HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR ANAK DAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BATITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGKOAN KABUPATEN MINAHASA Riney Amanda Supit*, Rudolf B. Purba**, Paul A.T Kawatu* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado *Politeknik Kesehatan Negeri Manado ABSTRAK Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, dan sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik. Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Untuk itu pola asuh dapat dipakai sebagai peramal atau faktor resiko terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Gizi kurang yang terjadi pada anak-anak, remaja dan saat kehamilan mempunyai dampak buruk terhadap berat lahir bayi. Beberapa temuan menunjukkan bahwa baik negara berkembang maupun negara maju ada kaitan antara bayi berat lahir rendah dengan penyakit kronis pada masa dewasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir anak dan pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Penelitian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat survei analitik, dengan menggunakan rancangan penelitian case control (kasus kontrol) dengan pendekatan retrospektif. Sampel dalam penelitian ini adalah 96 batita yang terdiri dari 48 batita kelompok kasus dan 48 batita kelompok kontrol. Analisis data dilakukan dengan uji chi square dan fisher s exact test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi anak yang berat badan lahirnya rendah sebanyak 8,3% ada pada kelompok kasus dan sebanyak 4,2% ada pada kelompok kontrol. Praktek perawatan anak yang berkategori kurang sebanyak 2,1% hanya ada pada kelompok kasus, serta praktek pemberian makan anak yang berkategori kurang sebanyak 6,3% pada kelompok kasus dan 8,3% pada kelompok kontrol. Tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir anak dan pola asuh ibu dengan kejadian stunting. Kata kunci: berat badan lahir, pola asuh ibu, stunting, batita ABSTRACT The indicator of TB/U describes the nutrition status on chronic state, which means as the result of the long term conditions of poverty, and incorrect nurture pattern, and the experience on having multiple diseases caused by poor hygiene and sanitation. Child nurturing or interaction between mother and child occurred as the indicator of quality and quantity of the mother s role in nurturing the child. Therefore nurturing pattern can be used as forecasting media for the risk factor of the condition of poor nutrition or growth disturbance on children. Poor nutrition which happen on children, teenager and pregnancy could give bad impact on child birth weight. Some of the findings displayed whether in developing country and developed country there is connections between low birth weight and chronic disease as adults. The purpose of this study is to find out the relation between child birth weight and mother s nurture pattern with the occurrence of stunting on toddler at the working area of Puskesmas Kawangkoan Minahasa District. This study uses analytical survey, by using case control as the research design and retrospective approach. Samples of this study are 96 toddlers in which consist of 48 case group, and 48 control group. This study shows that the 8,3% of case group and 4,2% of control group had low birth weight. Analysis was conducted by chi-square test and fisher s exact test.the percentage of practice of child care in decrease category is 2,1% and its only occur on the case group, the percentage of practice of child feeding in decrease category is 6,3% at the case group and 8,3% at control group. There is no relationship between child birth weight and mother s nurture pattern with the occurrence of stunting. Keywords: birth weight, mother s nurture pattern, stunting, under three years old babies
PENDAHULUAN Status gizi dan kesehatan ibu dan anak sebagai penentu kualitas sumber daya manusia, semakin jelas dengan adanya bukti bahwa status gizi dan kesehatan ibu pada masa pra-hamil, saat kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode yang sangat kritis. Periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Bappenas, 2012). Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa (UNICEF, 2012). Indikator TB/U menggambarkan status gizi yang sifatnya kronis, artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik (Depkes, 2007). Pola pengasuhan secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak. Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Untuk itu pola asuh dapat dipakai sebagai peramal atau faktor resiko terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada anak (Astari, 2005). Di negara-negara berkembang, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih cenderung mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri yang terjadi karena gizi ibu yang buruk dan angka infeksi yang meningkat jika dibandingkan di negara-negara maju (Gibney dkk, 2009). Gizi kurang yang terjadi pada anak-anak, remaja dan saat kehamilan mempunyai dampak buruk terhadap berat lahir bayi. Konsekuensi lahir dengan gizi kurang berlanjut ke tahap dewasa. Beberapa temuan menunjukkan
bahwa baik negara berkembang maupun negara maju ada kaitan antara bayi berat lahir rendah dengan penyakit kronis pada masa dewasa (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007). METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan bersifat survei analitik dengan menggunakan rancangan penelitian case control dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Kabupaten Minahasa, dan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2014. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak batita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan yang berjumlah 93 batita. Sampel dalam penelitian ini adalah 48 batita kelompok kasus, dimana jumlah yang sama pula diberlakukan pada kelompok kontrol dengan perbandingan 1:1. Pengambilan sampel kelompok kontrol disesuaikan dengan karakteristik batita yang ada pada kelompok kasus. Cara penentuan sampel untuk setiap kelurahan dilakukan dengan cara stratified proportional sampling. Sampel yang diambil telah memenuhi kriteria sampel, yaitu: a) kriteria inklusi: anak batita usia 1-3 tahun, tinggal di wilayah kerja puskesmas Kawangkoan dan hadir pada saat pengukuran dilakukan, b) kriteria eksklusi: anak batita yang menderita sakit dalam dua minggu terakhir. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Subjek dalam penelitian ini adalah anak batita yang berada di wilayah kerja puskesmas Kawangkoan yang berjumlah 96 orang yang terdiri dari 48 batita kelompok kasus dan 48 batita kelompok kontrol. Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, umur dan berat badan lahir. Tabel 1. Karakteristik Subjek Kasus Kontrol n % n % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 30 18 62,5 37,5 28 20 58,3 41,7 Umur 12-24 bulan 25-36 bulan 19 29 39,6 60,4 24 24 50,0 50,0 Berat Badan Lahir Rendah Normal 4 44 8,3 91,7 2 46 4,2 95,8 Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah anak batita yang berstatus gizi stunting lebih banyak terdapat pada anak laki-laki yaitu sebanyak 62,5% dan perempuan hanya sebanyak 37,5%. Subjek penelitian terbanyak terdapat pada batita berumur 25 36 bulan dimana pada kelompok kasus sebanyak 29 batita dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita. Sebagian besar batita memiliki berat badan
lahir normal, yaitu pada kelompok kasus sebanyak 44 batita atau 91,7% dan pada kelompok kontrol sebanyak 46 batita atau 95,8%, sedangkan batita yang memiliki berat badan lahir rendah pada kelompok kasus sebanyak 4 batita atau 8,3% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 2 batita atau 4,2%. Tabel 2. Pola Asuh Ibu Kasus Kontrol n % n % Praktek Perawatan Tidak Baik 1 2,1 0 0 Baik 47 97,9 48 100 Praktek Pemberian Makan Tidak Baik 3 6,3 4 8,3 Baik 45 93,8 44 91,7 Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada kelompok kasus sebanyak 47 ibu atau 97,9% praktek dalam merawat anak batitanya adalah baik sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 48 ibu atau 100%, dan sebanyak 1 ibu pada kelompok kasus atau 2,1% praktek merawat anak batitanya adalah tidak baik. Sedangkan untuk praktek pemberian makan pada kelompok kasus sebanyak 45 ibu atau 93,8% praktek memberi makan anaknya adalah baik sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 44 ibu atau 91,7%, dan sebanyak 3 ibu pada kelompok kasus atau 6,3% praktek memberi makan anaknya adalah tidak baik, dan pada kelompok kontrol sebanyak 4 ibu atau 8,3%. Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Kasus Kontrol n % n % ρ Berat Badan Lahir Rendah Normal 4 44 66,7 48,9 2 46 33,3 51,1 0,677 Praktek Perawatan Tidak Baik Baik 1 47 100 49,5 0 48 0 50,5 1,000 Praktek Pemberian Makan Tidak Baik Baik 3 45 6,3 93,8 4 44 8,3 91,7 1,000 Untuk kategori berat badan lahir, hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan dengan nilai ρ = 0,677 dan nilai OR sebesar 2,091 dimana nilai ρ > 0,05. Hal ini disebabkan karena jumlah anak dengan riwayat BBLR sebanyak 6 batita dimana pada kelompok kasus ditemukan lebih yaitu sebanyak 4 batita yang BBLR selain itu riwayat BBLR juga ditemukan pada kelompok kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasikhah dan Margawati (2012) di Kecamatan Semarang Timur dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa berat badan lahir bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting dimana ρ = 1,000. Sebagian besar subyek baik kelompok kasus (93,5%) maupun kelompok kontrol (90,3%) memiliki berat lahir yang normal. Hasil yang diperoleh dari pola pengasuhan ibu terhadap anak batita dalam hal praktek merawat anak dan praktek memberi makan anak diperoleh hasil ρ = 1,000 (ρ > 0,05) untuk praktek merawat anak dan ρ = 1,000 (ρ > 0,05) dengan OR sebesar 1,364 untuk praktek memberi makan anak. Hal ini menunjukkan bahwa pola pengasuhan ibu baik dalam hal praktek merawat anak maupun praktek memberi makan anak tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian stunting pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Senduk (2011) di Kelurahan Singkil, dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna antara praktek merawat anak dengan status gizi. Dengan hasil praktek merawat anak yang baik sebanyak 37 orang (56,9%) sedangkan kurang baik sebanyak 28 orang (43,1%). Dimana sebagian besar berada pada status gizi normal meskipun dalam praktek merawat anak kurang baik. Adapun dalam praktek pemberian makan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hastuningtyas dan Noer (2013) di Kecamatan Semarang Timur diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara praktek pemberian makan anak pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan ρ = 0,414 (ρ > 0,05). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Anak dengan berat badan lahirnya rendah sebesar 8,3% pada kelompok kasus dan sebesar 4,2% pada kelompok kontrol. 2. Praktek perawatan anak yang berkategori tidak baik sebesar 2,1% pada kelompok kasus dan tidak ada pada kelompok kontrol. 3. Praktek pemberian makan anak yang berkategori tidak baik sebesar 6,3% pada kelompok kasus dan 8,3% pada kelompok kontrol. 4. Tidak terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. 5. Tidak terdapat hubungan antara pola asuh perawatan anak dengan kejadian stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. 6. Tidak terdapat hubungan antara pola asuh pemberian makan anak dengan kejadian stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. SARAN 1. Perlu adanya perbaikan gizi dari masa remaja sampai usia dewasa terlebih khusus pada masa ibu dalam mempersiapkan
kehamilan karena sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak nantinya dan mencegah terjadinya masalah gizi kurang khususnya anak pendek (stunting) yang berlangsung secara intergenerasi. 2. Perlu adanya kegiatan seperti penyuluhan oleh petugas kesehatan guna meningkatkan kesadaran ibu agar dapat mengetahui pentingnya pola pengasuhan yang benar. Dalam hal ini menyangkut tentang sikap perawatan anak dan sikap pemberian makan anak. 3. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengetahui lebih mendalam tentang faktor lain yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak batita. DAFTAR PUSTAKA Astari, L.D. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga, Pola Pengasuhan dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan. Media Gizi dan Keluarga, (Online), Vol. 29 (2): 40-46. (repository.ipb.ac.id, diakses Februari 2014). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2012. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada Departemen Kesehatan RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Hestuningtyas T, Noer E. 2014. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu Dalam Pemberian Makan Anak, Dan Asupan Zat Gizi Anak Stunting Usia 1-2 Tahun Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College, (Online), Vol.3 (1): 17-25. (http://ejournalsl.undip.ac.id/index.php/jnc, diakses September 2014). Nasikhah R, Margawati A. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College, (Online), Vol. 1 (1): 715-730. (http://ejournalsl.undip.ac.id/index.php/jnc, diakses Mei 2014). Senduk, P. 2011. Hubungan Pola asuh Dengan Status Gizi Pada Anak Balita Di Kelurahan Singkil. Skripsi.
Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. UNICEF. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu Dan Anak. Jakarta: UNICEF Indonesia.