BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG

Tahap penyusunan agenda Tahap formulasi kebijakan Tahap adopsi kebijakan Tahap implementasi kebijakan Tahap evaluasi kebijakan

UTAMI DEWI IAN UNY 2013 Week 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Salah satu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan publik (Public Service) merupakan segala macam kegiatan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

2012, No Mengingat Peraturan Pemerintah tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja As

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Trans Jogja, Sarana Transportasi Umum untuk Mengurangi Kepadatan Lalu Lintas Oleh: Diena Al Haq Abstrak Transportasi umum merupakan hal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2012 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2017, No Republik Indonesia Nomor 5229); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lntas dan Angkutan Jalan (Lembaran N

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN KABUPATEN BELITUNG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. yang optimal dalam Implementasi Bus Rapid Transit Sebagai Transportasi Publik

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEfiNISI KEBIJAKAN PUBLIK

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN DASAR SD UNGGULAN MUHAMMADIYAH KRETEK KABUPATEN BANTUL TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 76 TAHUN 2012

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut. Impelementasi juga

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LOMBA TERTIB LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN DI KOTA BANJAR

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

-2- Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

perbaikan hidup berkeadilan sosial.

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercermin semakin meningkatnya kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2017

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. mengakibatkan muculnya berbagai permasalahan-permasalahan kependudukan yang

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

BAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II KAJIAN TEORI. definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Standar pelayanan minimal SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat strategis bagi pemerintah (daerah) maupun bagi masyarakat (konsumen), adapun nilai strategis itu adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah daerah Standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai tolak ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan. 2. Bagi masyarakat Standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai acuan mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan public yang disediakan oleh pemerintah (daerah). Manfaat standar pelayanan bagi masyarakat adalah agar warga masyarakat di daerah memiliki jaminan untuk memperoleh pelayanan yang dapat memenuhi 10

11 kebutuhan minimalnya maka pemerintah pusat perlu membuat kebijakan dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi oleh daerah. Melalui SPM pemerintah dapat menjamin warga dimanapun mereka bertempat tinggal untuk memperoleh jenis dan mutu pelayanan yang minimal sama seperti yang dirumuskan dalam standar pelayanan minimal (SPM). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 65 Tahun 2005, Standar pelayanan mengatur aspek input (masukan), process (proses), output (hasil) dan/atau manfaat. Input penting untuk distandarisasi karena kuantitas dan kualitas dari input pelayanan berbeda-beda antar daerah. Hal ini sering menyebabkan ketimpangan antar daerah. Standar proses pelayanan juga penting untuk diatur. Standar proses dirumuskan untuk menjamin pelayanan publik di daerah memenuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan, prinsip-prinsip penyelenggaraan layanan meliputi transparan, non-partisipan, efisien dan akuntabel. Standar output pelayanan sangat penting diatur. Standar output dapat digunakan untuk menilai apakah sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan atau belum. Penentuan standar output harus memperhatikan tujuan dan nilai yang ingin diwujudkan dalam penyelenggaraan layanan dan juga kapasitas yang dimiliki setiap daerah.

12 Berdasarkani uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Standar Pelayanan Minimal adalah patokan pelayanan secara minimal yang dapat digunakan sebagai acuan dan harus dipenuhi oleh penyelenggara baik aspek input, process dan output. 3.2 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor 10 tahun 2012 yaitu tentang tandar pelayanan minimal angkutan massal berbasis jalan merupakan persyaratan penyelenggaraan angkutan massal yang berbasis jalan dengan mutu pelayanan yang menjadi hak dari pengguna atau masyarakat sebagai objek pelayanan. Dalam Peraturan Menteri perhubungan tentang standar pelayanan minimal angkutan massal berbasis jalan, ini merupakan suatu system angkutan umum (massal) yang menggunakan bus lajur khusus, sehingga tidak di gunakan oleh kendaraan lain seperti mobil, motor, agar pelayanan yang diberikan oleh angkutan umum (massal) tersebut lebih baik dengan kapasitas angkut yang lebih banyak. Penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan adalah badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah dan atau merupakan badan hukum lain yang dengan ketentuan peraturan perundang-undanganan yang berlaku. Kawasan perkotaan adalah merupakan kawasan yang memimiliki fungsi dan kegiatan utamanya adalah pusat kegiatan perekonomian dan pemerintahan dan bukan kawasan pertanian.

13 3.3 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia 29 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang Dalam Trayek Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia 29 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimal angkutan orang dalam trayek meruapakan perubahan atas peraturan menteri perhubungan nomor PM 98 tahun 2013 tentang standar pelayanan minimal angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek. Dengan adanya beberapa pertimbangan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang transportasi, maka dilakukan beberapa perubahan dalam peraturan mengenai standar pelayanan minimal yang ada. Beberapa perubahan yang ada dari undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan (Lembaran Negara tahun 2009 nomor 96, tambahan lembaran Negara nomor 5025) hingga Peraturan Menteri 29 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Minimal angkutan orang dalam trayek. 3.4 Kebijakan Publik Widodo, J (2006: 12) mendefinisikan kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Konsep Thomas Dye ini masih sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan pemerintah disamping yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi suatu masalah publik. Lingkup kebijakan publik sangat luas mencakup berbagai bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang kesehatan, transportasi, pertanian, kesehatan, pertahanan, pendidikan dan lain sebagainya. Menurut

14 hierarkinya, kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan yang di dalamnya mengatur perintah-perintah mengenai apa yang harus dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat. 1. Kerangka Kerja Kebijakan Publik Kerangka kerja kebijakan publik menurut Subarsono, AG (2005), ditentukan oleh 6 variabel, yaitu: 1) Tujuan yang akan dicapai Apabila tujuan yang akan dicapai semakin kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja kebijakan. Begitu pula sebaliknya, semakin sederhana tujuan yang ingin dicapai maka semakin mudah mencapainya. 2) Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai nilai akan lebih sulit dicapai dibandingkan dengan kebijakan yang hanya mengandung 1 nilai saja. 3) Sumberdaya yang mendukung kebijakan Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumberdaya finansial, material, infratruktur, dan sebagainya. 4) Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan

15 Kualitas kebijakan dipengaruhi oleh kualitas aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya. 5) Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Kinerja suatu kebijakan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan diimplementasikan. 6) Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan akan mempengaruhi kinerja kebijakan. Strategi dapat bersifat topdown approach atau buttom-up approach. 2. Proses Kebijakan Publik Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam kegiatan yang bersifat politis. Dunn,W (dalam Indiahono,W 2009). Aktivitas politis tersebut nampak dalam gambar 3.1.

16 Gambar 3.1. Proses Kebijakan Publik Sumber: William Dunn (dalam indiahono,w 2009) Gambar di atas merupakan proses kebijakan public oleh Dunn,W (dalam indiahono,w 2009), menjelaskan bahwa dalam proses kebijakan yang di lakukan ada beberapa tahap yang di lihat seperti yang di kemukakan oleh Dunn,W (dalam indiahono,w 2009), yaitu tahap pertama adalah perumusan masalah dalam tahap ini merupakan tahap untuk penyusunan agenda yang akan dilkukan dalam proses kebijakan di buat. Aktivitas Politik meliputi serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kegiatan. Aktivitas yang lebih bersifat intelektual adalah perumusan kebijakan, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring kebijakan dan evaluasi kebijakan.

17 Tabel 3.1. Tahap Analisis Kegiatan Sumber: Subarsono (dalam Indiahono, W 2005) Pada table diatas adalah rangkian dari proses kebijakan public, ini merupakan tahapan analisis kegiatan yang akan dilakukan dalam proses kebijakan public, yang memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tersebut. Pandangan Ripley (dalam Subarsono, AG 2005: 11) tahapan kebijakan publik digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.2. Tahapan Kebijakan Publik Sumber: Ripley (dalam Subarsono, AG 2005)

18 Penyusunan kebijakan ada tiga kegiatan yang perlu dilakukan, yaitu: a. Membangun persepsi di kalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar dianggap sebagai masalah; b. Membuat batasan masalah; dan c. Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah. Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih. Tahap implementasi kebijakan memerlukan dukungan sumberdaya dan penyusunan organisasi pelaksana kebijakan. Agar implementasi kebijakan berjalan dengan baik, diperlukan mekanisme sanksi dan insentif. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan dampak kebijakan. Proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap implementasi, kinerja dan dampak kebijakan. Dari hasil evaluasi akan bermanfaat bagi penentuan kebijakan dimasa yang akan datang. Menurut. Dey,TR (1992) (dalam Subarsono, AG 2005) proses model kebijakan publik adalah: 1. Identifikasi masalah kebijakan melalui permintaan publik untuk tindakan pemerintah. 2. Agenda-pengaturan, atau fokus perhatian media massa dan pejabat publik pada masalah publik tertentu memutuskan apa yang akan diputuskan.

19 3. Perumusan berbagai usulan kebijakan melalui inisiasi dan pengembangan usulan kebijakan oleh organisasi kebijakan-perencanaan, berbagai kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, dan presiden dan Kongres. 4. Legitimasi kebijakan melalui tindakan politik oleh pihak, kelompok kepentingan, presiden, dan Kongres 5. kebijakan melalui birokrasi terorganisir, pembelanjaan publik, dan kegiatan lembaga eksekutif. 6. Evaluasi kebijakan oleh instansi pemerintah sendiri, konsultan luar, pers, dan masyarakat. James Anderson (dalam Subarsono, AG 2005) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut: 1. Formulasi masalah (problem formulation): apa masalahnya, Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah, Bagaimana cara masalah tersebut masuk dalam agenda pemerintah 2. Formulasi kebijakan (formulation): bagaimana mengembangkan alternatifalternatif untuk memecahkan masalah tersebut, Siapa yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan 3. Penentu kebijakan (adoption): bagaimana alternatif ditetapkan, Kriteria seperti apa yang harus dipenuhi, Siapa yang akan melaksanakan kebijakan, Bagaimana proses melaksanakan kebijakan, Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan 4. Implementasi (implementation): siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, Apa yang mereka lakukan, Apa dampak dari isi kebijakan

20 5. Evaluasi (evaluation): bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur, Siapa yang mengevaluasi kebijakan, Apa konsekuensi dari evaluasi kebijakan, Adakah tuntutan untuk melakukan pembatalan atau perubahan. Chandler dan Plano (1988) (dalam Subarsono, AG 2005) Kebijkan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik. 3. Jenis-jenis Kebijakan Publik Jenis-jenis kebijakan public menurut Anderson, J sebagaimana dikutip oleh Suharno (2010) mengenai jenis-jenis kebijakan publik : 1. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural. Kebijakan substantive adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan. 2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan redistributif. Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu.

21 Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan terhadap perilaku kelompok masyarakat atau individu. Kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. 3. Kebijakan material vs kebijakan simbolis Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumberdaya konkrit pada kelompok sasaran. Kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran. 4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang privat (privat goods). Kebijakan publik adalah kebijakan yang bertujuan untuk mengatur penyediaan barang atau pelayanan publik. Kebijakan privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas. 4. Implementasi Kebijakan Implementasi Riant Nugroho pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi menurut Meter, V dan Vanhorn dalam buku The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework (dalam Subarsono, AG 2005), menjelaskan bahwa:

22 Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individuindividu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan Jadi, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Berdasarkan pengertian implementasi di atas, mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation, yaitu: 1) Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan; 2) Sumber-sumber kebijakan; 3) Karakteristik badan-badan pelaksana; 4) Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik; 5) Sikap para pelaksana; dan 6) Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan.

23 Gambar 3.3. Model The Implementation Process (Sumber: Meter dan Van Horn, 1975 dalam Subarsono, AG 2005) Proses ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi dari suatu kebijakan yang pada dasarnya dilakukan untuk meraih kinerja implentasi kebijakan publik yang tinggi, yang berlangsung dala hubungan berbagai variabel. Implementasi kebijakan dalam arti luas adalah tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi merupakan pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama menjalankan kebijakan guna mencapai tujuan-tujuan kebijakan atau programprogram kebijakan. Implementasi pada pengertian lain yaitu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami sebagai proses, output maupun sebagai outcome. Lester dan Stewart (dalam Winarno, B 2007:144-145). 3.5 Standar pelayanan minimal unit pengelola TransJakarta-Busway Dalam peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 35 Tahun 2014, tentang standar pelayanan minimal unit pengelola TransJakarta- Busway. Telah menimbang beberapa hal yang berakitan dengan Dalam peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 35 Tahun 2014, tentang

24 standar pelayanan minimal unit pengelola TransJakarta-Busway, yaitu sebagai berikut: Pada Bab I ketentuan umum pasal 1 poin 10, Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan public yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam kehidupa social, ekonomi dan pemerintah. Pada poin 11 standar pelayanan minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada poin 16 Angkutan massal berbasis jalan adalah suatu system angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di kawasan perkotaan. Dan di poin 17 juga mengenai halte. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Poin 18 fasilitas pendukung halte adalah fasilitas pejalan kaki menuju lokasi halte berupa trotoar, tempat penyebrangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/ atau rambu lalulintas, jembatan penyebrangan dan /atau trowongan. Poin 19 waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan oleh penumpang untuk menunggu didalam halte sampai dapat masuk ke dalam bus pada saat jam tidak sibuk maupun saat jam sibuk. Poin 20 kecepatan perjalanan adalah kecepatan pergerakan bus seperti yang tertera pada spedometer bus selama waktu pelayanan dengan batas kecepatan

25 terendah 30 km/jam (tiga puluh kilometer per jam) dan lebih tinggi 50 km/jam (lima puluh kilo meter per jam) Poin 21 kemudahan akses menuju atau dari halte adalah waktu maksimum yang dibutuhkan penumpang dari ujung akses menuju halte dan sebaliknya, termasuk transit antara halte. Pada poin 22 tentang kebersihan dalam halte, yaitu kebersihan dalam halte yang bebas dari kotoran, termasuk di antaranya debu, sampah dan bau baik di lantai halte maupun interiror ruang halte. Poin 23 kebersihan dalam bus adalah keadaan bus yang bebas dari kotoran, termasuk di antaranya adalah debu, sampah dan bau baik di lantai, dinding dalam,jendela, pintu, panel-panel di dalam bus dan eksterior. Dan poin 24 kemudahan mendapatkan informasi adalah ketersediaan informasi dan kemudahan penumpang / calon penumpang untuk mendapatkan informasi tentang angkutan umum busway dengan mudah dengan call center, internet, media pengumuman di halte serta media informasi lainnya. Poin 26 bus adalah bus yang dirancang dan dibuat khusus untuk memenuhi persyaratan, karakteristik, spesifikasi dan kondisi, seperti yang terdapat dalam lapiran, agar dapat beroperasi di koridor busway untuk mengangkut penumpang. Dan poin 27 tentang busway adalah jalur khusus yang dipergunakan hanya untuk angkutan khusus dengan menggunakan bus. Poin 28 koridor busway dalah lajur busway yang merupakan salah satu bagian dari system transjakarta yang berada pad jalan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud dalam peraturan pola transportasi makro Daerah Khusu Ibukota Jakarta dan perubahannya dari waktu ke waktu.

26 3.6 Standar pelayanan surat izin mengemudi (SIM) Carolina utara (Amerika Serikat) Carolina Utara adalah sebuah negara bagian Amerika Serikat yang terletak di pesisir Samudra Atlantik di bagian tenggara Amerika Serikat, Kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara bagian Carolina utara Departemen Perhubungan Divisi Transportasi Umum memberikan standar pelayan keamanan dan kenyamanan penumpang dalam menggunakan transportasi umum (public transportations) dengan melalui system pembuatan surat izin mengemudi (SIM). Negara bagian Carolina utara Departemen Perhubungan Divisi Transportasi Umum, memberlakukan kebijakan untuk pemgemudi pada umunya di Negara Karolina utara dengan kebijakan masyarakat yang ingin mendapatkan surat izin mengemudi (SIM) harus melalui beberapa tahap pengujian terlebih dahulu untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM).