PENDAHULUAN Negara Kepulauan ( Archipelago State Inpres No. 5 Tahun 2005 dan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah laut terbesar di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Rancangan Klaster Industri Maritim Terintegrasi Sebagai Bagian Dari Konsep Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

BAB 2. VISI DAN MISI PRESIDEN, SERTA SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2 Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lemb

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

KEBIJAKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA KEPELABUHANAN UNTUK ANGKUTAN LAUT JALUR PELAYARAN INTERNASIONAL

Laporan Akhir Studi Penyusunan Kebutuhan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)di Bidang Pelayaran KATA PENGANTAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi di Indonesia menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

HASIL RAPAT KOORDINASI NASIONAL PERHUBUNGAN KADIN INDONESIA Jakarta, Senin 12 Mei 2008

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN dan luas perairannya Indonesia adalah Negara

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4 PERUMUSAN KRITERIA INTERNATIONAL HUB PORT. Definisi dan Persyaratan Hub Port

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kebutuhan akan modal usaha dan investasi sebagai penunjang bisnis

Keynote Speech. Dialog Nasional KONTRIBUSI STRATEGIS IPTEK UNTUK MEWUJUDKAN POROS MARITIM DUNIA. Jakarta, 10 Desember 2014

RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG PERHUBUNGAN KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI Jakarta, 12 Mei 2008

BAB I PENDAHULUAN. akan menempatkan eksploitasi laut sebagai primadona industri, baik dari segi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

Sukses MP3EI melalui Pembangunan Infrastruktur Broadband

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Industri pelayaran merupakan salah satu industri padat modal (capital

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

PERENCANAAN ANGKUTAN TRANSPORTASI BARANG REGIONAL DI PELABUHAN BITUNG SULAWESI UTARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PEMBERDAYAAN ANGKUTAN LAUT NASIONAL DALAM RANGKA PELAKSANAAN AZAS CABOTAGE

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

BAB I IMPLEMENTASI ASAS CABOTAGE PADA INPRES RI NO 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

Pesawat Polonia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

CATATAN : - Peraturan Daerah ini memiliki 7 halaman penjelasan. - Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 25 Februari 2015.

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

Transkripsi:

PENDAHULUAN Negara Kepulauan (Archipelago State) 01. Indonesia adalah negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, terdiri dari 18.108 pulau (data 2002, saat pasang naik, data dari LAPAN), luas perairan laut 5,9 juta Km dan luas daratan 1,9 juta Km. Letak geografisnya sangat strategis di persilang 2 benua, Asia dengan Australia, dan 2 samudera yaitu Pasifik dengan Hindia. Panjang garis pantai mencapai 81.000 Km, garis pantai terpanjang nomor 2 di dunia setelah Kanada. 02. Perjuangan Indonesia untuk diakui sebagai negara kepulauan berlangsung lama: a. Pemerintah RI mengumumkan Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 yang menyatakan: Bahwa segala perairan disekitar diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak memandang luas atau letaknya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada wilayah daratan negara RI dan dengan demikian merupakan bagian dari pada perairan nasional yang berada dibawah kedaulatan mutlak dari pada negara RI. Lalu lintas yang damai diperairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara RI. b. Dengan pengumunan pemerintah RI pada tanggal 13 Desember 1957 yang terkenal dengan deklarasi Juanda merupakan Embrio dan Konsepsi azas negara kepulauan mempunyai kedaulatan mutlak atas wilayah perairan yang menyatukan pulau-pulau dalam kesatuan negara RI. c. Deklarasi Juanda ditentang negara-negara besar, antara lain Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda, dan Selandia Baru. Negara-negara yang mendukung antara lain Uni Soviet dan RRC. d. United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS III) tahun 1982 menerima konsepsi Indonesia sebagai negara kepulauan. 03. Undang-undang nomor 5 Tahun 1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif 200 mil secara geografis menambah kekayaan alam Indonesia, hayati dan non-hayati, tapi sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Indonesia adalah negara kepulauan, tetapi terlambat membangun dunia maritim 04. Presiden Soekarno didalam Nasional Maritime Convention Tahun 1963 mengatakan: Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara makmur, dan negara damai dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan kita harus menguasai armada yang kuat. Inpres No. 5 Tahun 2005 dan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 05. Keterpurukan pelayaran nasional sejak tahun 1988 sangat memprihatinkan. Sejak mengalami masa-masa yang memprihatinkan KADIN INDONESIA bersama dengan asosiasi lainnya yang terkait dalam perhubungan yang peduli dalam pembangunan maritim melakukan berbagai upaya agar pemerintah mengambil kebijakan yang mampu mendorong pengembangan industri pelayaran nasional. Upaya dan harapan kalangan industri pelayaran membuahkan hasil dengan terbitnya Inpres 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Pelayaran Nasional yang salah satunya menghasilkan ROADMAP AZAS CABOTAGE, asas yang menetapkan barang dan komunitas dalam negeri diangkut kapal-kapal nasional. 06. Dalam Roadmap itu diingatkan bahwa pada tahun 2010 seluruh komoditas Indonesia diangkut oleh kapal-kapal berbendera indonesia. untuk menjamin suksesnya INPRES tahun 2005 diperlukan dukungan politik dan komitmen nasional yang kuat untuk merumuskan dan menetapkan pemberdayaan industri pelayaran nasional secara terpadu dan berkesinambungan serta didukung oleh seluruh instansi dan sektor terkait.

07. Undang-Undang 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, merupakan revisi dan pengganti Undang-Undang 21 tahun 1992 memberikan optimisme untuk mendorong pertumbuhan dan pemberdayaan pelayaran nasional serta meningkatkan kinerja pelayaran nasional. Di dalam undang-undang tersebut tidak ada lagi pelayaran asing yang diperbolehkan mengangkut penumpang dan barang antar pulau. Negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Jepang, juga memberlakukan Azas Cabotage. Di Amerika Serikat dikenal sebagai US Jones Act. PERMASALAHAN DEWASA INI Transportasi Laut 08. Sub-sistem infrastruktur jaringan antar-moda transportasi, kelayakan manajemen serta teknis operasionalnya masih memerlukan perbaikan dan peningkatan yang komprehensif untuk mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia melalui industri jasa pelayaran, khususnya penerapan Azas Cabotage dengan berlakunya UU 17/2008. 09. Lembaga pembiayaan pengadaan dan pengembangan armada nasional -- dulu dikenal sebagai PT PANN -- sangat diperlukan untuk mendukung kecukupan armada nasional untuk mengangkut komoditas strategis dan angkutan domestik, termasuk prasarana dan sarana jasa angkutan pelayaran rakyat. 10. Dalam pertemuan 24 April 2008 di Bank Indonesia antara INSA (perusahaan pelayaran) dan industri galangan kapal serta beberapa bank, telah dibahas penyediaan fasilitas kredit pembiayaan pengadaan dan pembangunan armada nasional untuk menjadi tuan di negeri sendiri. Hal ini dimungkinkan dengan diratifikasinya IMO Mortgage Law (hipotek kapal) melalui Peraturan Presiden (Perpres) 44/2005. Kepelabuhanan 11. Kawasan Pelabuhan dalam Konvensi IMO dikenal sebagai port state, yakni kawasan beserta infrastruktur dan aparatur yang melayani kegiatan jasa industri kepelabuhanan dan industri pelayaran (husbandry industry) diatur sebagai suatu mekanisme pemerintahan, sehingga pengelolaannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pelabuhan sebagai prasarana utama industri pelayaran, saat ini di Indonesia terdapat 144 pelabuhan yang 25 pelabuhan diantaranya akan dijadikan pelabuhan Hub Port ( Pelabuhan Internasional). 12. Kini Undang-Undang 17/2008 tentang Pelayaran menentukan pemerintah berperan sebagai otoritas pelabuhan (port authority), pelaku usaha dan penyedia jasa sebagai badan usaha pelabuhan atau operator terminal. Undang-undang ini juga mengakomodasi peran usaha swasta nasional dan asing dalam industri jasa kepelabuhanan. Undang-undang ini menentukan fungsi-fungsi tertentu sebagai berikut: a. Regulator dari pemerintah diserahkan kepada Otoritas Pelabuhan; b. Keselamatan dan keamanan (safety and security) pelabuhan menjadi wewenang Syahbandar; dan c. Kepengusahaan dan operator menjadi fungsi operator terminal (BUP). 13. Khusus investasi asing dibatasi dalam Undang-Undang 25/2007 tentang Penanaman Modal dan Perpres 111/2007 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI). DNI pada urutan C-82 dan C-83, misalnya, mengatur batas kepemilikan swasta asing maksimum 49% dalam kegiatan bongkar-muat dan dalam penyediaan fasilitas pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal, terminal peti kemas, terminal curah kering dan terminal RO-RO atau penyeberangan). 14. National Single Window (NSW) yang berlaku mulai tahun 2008 dan kemudian ASEAN Single Window tahun 2012 adalah pelayanan satu atap penyelesaian dokumen dan lalu lintas fisik barang ekspor-impor di pelabuhan. Portal single

window ini berbasis pada (1) Tradenet, yakni proses percepatan arus dokumen; dan (2) Portnet, yaitu proses penanganan lalu lintas fisik barang ekspor impor. Proses terintegrasi mini akan meningkatkan ratio efisiensi pelabuhan (port efficiency ratio) yang mengarah pada integrasi jasa logistik ASEAN 2013 sebagai suatu prioritas ASEAN Economic Community. ROUNDTABLE DISCUSSION 15. Dengan latar pemikiran dan permasalahan di atas, Komite Tetap Perhubungan bersama-sama Pokja Pembenahan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kadin Indonesia mengadakan dialog mengenai transportasi laut dan kepelabuhanan untuk membahas aspek-aspek pengembangan industri transportasi laut nasional yang ditunjang oleh jasa kepelabuhanan yang handal. 16. Tema Roundtable Discussion Dialog dalam roundtable discussion difokuskan pada tema: Menuju Transportasi Laut & Kepelabuhanan yang Effektif dan berdaya Saing Tinggi menyongsong Liberalisasi Perdagangan Internasional 17. Tujuan Round Table Discussion a. Identifikasi Vision tentang sistem dan peran transportasi laut dan kepelabuhanan yang diinginkan dimasa yang akan datang. b. Langkah-langkah strategis untuk menata sistem transportasi laut dan kepelabuhanan serta menciptakan kualitas layanan kepelabuhanan yang sehat c. Memperkuat assosiasi-assosiasi sehingga dapat memainkan peran utama dalam perbaikan bidang usaha dan pelayanan d. Mengembangkan formulasi / derivasi langkah-langkah perbaikan jangka mendesak, pendek, menengah dan jangka panjang menyongsong era liberalisasi perdagangan internasional. 18. Hasil yang Diharapkan a. Identifikasi arah kebijakan sistem transportasi laut dan kepelabuhanan yang ingin diperjuangkan untuk dapat mencapai realisasi Vision yang diinginkan di masa mendatang. b. Adanya keterpaduan kebijakan antar-moda angkutan terkait wilayah kepulauan. c. Peningkatan peran Kadin dan Assosiasi yang lebih nyata sehingga daya saing pengusaha lokal dapat lebih baik dan mampu bersaing menghadapi investasi asing serta mendorong terciptanya industri usaha yang sehat. d. Timbulnya kesadaran baik pengusaha, operator, pengguna dan masyarakat umumnya untuk sama-sama menjunjung tinggi aturan yang berlaku dengan maksud efisiensi, keselamatan dan menjaga kualitas lingkungan e. Meningkatkan peran pengusaha/operator di Indonesia sehingga menjadi pemain handal, baik di dalam maupun di luar negeri. f. Merintis jalan untuk terciptanya sistem database yang handal pada assosiasiassosiasi di sub sektor transportasi laut dan kepelabuhanan. 19. Materi Bahasan yang Diharapkan dari Nara-sumber a. Dirjen Perhubungan Laut Visi Pemerintah tentang sistem angkutan laut dan kepelabuhanan (orang & barang). Program strategis pemerintah yang diperlukan sebagai negara kepulauan. Format Kemitraan INSA, GAFEKSI dengan Otoritas transportasi laut dan kepelabuhanan di pusat dan daerah

b. Ketua Komisi V DPR-RI, Bapak Muqowam Peran transportasi laut dan kepelabuhanan dalam kehidupan bangsa Indonesia Transportasi sebagai sektor strategis dan kebijakan yang berpihak kepada sektor dan sistem transportasi. Kebutuhan penataan sistem perundang-undangan dan peraturan turunannya c. Ketua Tim Keppres 54 tentang Percepatan Arus Barang Ekspor dan Impor di Pelabuhan Indonesia, Bapak Lambock V. Nahattands Kebijakan, Peran dan Pemberdayaan Transportasi Laut dan Kepelabuhanan dalam perdagangan luar negeri menyongsong integrasi jasa logistik dalam kerangka ASEAN Economic Community 2013. Prediksi faktor-faktor yang menjadi tuntutan pasar global dalam memilih dan menggunakan transportasi laut dan kepelabuhanan di Indonesia. d. Ketua BKPM, bapak M. Lutfi Prospek investasi domestik dan asing setelah berlakunya Undang-Undang 25/2007 tentang Penanaman Modal dan Perpres 111/2007 tentang Daftar negatrif Investasi. e. Direktur Perdagangan Luar Negeri, Bapak Harmen Sembiring Kebutuhan penataan sistem perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan jasa layanan kepelabuhanan dalam mengantisipasi ASEAN Single Windo dan ASEAN Economic Community. Sistem perdagangan yang akan berlaku dalam 10 tahun kedepan yang mempengaruhi industri transportasi laut dan kepelabuhanan. f. Praktisi Pelayaran, Bapak Oentoro Surya Kapasitas dan daya saing industri pelayaran nasional dewasa ini. Kebijakan pengembangan dan insentif yang dibutuhkan industri pelayaran nasional dalam rangka mengoptimalkan manfaat Asas Cabotage. Kesiapan industri pelayaran nasional menghadapi berlakunya National Single Window dan ASEAN Single Window. Langkah-langkah industri pelayaran nasional menghadapi ASEAN Economic Community 2013 20. Pembahas : Ketua Umum INSA, Bapak Johnson W. Sutjipto Pakar Kepelabuhanan, Bapak WS Wiryawan

21. Jadwal AGENDA NO WAKTU ACARA 1 08.00 09.00 Registrasi / Coffee Morning Pembukaan 2 09.00 09.30 Laporan Ketua Komite Tetap Perhubungan, Bp. GT Soerbakti Sambutan Wakil Ketua Umum Bidang Investasi, Perhubungan, Informatika, Telekomunikasi dan Pariwisata, Bp. Chris Kanter Keynote Speech : Dirjen Perhubungan Laut 3 09.30 12.30 Roundtable Discussion Transportasi Laut dan Kepelabuhanan Moderator : Anwar Satta Nara Sumber : Ketua Komisi V DPR-RI, Bapak Muqowam Ketua Tim Keppres 54 tentang Percepatan Arus Barang Ekspor & Impor di Pelabuhan Indonesia, Bp Lambock V. Nahattands Ketua BKPM, Bapak M. Lutfi Direktur Perdagangan Luar Negeri, Bp. Ir. Harmen Sembiring Praktisi Pelayaran, Bapak Oentoro Surya Pembahas: Ketua Umum INSA, Bapak Johnson W. Sutjipto Pakar Kepelabuhanan, Bapak WS Wiryawan Tanya Jawab 4 12.30 - selesai Penutupan Sambutan Penutup, Bapak Anton A. Nangoy Ramah tamah dilanjutkan makan siang bersama -- o0o --