USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

dokumen-dokumen yang mirip
LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

LESTARI BRIEF MENGEMBALIKAN KEJAYAAN KOMODITAS PALA USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

I PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara terbesar penghasil rotan di dunia. Selain itu

LESTARI BRIEF EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Proposal Usaha Kerajinan Rotan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Policy Brief Perbaikan Regulasi Lahan Gambut Dalam Mendukung Peran Sektor Industri Kelapa Sawit Indonesia 2017

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Salam sejahtera bagi kita semua

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, salah

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ini adalah industri pulp dan kertas. Ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA PEMBUKAAN INTERNATIONAL FURNITURE & CRAFT FAIR INDONESIA (IFFINA

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gambar 1 Produksi dan ekspor CPO tahun 2011 (Malaysian Palm Oil Board (MPOB))

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. potensi usaha yang terkenal. Potensi usaha masyarakat yang dari Cirebon salah

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB I PENDAHULUAN. KAWASAN HUTAN/Forest Area (X Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP PROPINSI

Program Production and Protection Approach to Landscape Management (PALM) di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan

4 GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROTAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. negara dan telah terbukti terutama di saat resesi ekonomi pada tahun 1985 dan

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

MEWUJUDKAN HUTAN TANAMAN DI INDONESIA

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB 1. PENDAHULUAN. peningkatan pesat setiap tahunnya, pada tahun 1967 produksi Crude Palm Oil

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL GULA KELAPA DAN AREN

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

Transkripsi:

LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 02 I 27 Mei 2016 USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Christopher Bennett PENGANTAR Sejak tahun 1980 hingga 2005, Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rotan terbesar di dunia. Hampir 80% bahan baku industri rotan berasal dari Indonesia dengan total produksi sekitar 622.000 ton/tahun 1. Sehingga pada waktu tersebut merupakan era keemasan dariperdagangan komoditi rotan didalam negeri dan ekspor. Ini ditandai dengan kapasitas industri pengolahan rotan rata-rata mencapai 545.000 ton pertahun dengan nilai ekspor rotan olahan mencapai US$ 399 juta. Rotan telah memberikan dampak yang signifikan dalam pembangunan ekonomi bagi petani, pekerja, industri kecil pengolahan maupun eksportir rotan. Termasuk sumber devisa 1 Website Kementerian Perindustrian, Pengembangan Industri Pengolahan Rotan Indonesia, Tahun 2007 WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Dampak Pelarangan Ekspor Rotan Semi-Jadi Terhadap Risiko 1

negara. Di wilayah Cirebon yang menjadi sentra industri pengolahan rotan misalnya, pada tahun 2005 tercatat ada 1.060 pengrajin, 602 eksportir dengan 430 pabrik pengolahan dan mampu mengekspor 3.000 kontainer setiap bulan. Usaha rotan di Cirebon mampu menyerap tenaga kerja penuh waktu sekitar 75.000 orang 2. MASALAH DAN TANTANGAN Dengan potensi ekonomi yang cukup besar, maka pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah tata niaga perdagangan rotan melalui Permendag No 35/2011 tentang Larangan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kebijakan ini nampaknya didasari oleh keinginan pemerintah memaksimalkan nilai ekonomi dari rotan mulai hulu hilir. Sebenarnya kebijakan serupa juga pernah dilakukan pada tahun 1980-an. Larangan ekspor rotan mentah dan olahan diharapkan dapat mendorong dan mengembangkan kegiatan industri pengolahan (furniture dan kerajinan) oleh pengusaha Indonesia. Sehingga nilai tambahnya bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Ide atau keinginan pemerintah sesungguhnya masuk akal, walau dalam kenyataan justru sebaliknya. Sejak peraturan larangan ekspor diberlakukan ternyata belum berdampak terhadap peningkatan produksi rotan dalam negeri dan mendorong nilai ekspor rotan jadi dari Indonesia. Bahkan perdagangan rotan mulai memudar baik di tingkat petani, pengumpul bahan baku, furniture dan kerajinan karena harga tidak kompetitif. Ini terlihat dari nilai ekspor rotan Indonesia tahun 2013 hanya 74.804 ton dibanding tahun 2012 -- sebelum larangan ekspor rotan semi-jadi diperbaharui --yang mencapai 84.233 ton (Kementerian Perdagangan 2014) 3. Pudarnya industri pengolahan rotan Indonesia juga tidak terlepas dari keterbatasan teknologi finishing dan desain produk-produk rotan olahan yang masih ditentukan oleh pembeli dari luar negeri. Sekalipun ekspor produk rotan berupa meubel dan kerajinan masih berlangsung namun dari 2 Ketua Asosiasi Meubel Indonesia (Asmindo) Cirebon,Tribun Bisnis, 2007 3 Kontan, 11 Maret 2014 WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Dampak Pelarangan Ekspor Rotan Semi-Jadi Terhadap Risiko 2

sisi nilainya menurun setiap tahunnya. Sejak kebijakan larangan ekspor rotan dan rotanolahan diberlakukan, nilai ekspor turun rata-rata 6,3% pertahun. Sebagai contoh untuk industri rotan (meubel dan kerajinan) di Cirebon, jika tahun 2014 nilai ekspor sebesar US$ 117 juta turun menjadi US$ 110 juta tahun 2015 4. Hal yang sama juga di Sulawesi Tengah, dari hasil survei yang dilakukan ke beberapa perusahaan rotan yang mengolah rotan mentah menjadi rotan olahan atau setengah jadi, terjadi penurunan produksi bahan baku sebesar 25% dan omset penjualan sebesar 27,5%. Sehingga berdampak pada penurunan karyawan baik tetap maupun tidak tetap dengan rata-rata penurunan sebesar 34,42%. 5. Meski pada sisi lain, sebenarnya memiliki dampak positif terhadap industri produk akhir rotan (meubel rotan) sekalipun tidak diikuti dengan peningkatan nilai penjualan secara signifikan. Kebijakan larangan ekspor ini sesungguhnya dibangun atas dasar asumsi yang salah yaitu keinginan untuk mengatur pasokan bahan baku sehingga industri rotan diluar negeri (China, Taiwan, Hongkong, Malaysia) yang menjadi kompetitor akan mati atau dapat dikendalikan. Padahal bahan baku hanya salah satu unsur dalam kompetisi usaha. Yang menarik ditengah rotan mentah dan semi-jadi dari Indonesia dilarang diekspor, maka China justru memproduksi rotan dari plastik sebagai bahan baku meubel. Bahkan sebagian pelaku industri dalam negeri juga menggunakan bahan baku rotan plastik. Hal ini menunjukkan jika kemajuan rotan plastik dari China untuk furniture menjadi indikasi dari tidak efektifnya kebijakan larangan ekspor rotan. Disamping itu, larangan ekspor justru mendorong terjadinya perdagangan secara ilegal terutama untuk jenis rotan olahan. Sejak tahun 2012, diperkirakan setiap tahun ada 42 kasus penyelundupan rotan ke berbagai negara dengan nilai sekitar Rp. 20-50 milyar yang digagalkan oleh Bea Cukai dan Kepolisian. Sementara tahun 2013 ini, penyelundupan rotan mentah yang dapat digagalkan dengan total 38 kontainer 6. Yang menarik adalah Singapura ternyata membeli rotan mentah dari Indonesia hingga USD 3,8 juta tahun 2012 sekalipun kebijakan larangan diberlakukan. Larangan ekspor sebagai bahan baku furniture dan kerajian jelas kurang berdampak terhadap hilirisasi industri pengolahan rotan. Sejak larangan dimulai, jumlah pabrik pengolahan menurun sekitar 27%. Selain faktor pasokan bahan baku yang sulit, maka yang lebih utama disebabkan rendahnya disain dan kualitas produk serta inefisiensi dalam industri itu sendiri. Upaya yang ditempuh pengusaha untuk bertahan adalah membeli bahan baku rotan dengan murah dan mengganti rotan dengan bahan lain seperti bambu, enceng gondok dan lainnya. Yang paling fatal dari dampak larangan ekspor ini adalah anjoknya harga rotan ditingkat petani pemilik kebun rotan dan pengumpul rotan dari hutan. Harga rotan mentah yang dibeli dari petani sekitar Rp. 1.800,- per kg jauh lebih rendah dibanding tahun 2015 sebesar Rp. 3.000,- perkg 7. Harga ini tidak sebanding dengan biaya pemanenan yang meliputi ongkos tenaga kerja dan transportasi dari hutan ke tempat pengambilan. Apalagi untuk menjadi sumber pendapatan guna mencukupi penghidupannya. Setidaknya dibutuhkan 2-3 kg rotan untuk dapat membeli 1 kg beras. Sementara pada 10 tahun lalu harga 1 kg rotan setara dengan harga 2-3 kg beras. Sehingga petani enggan merawat, menjaga dan membudidayakan rotan dan akhirnya 4 Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Cirebon, Republika News, 18 Januari 2016 5 Survey Kantor Perwakilan Bank Indonesia Propinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2013 6 Dewi Mita, Review paper Kebijakan Menteri Perdagangan atas larangan ekspor rotan mentah Indonesia, 2014 7 Kalteng Pos, Harga Rotan Makin Anjlok, 24 Maret 2016 WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Dampak Pelarangan Ekspor Rotan Semi-Jadi Terhadap Risiko 3

mengkonversi ke tanaman coklat (Sulawesi) dan kelapa sawit (Kalimantan) karena kedua komoditi ini lebih menguntungkan dari aspek ekonomi. Konversi mengakibatkan emisi karbon tinggi terutama didaerah gambut dan meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan. Disamping kebun rotan memiliki nilai ekologis, pendapatan petani juga lebih besar karena sistem produksinya lebih beranekaragam. Diluar dari kebun rotan, petani juga mendapatkan pendapatan dari pohon karet yang menjadi tiang batang rotan. Sebaliknya dengan harga rotan yang rendah telah berpengaruh pada turunnya aktivitas pelabuhan lokal, tenaga kerja banyak terhenti, pajak daerah dari perdagangan antar daerah yang menurun 8. Tanaman rotan yang hidup secara alami dibawah tegakan pohon karet, damar dan lainnya merupakan pola tanam yang berfungsi sebagai mitigasi perubahan iklim. Karenanya konversi ke perkebunan sawit akibat harga rotan rendah kelak dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Padahal Indonesia sendiri berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 26%. Keberadaan komoditi rotan telah jauh melampaui batas-batas sektoral (perdagangannya). Hamparan agroforestri rotan, baik yang dibudidayakan di kebun ataupun di hutan alam telah memberi kontribusi nyata terhadap kewajiban Indonesia yang terkait dengan mitigasi perubahan iklim. Sebagai contoh di daerah aliran sungai Katingan Kahayan terdapat puluhan ribu hektar rotan kebun yang dikelola puluhan ribu petani, dan mayoritas di lahan gambut dimana risiko emisi karbon dari konversi lahan sangat tinggi. REKOMENDASI KEBIJAKAN Tujuan utama kebijakan pelarangan ekspor rotan adalah mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri berbahan baku rotan dalam negeri sehingga meningkatkan nilai tambah rotan bagi daerah penghasil. Penutupan ekspor ini dilandasi oleh asumsi bahwa bahan baku rotan dapat diserap oleh industri dalam negeri. Termasuk tujuan untuk melestarikan sumberdaya rotan dari kepunahan, mencegah terjadinya penyelundupan dan meningkatkan utilisasi industri dan ekspor produk rotan 9. Dengan demikian, kebijakan larangan ekspor rotan sepatutnya untuk ditinjau kembali mengingat kurang cukup optimal dalam kesejahteraan petani rotan dan kontribusinya terhadap pengurangan emisi, termasuk mendorong hilirisasi industri rotan. Terlebih lagi rotan yang merupakan salah satu kekayaan hutan Indonesia yang dapat memberi sumbangan besar terhadap perekonomian, namun faktanya belum menempatkan Indonesia sebagai leading country dalam perdagangan rotan internasional. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga (7,68%) dalam perdagangan rotan di pasar global setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%). Untuk mendorong kelangsungan dan kemajuan industri pengolahan rotan dari hulu ke hilir sehingga meningkatkan pendapatan petani serta menjamin bahan baku industri rotan dan berkontribusi dalam menunjang ekonomi daerah dan nasional, maka sebaiknya: 1. Pemerintah mendorong dialog antara para pelaku usaha yang terkait dengan rotan dalam rangka perlindungan industri nasional (meubel dan kerajinan) dan petani rotan itu sendiri. Dialog antar para pihak yang berkepentingan ini dapat dilaksanakan baik di tingkat nasional maupun didaerah, bukan hanya diskusi di tingkat kementerian. Wacana atau substansi dialog tersebut perlu didasari pada pengalaman dan fakta dari lapangan bukan semata-mata bertumpu pada data 8 IFACS, Reviving Indonesia s Rattan Industry Through Trade and Policy Reform, 15 Juli 2014 9 Permendag No. 35/2011 WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Dampak Pelarangan Ekspor Rotan Semi-Jadi Terhadap Risiko 4

yang bersifat agregat. Oleh karena itu dalam dialog multi-pihak ini sebaiknya diawali dengan suatu kajian atau observasi oleh TIM TERPADU atas fakta-fakta usaha rotan dari hulu hingga hilir. 2. Pemerintah mendorong kerjasama antara pemerintah propinsi yang mensuplai rotan (terutama Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah) dengan propinsi pengguna bahan baku rotan terbesar (Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat) terkait dengan tingkat harga dan sistem distribusi rotan yang menunjang semua pihak yang berkepentingan. Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat. WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Dampak Pelarangan Ekspor Rotan Semi-Jadi Terhadap Risiko 5