PENYELESAIAN SENGKETA PERPAJAKAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERUMUSAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK (ATURAN DAN PELAKSANAANNYA) Oleh : Rizal Muchtasar 1. Intisari

PENINJAUAN KEMBALI DALAM SENGKETA PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Penerimaan Pajak Diperkirakan Rp 604 Triliun, diunduh tanggal 30 Mei 2010.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masalah pembiayaan pembangunan. perpajakan yang memberikan jaminan kepastian hukum dan

UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA Oleh : E. Rial. N, SH 1

PENGADILAN PAJAK UU. NOMOR 14 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara,

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS)

Pajak Kontemporer Peradilan Pajak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 128 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pajak Penghasilan Pemerintah tidak berhak menetapkan pajak

B A B I P E N D A H U L U A N. membutuhkan materi atau uang seperti halnya pemerintahan-pemerintahan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tanggal 23 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat

Peradilan Adminitrasi Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 Tentang : Ganti Rugi Dan Tata Cara Pelaksanaannya Pada Peradilan Tata Usaha Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

KESESUAIAN MODEL UPAYA HUKUM PAJAK DENGAN PRINSIP EQUALITY DAN EQUITY

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA H. Ujang Abdullah, SH., M.Si *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 64/PUU-XI/2013 Pajak Rokok

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1997 TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

*9788 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 1997 (17/1997) TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 59/PUU-XIV/2016 Pajak yang Bersifat Memaksa Menjadi Lentur atau Negotiable

PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK DAN PENANGGUNG PAJAK DALAM SENGKETA PAJAK (PERSPEKTIF UU NO.14 TAHUN 2002)

Exclusive: Ini Dia Sang Juara Tahun 2013 Hal 4-9. Artikel Pilihan Redaksi: Pengadilan Pajak Butuh Unit Front Office

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tentunya akan terus-menerus

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaaan yang tidak sedikit dan salah satunya bersumber dari pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah

BAB VII PERADILAN PAJAK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

: bahwa Undang-undang PPN mengatur/memerintahkan Menteri Keuangan (bukan PP) untuk:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut dilakukan karena tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. sumber penerimaan utama negara yang masih terus digali potensinya oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

REPOSISI PENGADILAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Transkripsi:

PENYELESAIAN SENGKETA PERPAJAKAN Oleh : Sutrisno Ilmu Hukum FH-UPNV Jatim ABSTRAK Rasio penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri yang terus meningkat membuat kasus permohonan banding dan sengketa pajak juga terus bertambah. Bertambahnya kasus perpajakan ini membuat pengadilan pajak menjadi hal yang semakin dibutuhkan saat ini. dengan tingginya kasus gugatan dan banding, eksistensi pengadilan pajak di Indonesia harus menjadi aparat negara yang nyata dan mampu menjadi sarana negara dalam mendorong kemajuan dan menumbuhkan pembangunan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa perpajakan dan prosedur sengeta perpajakan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam sengketa tersebut Kata kunci : Pajak, Sengketa Perpajakan PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan pemungutan pajak adakalanya terjadi silang pendapat antara Wajib Fiskus. Oleh karena itu, agar dapat dicapai penyelesaian sengketa pajak yang adil, diperlukan jenjang pemeriksaan ulang vertikal yang lebih ringkas. Penyelesaian sengketa pajak berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang selama ini dilaksanakan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP) banyak mengandung kelemahan. Beberapa kelemahan tersebut antara lain adanya kewajiban melunasi seluruh jumlah pajak yang terutang sebelum mengajukan banding, tidak adanya kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan upaya hukum yang lebih tinggi atas keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, serta kurang memberikan kepastian hukum sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak maupun Fiskus. Demikian pula penyelesaian sengketa pajak seharusnya mampu memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang bersengketa serta dapat dilakukan melalui prosedur dan proses yang cepat, transparan, murah, dan sederhana. Kelemahan lainnya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung, sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman sebagaimana halnya dengan peradilan lainnya.untuk itu dengan lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bahwa, proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam undangundang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat Pengadilan Pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung. Selain itu, proses penyelesaian sengketa pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri, kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas. Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan Wajib Pajak untuk melunasi 15

50% (lima puluh persen ) kewajiban perpajakan terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan pajak. Juga putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum tetap, namun masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Dengan demikian adanya perubahan kebijakan negara, dalam penyelesasian sengketa pajak yang tadinya dilakukan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak berdasarkan Undang- Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak diubah menjadi oleh Pengadilan Pajak berdasarkan undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.Oleh karena kebijakan perpajakan berbentuk peraturan perundangundangan, maka menurut peneliti model perumusan kebijakan dapat memakai model sistem politik yang dikemukakan oleh David Easton. Dengan demikian permasalah yang diangkat dalam Penelitian ini adalah : Apakah dalam perumusan kebijakan perpajakan berdasarkan Undang-Undang No. 14 Thn 2002 (LNRI Tahun 2002 Nomor 27.TLN Nomor 4189) telah sesuai dengan sistem politik yang ada di Indonesia? METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelesaian sengketa perpajakan dan prosedur sengeta perpajakan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam sengketa tersebut. Pendekatan masalah dilakukan secara yuridis, teoritis dan sosiologis. Pendekatan secara yuridis adalah melakukan pembahasan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang ada terutama Kemudian pendekatan teoritis dilakukan dengan mengemukakan teori tentang penyelesaian sengketa pajak. Pendekatan sosiologis yaitu pengamatan peneliti terhadap prosedur dan penyelesaian sengketa pajak Pengumpulan data diperoleh dari data primer yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap prosedur dan penyelesaian sengketa pajak, sedangkan data sekunder bersumber dari perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Pembahasan masalah mempergunakan metode deskriptif komparatif dengan menggunakan dan menafsirkan peraturan yang ada dan berlaku. Kemudian peraturanperaturan yang ada dan sedang berlaku tersebut dibahas secara komparatif dengan data yang ada yang diperoleh di lapangan untuk memberi jawaban atas masalah yang diajukan dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam menganalisis perumusan kebijakan perpajakan dalam sengketa pajak ini, peneliti menggunakan model atau pendekatan sistem politik yang disampaikan oleh David Easton. Model/Konsep & ldquo; sistem politik & ldquo; mempunyai arti sejumlah lembaga-lembaga dan aktivitasaktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-dukungan ( Support ) dan sumber-sumber ( resources ) semuanya ini adalah masukan-masukan ( inputs )- menjadi keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat ( outputs ). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sistem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs. (M.Irfan Islamy,1984, hal.50-51)tuntutan-tuntutan ( demands ) timbul bila individu-individu atau kelompok-kelompok setelah memperoleh respons dari adanya peristiwaperistiwa dan keadaan-keadaan yang ada di lingkungannya berupaya mempengaruhi proses pembuatan kebijakan negara. Tuntutan-tuntutan ini bisa berasal daridalam sistem politik itu sendiri (misalnya dari anggota birokrasi atau pejabat pemerintah) atau berasal dari luar system politik 16

(misalnya dari anggota masyarakat, kelompok kepentingan dan sebagainya). Suatu sistem politik akan menyerap berbagai macam tuntutan (baik dari dalam maupun luar), dan dapat terjadi bahwa diantara tuntutan-tuntutan tersebut tidak relevan atau bertentangan satu-sama lain. Dalam hal seperti itu maka diperlukan pengaturan terhadap tuntutan-tuntutan tersebut dan memaksakan pengaturan itu kepada pihakpihak yang terlibat atau berkepentingan agar supaya tuntutan-tuntutannya dapat dikonfirmasikan ( diproses ) di dalam sistem politik sehingga menghasilkan keputusan atau kebijakan.kebijakan ini merupakan (Output) yang berupa serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai tujuan tertentu seperti yang diinginkan kebijakan itu sendiri. (Sutopo, 2000) Berdasarkan pendekatan sistem politik, dampak kebijakan baik yang positif (intended) maupun yang negatif (unintended) akan difungsikan sebagai umpan balik dan dimasukan ke dalam masukan ( input ) dalam proses perumusan kebijakan negara berikutnya. Dalam perumusan kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak harus mencakup : 1.Input : Masalah Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak ; 2.Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak ; 3.Output : Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak ; 4.Impacts ( dampak ) Input: Masalah kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa Proses lahirnya kebijakan perpajakan berupa Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, tidak terlepas dari adanya keinginan pemerintah untuk memperbaiki sistem penyelesaian sengketa dalam bidang perpajakan. Hal ini dapat kita lihat dari keinginan pemerintah untuk mengadakan perubahan dalam penyelesaian sengketa pajak yang dilakukan sebelumnya oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ). Selain itu pula ada tuntutan-tuntutan dari pihak yang bersengketa baik Wajib Pajak maupun Fiskus ( Pemerintah ) bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP ) belum memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang bersengketa, serta proses persidangan belum dilakukan secara cepat, transparan, murah dan sederhana. Kelemahan lainnya adalah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ) belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman sebagaimana halnya dengan peradilan lainnya. Juga ada rekomendasi dari kalangan Hakim Tata Usaha Negara sendiri kepada pemerintah, oleh karena putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ) bukan merupakan badan peradilan, maka terhadap Putusan BPSP dapat dilakukan upaya administrasi sesuai Pasal 48 Undang- Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Hal ini mengingat BPSP bukan badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan sebagai pengganti Majelis Pertimbangan Pajak ( MPP ) yang dibentuk berdasarkan Regeling van het Beroep in Belastingzaken ( Staasblad Tahun 1927 No. 29), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1959 Lembaran Negara Tahun 1959 No. 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1748 ). ( Gema Peratun No. 10 Tahun 1999 ). Dalam Penjelasan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa contoh banding administratif antara lain Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak. Sedangkan pengganti Majelis Pertimbangan Pajak yakni BPSP, putusannya merupakan putusan akhir dan bersifat tetap dan bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara ( Pasal 76 Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 ). Sehingga di dalam praktek, sengketa pajak sering menimbulkan permasalahan. Disatu pihak (Wajib Pajak) berpegang pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan di lain 17

pihak ( Fiskus ) berpegang pada Undang- Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Perpajakan. Dalam konsideran Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dapat dilihat latar belakang lahirnya kebijakan Undang-Undang No. 14 tahun 2002 tersebut yaitu : Bahwa untuk melaksanakan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air memerlukan dana yang memadai terutama dari sumber perpajakan. Bahwa dengan meningkatnya jumlah Wajib Pajak dan pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak dapat dihindarkan timbulnya Sengketa Pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah daan sederhana. Bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Bahwa karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian Sengketa Pajak. Proses pembuatan kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak Proses pembuatan kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak tersebut bersifat politis, dimana dalam prosesnya terlibat berbagai kelompok kepentingan. Terlihat dari pendapatpendapat fraksi-fraksi di DPR yang membahas RUU tentang Pengadilan Pajak.Yang sebelumnya diawali masukanmasukan dari berbagai macam policy stake holder yaitu mereka-mereka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan perpajakan dalam penyelesasian sengketa pajak tersebut. Adanya masukan-masukan ( inputs ) dalam perumusan kebijakan perpajakan dalam sengketa pajak ini diproses oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ). Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1, Pasal 20 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga UUD 1945.Pemerintah dalam pidato pengantar lahirnya Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati beberapa substansi pokok antara lain : i. Perubahan nama RUU Badan Peradilan Pajak menjadi RUU Pengadilan Pajak ii. Pengadilan Pajak merupakan salah satu pengadilan khusus di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara ; iii. Pembinaan administrasi, organisasi, dan finansial Pengadilan Pajak berada di Departemen Keuangan sedangkan pembinaan tekhnis peradilan di bawah Mahkamah Agung. Undang- Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak telah diundangkan pada tanggal 12 April 2002 dengan Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 27 Tambahan Lembaran Negara RI No.4189. Hal ini sesuai dengan system politik yang ada di Indonesia berdasarkan Pasal 5 ayat 1, Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana telah diubah dengan Perubahan Ketiga UUD 1945. Output: Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bersifat khusus yang menyangkut acara penyelenggaraan persidanggan sengketa perpajakan yaitu : Sidang peradilan Pajak pada prinsipnya dilaksanakan secara terbuka, namun dalam hal tertentu dan khusus guna menjaga kepentingan pemohon Banding atau tergugat, sidang dapat dinyatakan tertutup, sedangkan pembacaan putusan Hakim Pengadilan Pajak dilaksanakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Lain halnya dengan Badan Penyelesaian Sengketa yang persidangannya dinyatakan tertutup untuk umum (Pasal 49 ayat 1UU No.17 tahun 1997). 18

Penyelesaian sengketa perpajakan memerlukan tenaga-tenaga Hakim khusus yang mempunyai keahlian di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum atau Sarjana lain. Sengketa yang diproses dalam Pengadilan Pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan Putusan Pengadilan Pajak memuat penetapan besarnya Pajak terutang dari Wajib Pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga Wajib Pajak langsung memperoleh kepastian hukum tentang besarnya Pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai akibatnya jenis putusan Pengadilan Pajak, disamping jenis-jenis putusan yang umum diterapkan pada Peradilan Umum, juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar. konsekuensi dari kekhususan tersebut dalam undang-undang nomor 14 tahun 2002 diatur hukum secara tersendiri untuk menyelenggarakan pengadilan pajak. Proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak perlu dilakukan secara cepat oleh karena itu dalam undangundang tersebut diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik ditingkat Pengadilan Pajak maupun ditingkat Mahkamah Agung. Selain itu, proses penyelesaian sengketa pajak melalui Pengadilan Pajak hanya mewajibkan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri kecuali apabila dipanggil oleh Hakim atas dasar alasan yang cukup jelas. Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak mengharuskan wajib pajak untuk melunasi 50 % ( lima puluh persen ) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan pajak. Dalam BPSP Wajib Pajak diharuskan membayar 100 % ( membayar lunas ) kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. (Pasal 34 UU No. 17 tahun 1997).tentang Pengadilan Pajak menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undangundang penagihan pajak dengan surat paksa.pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadialan terhadap sengketa pajak. Pengadilan Pajak berkedudukan di Ibukota Negara sedangkan sidangnya pada hakekatnya dilakukan ditempat kedudukannya namun dengan pertimbangan untuk memperlancar dan mempercepat penanganan sengketa pajak, tempat sidang dapat dilakukan ditempat lain.hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian perkara yang dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Impacts : ( dampak ) Impacts (dampak ) dari kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak berupa Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak tersebut agar upaya pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yang merupakan salah satu penerimaan negara terus ditingkatkan dan dikelola secara bijak dan adil.upaya meningkatkan penerimaan pajak lebih mudah dilakukan dibanding meningkatkan keadilannya. Dampak dari upaya meningkatkan penerimaan pajak seringkali menimbulkan berbagai masalah yang dihadapi insstansi perpajakan dengan pihak Wajib Pajak, terutama dalam menyelaraskan beban pajak yang harus dipikul olehwajib Pajak dengan pemenuhan kewajiban dan penggunaan hak di bidang 19

perpajakan. Sekalipun tata cara menentukan besar pajak terutang secara self assessment telah dikembangkan dengan pola pengawasannya yang sedemikian rupa sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku, namun adanya perbedaan pendapat antara aparat pajak/pemeriksa dengan Wajib Pajak dalam membedakan laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiscal (Muh. Hary Djatmiko, 2001 hal.1 ) Dengan demikian Pengadilan Pajak berdasarkan UU No. 14 tahun 2002 untuk memberikan pelayanan kepada warga masyarakat sebagai pembayar pajak (Wajib Pajak ) untuk menjamin hak dan kewajiban wajib pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang mencerminkan keadilan dan kepastian hukum. KESIMPULAN Dalam perumusan kebijakan perpajakan khususnya dalam penelitian ini bahwa penyelesaian perpajakan telah lahir kebijakan perpajakan baru berupa Undang- Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan pajak menggantikan Undang- Undang No. 17 tahun1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.Perumusan kebijakan perpajakan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak tersebut dilihat dari system politik diawali: 1. Input : Masalah Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak ; 2. Proses Pembuatan Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak ; 3. Output : Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa pajak 4. Impacts ( dampak ). Proses kebijakan perpajakan dalam bidang penyelesaian pajak ini diawali langkah pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pajak untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, yang merupakan keinginan Pemerintah berdasarkanan masukanmasukan berupa aspirasi masyarakat yang berkembang, khususnya aspirasi Wajib Pajak. Dan DPR telah memberikan persetujuan terhadap RUU tentang Pengadilan Pajak untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Kebijakan perpajakan dalam penyelesaian sengketa perpajakan berupa output-nya yaitu : Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak telah diundangkan pada tanggal 12 April 2002 dengan Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 27 Tambahan Lembaran Negara RI No.4189. Hal ini sesuai dengan system politik yang ada di Indonesia berdasarkan Pasal 5 ayat 1, Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana telah diubah dengan Perubahan Ketiga UUD 1945. Perbedaan yang prinsip dari UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dibandingkan dengan UU No. 17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ) antara lain adalah : Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan khusus di bidang tata usaha negara yang berpuncak ke Mahkamah Agung. BPSP tidak berpuncak ke Mahkamah Agung. Pada Pengadilan Pangadilan Pajak, banding terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Wajib Pajak harus melunasi 50 % dari kewajiban perpajakan terlebih dahulu. Dalam BPSP harus 100 %. Pemeriksaan pada Pengadilan Pajak dilakukan dengan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum sedangkan dalam BPSP dinyatakan tertutup untuk umum. Dampak yang diharapkan dari Undang-Undang No. 14 tahun 2002 bagi pemerintah yaitu dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yang merupakan salah satu penerimaan negara terus ditingkatkan dan dikelola secara bijak dan adil. Sedangkan bagi Wajib Pajak menjamin hak dan kewajiban wajib pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang mencerminkan keadilan dan kepastian hukum. 20

DAFTAR PUSTAKA Djatmiko, Hary, 2001. Prinsip-prinsip Beracara Dalam Mekanisme Peradilan Pajak Pada Badan Penyelesaain Sengketa Pajak, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Islamy,M.Irfan, 2002. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Bina Aksara, Jakarta. Sutopo, 2000, Kebijaksanaan Publik dan Implementasi,LembagaAdministrai Negara, Majalah GEMA PERATUN, Nomor : 10 Tahun 1999.- UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga UUD 1945. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.- Undang-Undang No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.- Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 21