Belakang Masalah

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. 12Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi AKUNTANSI

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA LAPORAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SELAKU SEKRETARIS DPOD KEBIJAKAN PENATAAN DAERAH TERKAIT

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dan adat istiadat setempat yang diakui dalam system pemerintahan nasional dan

OTONOMI DAERAH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

LEMBAGA KAJIAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DAERAH/ LKMPD (INSTITUTE for LOCAL GOVERNMENT MANAGEMENT STUDIES)

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

Pandangan Umum Terhadap Konsep Otonomi Daerah Dalam Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

KERJA 3X!!! MI 20 Oktober 2015

Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GaneÇ Swara Vol. 6 No.2 September 2012 I KOMANG RUPADHA ABSTRAKSI PENDAHULUAN. Kajian Historis Undang-undang Pemerintahan...I Komang Rupadha 114

BAB IV KETENTUAN OTONOMI DAERAH MENURUT UU NO 32/2004 DALAM MENGUATKAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

Kebijakan Desentralisasi dalam Kerangka Membangun Kualitas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah di Tengah Tantangan Globalisasi

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA URGENSI PENETAPAN UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TERHADAP PENETAPAN JAKSTRADA SPAM

SINERGI PUSAT DAERAH DALAM UU 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

RINA KURNIAWATI, SHI, MH

Perekonomian Indonesia

MAKALAH PEMERINTAHAN DAERAH. Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Pemerintahan Daerah Dosen : Daliha, S.IP., M.Si.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

GOOD GOVERNANCE. Sedarnawati Yasni

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI KISI ULANGAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEMESTER GENAP

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III KERANGKA TEORITIS. urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian

BAB II LANDASAN TEORI

AMANDEMEN UUD 1945 IZA RUMESTEN RS

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

OTONOMI DAERAH

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa diharapkan dapat memahami hakekat, arti penting, dan prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah (Otoda) dan desentralisasi, serta mampu menjelaskan hubungan otoda desentralisasi dengan demokratisasi, dan memiliki komitmen untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan otoda secara kritis dan evaluatif.

PENDAHULUAN - 1 1. Pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi sistem pemerintahan : otoda & pengaturan perimbangan keuangan antara pusat & daerah. 2. Paradigma lama dalam manajemen negara & pemerintahan yang berporos pada sentralistik kekuasaan diganti menjadi otonomi yang berpusat pada desentralistik kebijakan otoda merupakan upaya pempus merespon tuntutan kemerdekaan wilayah yg memiliki aset SDA melimpah, namun tidak mendapatkan haknya secara proporsional pd masa ORBA. 3. Dasar pemikiran: Amanat UUD 1945: pemda berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat.

PENDAHULUAN - 2 Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dg memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan & kekhususan, serta potensi & keanekaragaman daerah dalam sistem NKRI. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan SDA & SD lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Untuk menjalankan perannya, pemda perlu memperhatikan peluang dan tantangan global dengan memanfaatkan perkembangan iptek. 4. BEBERAPA DEFINISI Otoda: hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dg perat peruuan, Desentralisasi: penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem NKRI.

PENDAHULUAN - 2 Daerah otonom (Daerah): kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dalam sistem NKRI. Dekonsentrasi: pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Tugas Perbantuan: penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah: suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dg mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Pendapat daerah adalah semua hak daerah yg diakui sbg penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran ybs.

ARTI PENTING OTODA - DESENTRALISASI ARTI PENTING OTODA DESENTRALISASI : a. Menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pem. Fungsi pemerintah : Pengelola berbagai dimensi kehidupan (poleksosbudhankam, kesejahteraan masy, integrasi sosial, dll) Fungsi distributif : penyediaan barang & jasa Fungsi regulatif : kompetensi yang berhubungan dengan penyediaan barang & jasa Fungsi ekstraktif: memobilisasi sumber daya keuangan utk pembiayaan penyelenggaraan negara. Memberikan yanmas, menjaga keutuhan neg bs, pthan diri. b. Sebagai sarana pendidikan politik. c. Pemda sbg persiapan untuk karir politik lanjutan. d. Stabilitas politik. e. Kesetaraan politik. f. Akuntabilitas politik.

VISI dan KONSEP DASAR OTODA VISI DESENTRALISASI : simbol kepercayaan dari pempus kepada pemda. VISI OTODA : dirumuskan dalam 3 ruang lingkup, yaitu : 1. POLITIK: harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yg dipilih secara demokratis, dan memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pem yg responsif. 2. EKONOMI: terbukanya peluang bagi pemda mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. 3. SOSIAL DAN BUDAYA: menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan di sekitarnya. KONSEP DASAR OTODA 1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pem dlm hub DN kpd daerah 2. Penguatan peran DPRD sbg representasi rakyat lokal dlm pemilihan & penetapan kepala daerah. 3. Pembangunan tradisi politik yg lebih sesuai dg kultur berkualitas tinggi dg tingkat akseptabilitas yg tinggi pula. 4. Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif. 5. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah. 6. Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kpd daerah & optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat.

MODEL DESENTRALISASI 1. DEKONSENTRASI: pembagian kewenangan dan tanggungjawab administratif antara departemen pusat dg pejabat pusat di lapangan tanpa adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Ada 2 tipe : administrasi lapangan (~ pejabat lapangan diberi keleluasaan utk mengambil keputusan seperti merencanakan, membuat keputusan rutin dan menyesuaikan pelaksanaan kebijakan pusat dg kondisi setempat); dan administrasi lokal, berupa administrasi terpadu, dan administasi yang tidak terpadu. 2. DELEGASI: pelimpahan pengambilan keputusan & kewenangan manajerial untuk melakukan tugas khusus kpd organisasi yg tdk secara langsung berada di bawah pengawasan pempus. 3. DEVOLUSI: transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kpd unit otonomi pemda. 4. PRIVATISASI: Tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.

SEJARAH OTODA DI INDONESIA 1. UU No. 1 tahun 1945: mengatur Pemda 3 jenis daerah otonom : karesidenan, kabupaten dan kota. 2. UU No. 22 tahun 1948: mengatur susunan pemda yang demokratis 2 jenis daerah otonom : daerah otonom biasa, dan otonom istimewa, dan 3 tingkatan daerah otonom : propinsi, kab/kota & desa. 3. UU No. 1 tahun 1957: mengatur tunggal yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia. 4. UU No. 18 tahun 1965: menganut sistem otonomi seluas-luasnya. 5. UU No. 5 tahun 1974: mengatur pokok-pokok penyelenggara-an pemerintahan yg menjadi tugas pempus di daerah. Prinsip yg dipakai: bukan otonomi yg riil dan seluas-luasnya, tetapi otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Alasannya, pandanganotoda yg seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan pemikiran yg dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan tdk serasi dg maksud & tujuan pemberian otonomi.

SEJARAH OTODA DI INDONESIA 6. UU No. 22 tahun 1999 ttg Pemda perubahan mendasar pd format otoda dan substansi desentralisasi. 7. UU No. 25 tahun 1999 ttg perimbangan keuangan antara pempus dan pemda. Butir 6 & 7 memiliki misi utama desentralisasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pempus ke pemda, dan juga pelimpahan beberapa wewenang pem ke pihak swasta dalam bentuk privatisasi. Kemudian UU tsb dianggap tidak sesuai dg perkembagnan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otoda, shg diganti. Beberapa pertimbangan lainnya, memperhatikan TAP dan Keputusan MPR, a.l : TAP MPR No.IV/MPR/2000 ttg Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otoda; TAP MPR No.VI/MPR/2002 ttg Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Pres, DPA, DPR, dan MA pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2002; Keputusan MPR No.5/MPR/2003 ttg Penugasan MPR RI utk menyampaikan Saran Atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Pres, DPA, DPR, dan MA pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2003.

SEJARAH OTODA DI INDONESIA 8. UU No. 32 tahun 2004 ttg Pemerintahan Daerah pengganti UU No. 22 tahun 1999 9. UU No. 33 tahun 2004 ttg Perimbangan Keuangan antara pemerinah Pusat dan pemerintah Daerah UU No. 25 tahun 1999 Dalam melakukan perubahan UU, diperhatikan berbagai UU yang terkait di bidang Politik dan Keuangan Negara, a.l : UU NO. 12 Tahun 2003 ttg Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; UU NO. 22 Tahun 2003 ttg Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD; UU NO. 23 Tahun 2003 ttg Pemilihan Pres dan Wapres; UU NO. 17 Tahun 2003 ttg Keuangan Negara UU NO. 1 Tahun 2004 ttg Perbendaharaan Negara UU NO. 15 Tahun 2004 ttg Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

PRINSIP-PRINSIP OTODA (Dalam UU NO. 22 Tahun 1999) 1. Demokrasi, Keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab 3. Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota 4. Sesuai dengan konstitusi negara 5. Kemandirian daerah otonom 6. Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah 7. Azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah administrasi 8. Azas tugas perbantuan.

PRINSIP-PRINSIP OTODA (Dalam UU NO. 32 Tahun 2004) 1. Demokrasi, Keadilan, pemerataan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab Otonomi luas: daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yg bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Otonomi nyata: penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yg senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dg potensi dan kekhasan daerah. Otonomi bertanggungjawab: dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesra. Butir 3 ~ butir 8 sama

KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT dan PROVINSI PEMERINTAH PUSAT : 1. HUBUNGAN LUAR NEGERI 2. HANKAM 3. PERADILAN 4. MONETER 5. AGAMA 6. BERBAGAI JENIS URUSAN YANG LEBIH EFISIEN DITANGANI SECARA SENTRAL, seperti : kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, BUMN dan pengembangan Sumber Daya Manusia PEMERINTAH PROVINSI : 1. Kewenangan bersifat lintas KAbupaten dan Kota 2. Kewenangan pemerintahan lainnya, seperti : perencanaan dan penengendalian pembangunan regional secara makro 3. Kewenangan kelautan 4. Kewenangan yg belum dapat ditangani daerah Kab/Kota

KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN dan KOTA PEMERINTAH KABUPATEN DAN KOTA : 1. PERTANAHAN 2. PERTANIAN 3. PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 4. TENAGA KERJA 5. KESEHATAN 6. LINGKUNGAN HIDUP 7. PEKERJAAN UMUM 8. PERHUBUNGAN 9. PERDAGANGAN DAN INDUSTRI 10. PENANAMAN MODAL 11. KOPERASI

KETERKAITAN OTODA dan DEMOKRATISASI serta KONSEKUENSINYA KETERKAITAN : Pemberian OTODA tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi juga mendukung berkembangnya kemandirian (~ melaksanakan hal-hal yang dianggap penting bagi lingkungan sendiri). Dengan demikian tercapai pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga diberi kesempatan memperbaiki nasibnya sendiri. KONSEKUENSI : 1. Otoda harus dipandang sbg instrumen desentralisasi dalam rangka menjaga & mempertahankan keutuhan & keberagaman bangsa 2. Otoda harus didefinisikan sbg otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi pemda, juga otonomi bagi daerah

KETERKAITAN OTODA dan DEMOKRATISASI serta KONSEKUENSINYA KONSEKUENSI : 3. Dari Dimensi politik : institusi PEMDA sbg instrumen pendidikan politik dalam rangka mengembangkan demokratisasi. dapat mencegah terjadinya sentralisasi mencegah kecenderungan sentrifugal dalam bentuk pemisahan diri. Adanya institusi pemda akan mengajarkan masyarakat untuk menciptakan kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. 4. Dimensi administratif : mengisyaratkan Pemda untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dan ekonomis dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. 5. Dimensi ekonomi : memudahkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat

CIRI-CIRI DAERAH OTONOM SESUAI AMANAT UUD 1945 1. Daerah Otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulaatan seperti di negara federal 2. Desentralisasi dimanisfestasikan dalam pembentukan Daerah Otonom dan penyerahan atau pengakuan atas wewenang pemerintahan di bidang tertentu 3. Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan terkait dengan pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat sesuai prakarsa dan aspirasi masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten dan Kota lebih didasarkan kepada azas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Pengaturan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah (UU No. 32 TAhun 1956: UU No. 25 Tahun 1999; UU No. 33 Tahun 2004)

TUJUAN POKOK PELAKSANAAN PERIMBANGAN KEUANGAN 1. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah 2. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggungjawab (akuntabel), dan pasti. 3. Mewujudkan sistem perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tangjungjawab yang jelas antara Pempus & Pemda, mendukung pelaksanaan otoda yg transparan, memperhatikan partisipasi masy, dan pertangjungjawaban kpd masy, mengurangi kesenjangan antar daerah dalam pembiayaan otoda, dan memberikan kepastian sumber keuangan yg berasal dr wilayah ybs. 4. Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi daerah. 5. Mempertegas sistem pertanggungjawaban oleh Pemda. 6. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.

FORMULASI KONSEP DASAR PELAKSANAAN OTODA 1. Konsep Pembagian Wilayah 2. Konsep Pembagian Wewenang 3. Konsep Konstruksi penyelenggaraan Pemda 4. Konsep Konstruksi Pemda 5. Konsep Keuangan Daerah 6. Konsep Hubungan antar strata Pemerintahan 7. Konsep Penerapan azas-azas Pemerintahan 8. Konsep Pengelolaan wilayah perkotaan dan perdesaan 9. Konsep Perwakilan Daerah 10. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 11. Konsep Kepegawaian Daerah 12. Konsep Kerjasama Daerah 13. Konsep Pembinaan dan Pengawasan Daerah 14. Konsep Penataan dan Pengembangan Daerah 15. Konsep tatalaksana Pemda Dalam aplikasinya, konsep tsb ada yang tepat, belum tepat, atau tidak tepat.

BEBERAPA PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN OTODA 1. Pemahaman terhadap berbagai konsep dasar belum bulat 2. Sosialisasi konsep dasar belum meluas dan mendalam 3. Instrumen pelaksanaan masih ada yang belum tersedia, seperti UU, PP, Keppres, Kepmen, Perda, dan Kep. daerah 4. Pedoman, standar yang jumlahnya pasti banyak, sama dengan banyaknya urusan yang ditangani oleh daerah. 5. Isu globalisasi, transparansi, demokratisasi, HAM, dll. 6. Prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab, seharusnya dilaksanakan oleh masyarakt, sejauh ini masih dilakukan oleh Pemda dan DPRD, yg seringkali melupakan aspek filosofi dari penyelenggaraan Otoda. 7. Dalam aspek politik, tampak adanya komitmen politik yang dituangkan dalam amandemen psl 18 UUD 1945 yg ingin mengembangkan otomi seluas-luasnya, sehingga pemahaman makna substantif dan otoda semakin kabur. 8. Muncul salah penafsiran beberapa pasal di dalam UUD 1945 ttg otoda : Psl 18 (ayat 1-7), 18A (ayat 1-2), 18B (ayat 1-2)

UUD 1945 dan OTODA Salah tafsir beberapa pasal di dalam UUD 1945 ttg otoda : Psl 18 (ayat 1): NKRI dibagi atas Daerah-daerah Provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas Kab dan Kota yg tiap-tiap Kab dan Kota itu mempunyai pemda yg diatur dalam UU. ~ NKRI dibagi atas : bag NKRi dpt memiliki sifat negara (Lama: NKRI hanya 1 unsur negara, dibagi atas teritorial Psl 37 ayat (5) amandemen UUD 45: khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan) ~ Provinsi, Kab dan Kota mempunyai pemerintahan daerah (rancu pemahaman pemerintah daerah & pemerintahan daerah) 18A (ayat 1): Hub wewenang antara Pemerintah dan Pemerintaha Daerah Provinsi, Kab, Kota diatur dg UU dg memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah (apakah hub yg diatur dg UU?. Shrsnya rumusan tupoksi, hak & kewajiban dimuat dlm psl penjelasan, tdk perlu UU khusus) 18B (ayat 1): Negara mengakui & menghormati satua pemerintahan daerah yg bersifat khusus atau istimewa yg diatur dg UU.

ASPEK DAN KEPUTUSAN POLITIK YANG TERKAIT OTODA Tap MPR No.XV/MPR/1998 ttg Gar Otoda, Pengaturan, Pembagian & Pemanfaatan SD Nas yg berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam NKRI ~ aspirasi yg termuat dalan Tap tsb perlu ditinjau kembali Tap MPR No.XV/MPR/1998 ttg GBHN 2000-2004 ~ perlu diperhatikan konsep otonomi luas, nyata & akuntabel Konsep UU No. 22 tahun 1999 tetap berlanjut; ada amanat untuk Aceh dan Irja sbg daerah otonomi khusus (Tap MPR No.IV/MPR/2000) Tap No. III/MPR/2000 ttg Sumber Hukum dan Tata Urutan Perat Per-UUan, yg isinya a.l bahwa tata urutan perat peruuan RI adalah: UUD 45; Tap MPR; UU; PP pengganti UU; PP; Keppres; Peraturan Daerah. ~ Dalam UU No. 22/1999: banyak pasal yg menetapkan: utk melaksanakan ketentuan ini mengacu pada pedoman yg diteapkan oleh Pemerintah. (ada pedoman yg ditetapkan oleh KEPMEN, dianggap tdk perlu diikuti, dll) Tap No. IV/MPR/2000 ttg Rekomendasi jak dalam gar Otoda

Untuk Pemahaman selanjutnya baca referensi: KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : PERMASALAHAN DAN TANTANGAN Bahan ceramah DirJen Otonomi Daerah Pada KRA XXXVII Lemhannas tahun 2004