BAB IV METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

IV. METODE PENELITIAN

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat

Data input yang digunakan dalam penelitian ini adalah data (real) seismik post stack

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

APLIKASI PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DENGAN MENGGUNAKAN METODA FK FILTER,SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN RADON FILTER

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

PRE STACK DEPTH MIGRATION VERTICAL TRANSVERSE ISOTROPY (PSDM VTI) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

METODE KOHERENSI STRUKTUR-EIGEN DAN SEMBLANCE UNTUK DETEKSI SESAR PADA DATA SEISMIK 3-D TUGAS AKHIR

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

STUDI PRE-STACK DEPTH MIGRATION PADA STRUKTUR KOMPLEK TUGAS AKHIR I KOMANG ANDIKA ARIS PERMANA NIM:

IERFHAN SURYA

SEISMIC DATA PROCESSING

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo"

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

5.1. Perbandingan Parameter Pada Output Coherence Cube. Setelah dilakukan prosesing Coherence Cube, maka akan didapatkan suatu volume

Kata kunci: common reflection surface, tomografi seismik, atribut wavefield kinematik, migrasi prestack domain kedalaman.

Perbaikan Model Kecepatan Interval Pada Pre-Stack Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth Moveout Horizon Based Tomography Pada Lapangan SF

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

BAB 3 METODE PENELITIAN

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam

KIRCHHOFF DEPTH MIGRATION MENGGUNAKAN MODEL KECEPATAN YANG DIBANGUN DARI COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) TUGAS AKHIR

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN DESAIN SURVEI SEISMIK 3 DIMENSI PADA LAPANGAN X JAWA BARAT TESIS SETYO SAPTO EDI

SUPRESI MULTIPEL PADA DATA SEISMIK LAUT DENGAN METODE DEKONVOLUSI PREDIKTIF DAN RADON DEMULTIPEL

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

Aplikasi Common-offset Common Reflection Surface (CO CRS) Stack : studi data sintetik

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

ANALISIS PRE STACK TIME MIGRATION (PSTM) DAN PRE STACK DEPTH MIGRATION (PSDM) METODE KIRCHHOFF DATA SEISMIK 2D LAPANGAN Y CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN BEKU VULKANIK

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU

Ringkasan Tugas Akhir/Skripsi

Analisis Perbandingan PSTM dan PSDM Dalam Eksplorasi Hidrokarbon di Lapangan SBI

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST-STACK TIME MIGRATION DI LAPANGAN X DI DAERAH SUMATERA SELATAN

ATENUASI NOISE DENGAN MENGGUNAKAN FILTER F-K DAN TRANSFORMASI RADON PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI

ELIMINASI ARTEFAK DALAM PENAMPANG SEISMIK DENGAN TAHAPAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK MULTICHANNEL DI AREA BONE LINE 1

3. HASIL PENYELIDIKAN

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (PSDM VTI) pada Data Seismik Laut 2D

MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN DATA SUMUR TUGAS AKHIR FADHILA NURAMALIA YERU NIM:

ANALISA PENAMPANG SEISMIK PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST- STACK TIME MIGRATION BERDASARKAN METODE MIGRASI KIRCHHOFF (Studi Kasus Lapangan GAP#)

PERBAIKAN CITRA PENAMPANG SEISMIK MENGGUNAKAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE : APLIKASI TERHADAP DATA SEISMIK PERAIRAN WAIGEO

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Speed Model Processing using Ray Tracing Method for 2D Depth Domain Migration (Pre Stack Depth Migration) on the field "AV"

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB 3. PENGOLAHAN DATA

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain

Reduksi Long Period Multiple dengan Menggunakan Metode High-Resolution Radon Demultiple (RAMUR) Pada Data Seismik Darat 2D

BAB 3 TEORI DASAR. Seismik refleksi merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk

III. TEORI DASAR. seismik juga disebut gelombang elastik karena osilasi partikel-partikel

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

Transkripsi:

32 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Aplikasi Metode Common Reflection Surface Stack Untuk Perbaikan Kualitas Penampang Seismik Darat 2D Dan 3D Pada Lapangan AOG Daerah Subang, Jawa Barat ini dilaksanakan di PT. Elnusa Tbk. Jakarta Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juli 2014. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Jadwal Penelitian Bulan Mei-14 Juni-14 Juli-14 No Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Studi Literatur 2 Pengolahan Data 3 Analisis dan Pembahasan 4 Penyusunan Skripsi

33 4.2 Perangkat Lunak dan Data Penelitian 4.2.1 Perangkat Lunak Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pengolahan data CRS Stack 2D dan 3D menggunakan perangkat lunak ProMAX (Landmark Graphic Co). 2. Pengolahan atribut CRS 2D menggunakan perangkat lunak yang diterbitkan oleh konsorsium WIT (Wave Inversion Technology) berbasis seismic un*x. 3. Geoclusture untuk menampilkan hasil dari penampang CRS, konvensional dan atribut 2D CRS. 4. Seperangkat komputer untuk penunjang pengolahan data. 4.2.2 Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data real survey seismik darat 3D berupa CDP Gather Before PSTM yang sudah melewati tahapan preconditioning. Tahapan preconditioning yang telah dilakukan sebelumnya meliputi reformating, geometri dan editing, spherical divergence correction, surface consistent deconvolution, 3D refraction statics correction, 1st velocity analysis, 1st residual statics 3D, 2nd velocity analysis, 2nd residual statics 3D, surface consistent amplitude correction, intelligent binning, missing traces interpolation, 2nd phase despike and denoise, segy output untuk mendapatkan CDP Gather Before PSTM. Data seismik 3D darat ini memiliki lintasan CDP range inline 2600 3150 dan range crossline 10840 10940 serta referensi kecepatan yang didapatkan dari analisis kecepatan kedua. Adapun parameter lapangan AOG daerah Subang, Jawa Barat sebagai berikut :

34 Tabel 4.2 Informasi Parameter Lapangan AOG Informasi A. Source - Tipe - Charge Depth - Charge Size - Shotpoint Interval - Shot Line Interval - #Shotpoint/ Salvo Dinamit 30 m 1-2 kg 40 m 480 m 10 shotpoint Nilai B. Receiver - Tipe - #Receiver/ Line - #Receiver Line(RL)/ Shotpoint - Live Reciver - Receiver Interval - Receiver Line Interval - Bin size - Fold Coverage Geophone DTHP 102, Hidrophone MP25 L3 144 channel 12 line 1724 channel 40 m 400 m 20x20 m 36 (Normal) C. Recording Instrument - Recording Instrument - Recording Lenght - Sampling Interval - Tape Format - Recording Filter - Polarity SN 428 XL 6 second 2 ms SEGD DEMUX 8058, 3492 cartridge Low : Out, High : 200Hz/120dB Compression recorded as a negative number on tape 4.3 Pengolahan Data Pengolahan data CRS dilakukan pada data 2D dan 3D dengan menggunakan perangkat lunak 2D dan 3D ProMAX (Landmark Graphic Co). Langkah-langkah dalam melakukan proses kedua ini sama saja, hanya yang membedakannya adalah pada proses 2D CRS inputan data diambil dari trace selection konvensional gather dari data 3D. Selain itu, tahapan geometri lapangan hanya dilakukan pada proses 3D CRS. Berikut ini langkah-langkah pengolahan data pada penelitian ini :

35 4.3.1 Input Data Pada tahap awal dilakukan proses 3D CRS yaitu memasukkan data SEG-Y yang berupa CDP Gather Before PSTM dan pengisian trace header sesuai informasi data lapangan. Input data ini sangat penting karena tahapan awal dalam pengolahan data. Output dari tahapan ini yaitu konvensional gather pada data 3D. Berikut ini pengisian pada trace header : Gambar 4.1 Pengisian Trace Header Pada Data 3D Sedangkan pada proses 2D CRS dilakukan trace selection konvensional gather dari data 3D untuk inline dan crossline tertentu. Kemudian, dilakukan input data tersebut dan pengisian trace header math untuk proses crossline, karena pada proses ini inline dijadikan crossline dan crossline dijadikan inline, sedangkan untuk proses inline tidak digunakan trace header math. Output dari tahapan ini adalah konvensional gather pada data 2D untuk inline dan crossline tertentu. Berikut ini pengisian trace header math pada crossline tertentu : Gambar 4.2 Pengisian Trace Header Math Pada Crossline Dikarenakan lamanya komputasi pengolahan data, maka pada penelitian ini dilakukan pemilihan pada inline maupun crossline yaitu, inline 3082 dan 3140,

36 sedangkan untuk crossline yaitu, 10850 dan 10940. Akan tetapi, pada penelitian ini difokuskan pada crossline yang memiliki curvature reflektor yang berundulasi. 4.3.2 Geometri Data Lapangan Proses ini hanya dilakukan pada data 3D CRS. Dalam tahapan ini parameter yang dimasukkan adalah geometri pada lapangan AOG antara lain koordinat X dan Y pada inline dan crossline, X dan Y origin of 3D grid, serta range inline dan crossline. Berikut ini informasi geometri lapangan AOG : Tabel 4.3 Geometri Data Lapangan ABG Informasi Nilai X origin of 3D grid 812223.0 Y origin of 3D grid 9290208 Koordinat X pada inline 813133.0 Koordinat Y pada inline 9291992 Koordinat X pada crossline 822023.0 Koordinat Y pada crossline 9285211 Minimum inline number 2600 Maximum inline number 3150 Minimum crossline number 10840 Maximum crossline number 10940 Minimum CDP number 10840 Berikut ini hasil dari geometri data lapangan ABG yang merupakan kontrol kualitas (QC) yang menunjukkan bahwa informasi data yang digunakan sesuai :

37 Gambar 4.3 QC Geometri Data Lapangan AOG Geometri data lapangan ini sangat penting karena ketika salah memasukkan parameternya, maka akan mempengaruhi pengolahan data selanjutnya. 4.3.3 Stacking Konvensional Proses ini dilakukan pada tahap 2D dan 3D CRS. Input untuk tahapan ini adalah konvensional gather. Proses stacking konvensional dilakukan tahapan Normal Moveout Correction dengan menggunakan referensi analisis kecepatan kedua. Output pada tahap ini yaitu stack konvensional. 4.3.4 Pencarian CRS ZO Search Proses ini dilakukan pada tahap 2D dan 3D CRS. Proses pencarian CRS zero offset search ini dilakukan untuk menemukan dip dan orientasi dari pemunculan muka

38 gelombang pada zero offset yang akan dipakai dalam perhitungan operator CRS stack. Akan tetapi, pada software PROMAX atribut tersebut tidak dapat dikeluarkan, maka untuk pencarian atribut dilakukan dengan cara yang berbeda. Parameter dip yang telah ditentukan kemudian dipakai ke dalam input CRS stack. Sebagai input ZO search parameter yang dibutuhkan, yaitu aperture dip, waktu tempuh, dan kecepatan permukaan. Pada data 2D, dilakukan uji parameter pencarian CRS ZO search untuk mendapatkan dip yang sesuai. Sedangkan pada data 3D dilakukan uji parameter dip, akan tetapi jika semakin besar dip search aperture, maka akan mempengaruhi lamanya komputasi pengolahan data pada tahapan ini. Oleh sebab itu, ditetapkan parameter dengan informasi yang sudah ada sebelumnya untuk 3D ZO CRS. Tabel 4.4 Parameter 3D CRS ZO Search Informasi 3D CRS ZO Search Nilai Dip search aperture (m) 500 Inline search spacing 8 Crossline search spacing 10 Time (ms) search spacing 40 V 0 (t 0 limit maximum dip) 1600 Maximum dip for search 0.6 Untuk pencarian ZO CRS pada data 2D dilakukan uji parameter crossline 10850, setelah didapatkan parameter dip yang sesuai, maka parameter tersebut digunakan pada crossline 10940 dan inline 3082 dan 3140. Akan tetapi, semua penentuan nilai tersebut berdasarkan atas trial and eror sampai didapatkan penampang stack

39 yang paling optimal. Pada dasarnya parameter dip harus disesuaikan dengan keadaan kemiringan reflektor pada data seismik. Berikut ini tabel parameter pencarian 2D CRS ZO Search : Tabel 4.5 Pencarian 2D CRS ZO Search Untuk XL10850 Parameter 2D CRS Nilai ZO Search Dip 1 Dip 2 Dip 3 Dip 4 Dip 5 Dip 6 Dip 7 Dip search aperture (m) 0 50 50 55 55 60 60 CDP search spacing 2 2 2 1 5 10 10 Time (ms) search spacing 20 8 500 20 20 20 20 V 0 (t 0 limit maximum dip) 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600 Maximum dip for search 0.2 0.2 0.2 0.5 0.7 0.5 1 Dip search aperture ini digunakan untuk mencari besarnya kemiringan dari reflektor yang dibatasi oleh radius zona Fresnel zone. CDP search spacing merupakan banyaknya spasi yang digunakan di dalam setiap titik CDP pada operator CRS search secara horisontal. Time search spacing merupakan banyaknya spasi waktu yang digunakan untuk menentukan lokasi analisis operator CRS search secara vertikal. Apabila struktur berubah dengan cepat maka spasi waktu perlu diperkecil. Kecepatan V 0 (t 0 limit maximum dip) ini merupakan kecepatan awal yang diperlukan untuk mendapatkan nilai maksimum dip. Sedangkan, maximum dip for search merupakan maksimum kelengkungan dari bentuk reflektor terhadap besar sudut kemiringan. Berikut ini perbandingan antara

40 dip 1 sampai dengan dip 7 untuk mendapatkan parameter CRS ZO search yang sesuai. Gambar 4.4 Konvensional Stack XL10850 Pada gambar diatas merupakan output dari hasil penampang konvensional, dapat dilihat pada kotak berwarna hitam yang ditandai pada gambar bahwa kemenerusan reflektor belum terlihat jelas.

41 Gambar 4.5 Dip 1 XL10850 Pada gambar dip 1 diatas, dip aperture search yang digunakan yaitu 0 m, dimana memperlihatkan reflektor pada penampang menjadi rusak dikarenakan pengaruh dip yang sangat kecil. Jika dibandingkan antara Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 stack konvensional masih terlihat baik dibandingkan CRS stack pada dip 1, sehingga parameter yang digunakan belum sesuai untuk mendapatkan hasil penampan yang baik.

42 Gambar 4.6 Dip 2 XL10850 Terlihat pada gambar diatas parameter dip search aperture yang digunakan yaitu 50 m dengan time search spacing 8 ms, dimana penampang stack dip 2 terlihat baik dibandingkan dip 1, kemenerusan reflektor mulai terlihat jelas. Akan tetapi, kemiringan dan kelengkungan reflektor pada time 2000 2900s belum terlihat jelas dikarenakan parameter maximum dip for search digunakan kecil yaitu 0.2, sehingga parameter pada dip 2 ini belum sesuai.

43 Gambar 4.7 Dip 3 XL10850 Pada Gambar 4.7 ini parameter dip search aperture yang digunakan yaitu 50 m dengan time search spacing 500 ms. Terlihat jelas pada penampang bahwa terdapat garis putih vertical dikarenakan penggunaan parameter CDP search spacing yang sangat besar, sehingga penampang stack yang diharapkan belum optimal.

44 Gambar 4.8 Dip 4 XL10850 Parameter dip search aperture yang digunakan pada gambar diatas yaitu 55 m dengan menggunakan CDP search spacing 1 dan time search spacing 20. Memang terlihat pada gambar bahwa kemiringan dan kelengkungan pada reflektor mulai terlihat jelas, akan tetapi terdapat bintik putih secara horizontal dikarenakan nilai spasi CDP yang terlalu kecil.

45 Gambar 4.9 Dip 5 XL10850 Pada Gambar 4.9 ini parameter dip search aperture yang digunakan yaitu 55 m dengan menggunakan CDP search spacing 5, time search spacing 20 dan maximum dip for search yaitu nilai maksimum kelengkungan reflektor adalah 0.7. Terlihat bahwa penampang stack dip 5 ini kemenerusan dan kelengkungan pada reflektor terlihat jelas jika dibandingkan dengan stack konvensionalnya.

46 Gambar 10. Dip 6 XL10850 Pada gambar diatas parameter yang digunakan yaitu dip search aperture 60 m dengan CDP search spacing 10, time search spacing 20 dan maximum dip for search 0.5. Terlihat bahwa kemenerusan reflektor terlihat jelas, tetapi seakan menjadi datar. Ini dikarenakan dip yang digunakan yaitu 60 m dan maximum dip untuk kelengkungan reflektornya terlalu kecil.

47 Gambar 4.11 Dip 7 XL10850 Untuk parameter dip 7 diatas digunakan dip search aperture 60 m, time search spacing 20, dan maximum dip for search 1. Dapat dilihat pada gambar penampang stacknya bahwa terdapat bintik putih dikarenakan parameter untuk nilai kelengkungan reflektor terlalu besar. Dari proses CRS yang telah dilakukan diatas, parameter dip sangat diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan kemiringan reflektor yang berada di bawah

48 permukaan. CRS mencari atau menghitung suatu nilai pada bidang tertentu dimana bidang pantul tersebut memiliki variasi kemiringan. Gambar 4.12 (a) (a) Dip 1=0 m, (b) Dip 2=50 m, (c) Dip 3=50 m, (d) Dip 4=55 m, (e) Dip 5=55 m, (f) Dip 6=60 m, (g) Dip 7=60 m Secara kualitatif ketujuh penampang data seismik di atas telah memberikan hasil yang berbeda dibandingkan penampang konvensionalnya. Oleh sebab itu, jika dibandingkan antara dip 1, dip 2 dan dip 3 dapat dilihat bahwa dip 2 lebih baik daripada dip 1 ataupun dip 3. Karena pada dip 1 kemiringan dari reflektor yang terlihat pada penampang seakan-akan dipaksa untuk datar, sebab nilai dip yang digunakan terlalu kecil, sedangkan pada dip 3 terlihat banyak bintik-bintik putih secara vertikal yang dipengaruhi oleh semakin besarnya nilai dari time search spacing. Perbandingan antara dip 4 dan dip 5 terlihat bahwa dip 5 lebih baik

49 daripada dip 4. Karena pada dip 4 terlihat banyak bintik-bintik putih secara horisontal yang dipengaruhi oleh semakin kecilnya nilai dari CDP search spacing. Dan jika dibandingkan antara dip 6 dan dip 7 terlihat bahwa dip 6 lebih baik daripada dip 7. Karena pada dip 7 terlihat bahwa semakin besar nilai maximum dip for search menimbulkan efek bintik putih secara horizontal dan kelengkungan dari bentuk reflektor terlihat didatarkan yang dipengaruhi pemilihan dip yang terlalu besar. Oleh sebab itu, jika dibandingkan antara dip 2, dip 5 dan dip 6 terlihat bahwa dip 5 lebih baik, karena pada dip 5 ini parameter yang digunakan sesuai dengan sudut kemiringan pada reflektor yaitu 55 m dan kelengkungan dari bentuk reflektor yang sesuai. Sehingga pada penelitian ini digunakan dip 5 yang akan digunakan ditahapan selanjutnya. 4.3.5 2D dan 3D CRS Stack Proses ini dilakukan pada tahap 2D dan 3D CRS. Pada tahapan ini digunakan informasi dip yaitu dip 5 yang telah didapatkan pada tahapan sebelumnya dan nilai near surface velocity sebesar 1600 m/s. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan CRS Supergather, dimana dilakukan penjumlahan trace pada setiap titik CDP gather yang dihitung dalam satu bidang yang dibentuk oleh suatu nilai radius aperture. Aperture operator CRS merupakan besarnya radius data yang akan di stack menjadi trace dengan titik reflektor yang tepat dalam domain CDP. Jika operator CRS yang dipakai sama dengan nol maka hasil penampangnya akan sama dengan stack konvensional. Aperture yang digunakan di dalam data 3D CRS adalah pada time 0 s digunakan minimum aperture 50 m dan time 3000 s digunakan aperture maksimum 550 m. Sedangkan pada data 2D CRS dilakukan

50 tes parameter untuk mendapatkan aperture yang terbaik. Berikut ini tabel parameter pencarian aperture for CRS operator : Tabel 4.6 Pencarian 2D CRS ZO Search Untuk XL10850 Tes Parameter Aperture Aperture 1 Aperture 2 Aperture 3 Nilai (Time Aperture) 0 50, 3000 450 0 50, 3000 550 0 50, 3000 750

Gambar 4.13 Aperture 1 XL10850 (Range aperture 50 450 m) 51

Gambar 4.14 Aperture 2 XL10850 (Range aperture 50 550 m) 52

53 Gambar 4.15 Aperture 3 XL10850 (Range aperture 50 750 m) Aperture merupakan salah satu atribut dari metode CRS yang sangat berpengaruh. Semakin besar radius CRS operator, maka semakin tinggi nilai rasio S/N. Akan tetapi, berdampak pada berkurangnya resolusi reflektor. Nilai aperture besar, maka berbanding lurus dengan lamanya komputasi pengolahan data dan akan menyebabkan refleksi dekat permukaan menjadi tidak jelas. Kriteria pemilihan

54 parameter yang sesuai pada akhirnya ditentukan oleh kualitas data dari penampang stack yang dinilai secara kualitatif. Gambar 4.16 Aperture 1=50 450 m, (b) Aperture 2=50 550 m, (c) Aperture 3=50 750 m Dari penampang 2D CRS diatas dapat dilihat bahwa aperture 2 lebih baik kemenerusan reflektornya dibandingkan aperture 1 dan aperture 3 (ditunjukkan pada kotak berwarna hitam). Jika dilihat gambar diatas nilai parameter aperture yang dipakai 50 750 m yang menimbulkan efek pada reflector didatarkan, ini dikarenakan pemilihan aperture sangat besar. Walaupun aperture yang optimal dicari dengan menggunakan trial and error, pada penelitian ini aperture 2 yang dipilih yaitu time 0 s digunakan minimum aperture 50 m dan time 3000 s digunakan aperture maksimum 550 m, dimana memiliki nilai aperture yang kecil untuk menghindari dihasilkannya penampang yang terlalu smooth artefak dimana noise dapat diperkuat sehingga sinyal melemah.

55 4.3.6 Final Stacking Proses final stacking ini dilakukan untuk mendapatkan penampang stack CRS dengan memasukkan inputan CRS supergather menggunakan referensi analisis kecepatan kedua. Dengan menggunakan informasi refleksi yang terkandung di sekitar titik ZO, maka akan didapatkan suatu permukaan stacking untuk setiap sampel zero offset. Kemudian, dilakukan penjumlahan terhadap nilai sepanjang permukaan stacking tersebut, dan kemudian menaruh nilai tersebut pada titik ZO. Dengan melakukan proses ini untuk tiap titik ZO di sepanjang reflektor target, maka akan didapatkan penampang stacking CRS. 4.3.7 Pencarian Atribut CRS Tahap ini dilakukan pada data 2D CRS dengan menggunakan inputan data dari konvensional gather dan referensi analisis kecepatan kedua. Pencarian atribut CRS untuk mendapatkan penampang R N, R NIP, dan serta penampang koherensi. Setiap atribut ini menunjukkan konsistensi adanya kemenerusan reflektor pada penampang CRS stack yang memiliki penampang koherensi yang bernilai tinggi. Tahapan ini dilakukan di perangkat lunak WIT (Wave Inversion Technology) berbasis seismic un*x untuk data 2D CRS, karena di ProMAX atribut CRS tidak dapat dikeluarkan melainkan hanya dapat mencari dan menghitung atribut CRS tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan output atribut CRS data 3D dalam tampilan 2D.

56 4.4 Diagram Alir Penelitian Mulai Proses 3D CRS Proses 2D CRS CDP Gather Before PSTM 3D Konvensional Gather SEGY Input SEGY Input QC Geometri 3D Post Geometri Stacking Konvensional Stacking Konvensional 3D CRS ZO Search 2D CRS ZO Search 3D CRS Stack 2D CRS Stack Tidak Stacking Final SEGY Output Dip, Aperture (baik) sesuai Ya Kon Gather CRS Supergather 3D Stack Kon 3D Stack CRS Stacking Final SEGY Output Analisis Perbandingan Kon Gather Analisis Pencarian Atribut CRS 2D Stack Kon 2D Stack CRS Analisis Perbandingan Perbandingan 2D dan 3D CRS stack Selesai Gambar 4.17 Diagram Alir Penelitian