Jurnal CARE, Vol.1, No. 3,

dokumen-dokumen yang mirip
*Armi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan Keterampilan Mahasiswa untuk Memberikan Edukasi Mengenai Perawatan Metode Kanguru (PMK) Kontinu di Rumah

Jurnal Keperawatan dan Kesehatan, Volume VI, No.3 September 2015

PENGARUH PERAWATAN BAYI LEKAT TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat

BAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran prematur merupakan masalah kesehatan perinatal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

EFEKTIFITAS PENINGKATAN SUHU TUBUH PADA PERAWATAN METODE KANGGURU DENGAN PERAWATAN INKUBATOR DI BLUD RS H. BOEJASIN PELAIHARI TANAH LAUT TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. saat lahir kurang dari gram. Salah satu perawatan BBLR yang

BAB II. Tinjauan Pustaka. manusia melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, melalui panca

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

GAMBARAN PERAWATAN METODE KANGGURU PADA BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI KELURAHAN LILIBA TAHUN Ni Luh Made Diah Putri A.

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan di negara-negara sedang berkembang (Unicef-WHO, 2004). BBLR

PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUANG PERINATOLOGI RSUD DR. RASIDIN PADANG TAHUN

VOLUME 1 NO. 2 (JULI DESEMBER 2016) P-ISSN: E-ISSN:

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK

PENINGKATAN BERAT BADAN PADA BAYI BBLR DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. kematian neonatal yaitu sebesar 47,5%. 1 Penyebab kematian neonatal. matur 2,8%, dan kelainan konginetal sebesar 1,4%.

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh FENNY NIM

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.18 No.1 Tahun 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI. NY. N DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI KAMAR BAYI RESIKO TINGGI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), data statistik. menyatakan bahwa Neonatal Mortality Rate Indonesia pada tahun 2010

I. PENDAHULUAN. asfiksia, hampir 1 juta bayi meninggal (WHO, 2002). Di Indonesia, dari

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny. S DENGAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH ( BBLR ) DI BANGSAL KBRT RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah hingga saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

HUBUNGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016

Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A

PENDAHULUAN BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

HUBUNGAN ANTENATAL CARE DENGAN ANGKA KEJADIAN BBLR DI RSUD SRAGEN TAHUN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian syarat

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN. Berat bayi lahir rendah (BBLR) didefinisikan oleh World Health

PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU TERHADAP PERTUMBUHAN BAYI, PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM MERAWAT BBLR DI RSUD CIBABAT CIMAHI. Siti Dewi Rahmayanti

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i3 ( )

HUBUNGAN PREMATURITAS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. angka mortalitas tertinggi di negara-negara yang sedang berkembang.

METODE PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA PADA BAYI DI RUANG BAYI RSUD. ULIN BANJARMASIN

PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURUU DENGAN KESTABILAN TANDA VITAL PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT AN NISA TANGERANG 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. setelah pulang dari perawatan saat lahir oleh American Academy of Pediatrics

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

ANALISA FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSUD WATES

PENGARUH PENERAPAN METODE KANGURU DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR) DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

93 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

Susi Widiawati Dosen STIKES Harapan Ibu Jambi ABSTRAKS

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

TERAPI PIJAT OKSITOSIN MENINGKATKAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM. Sarwinanti STIKES Aisyiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN : HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD R.A KARTINI JEPARA INTISARI

Hubungan Antara Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di RS Pendidikan Panembahan Senopati Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (WHO, 2011). Angka kematian neonatal sejak lahir sampai usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Pengaruh Keikutsertaan Suami Dalam Kangaroo Mother Care Terhadap Perubahan Berat Pada Bayi Berat Lahir Rendah

GAMBARAN CARA PERAWATAN TALI PUSAT DAN LAMA WAKTU PELEPASAN TALI PUSAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN BAKI SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENELITIAN INDEKS MASA TUBUH (IMT) PADA KEJADIAN BBLR DI RSUD PRINGSEWU LAMPUNG. Yusari Asih*

BAB I PENDAHULUAN. minggu atau berat badan lahir antara gram. Kejadiannya masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD. PROF. DR. HI. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO TAHUN Tri Rahyani Turede NIM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit

KELANGSUNGAN HIDUP BAYI PADA PERIODE NEONATAL BERDASARKAN KUNJUNGAN ANC DAN PERAWATAN POSTNATAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Data. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

Meningkatkan Kinerja Bidan dalam Upaya Menurunkan Angka Kejadian Partus Lama di RSUD Rokan Hulu. Andriana* Syafneli**

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI BARU LAHIR RENDAH DI RSUD AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Di Amerika Serikat, frekuensi Perdarahan Defisiensi Vitamin K (PDVK)

Rendah. Veronica Magdalena Pinontoan 1, Sandra G.J Tombokan 2, 1. RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou Manado 2,3, Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam

Nora Fitri 1, Ruri Yuni Astari 2

Transkripsi:

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 18 PENGARUH PERAWATAN METODE KANGURU TERHADAP KENAIKAN BERAT BADAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH ((BBLR) DI RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON PERIODE APRIL- MEI TAHUN 2013 Neli Nurlina 1) Euis Rismawati 2) Rinela Padmawati 3) 1,2,3) Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, Program Studi Kebidanan Cirebon e-mail: Nurlina_neli@yahoo.com ABSTRAK Menurut Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus di Indonesia yang disebabkan oleh BBLR sebesar 38,85% (Depkes RI, 2008). Metode Kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi BBLR dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga memberi peluang BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata (mean) berat badan lahir dan rerata hari ke-10 serta pengaruh PMK Intermitten terhadap kenaikan berat badan BBLR. Metode yang digunakan adalah analitik dengan menggunakan Quasi-Eksperiment dengan rancangan Desain Sebelum dan Sesudah Satu Kelompok (One Group Before and After Design) dengan Dependen T-Test sebagai uji korelasinya. Penelitian ini dilakukan di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dari bulan April-Mei 2013. Penelitian dilakukan selama 10 hari, tiga hari di RS dan sisanya di rumah. Teknik sampel menggunakan purposive sampling yang berjumlah 35 responden. Data yang diambil adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai mean berat badan lahir adalah 2158,29 dan hari ke-10 2380,00 gram. Nilai beda mean -221,714 (rerata kenaikan BB bayi adalah 221,714 gram) dengan nilai P-value (0,000) dan kenaikan berat badan per hari adalah 32,38 gram per hari. Kesimpulan dari penelitian ini adalah PMK Intermitten memiliki pengaruh terhadap kenaikan berat badan bayi BBLR. Disarankan bagi RS/Klinik agar mempunyai program dan sarana yang menunjang untuk program PMK. Bagi tenaga kesehatan dapat meng-edukasi program PMK kepada keluarga yang memiliki bayi BBLR. Kata Kunci : PMK Intermitten, Kenaikan Berat Badan, BBLR ABSTRACT According to the National Economic Survey (Survei Ekonomi Nasional/SUSENAS) in 2005, the neonatal mortality in Indonesia caused by LBW was 38.85% (MOH, 2008). Kangaroo method is able to meet the basic needs of LBW by providing a situation and a condition similar to the womb so it gives opportunities for LBW babies to adapt well outside their mother s womb. This study aimed to determine the mean of birth weight and the mean of weight on day 10 as well as the influence of intermittent Kangaroo care to the weight gain of LBW. The method used analytical using Quasi-experiment with One Group Before and After Design with Dependent T- Test as its correlation test. This study was conducted at Gunung Jati Local Hospital of Cirebon from April to May 2013. This study was conducted for 10 days, three days in the hospital and the

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 19 rest was at home. The sampling technique used purposive Sampling amounting to 35 respondents. The data taken was the primary data collected directly from the site of the study. The results showed that the mean of birth weight was 2158.29 gram and the weight on day 10 was 2380.00 grams. The mean difference value was -221.714 (the mean of the weight gain in BW babies was 221.714 grams) with a P-value of 0.000 and the weight gain per day was 32.38 grams. The conclusion of this study is that intermittent Kangaroo care had an influence on the increased weight of LBW babies. It is suggested for hospital /clinic to have programs and facilities that support the Kangaroo care program. Health personnel can educate Kangaroo care programs to families who have a low birth weight baby. Keywords: intermittent Kangaroo care, weight gain, LBW PENDAHULUAN Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (WHO, 2003). Kelahiran BBLR sebagian disebabkan oleh lahir sebelum waktunya (prematur), dan sebagian oleh karena mengalami gangguan pertumbuhan selama masih dalam kandungan yang disebut PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat). Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup, dan 98% kematian tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world s mother 2007 (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh BBLR. Di Indonesia, menurut Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85% (Depkes RI, 2008). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam 1 tahun, sekitar 89.000 bayi usia 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 (satu) neonatus meninggal. Penyebab utama kematian neonatal adalah BBLR sebanyak 29%. Di negara berkembang, kelahiran BBLR masih cukup tinggi. Di Asia Selatan menurut insidensi BBLR berkisar 22%. Demikian halnya di Indonesia, insidensi BBLR di Rumah Sakit berkisar 20%. Di pusat rujukan regional Jawa Barat setiap tahunnya antara 20-25% kelahiran BBLR, sedangkan di daerah pedesaan/rural 10,5%. Di daerah rural sebagian besar BBLR meninggal dalam masa neonatal. Sementara di level II di tingkat kabupaten di Jawa Barat sebagian besar Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat lahir < 1500 gram, meninggal pada masa neonatal (Depkes RI, 2006). Di negara negara berkembang termasuk Indonesia morbiditas dan mortalitas BBLR masih tinggi. Di Sub bagian Perinatologi IKA FKUI/RSCM selama tahun 1998 didapatkan angka kematian neonatal dini pada kelompok bayi dengan berat lahir < 1000 gram, 1000-1499 gram, dan 1500-2499 gram masing-masing sebesar 75%, 41,9% dan 6,6%. Selain kondisi yang buruk pada saat dilahirkan, kematian neonatal sering disebabkan oleh cara penanganan kasus yang tidak tepat (Perinasia, 2003). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (berat lahir sampai dengan 2499 gram), tanpa memperhatikan usia kehamilan. BBLR adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita energi kronis dan akan

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 20 mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2008). Di negara industri maju, kontribusi utama untuk bayi dengan BBLR adalah kelahiran prematur. Rasionya telah menurun karena kondisi sosioekonomik, gaya hidup, dan gizi yang lebih baik. Adanya tenaga kesehatan yang ahli dan terampil dan didukung oleh tersedianya peralatan yang canggih memungkinkan kehamilan berlangsung secara aman dan sehat (Perinasia, 2003). Di negara yang sedang berkembang, sebagian besar BBLR disebabkan oleh gangguan pada pertumbuhan intrauterine (IUGR). Adanya intervensi diharapkan akan menurunkan angka kejadian BBLR meskipun secara perlahan. Akan tetapi karena faktor penyebabnya sangat beraneka ragam dan masih banyak yang belum diketahui, intervensi yang efektif masih sangat terbatas. Perawatan bayi prematur/bblr di negara berkembang menjadi sangat sulit karena terbatasnya alat (dengan teknologi modern) dan tenaga yang terampil yang mampu mengoperasionalkan peralatan. Sebagai contoh, inkubator, meskipun tersedia seringkali jumlahnya tak memadai. Perawatannya tidak dilakukan secara benar, misalnya bagaimana cara membersihkan yang benar. Belum lagi tidak tersedianya suku cadang bila terjadi kerusakan, tenaga yang harus memperbaiki juga terkadang ada terkadang tidak. Hal ini menyebabkan peralatan tidak dapat berfungsi sebagaimana layaknya. Di samping itu, masalah yang paling mendasar untuk menyiapkan semua peralatan adalah terbatasnya dana, baik untuk membeli ataupun memelihara (Perinasia, 2003, Depkes RI, 2009). Kondisi tersebut menyebabkan morbiditas dan mortalitas prematur/bblr di negara berkembang sangat tinggi bukan saja karena kondisi prematuritasnya, tetapi juga diperberat oleh hipotermia dan infeksi nosokomial. Dengan menggunakan inkubator bayi dipisahkan dari ibunya, hal ini akan menghalangi kontak kulit langsung antara ibu dan bayi yang sangat diperlukan bagi tumbuh kembang bayi. Sayangnya, tidak ada solusi sederhana untuk masalah ini, karena kesehatan bayi berhubungan erat dengan kesehatan dan perawatan ibu selama masa kehamilan dan pada saat persalinan (Perinasia, 2003). Bagi bayi prematur yang kecil, perawatan kesehatan secara terus menerus merupakan sesuatu yang amat penting. Perawatan dengan Metode Kanguru merupakan cara efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan, dan kasih sayang (Perinasia, 2003, Depkes RI, 2009). Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah perawatan bayi baru lahir dengan melekatkan bayi di dada ibu (kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat. Perawatan metode ini sangat menguntungkan terutama untuk bayi berat lahir rendah. PMK ini memiliki banyak keuntungan yang diantaranya adalah berat badan bayi cepat naik, mempercepat pengeluaran air susu ibu dan meningkatkan keberhasilan menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, suhu tubuh bayi tetap normal, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator dan efisiensi tenaga kesehatan (Proverawati and Ismawati, 2010).

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 21 PMK ini memiliki dua metode, yaitu intermitten dan kontinu. Intermitten dilakukan dengan jangka waktu yang pendek (perlekatan minimal 1 jam perhari) dilakukan saat ibu berkunjung. PMK ini diperuntukkan bagi bayi dalam proses penyembuhan yang masih memerlukan pengobatan medis (infus, oksigen). Untuk PMK kontinu dengan jangka waktu yang lebih lama daripada PMK intermitten. Metode ini perawatan bayi dilakukan selama 24 jam sehari (Proverawati and Ismawati, 2010, Depkes RI, 2009). Metode ini dihentikan penggunaannya apabila bayi sudah tidak menghendaki lagi biasanya pada saat umur kehamilannya sekitar 37 minggu atau berat badannya 2500 gram. Pada usia tersebut bayi mulai gelisah, rewel kalau diletakkan pada posisi kanguru (Perinasia, 2003). Semua negara berkembang sangat dianjurkan mengadopsi metode ini, mengingat terbatasnya fasilitas pelayanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan. Tentu saja pelaksanaannya disupervisi oleh tenaga kesehatan. Melalui bantuan Unicef, cara perawatan ini dikenalkan ke pelbagai negara berkembang. Bahkan, negara maju termasuk Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Swedia, dan Belanda menggunakan metode ini sebagai alternatif penggunaan inkubator dan humanisasi proses persalinan dalam konteks prematuritas (Perinasia, 2003, Depkes RI, 2009). Di Indonesia, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Depkes dan Kesos) telah mengembangkan kebijakan Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Metode kanguru digunakan sebagai salah satu cara pencegahan hipotermia dalam Perawatan Neonatal Dasar. Saat ini juga telah tersedia video dan peraga lembar balik metode kanguru untuk keperluan sosialisasi kepada tenaga kesehatan, terutama bidan di desa serta masyarakat (Perinasia, 2003). PMK akan meningkatkan angka kelangsungan hidup pada BBLR dan bayi prematur serta menurunkan risiko infeksi nosokomial, penyakit berat dan penyakit saluran pernapasan bawah. PMK juga meningkatkan aktivitas menyusui dan meningkatkan kepercayaan serta kepuasan ibu (Charpak et al., 1997). Sebuah studi penerapan Metode Kanguru di rumah sakit yang tidak memiliki inkubator dan peralatan lain untuk perawatan BBLR di lakukan di Manama Mission Hospital, Zimbabwe. Hasilnya menunjukkan, terjadi peningkatan survival bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram dari 10% menjadi 50% dan bayi berat lahir 1.500-1.999 gram meningkat dari 70% menjadi 90%. Studi multisenter oleh WHO Collaborating Center for Perinatal Care dilakukan selama setahun pada rumah sakit di Addis Ababa (Ethiopia), Yogyakarta (Indonesia), dan Merida (Meksiko). Tujuannya, menilai kelayakan, penerimaan, efektivitas, dan biaya metode kanguru dibandingkan cara konvensional (ruang hangat dan inkubator). Hasilnya, kejadian hipotermia pada metode kanguru secara signifikan lebih rendah dibandingkan cara konvensional. Kelompok bayi yang dirawat dengan metode kanguru juga mendapat ASI lebih baik, pertambahan berat badan lebih baik, dan lama perawatan di rumah sakit lebih pendek. Metode kanguru terbukti lebih hemat dari segi perawatan alat dibanding cara konvensional. Baik ibu maupun petugas kesehatan lebih menyukai Metode Kanguru, karena lebih menyenangkan dan aman (Charpak et al., 1997). Di Cirebon sendiri pada tahun 2011 jumlah kematian bayi yang terlapor di puskesmas sebanyak 222 dari 43.831 kelahiran hidup (5,06per 1000 KH) dengan rincian penyebab kematian yaitu

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 22 bayi BBLR 80%, asfiksia 62%, kelainan kongenital 17%, tetanus neonatorum 1% dan penyebab lain 62% (Dinkes Kabupaten Cirebon, 2011) Di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon periode tahun 2012 terdapat 337 BBLR dari 1241 bayi yang berada di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon (RSU Gunung Jati, 2012). Di Rumah Sakit yang merupakan pusat rujukan sewilayah 3 Cirebon ini sudah menerapkan program PMK. Hanya saja PMK tidak bisa berjalan dengan baik. Banyak kendala yang dialami diantaranya adalah tidak cukup tersedianya tenaga yang telaten dan terampil untuk melaksanakan program PMK, waktu kunjungan yang terbatas, terpisahnya ruangan ibu dan bayi, dan tingkat pengetahuan yang kurang. METODE Desain dalam penelitian ini yaitu menggunakan Quasi-Eksperiment dengan rancangan Desain Sebelum dan Sesudah Satu Kelompok (One Group Before and After Design). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi BBLR di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon untuk dilakukan perawatan metode kanguru pada periode April Mei 2013. Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan kriteria inklusi kondisi psikologis ibu post partum dan keluarganya yang baik, ibu dan keluarga setuju menjadi responden serta ibu dan keluarga berdomisili di wilayah Kota Cirebon. Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah kondisi bayi tidak stabil seperti harus menggunakan alat bantu bernapas (oksigen), bayi memiliki penyakit jantung dan lain-lain. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut didapatkan sampel sebanyak 35 bayi BBLR. Bayi tersebut dilakukan penimbangan berat badan kemudian dilakukan intervensi PMK Intermitten selama 10 hari (tiga hari dilakukan di Rumah Sakit dan sisanya di rumah) kemudian dilakukan penimbangan kembali setelah dilakukan PMK Intermitten. Alat pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan lembar observasi. lembar observasi ini akan memuat mengenai pemantauan berat badan bayi dari hari pertama sampai hari ke-10. Pengamatan variabel dilakukan dengan cara mempraktekan secara langsung kepada ibu ataupun keluarga untuk melakukan metode kanguru. Apabila ibu dan bayi pulang sebelum hari ke-10 dalam pengamatan, maka dilakukan kunjungan rumah agar ibu atau keluarga tetap melakukan PMK sampai waktu yang telah ditetapkan dalam penelitian. penimbangan berat badan pada bayi sebelum dilakukan PMK Intermitten kemudian diberikan perlakuan perawatan metode kanguru secara langsung (2 jam) terhadap bayi BBLR. PMK dilakukan oleh ibu atau keluarga di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon dan dilanjutkan di rumah apabila ibu dan bayi sudah pulang sebelum waktu penelitian. Pengamatan dilakukan secara langsung oleh peneliti baik di Rumah Sakit atau di rumah responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dari 35 responden didapatkan rerata dari berat badan lahir adalah 2158,29 gram dan berat badan hari ke-10 adalah 2380,00 gram. Untuk nilai minimum dan maksimum berat badan lahir adalah 1400 gram dan 2400 gram dan hari ke- 10 1500 gram dan 2850 gram.

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 23 2500 2400 2300 2200 2100 2000 1900 Kenaikan BB Grafik 1. Kenaikan Berat Badan Bayi BBLR setelah Dilakukan PMK Intermiten Berdasarkan grafik 1, didapatkan bahwa selama 10 hari diberikan intervensi PMK intermitten, rerata BB bayi mengalami tren naik disetiap harinya dan rerata kenaikan berat badan bayi BBLR adalah 32,38 gram per hari. Berdasarkan penelitian nilai beda mean dari berat badan lahir-berat badan 10 adalah -221,714. Hal ini menunjukkan bahwa dari rerata berat badan lahir sampai dengan berat badan hari ke-10 mengalami kenaikan sebesar 221,714 gram. Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,05 (0,000). Nilai tersebut memiliki arti bahwa PMK Intermitten mempunyai pengaruh terhadap kenaikan berat badan bayi. Penelitian ini salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh PMK Intermitten terhadap kenaikan BB bayi BBLR. Penelitian ini dilakukan selama 10 hari. Tiga hari di Rumah Sakit dan sisanya di rumah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa rerata berat badan lahir 2158,29 gram dan berat badan hari ke-10 2380,00 gram. Berdasarkan grafik 1 menunjukkan bahwa berat badan bayi selama 10 hari tren-nya adalah naik dan rerata berat badan per hari adalah 32,38 gram. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian lain yang menunjukkan bahwa bayi yang dilakukan PMK reratanya lebih tinggi daripada yang tidak PMK yaitu rerata kenaikan BB perharinya 21,3 gram sedangkan yang tidak dilakukan PMK 17,7 gram (Cattaneo A et al., 1998). Penelitian yang lain menyebutkan bahwa bayi yang dirawat dengan PMK rerata kenaikan berat badannya lebih baik daripada yang menggunakan metode konvensional. Rerata kenaikan berat badan per harinya adalah 23,99 gram sedangkan metode konvensional 15,58 gram (Rao et al., 2008). Menurut penelitian yang dilakukan di Nepal rerata kenaikan berat badan mengalami kenaikan 30 gram per hari dan lama tinggal di RS reratanya adalah 9 hari (Subedi K et al., 2009). Bayi pada kelompok PMK kenaikan berat badan pada minggu pertama kehidupan lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol bayi yang tidak diberi PMK. Rerata berat bandanyna adalah 15,9 gram per hari sedangkan yang tidak diberi PMK 10,6 gram per hari (Ramanathan K et al., 2001). Biasanya sepuluh hari setelah lahir, berat badan akan mengalami penurunan yang sifatnya normal, yaitu sekitar 10% dari berat badan lahir. Hal ini disebabkan karena keluarnya mekonium dan air seni yang belum diimbangi asupan yang mencukupi, misalnya produksi ASI yang belum lancar. Umumnya berat badan akan kembali mencapai berat lahir setelah hari kesepuluh (Nursalam et al., 2008, Depkes RI, 2009)

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 24 Penurunan berat badan tersebut terjadi karena sejak dalam kandungan, ibu dan bayi mempunyai kemampuan untuk bekerjasama dalam menghadapi perkembangan kognitif, sosial dan emosional. Namun pada saat terlahir terjadi pemisahan antara ibu dan bayi. Respon umum terhadap pemisahan adalah protes yang ditunjukkan bayi dengan cara aktivitas yang berlebihan seperti menangis terus-menerus dan terjadi respon putus asa karena pemisahan berlanjut yang pada akhirnya keinginan hidup akan melemah (stres). Apabila hal ini terjadi pada bayi BBLR maka berat badan bayi akan semakin berkurang dan akan menambah masalah yang dialami oleh bayi BBLR seperti hipotermia, rendahnya daya tahan terhadap infeksi dan enterokolitis nekrotikans (Perinasia, 2003). Hal terebut dapat diminimalisir dengan adanya program PMK. PMK terjadi skin to skin contact antara ibu dan bayi. Hal ini membuat suasana di luar uterus menyerupai suasana di dalam uterus yang hangat. Bayi tetap merasakan kehangatan bersama dipelukan ibu ataupun ayah dengan anggota keluarga yang lain. Energi yang tadinya dibutuhkan untuk tenaga menangis terus-menerus dan bertahan diri dari stres diubah menjadi energi untuk meningkatkan berat badan (Perinasia, 2003, Depkes RI, 2009). bayi BBLR akan kehilangan kesempatan untuk mempersiapkan diri hidup di luar uterus dan berkurangnya kemampuan untuk beradaptasi. Agar mendapat peluang beradaptasi maka harus diberikan lingkungan dan kebutuhan yang sama dengan keadaan di dalam uterus, seperi kebutuhan lingkungan fisik yang sesuai dengan pengaturan suhu, kelembaban udara dan kebersihan lingkungan. Kebutuhan akan perfusi dan oksigenasi jaringan yang baik agar fungsi metabolisme dan elekrolit dapat berlangsung adekuat. Kebutuhan nutrisi yang sesuai dan adekuat akan menjamin tumbuh kembang optimal. Kebutuhan emosional dan sosial akan menunjang tumbuh kembang bayi dengan baik dan semua bisa bayi dapatkan dengan dilakukannya PMK (Suradi and Yanuarso, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang didukung dengan penelitian-penelitian yang lain maka peneliti berpendapat bahwa PMK dapat menaikkan rerata berat badan bayi. Hal ini terjadi karena PMK membuat suasana di luar uterus menyerupai seperti di dalam uterus sehingga bayi BBLR dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan luar dan semua kebutuhannya dapat terpenuhi. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram (berat lahir sampai dengan 2499 gram), tanpa memperhatikan usia kehamilan (Perinasia, 2003). Biasanya untuk bayi BBLR ini dirawat dengan menggunakan inkubator. Penggunaan inkubator untuk merawat bayi BBLR ini memerlukan biaya yang tinggi. Akibat terbatasnya fasilitas inkubator, tidak jarang satu inkubator ditempai lebih dari satu bayi. Hal tersebut meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit (Suradi and Yanuarso, 2009). Metode Kanguru mampu memenuhi kebutuhan asasi BBLR dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga memberi peluang BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia luar. Metode Kanguru dapat meningkatkan hubungan emosi ibu-bayi, menstabilkan suhu, laju denyut jantung dan pernapasan bayi, meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik, mengurangi stres pada ibu dan bayi, mengurangi lama menangis pada bayi, memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi, meningkatkan produksi ASI,

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 25 menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial, dan mempersingkat masa rawat di Rumah Sakit (Suradi and Yanuarso, 2009). Hasil uji statistik pada penelitian didapatkan bahwa beda mean berat badan lahir-berat badan ke-10 adalah - 221,714. Hal ini menunjukkan bahwa berat badan lahir dengan bera badan hari ke-10 mengalami kenaikan sebesar 221,714 gram. P-value (0,000), 95% CI: - 312,026-131,402. Nilai tersebut menunjukkan P-value α (0,050), sehingga H a diterima, yaitu terdapat pengaruh PMK Intermitten terhadap kenaikan berat badan bayi. Ini bisa diartikan bahwa hipotesis kerja peneliti terbukti yaitu intervensi pemberian perawatan metode kanguru Intermitten mempunyai pengaruh terhadap kenaikan berat badan bayi BBLR. Pertumbuhan berat badan dapat meningkat selama perawatan dengan metode kanguru. Hal ini terjadi karena bayi dalam keadaaan rileks, beristirahat dengan posisi yang menyenangkan, mirip dengan posisi dalam rahim, sehingga kegelisahan bayi berkurang dan tidur lebih lama. Keadaan demikian menyebabkan konsumsi oksigen dan kalori berada pada tingkat paling rendah, sehingga kalori yang ada digunakan untuk menaikkan berat badan. Selain itu peningkatan berat badan juga disebabkan oleh produksi ASI yang meningkat dan frekuensi menyusu yang lebih sering (Perinasia, 2003). Penelitian mengenai Metode Kanguru Intermitten ini didukung pula oleh penelitian lain dengan hasil yang menunjukkan bahwa rerata kenaikan berat badan bayi BBLR yang dirawat selama 6 hari dengan metode kanguru intermitten lebih besar dibandingkan dengan yang tidak diberikan intervensi. Perbedaannya sebesar 15,52 gram (Pvalue=0,00, 95% CI=1,14-3,94) (Saifoeddin, 2010). Manfaat kontak kulit bayi ke ibu (skin to skin contact) adalah bayi lebih sering minum ASI dan lama menetek lebih panjang. Selain itu, pemakaian kalori lebih sedikit, kenaikan berat badan lebih baik, waktu tidur bayi lebih lama, hubungan lekat bayi-ibu lebih baik serta berkurangnya kejadian infeksi. Berdasarkan penelitian tersebut, PMK yang dilakukan selama 6 hari secara statistik sudah menunjukkan pengaruh terhadap kenaikan BB bayi, apalagi jika dilakukan lebih dari 6 hari (Saifoeddin, 2010). Penelitian lain yang dilakukan dengan responden 28 bayi menunjukkan bahwa bayi dalam kelompok PMK memiliki berat badan yang lebih baik setelah minggu pertama kehidupan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan inkubator yaitu (15,9 ± 4,5 gram / hari vs 10,6 ± 4,5 gram / hari pada masingmasing kelompok PMK dengan nilai p <0,05) (Ramanathan K et al., 2001). Hasil penelitian yang lain juga menunjukkan bahwa dengan PMK rerata kenaikan berat badan bayi lebih baik dibandingkan dengan yang konvensional. Rerata kenaikan BB per harinya adalah 23,99 gram dan 15,58 gram dengan nilai p-value < 0,001). Bayi dengan PMK dapat meningkatkan pertumbuhan dan menurunkan angka kematian BBLR. PMK juga mudah dilakukan, diterima oleh ibu dan dapat dilakukan di rumah (Rao et al., 2008). Berdasarkan kesesuaian antara teori dengan hasil penelitian tersebut maka peneliti berpendapat bahwa PMK Intermitten memiliki pengaruh terhadap kenaikan BB bayi BBLR. Banyak hal yang bisa mempengaruhi kenaikan BB bayi BBLR seperti asupan nutrisi, pengeluaran bayi terhadap mekonium atau pun urin, tingkat kestresan ibu dan bayi serta lamanya waktu PMK. Perlu digaris bawahi bahwa dengan pemberian PMK Intermitten mampu

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 26 memenuhi kebutuhan asasi BBLR dengan menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga memberi peluang BBLR unuk beradaptasi dengan baik di dunia luar. Diharapkan dengan penerapan program PMK akan terjadi peningkatan derajat kesehatan bayi, serta tercapainya tujuan millennium yang ke-4, yaitu menurunkan angka kematian bayi dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai 2/3 risiko jumlah kematian bayi. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan Mei tahun 2013 dengan judul Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Berat badan Lahir Rendah di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon Periode April-Mei Tahun 2013 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rerata berat badan bayi sebelum dilakukan PMK Intermitten adalah 2158,2857 gram. 2. Rerata berat badan bayi setelah dilakukan PMK Intermitten mengalami kenaikan dibandingkan sebelum PMK Intermitten. 3. Rerata kenaikan berat badan bayi setelah dilakukan PMK Intermitten adalah 32,38 gram. 4. Terdapat pengaruh PMK Intermitten terhadap kenaikan berat badan bayi BBLR. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka disarankan bagi Rumah Sakit/Klinik yang sudah menerapkan program PMK dapat meningkatkan sarana dan prasarana agar program PMK dapat berjalan dengan lebih baik. Untuk Rumah Sakit/Klinik yang belum memiliki program PMK diharapkan agar segera membentuk program PMK di Ruang Perinatologi agar dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi khususnya karena BBLR. Diharapkan dengan adanya PMK ini dapat mengefisiensi anggaran seperti pengurangan fasilitas (listrik, inkubator, alat canggih lain). Bagi tenaga kesehatan khususnya yang berada di Ruang Perinatologi harus lebih meningkatkan program follow-up pasien-pasien yang sudah pulang secara berkala tidak hanya pada satu hari setelah pulang. Follow-up bisa dilakukan pada hari ke-2, 6, 2 minggu dan 4 minggu sehingga bayi dan ibu tetap terpantau. Bagi Bidan diharapkan dapat menerapkan program PMK di sekitar wilayah kerjanya, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka rujukan bayi yang disebabkan karena BBLR. Bidan juga diharapkan dapat memberikan dukungan kepada ibu yang memiliki bayi BBLR agar tumbuh kepercayaan diri ibu untuk mau dan mampu menerapkan PMK dalam merawat bayinya. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Cattaneo A, Davanzo R, Worku B, Surjono A, Echeverria M, Bedri A, Haksari E, Osorno L, Gudetta B, Setyowireni D, Quintero S & G., T. (1998) Kangaroo mother care for low birthweight infants: a randomized controlled trial in different settings. Acta Paediatr, 87(9): 976-85. Charpak, N., Ruiz-Peláez, J. G., De C, Z. F. & Charpak, Y. (1997) Kangaroo Mother Versus Traditional Care for Newborn Infants <2000 Grams: A

Jurnal CARE, Vol.1, No. 3, 2013 27 Randomized, Controlled Trial. Pediatrics, 100(4): 682. Depkes RI (2006) Manajeman Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Untuk Bidan Desa. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. (2008) Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Dengan Metode Kanguru. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. (2009) Pedoman Kesehatan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Perawatan Metode Kanguru Di Rumah Sakit dan Jejaringnya, Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI. Dinkes Kabupaten Cirebon (2011) Profil Kesehatan Kab. Cirebon. Cirebon. Nursalam, Susilaningrum, R. & Utami, S. (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan), Jakarta Salemba Medika. Perinasia (2003) Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah. Jakarta Perkumpulan Perinatologi Indonesia. Proverawati, A. & Ismawati, C. (2010) Berat Badan Lahir Rendah, Yogyakarta: Nuha Medika. Ramanathan K, Paul V.K, Deorari A.K, Taneja U & G., G. (2001) Kangaroo Mother Care in very low birth weight infants. Indian J Pediatr, 68(11): 1019-23. Rao, S. P. N., Udani, R. & Nanavati, R. (2008) Kangaroo Mother Care for Low Birth Weight Infants: A Randomized Controlled Trial. Indian Pediatrics, 4517-21. RSU Gunung Jati (2012) Register bayi Ruang Perinatologi RSUD Gunung Jati Kota Cirebon. Cirebon. Saifoeddin, S. R. (2010) Perawatan metode kanguru pada bayi berat lahir rendah di Rumah Sakit Umum Kabupaten Manokwari tahun 2009. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Subedi K, Aryal D.R & Gurubacharya S.M (2009) Kangaroo Mother Care for Low Birth Weight Babies: A prospective Observational Study. J. Nepal Paediatr. Soc, 29(1): 6-9. Suradi, R. & Yanuarso, P. B. (2009) Metode Kanguru Sebagai Pengganti Inkubator Untuk Bayi Berat Lahir Rendah. Sari Pediatri, 2(1): 29-35. WHO (2003) Kangaroo mother care: a practical guide. 1st ed. Geneva: Department of Reproductive Health and Research WHO.