BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

Jurnal Farmanesia, 9/11(2016), 5-10 STUDI PERBANDINGAN OBAT GENERIK DAN OBAT DENGAN NAMA DAGANG. Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

OBAT Definisi dan Penggolongannya. Indah Solihah,S.Farm.,M.Sc.,Apt

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

PENGGOLONGAN OBAT. Hidayah Sunar Perdanastuti Program Studi Farmasi Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG OBAT GENERIK DI DESA DIRGAHAYU KECAMATAN PULAU LAUT UTARA KABUPATEN KOTABARU KALIMANTAN SELATAN

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

Mahral Effendi.S.S.Si.M.M.,Apt

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan obat secara baik bagi siswa sekolah tingkat dasar, merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin. (Guided Respons), Mekanisme (mekanisme), Adaptasi (adaptation)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

BAB I PENDAHULUAN. Adanya ketidakseimbangan antara perlindungan korban kejahatan dengan pelaku

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

10/22/2012 PERIHAL OBAT. Oleh: Joharman BATASAN OBAT. Aktif secara fisiologis. Zat kimia. Racun

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengawasan merupakan tindakan yang bersifat mengawasi yang dilakukan oleh

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini, semakin berkembangnya perekonomian telah memunculkan

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir (JNPK-KR, 2012).

PERMENKES No.949 Th 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Ilham Niawan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat 2.1.1. Pengertian Obat Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, 2005). Defenisi menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. 2.1.2. Peran Obat Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat di atas, maka peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1. Penetapan diagnosa 2. Untuk pencegahan penyakit 3. Menyembuhkan penyakit 4. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan 5. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6. Penigkatan kesehatan 7. Mengurangi rasa sakit (Chaerunisaa, dkk, 2009) 2.1.3. Penggolongan Obat 2.1.3.1. Berdasarkan Jenisnya 1. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat Bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung, tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W = Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai lingkaran biru bergaris tepi hitam.

2. Obat Keras Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. 3. Psikotropika dan Narkotika Psikotropika adalah zat atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan prilaku. Narkotika adalah zat atau obatyang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruhpengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya kedalam tubuh manusia (Chaerunisaa, dkk, 2009). 2.1.3.2. Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat Obat digolongkan menjadi lima jenis : 1. Obat yang bekeja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik. 2. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum, vaksin. 3. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik. 4. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang kurang, contoh: vitamin, hormon. 5. Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat berkhasiat untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua proinjection Selain itu, obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya misalkan antihipertensi, cardiaca, diuretic, hipnotik, sedative dan lain-lain (Chaerunisaa, dkk, 2009).

2.1.3.3. Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaiaannya Obat dibagi dua golongan: 1. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen 2. Obat Topikal, untuk pemakaian luar badan. Contoh sulfur, antibiotik (Anief, 1994). 2.1.3.4. Berdasarkan Cara Pemberiannya 1. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk, kapsul, tablet sirup. 2. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria, laksatif. 3. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi, Contoh: tablet hisap, hormone. 4. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial. 5. Langsung ke organ, contoh intrakardial. 6. Melalui selaput perut, intraperitoneal (Anief, 1994). 2.1.3.5. Berdasarkan Efek yang Ditimbulkannya 1. Sistemik: masuk ke dalam system peredaran darah, diberikan secara oral 2. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit, telinga, mata (Anief, 1994). 2.1.3.6. Berdasarkan Penamaannya Menurut Widodo (2004), penamaan dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat. 2. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia. 3. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten.

2.2. Obat Nama Generik 2.2.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Nonpropietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal. Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan (Menkes) RI. Obat generik esensial adalah obat generik terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Widodo, 2004). 2.2.2. Pengenalan Obat Generik Obat pada waktu ditemukan diberi nama kimia yang menggambarkan struktur molekulnya. Nama kimia obat biasanya amat kompleks sehingga tidak mudah diingat orang awam. Untuk kepentingan penelitian biasanya nama kimia disingkat dengan kode tertentu. Setelah obat itu dinyatakan aman dan bermanfaat melalui uji klinis, barulah obat tersebut didaftarkan pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang ini sering disebut nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat tersebut dapat memasarkannya dengan nama dagang. Nama dagang biasanya diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat. Disebut obat paten karena pabrik penemu tersebut berhak atas paten penemuan obat tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut masih berlaku, obat ini tidak boleh diproduksi oleh pabrik lain, baik dengan nama dagang pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasanya disebutsebagai me-too product di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik (Chaerunisaa, dkk, 2009)

2.2.3. Manfaat Obat Generik Menurut Widodo (2004) manfaat obat generik secara umum adalah : 1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. 3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten). 2.2.4. Kebijakan Obat Generik Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya. Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut : 1. Produksi obat generik dengan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan. 2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat. 3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan. 4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang. 5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit unit pelayanan kesehatan. 6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan. 7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala (Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2000). 2.2.5. Faktor yang Menghambat Masyarakat Terhadap Obat Generik 1. Akses Obat Hal ini dalam rangka memenuhi kebutuhan obat pasien sesuai dengan resep di setiap penjualan obat, yaitu membahas resep yang terlayani, resep yang tidak terlayani oleh apotik, dan resep yang obatnya digantikan dengan obat lain yang

sejenis. Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu: a) Penggunaan obat yang rasional; b) Harga yang terjangkau; c) Pembiayaan yang berkelanjutan d) Sistem pelayanan kesehatan beserta sistem suplai obat yang dapat menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat (Kebijakan Obat Nasional, 2005) 2. Harga Obat Harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1 : 2 sampai 1 : 5. Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang termurah. Survai dampak krisis rupiah pada biaya obat dan ketersediaan obat esensial antara 1997 2002 menunjukkan bahwa biaya resep rata-rata di sarana kesehatan sektor swasta jauh lebih tinggi dari pada di sektor publik yang menerapkan pengaturan harga dalam sistem suplainya (Kebijakan Obat Nasional, 2005) 3. Tingkat Ketersediaan Obat Rendahnya ketersediaan obat generik di rumah sakit pemerintah dapat berimplikasi secara langsung pada akses obat generik, sebagai gantinya pasien membeli obat generik di apotik atau di praktek dokter. Apotik swasta mempunyai obat generik lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan oleh dokter. Sehingga apotik menyediakan obat paten lebih banyak. Selama banyak obat yang tidak tersedia, pasien mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar obat (Suryani, dkk, 2008). 4. Informasi Obat Keterbatasan informasi masyarakat akan obat sangat erat kaitannya dengan ketidaktahuan akan pengenalan, penggunaan dan pemanfaatan obat terutama bagi mereka yang ingin memakai obat generik. Informasi obat, antara lain mengenai khasiat, indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan

pakai, peringatan-peringatan penggunaan suatu obat, serta harga obat, Juga bila perlu informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen (Widodo, 2004). 5. Keterjangkauan Obat Keterjangkauan obat dapat dipandang dari sudut geografis, ekonomi dan sosial politik. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dimana 5.707 diantaranya sudah bernama. Namun pulau yang telah berpenghuni jumlahnya lebih kecil. Saat ini sebagian masyakat Indonesia tinggal di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan wilayah perbatasan. Sebagian lagi tinggal di daerah rawan bencana baik bencana alam dan bencana buatan manusia seperti : ketidak-stabilan politik dan tingginya tingkat kemiskinan. Dengan pola penyebaran penduduk seperti tersebut di atas, maka diperlukan adanya perbedaan pengelolaan obat sesuai dengan karateristik masing-masing daerah. Sebagai contoh kita dapat melakukan pengelompokan Provinsi Kepulauan : Riau, NTB, NTT, Maluku dan Maluku Utara lebih memiliki karakteristik geografis kepulauan. Sedangkan propinsi di Kalimantan dan Papua dapat dikategorikan daratan luas dengan hambatan transportasi. Kategori lain adalah Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi (Kebijakan Obat Nasional, 2005). 2.3. Konsep Pengetahuan 2.3.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005). 2.3.2. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni: 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recaal) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat penetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam kompnen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (syntesis) Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2005).

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1.Pendidikan Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. 2. Pekerjaan Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh. 3. Umur Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pengetahuan yang di dapat. 4. Sumber informasi Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa manusia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). 2.3.4. Cara Memperoleh Pengetahuan a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan 1. Cara coba salah (Trial dan Error) Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah cara coba-salah trial and error. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. 2. Cara kekuasaan atau otoritas Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi-generasi berikutnya.

3. Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman itu adalah guru yang baik, demikianlah bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. 4. Melalui jalan pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya. b. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah (Notoadmodjo, 2005). 2.4. Konsep Masyarakat 2.4.1. Pengertian Masyarakat Dalam buku Sosiologi, Kelompok dan Masalah Sosial (Abdul Syani, 1987), dijelaskan bahwa diduga perkataan masyarakat mendapat pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, masyarakat asal mulanya dari kata musayarak yang kemudian berubah menjadi musyarakat dan selanjutnya mendapatkan kesepakatan dalam bahasa Indonesia, yaitu Masyarakat". Musyarak, artinya bersama-sama, lalu musyarakat, artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sedangkan pemakaiannya dalam bahasa Indonesia telah disepakati dengan sebutan Masyarakat.

Menurut Soleman B. Taneko (1984), secara sosiologis masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan dari individu-individu semata. Masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup, oleh karena manusia itu hidup bersama. Masyarakat merupakan suatu sistem yang terbentuk karena hubungan dari anggotanya. Ringkasnya,masyarakat adalah suatu sistem yang terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang lazim disebut sebagai sistem kemasyarakatan. 2.4.2. Unsur Pembentuk Masyarakat Menurut Soerjono Soekanto (1982), masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu sebagai berikut: a. Manusia yang hidup bersama. Didalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritas, angka minimnya adalah dua orang yang b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginankeinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan lainnya.