PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

dokumen-dokumen yang mirip
Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Gambar 1. Itik Alabio

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (Ma): 1. Masa Bertelur Fase Pertama Umur Minggu

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN C PADA PAKAN NON KOMERSIAL TERHADAP EFISIENSI PAKAN PUYUH PETELUR

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

BAB III METODE PENELITIAN. selatan kota Gorontalo. Penelitian berlangsung selama dua bulan mulai dari bulan

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

PENGARUH BERBAGAI TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN ITIK JANTAN LOKAL DAN SILANGANNYA

SKRIPSI BERAT HIDUP, BERAT KARKAS DAN PERSENTASE KARKAS, GIBLET

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

Penampilan Kelinci Persilangan Lepas Sapih yang Mendapat Ransum dengan Beberapa Tingkat Penggunaan Ampas Teh

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan

MATERI DAN METODE. Materi

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG BEKICOT DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT BADAN DAN KANDUNGAN LEMAK KARKAS ITIK (Anas javanicus)

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

Transkripsi:

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR L.H. PRASETYO dan T. SUSANTI Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi ABSTRACT L.H. PRASETYO and T. SUSANTI. 2000. Reciprocal crosses between Alabio and Mojosari ducks : early egg production. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4): 210-214. Currently, productivity and consistency of production of native duck is low This certainly requires a genetic improvement as an alternative to increasing productivity and production efficiency. Crossbreeding has been used widely for increasing productivity, and in this experiment Alabio and Mojosari ducks were crossed reciprocally in order to evaluate their egg production and egg quality, when compared to their parental breeds. Four genotypes AA, AM, and MM were compared and each consisted of 50 layer ducks. Each animal was kept in individual cage, and individual egg production and egg quality were recorded. They were given layer feed containing 20% crude protein and 3000 kcal/kg metabolisable energy. Results showed that the crossbred ducks (AM and ) laid eggs earlier than their parental breeds (AA and MM), and laid earlier than AM. The weight of first eggs of the crossbreeds did not differ significantly, AM was the same as MM and the same as AA. For the body weight at first lay, and AM weighed in between their parental breeds, AA was the heaviest and then followed by, AM and MM. For the 3-month egg production, ducks laid significantly more egg than the other 3 genotypes, and this is related to the age of first lay being the earliest. In terms of egg quality such as egg weight, yolk color, weight and thickness of shell, weight of the white and HU value, the crossbred ducks showed quality in between AA and MM. The AM ducks tended to be closer to MM and closer to AA, and this shows a strong influence of maternal effects. The average level of heterosis for weight of first egg is 2.41% and for 3-month egg production is 2.1%, but for cross the heterosis level is 11.69% for egg production. The overall results showed that crossbreeds between Alabio and Mojosari have the potential in improving production traits in the effort to increase productivity and production efficiency. Key words : Duck, crossbred, production egg ABSTRAK L.H. PRASETYO dan T. SUSANTI. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari : periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4): 210-214. Hingga saat ini tingkat produktivitas itik lokal masih rendah dan sangat bervariasi. Karena itu upaya perbaikan genetis terhadap mutu bibit itik lokal untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi perlu dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan perkawinan silang antara itik Alabio dan Mojosari untuk meningkatkan performa itik lokal terutama dalam hal produksi dan kualitas telur yang dibandingkan dengan performa galur murninya. Jumlah ternak yang diamati 200 ekor untuk keempat genotipa AA, MM, AM dan yang dipelihara dalam kandang individu selama 3 bulan produksi. Parameter yang diukur adalah umur pertama bertelur, bobot telur pertama, bobot itik pertama bertelur, produksi telur selama 3 bulan dan kualitas telur pertama. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa itik-itik hasil persilangan bertelur lebih awal daripada kedua galur induknya, dan itik hasil persilangan bertelur lebih awal daripada itik hasil persilangan AM. Bobot telur pertama hasil persilangan tidak jauh berbeda dengan bobot telur kedua galur tetuanya. Bobot telur pertama itik AM hampir sama dengan MM dan bobot telur lebih mirip galur AA. Dilihat dari bobot badan saat pertama bertelur, itik hasil persilangan mempunyai bobot diantara kedua galur induknya, AA menunjukkan bobot badan paling berat kemudian diikuti oleh, AM dan MM. Untuk produksi telur, itik hasil persilangan lebih banyak dibandingkan dengan itik yang lainnya. Dilihat dari hasil pengukuran kualitas telur yang meliputi berat dan warna kuning telur, berat dan tebal kerabang, berat putih telur dan nilai HU menunjukkan bahwa itik hasil persilangan memiliki nilai kualitas telur diantara kedua galur tetuanya. Nilai rataan heterosis untuk bobot telur pertama adalah sebesar 2,41% dan untuk produksi telur 3 bulan adalah sebesar 2,1%, tapi untuk persilangan nilai heterosis mencapai 11,69% untuk produksi telur. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut disimpulkan bahwa persilangan itik Alabio dengan Mojosari dapat memperbaiki sifat-sifat produksi terutama pada bobot telur pertama dan produksi telur. Kata kunci : Itik, kawin silang, produksi telur 1

L.H. PRASETYO dan T. SUSANTI : Persilangan Timbal Balik antara Itik Alabio dan Mojosari : Periode Awal Bertelur PENDAHULUAN Saat ini sumbangan ternak itik terhadap total produksi telur dan daging nasional relatif masih kecil yaitu 19,29% dari total produksi telur nasional dan 2,15% dari total produksi daging unggas nasional (DITJEN PETERNAKAN, 1997). Walaupun sumbangan ternak itik relatif masih kecil, namun ternak itik masih potensial untuk dikembangkan dan hal ini ditunjukkan oleh peluang pasar yang cukup besar. Sistem pemeliharaan itik dewasa ini lebih diarahkan pada sistem intensif yang menuntut efisiensi produksi yang tinggi agar layak secara ekonomi. Salah satu aspek utama yang perlu mendapat perhatian serius adalah kualitas bibit, karena itik dari pembibit yang ada sekarang ini mempunyai tingkat produktivitas yang rendah dan sangat bervariasi. Pada prinsipnya ada dua cara dalam melakukan perbaikan genetis yaitu persilangan diantara galur yang berbeda dan seleksi dalam galur. Kawin silang antar galur telah cukup dikenal dan digunakan secara luas, terutama untuk memanfaatkan keunggulan hibrida atau heterosis yang mungkin timbul sebagai akibat dari komplementaritas diantara galur yang disilangkan. Istilah heterosis digunakan untuk menggambarkan keunggulan keturunan kawin silang terhadap tetuanya, tanpa memperhatikan penyebabnya. Oleh karena itu, heterosis hendaknya diukur relatif terhadap rata-rata tetuanya (SHERIDAN, 1981). Hasil pengamatan pada persilangan antara itik Tegal dan Mojosari menunjukkan tingkat heterosis yang nyata pada konversi pakan yaitu 4,12% pada itik betina dan 0,5% pada itik jantan (PRASETYO dan SUSANTI, 1997). Persilangan itik Alabio dan Tegal yang dilakukan HETZEL (1983a) menunjukkan tingkat heterosis yang nyata pada produksi telur yaitu 6,7%. Namun untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan pertumbuhan dan kualitas karkas, persilangan itik Alabio dan Tegal tidak menunjukkan adanya heterosis yang nyata (HETZEL, 1983b). Persilangan antara itik Alabio dan Khaki Campbell menunjukkan produksi telur yang jauh lebih tinggi daripada produksi telur itik Alabio maupun Khaki Campbell murni (GUNAWAN, 1987). Hasil persilangan lain yang dilakukan oleh PRASETYO et al. (1998) yaitu kawin silang antara itik Tegal dan Mojosari menunjukkan produksi telur yang lebih rendah daripada galur murninya, dengan nilai heterosis yang negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kekerabatan yang masih dekat antara itik Tegal dan Mojosari. Itik yang digunakan untuk persilangan adalah itik Mojosari dan Alabio dengan pertimbangan bahwa itik Mojosari berbeda rumpun dengan itik Alabio (SETIOKO, 1994). Selain itu HETZEL (1986) menyebutkan bahwa itik di Jawa termasuk itik Mojosari mempunyai jarak genetik cukup jauh dengan itik Alabio. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji performa hasil persilangan itik Alabio dan Mojosari terutama produksi dan kualitas telur, yang akan dibandingkan dengan performa galur murninya. TERI DAN METODA Materi penelitian adalah itik Alabio, Mojosari dan hasil persilangan timbal balik diantara kedua bangsa tersebut. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari dilakukan dengan teknik IB. Dalam penelitian ini dilakukan persilangan baik antar bangsa maupun dalam bangsa untuk mendapatkan 4 kelompok genotipa yaitu, AA : hasil perkawinan antara itik Alabio jantan dengan Alabio betina. MM : hasil perkawinan antara itik Mojosari jantan dengan Mojosari betina. AM : hasil persilangan antara itik Alabio jantan dengan Mojosari betina. : hasil persilangan antara itik Mojosari jantan dengan Alabio betina. Jumlah itik untuk masing-masing galur adalah 50 ekor yang dipelihara dalam kandang individu dengan ukuran 50 x 30 x 55 cm, terletak 80 cm di atas permukaan lantai, dan dilengkapi dengan lampu penerang, tempat makan, tempat minum dan tempat penampungan telur. Pemberian pakan dilakukan setiap pagi setelah kandang dibersihkan. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum dan telur dikumpulkan setiap pagi. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan hasil mencampur sendiri dengan kandungan protein 20% dan energi metabolis 3.000 kkal/kg. Komposisi bahan pakan dan kandungan gizinya tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan pakan dan kandungan gizi ransum yang digunakan dalam penelitian Bahan pakan Jumlah (kg) Menir 35,00 Pollard 13,55 Jagung 16,00 Bungkil kedelai 9,00 Tepung ikan 15,00 Premix 0,25 Tepung kapur 6,00 Dikalsium fosfat 1,00 Minyak 4,00 Garam 0,20 Kandungan gizi : Jumlah Protein kasar (%) 20,00 Serat kasar (%) 7,60 Lemak (%) 7,70 Energi metabolis (kkal/kg) 3000 Lisin (%) 1,25 Metionin (%) 0,48 Kalsium (%) 0,80 Fosfor (%) 0,40 210

Parameter yang diukur adalah umur pertama bertelur (UPB) dihitung dari jumlah hari antara tanggal menetas sampai dengan tanggal itik mulai bertelur, berat telur pertama (BTP), bobot pertama bertelur (BPB), produksi telur selama 3 bulan dan kualitas telur pertama. Pengamatan terhadap kualitas telur meliputi berat dan warna kuning telur, berat putih telur, berat dan tebal kerabang serta nilai Haugh Unit (HU). Rancangan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dipakai didasarkan pada genotipa itik yang digunakan dalam penelitian yaitu AA, MM, AM dan. Sedangkan ulangannya adalah jumlah itik yang disesuaikan dengan umur ketika pertama kali bertelur. Persentase heterosis untuk tiap-tiap sifat yang diamati dihitung dengan membandingkan sifat bangsa tetua dengan keturunannya menggunakan rumus sbb : ½ (y AM + y ) ½ (y AA + y MM ) % heterosis = x 100 ½ (y AA + y MM ) Sedangkan untuk melihat perbedaan sifat kedua itik hasil persilangan dengan galur murninya digunakan uji kontras ortogonal (STEEL dan TORRIE, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada sifat-sifat produksi telur itik AA, MM, AM dan yaitu umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan bobot pertama bertelur tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter Umur pertama bertelur (mgg) Bobot telur pertama (gram) Bobot itik saat bertelur (gram) Umur pertama bertelur, bobot telur pertama dan bobot pertama bertelur itik AA, MM, AM, dan AA MM AM 24,27 bc 24,53 c 23,07 ab 21,87 a 56,39 b 53,69 a 56,07 ab 56,66 b 1906 d 1616 a 1741 b 1803 c Pada Tabel 2 terlihat bahwa umur pertama bertelur itik-itik hasil persilangan lebih cepat daripada tetuanya. Itik memiliki umur pertama bertelur lebih awal yaitu 21,87 minggu daripada itik-itik yang lainnya (P<0,05). Perbedaan umur pertama bertelur ini merupakan subyek variasi genetik, namun berapa banyak gen yang mengontrolnya secara pasti belum dapat diketahui. Pada Tabel 2 juga diperoleh informasi berat telur pertama untuk keempat genotipa. MM memiliki berat telur pertama paling kecil yaitu 53,69 gram bila dibandingkan dengan yang lainnya (P<0,05). Berat telur pertama AM (56,07 gram) hampir menyerupai berat telur MM (53,69 gram) dan berat telur pertama (56,66 gram) lebih mirip dengan berat telur AA (56,39 gram). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh induk yang cukup kuat, karena AM adalah hasil persilangan pejantan Alabio dengan induk Mojosari, sedangkan adalah hasil persilangan Mojosari jantan dengan Alabio betina. Hasil serupa seperti yang dilaporkan oleh PRASETYO et al. (1998) yang menyilangkan itik Tegal dengan itik Mojosari, dimana produksi telur itik TM mendekati produksi telur itik MM dan produksi telur MT mendekati produksi telur itik TT. Dilihat dari bobot itik pada saat pertama bertelur, MM mempunyai bobot yang paling kecil yaitu 1616 gram diikuti oleh AM (1741 gram), (1803 gram) dan AA (1906 gram). Bobot itik saat pertama bertelur sangat berpengaruh terhadap berat telur pertama, dimana itik yang memiliki bobot yang ringan saat pertama bertelur cenderung akan menghasilkan berat telur pertama yang kecil pula, demikian sebaliknya. Secara umum terlihat bahwa persilangan timbal balik antara itik Alabio dengan Mojosari akan mempercepat umur pertama bertelur pada hasil keturunannya. Hal ini terlihat pada itik hasil persilangan memiliki umur pertama bertelur yang lebih cepat bila dibandingkan dengan kedua galur murninya. Jumlah produksi telur untuk masing-masing genotipa selama 3 bulan pengamatan tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. AA MM AM Produksi telur itik AA, MM, AM, dan selama 3 bulan pengamatan Produksi (butir) 66,14 a 66,76 a 61,47 a 74,22 b Jumlah produksi telur lebih banyak yaitu 74,22 butir dibandingkan dengan genotipa yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan umur pertama bertelur. Itik memiliki umur pertama bertelur yang paling cepat dan produksi telurnya lebih banyak dibandingkan dengan itik-itik yang lainnya, dalam jangka waktu pengamatan yang sama. Hasil penelitian ini sesuai dengan NORTH (1984) yang menyatakan bahwa semakin cepat umur dewasa kelamin, maka semakin banyak jumlah telurnya 211

L.H. PRASETYO dan T. SUSANTI : Persilangan Timbal Balik antara Itik Alabio dan Mojosari : Periode Awal Bertelur dibandingkan dengan itik yang umur dewasa kelaminnya lambat. Pengukuran kualitas telur dalam penelitian ini dilakukan terhadap berat dan warna kuning telur, berat dan tebal kerabang, berat putih telur dan nilai Haugh Unit (HU). Sampel telur yang diambil berasal dari telur pertama. dengan maksud untuk mengetahui kualitas telur itik yang pertama dikeluarkan. Hasil pengukuran tersebut tercantum pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Berat kuning telur (gram) Parameter kualitas telur pertama itik AA, MM, AM, dan AA MM AM 15,97 b 16,65 b 14,74 a 16,58 b Warna kuning 6,09 b 5,61 a 7,31 c 6,21 b telur Berat kerabang 7,04 b 6,52 a 6,63 a 7,01 b basah (gram) Berat kerabang 5,67 b 5,14 a 5,44 b 5,56 b kering (gram) Tebal kerabang 36,33 b 34,74 a 33,94 a 36,47 b (mm) Berat putih telur 40,87 c 38,04 a 38,45 ab 40,34 bc (gram) HU 120,6 b 115,3 a 116,5 ab 116,0 ab Pada semua parameter nilai kualitas telur itik MM adalah yang paling kecil dibandingkan dengan itik genotipa yang lain (P<0,05). Itik AM memiliki nilai kualitas telur yang cenderung hampir sama dengan itik MM, sedangkan itik hampir sama dengan AA pada semua parameter kualitas telur. Hal ini menunjukkan pengaruh induk yang sangat kuat, namun tidak banyak dipengaruhi oleh genotipa yang berbeda. Nilai heterosis umur pertama bertelur, bobot telur pertama bobot itik saat pertama bertelur dan produksi telur untuk masing-masing genotipa tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai heterosis (%) umur pertama bertelur, bobot telur pertama, bobot itik pertama bertelur dan produksi telur persilangan Alabio dan Mojosari Parameter AM Rataan Umur pertama bertelur - 5,45-10,37-7,91 Bobot telur pertama + 1,87 + 2,94 + 2,41 Bobot itik pertama - 1,19 + 2,39 + 0,62 bertelur Produksi telur - 7,49 + 11,69 + 2,10 Tabel 5 memperlihatkan nilai heterosis rataan umur pertama bertelur yang negatif, sedangkan pada parameter yang lain bernilai positif walaupun nilainya agak rendah. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari dapat digunakan untuk meningkatkan bobot telur pertama dan produksi telur. Ditinjau dari nilai rataan heterosis peningkatan produksi telur hasil persilangan itik Alabio dan Mojosari secara statistik sangat nyata (P<0,05), walaupun hasil ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh HETZEL (1983a) dimana heterosis untuk produksi telur mencapai 7,4% (nilai rataan) untuk produksi telur sampai 72 minggu. Namun, jika dilihat nilai heterosis untuk hasil persilangan sendiri, nilainya mencapai 11,69% dan nilai ini menyamai nilai heterosis yang dicapai oleh persilangan itik AlabioxTegal (HETZEL, 1983a), walaupun pengamatan hanya sampai 3 bulan (12 minggu) produksi telur. KESIMPULAN Itik Alabio dapat disilangkan dengan itik Mojosari untuk memperbaiki sifat-sifat produksi telur agar lebih baik daripada itik bangsa tetuanya, terutama pada bobot telur pertama dan produksi telur khususnya untuk persilangan antara itik Mojosari jantan dengan Alabio betina. Terlihat adanya kecenderungan bahwa itik silangan yang berasal dari tetua induk yang lebih unggul dari tetua jantannya, akan mempunyai sifat yang lebih mirip kepada induknya. DAFTAR PUSTAKA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1997. Buku Statistika Peternakan. Jakarta. GUNAWAN, B. 1987. Genetic improvement and breeding programme of Indonesian native ducks. Indonesian Agric. Res. Dev. J. 9 : 41-46. HETZEL, D.J.S. 1983a. The egg production of intensively managed Alabio and Tegal ducks and their reciprocal crosses. World review Anim. Produc. 19 (4): 41-46. HETZEL, D.J.S. 1983b. Growth and carcass characteristics of drakes of the Alabio and Tegal breeds and their reciprocal crosses. Sabrao J. 15(1):77-83. HETZEL, D.J.S. 1986. Duck breeding strategies. The Indonesian example. In : Duck Production Science and World Practice. Farrell, D.Y. and Stapleton, P. (Eds.). Univ. of New England. pp. 204-223. NORTH, M.O. 1984. Commercial Chickens Production Manual. The Avi Publishing Company Inc. Westport, Connective. 11. PRASETYO, L.H. dan T. SUSANTI. 1997. Persilangan Timbal Balik antara itik Tegal dan Mojosari. I. Awal 212

pertumbuhan dan awal bertelur. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 2 (3) : 152-156. PRASETYO, L.H., Y.C. RAHARJO, T. SUSANTI, dan W.K. SEJATI. 1998. Persilangan Timbal Balik antara Itik Tegal dan Mojosari : II. Produksi dan Kualitas Telur. Edisi khusus, Kumpulan hasil-hasil penelitian peternakan APBN t.a. 1996/1997. Balai Penelitian Ternak. Ciawi - Bogor. hal 205-211. SETIOKO, A.R., A. SYAMSUDIN, M. RANGKUTI, H. BUDIN, dan A. GUNAWAN. 1994. Budidaya ternak itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta. SHERIDAN, A.K. 1981. Crossbreeding and Heterosis. Animal Breeding Abstract. 49 (3):131-144. 213