Mengapa Kita Perlu Membentuk Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik? 1

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peran Ombudsman Melindungi Kepastian Usaha dan Investasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OMBUDSMAN RI & PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Organisasi. Tata Kerja.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK PRESIDEN. Menimbang: bahwa untuk Ombudsman. Mengingat: Nomor. Nomor. Republik Indonesia. Indonesia. Lembaran Negara Republik

Henry MP Siahaan Kemitraan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL, 9 SEPTEMBER 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Maret 2018 PELAYANAN PUBLIK PERPUSTAKAAN UMUM : BAGAIMANA PERKEMBANGANNYA

BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara Republik Indonesia yang membawa rakyatnya pada suasana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

Republik Indonesia, serta Undang-Undang No.25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALHAM D DOSEN PEMBIMBING I : Dr. H. Abdul Rasyid Thalib, SH., M.Hum DOSEN PEMBIMBING II : Dr. Rahmat Bakri, SH., MH


Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Mengapa Kita Perlu Membentuk Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik? 1 Bernadinus Steni 2 Reformasi yang telah lama berjalan meninggalkan sejumlah rintisan awal untuk membangun kelembagaan transisional yang didukung oleh sejumlah produk hukum. Komisi pengawas, forum, dewan dan sebagainya dibentuk untuk menjadi semacam monitoring body terhadap pelaksanaan aturan dan kinerja birokrasi di lapangan. Namun, hingga saat ini tidak ada kemajuan berarti dalam perkembangan pelayanan terhadap masyarakat. Birokrasi masih lamban, gemuk, berbelit-belit dan korup. Hasil survey KPK terhadap integritas lembaga Negara dalam mewujudkan pelayanan bagi warga Negara menunjukan rata-rata skor integritas sektor publik dari 30 departemen atau instasi tingkat pusat adalah 5,33. Skor ini tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan integritas sektor publik di negara-negara lain. 3 Dari sisi pengawasan, kontrol yang efektif belum bisa dilakukan baik oleh pengawas internal maupun eksternal. Pengawas eksternal yang berhubungan dengan tindak pidana, seperti KPK memang menunjukan grafik efektivitias yang meningkat. Namun lembagalembaga pengawas internal masih diragukan, apalagi publik belum cukup paham dan tahu secara jelas keberadaan dan fungsi lembaga-lembaga internal birokrasi yang bisa menjadi sandaran ketika terjadi penyimpangan administrasi yang merugikan masyarakat di lapangan, terutama masyarakat miskin dan terabaikan, seperti masyarakat adat. Alhasil, hingga kini pelayanan publik masih menunggu perkembangan terobosan baru yang kita tidak tau kapan itu segera dimulai secara mendasar. I. Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik yang existing Dalam berbagai studi tentang pelayanan publik, peran pengawasan atas kerja birokrasi dalam menyelenggarakan dan memenuhi tugas pelayanan sangat lemah. Baik lembaga pengawas internal maupun eksternal mengalami kebuntuan. A. Lembaga Pengawas Internal Lembaga pengawas internal seringkali tidak efektif karena terlibat KKN, mutu sumber daya manusia yang rendah, alokasi budget operasional minim, rasa sungkan karena hubungan pertemanan atau alasan kultural, jarak geografis yang jauh membuat pejabat pengawas malas untuk melakukan pengawasan, interpretasi yang keliru atas peraturan perundang-undangan, warisan kolonial, hegemoni budaya tertentu, dan seterusnya. 4 Masalah-masalah ini membuat banyak pengawasan melekat yang ada di hampir semua lembaga Negara tidak berjalan dengan baik. 1 Tulisan ini merupakan bagian dari keterlibatan penulis mewakili HuMa secara kelembagaan dalam jaringan MP3 (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik) 2 Bekerja pada Perkumpulan HuMa dan Tim substansi Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) 3 http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=18867&cl=berita, 10 Nov 2008. Pukul 10.30 WIB 4 Di bidang pertanahan, Bachriadi dkk mengkaji maladministrasi yang antara lain disebabkan karena minimnya monitoring atas kerja birokrat pertanahan di lapangan. Lihat Dianto Bachriadi, Yudi Bachrioktora, Hilma Safitri, 2005, Ketika Penyelenggaraan Pemerintahan Menyimpang, Mal Administrasi di Bidang Pertanahan, Lappera dan FISIPOL UMY, Yogyakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan peran administrasi publik di Indonesia bisa dibaca lebih lanjut dalam Rainer Rohdewohld, 1995, Public Administration in Indonesia, Montech Pty Ltd, Melbourne Australia, hal 1-5

B. Lembaga Pengawas Eksternal a. Ombudsman Lembaga pengawas eksternal yang sudah mulai dikenal adalah Ombudsman. Namun, sejak pembentukannya oleh Keppres No 44 Tahun 2000 hingga dituangkan dalam bentuk Undang-undang yang baru saja disahkan DPR, kewenangan Ombudsman masih sebatas rekomendasi. Fungsi Secara fungsional lembaga ini berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu (pasal 6). Tugas Untuk mendukung fungsi itu maka tugas-tugasnya adalah: (1) menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi 5 dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (2) melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan; (3) menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman; (4) melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (5) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan; (6) membangun jaringan kerja; (7) melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan (8) melakukan tugas lain yang diberikan oleh Unda ng-und ang. Kewenangan Dalam kaitannya dengan laporan adanya maladministrasi, Ombudsman memiliki tujuh kewenangan : (1) meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; (2) memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan; (3) meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor; (4) melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan; (5) menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak; (6) membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan; 5 Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian material dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan (pasal 1 ayat 3)

(7) demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi (pasal 8). Dalam melaksanakan kewenangan di atas, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim ketika memberikan putusan yang relevan dengan penyelenggaraan pelayanan publik (pasal 9). Tetapi, Ombudsman memiliki hak imunitas sehingga tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan ketika menjalankan kewenangan yang sudah diberikan oleh undang-undang (pasal 10). Prinsip dalam pemeriksaan Laporan Dalam memeriksa Laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut biaya, wajib mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat para pihak serta mempermudah Pelapor dalam menyampaikan penjelasannya (pasal 29). Kelemahan Ombudsman Ada tiga hal yang menjadi kelemahan dasar peran Ombudsman dalam pengawasan dan penyelesaian sengketa penyelenggaraan pelayanan publik: Pertama, masih terdapat istilah-istilah yang elastis dan potensial mengganggu kerja Ombudsman. Dalam pasal 34, misalnya disebutkan bahwa dalam melaksanakan pemeriksaan lapangan, Ombudsman dapat melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban, dan kesusilaan (pasal 34). Apa yang dimaksud dengan ketertiban dan kesusilaan? Jika acuannya berbasis pada nilai sosial yang jamak maka sulit untuk mencari acuan operasional kedua istilah tersebut. Sehingga kedua istilah itu bisa dipakai setiap saat untuk menolak pemeriksaan Ombudsman dengan alasan yang bisa dihubung-hubungkan dengan ketertiban dan kesusilaan. Kedua, proses rekrutmen Ombudsman Daerah (provinsi atau kabupaten/kota) memberi ruang bagi partisipasi bagi publik, baik mengusulkan calon maupun menilai calon. Ombudsman Daerah hanya dibentuk oleh Ombudsman Pusat (pasal 43). Ketiga, keputusan Ombudsman dalam penyelesaian sengketa atau laporan hanya sebatas rekomendasi dan mengumumkan hasil temuan kepada publik. Meskipun, Ombudsman bisa mempublikasikan atasan terlapor yang tidak menjalankankan hasil rekomendasi dan bisa melaporkan ke Presiden maupun DPR, kewenangan tersebut menjadi kecil artinya ketika melihat watak birokrasi pelayanan publik yang ada. Ada dua alasan. (1) koncoisme dan perilaku bermasalah yang akut dalam birokrasi pelayanan publik, sulit untuk diatasi hanya dengan pendekatan struktural seperti meminta atasan untuk menegur, karena dalam administrasi Negara klasik pun proses seperti itu sudah ada, tetapi terbukti jarang efektif. (2) mengharapkan DPR dan Presiden untuk langsung turun tangan pada masalah penyelenggaraan pelayanan publik yang berjibun, jelas menambah beban pekerjaan rutin kedua institusi tersebut. b. PTUN Selama ini, lembaga eksternal yang memeriksa kasus-kasus sengketa pelayanan publik yang putusannya bersifat final dan mengikat hanyalah Peradilan Tata Usaha Negara. Namun, PTUN memiliki kelemahan dasar: 1) Proses menuju PTUN memakan waktu yang lama dan berbelit-belit. Dalam pasal 48 UU No 5/1986 dikatakan bahwa PTUN baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara jika seluruh

upaya administratif terkait telah digunakan. Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri. Bentuk upaya administrasi ada dua yakni (1) Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan, dan (2) Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan itu. Dengan mengikuti upaya keberatan dan banding administrasi maka waktu yang ditempuh sangat panjang, sementara di lapangan putusan sudah berjalan efektif dan barangkali telah menimbulkan kerugian tertentu bagi warga. Proses ini berliku-liku sehingga bukan merupakan mekanisme yang memihak warga tapi menguntungkan birokrasi bermasalah yang dalam banyak kasus sarat dengan KKN dan mal-administrasi lainnya. 2) Obyek sengketa di PTUN terbatas dan dibatasi. Pertama-tama, PTUN hanya mengadili Putusan Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata; Kedua, Putusan Tata Usaha Negara yang diperiksa tidak mencakup beberapa Keputusan Tata Usaha Negara yang justru seringkali menimbulkan masalah di lapangan, yakni Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan. Ketiga jenis keputusan ini di lapangan justru sudah banyak menimbulkan keluhan dan masalah bagi warga atau kelompok masyarakat. Misalnya, banyak keputusan yang belum final atau masih memerlukan persetujuan banyak pihak, justru di lapangan sudah dijalankan. Pengaturan administrasi yang bersifat umum, seperti standar pelayanan, mekanisme pelayanan maupun panduan lain yang sifatnya umum, juga menimbulkan masalah karena interpretasi atas hukum yang lebih tinggi diserahkan sepenuhnya pada pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan, bukan pada proses dialog dengan warga Negara. 3) Berorientasi mendukung putusan bermasalah. Gugatan di Pengadilan Tata usaha Negara tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan Keputusan tata Usaha Negara yang digugat, sehingga meski kerugian sudah terjadi di lapangan dan gugatan sedang berjalan, Putusan Tata Usaha Negara tetap bersikukuh dilaksanakan. Dasar hukum inilah yang menjadi pendukung pelayanan publik yang buruk di berbagai tempat di Indonesia. 6 II. Kekosongan Institusional Dari kelemahan di atas, nampak beberapa hal yang kosong dalam pengaturan tentang kelembagaan pengawasan dan penyelesaian sengketa pelayanan publik selama ini: 1. Proses administrasi yang buruk dalam pelayanan publik tidak bisa digugat sepanjang belum berbentuk keputusan. Sehingga tindakan pejabat administrasi yang sewenangwenang, lalai, tidak mengacu pada peraturan dan prosedur, dan pelanggaran administrasi lainnya ditumpuk menunggu keputusan yang final. Padahal fakta di 6 Uraian yang sangat cemerlang mengenai kinerja PTUN di Indonesia bisa dilihat dalam studi post-doctoral Adriaan Bedner yang sudah terbit jadi buku berjudul Administrative Courts in Indonesia, A Socio-Legal Study, Kluwer Law International, 2001

lapangan menunjukan bahwa proses administrasi pelayanan bekerja sangat buruk, sehingga keputusan yang dihasilkan pun hampir pasti buruk. Tanpa harus menunggu keputusan yang final, prosedur administrasi yang buruk seharusnya sudah bisa diadukan ke lembaga pengawas. 2. Belum ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili keputusan administrasi yang bersifat umum, seperti pedoman, standar pelayanan dan berbagai panduan lainnya yang tidak bersifat final tapi dipakai berkali-kali sebagai panduan yang menjadi acuan dalam pelayanan. Seringkali, kerugian bagi warga pertama-tama berawal dari panduan atau pedoman yang merugikan, seperti rumusan yang elastis sehingga mudah diselewengkan. 3. Belum ada lembaga yang memangkas proses panjang menuju PTUN menjadi lebih pendek dan berpihak pada keluhan dan gugatan warga. III. Lembaga Pengawas dan Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik yang Ideal Berdasarkan uraian di atas maka kita perlu membentuk lembaga pengawas dan penyelesaian sengketa pelayanan publik. Kewenangannya, antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan pengawasan aktif terhadap penyelenggaraan pelayanan publik 2. Mengumumkan hasil pengawasan atas kinerja birokrasi kepada publik secara rutin, melaporkan hasil temuan kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan, DPR/D dan Presiden 3. Melaporkan kepada instansi penegak hukum terkait, jika temuan pengawasan berhubungan dengan tindak pidana 4. Menyelesaikan sengketa pada tingkat pertama dan/atau terakhir atas pengaduan ketidakpuasan prosedural dalam proses yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan publik 5. Menyelesaikan sengketa pada tingkat pertama dan/atau terakhir atas pengaduan mengenai standar pelayanan yang merugikan warga 6. Menyelesaikan sengketa pada tingkat terakhir putusan lembaga pengawas internal yang masih dirasa belum puas oleh pihak yang mengadu Bagan lembaga Penyelesaian Sengketa Ideal Individu atau kelompok yang menyampaikan pengaduan putusan final pengaduan I dan/atau terakhir putusan belum final pengaduan I Lembaga Pengawas Eksternal Menyelesaikan sengketa tingkat pertama dan/atau terakhir Lembaga Pengawas Internal Menyelesaikan sengketa tingkat pertama Masalah Prosedur Administrasi Pelayanan Publik: Standar pelayanan atau berbagai guidelines Proses dalam maklumat pelayanan Waktu dll Penyelenggara layanan putusan belum final putusan final dan mengikat

Daftar Pustaka Bachriadi, Dianto, Bachrioktora,Yudi, Safitri, Hilma, 2005, Ketika Penyelenggaraan Pemerintahan Menyimpang, Mal Administrasi di Bidang Pertanahan, Lappera dan FISIPOL UMY, Yogyakarta Bedner, Adriaan, 2001, Administrative Courts in Indonesia, A Socio-Legal Study, Kluwer Law International http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=18867&cl=berita, 10 Nov 2008. Pukul 10.30 WIB Rohdewohld,Rainer, 1995, Public Administration in Indonesia, Montech Pty Ltd, Melbourne Australia