BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 07 Tahun 2012 Seri A PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memiliki sumbangsih paling potensial. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 8 TAHUN TENTANG PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 17 TAHUN TENTANG

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

NOMOR : 15 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 DESEMBER 2013

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keuangan Kabupaten Karanganyar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 09 Tahun 2012 Seri A

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Daerah. Penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut:

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), belanja modal terdiri dari 5 kategori utama, yaitu: 1. Belanja Modal Tanah Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataaan, pematangan tanah, pembuat sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim (2007:96), PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. 2.3. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.3.1. Pajak Daerah Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah yang disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terkait dengan pendapatan pajak yang berbeda bagi provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Menurut UU tersebut, jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan berikut: 1. Pajak kendaraan bermotor. 2. Bea balik nama kendaraan bermotor. 3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor. 4. Pajak kendaraan di atas air. 5. Pajak air di bawah tanah.

6. Pajak air permukaan. Selanjutnya, jenis pajak kabupaten/kota tersusun atas: 1. Pajak hotel. 2. Pajak restoran. 3. Pajak hiburan. 4. Pajak reklame. 5. Pajak penerangan jalan. 6. Pajak pengambilan bahan galian golongan C. 7. Pajak parkir. 2.3.2. Retribusi Daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pendapatan retribusi juga berbeda untuk provinsi dan kabupaten/kota, terkait dengan UU No. 34 Tahun 2000. Untuk provinsi, jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1. Retribusi pelayanan kesehatan. 2. Retribusi pemakaian kekayaan daerah. 3. Retribusi penggantian biaya cetak peta. 4. Retribusi pengujian kapal perikanan. Selanjutnya, jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan berikut: 1. Retribusi pelayanan kesehatan.

2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. 3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP. 4. Retribusi penggantian biaya cetak akte catatan sipil. 5. Retribusi pelayanan pemakaman. 6. Retribusi pelayanan pengabuan mayat. 7. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum. 8. Retribusi pelayanan pasar. 9. Retribusi pengujian kendaraan bermotor. 10. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. 11. Retribusi penggantian biaya cetak peta. 12. Retribusi pengujian kapal perikanan. 13. Retribusi pemakaian kekayaan daerah. 14. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan. 15. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan. 16. Retribusi jasa usaha terminal. 17. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir. 18. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggrahan/villa. 19. Retribusi jasa usaha penyedotan kakus. 20. Retribusi jasa usaha rumah potong hewan. 21. Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal. 22. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga. 23. Retribusi jasa usaha penyeberangan di atas air. 24. Retribusi jasa usaha pengelolaan limbah cair.

25. Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah. 26. Retribusi izin mendirikan bagunan. 27. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. 28. Retribusi izin gangguan. 29. Retribusi izin trayek. 2.3.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah. 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara. 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 2.3.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemda. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2. Jasa giro. 3. Pendapatan bunga.

4. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. 5. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah 6. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8. Pendapatan denda pajak. 9. Pendapatan denda retribusi. 10. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. 11. Pendapatan dari pengembalian. 12. Fasilitas sosial dan umum. 13. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah, maka: Pada orde baru, APBD dapat didefenisikan Sebagai rencana operasional keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Pada orde lama, definisi APBD adalah Rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. (Halim, 2007:20)

Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah Suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam UU tersebut, ditetapkan bahwa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri atas: a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) b. Neraca c. Laporan Arus Kas (LAK) d. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) 2.5. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, fungsi APBD adalah: 1. Fungsi Otorisasi Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 2. Fungsi Perencanaan Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. 3. Fungsi Pengawasan Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 4. Fungsi Alokasi Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. 5. Fungsi Distribusi Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 6. Fungsi Stabilisasi Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.6. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Struktur APBD Pembiayaan Pendapatan SURPLUS Pengeluaran: Pembayaran Pokok Pinjaman Penyertaan Modal Pembentukan Dana Cadangan dan lain-lain Belanja DEFISIT Penerimaan: SiLPA (tahun sebelumnya) Pencairan Dana Cadangan Penerimaan Pinjaman Daerah, dan lain-lain Gambar 2.1 Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri atas: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mencakup pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2) Dana Perimbangan Mencakup dana bagi hasil (pajak dan sumber daya alam), dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. 3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana

penyesuaian dan dana otonomi khusus, serta bantuan keuangan dari provinsi atau pemda lainnya. b. Belanja Daerah Belanja daerah dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: 1) Belanja Tidak Langsung Merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terdiri atas belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. 2) Belanja Langsung Merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri atas belanja pegawai (honorarium/upah), belanja barang dan jasa, dan belanja modal. c. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Penerimaan pembiayaan mencakup: 1) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya. 2) Pencairan dana cadangan. 3) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.

4) Penerimaan pinjaman daerah. 5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman. 6) Penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup: 1) Pembentukan dana cadangan. 2) Penerimaan modal (investasi) pemda. 3) Pembayaran pokok utang. 4) Pemberian pinjaman daerah. 2.7. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding peneliti dalam melakukan penelitian. Nama Peneliti dan Tahun Adisti (2015) Handoko (2009) Tabel 2.1 Tinjauan penelitian terdahulu Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Peningkatan Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Independen: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Dependen: Belanja Modal Independen: Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dependen: Peningkatan Belanja Modal PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. PAD, DAU, dan DAK tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan positif terhadap peningkatan belanja modal.

Rangkuti (2009) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung di Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Dependen: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Independen: Belanja Langsung Secara simultan, pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung. Secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja langsung. Sedangkan pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung. Siregar (2015) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah Sumber : data diolah oleh peneliti Independen: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dependen: Belanja Modal Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lainlain PAD yang sah secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Sedangkan secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap belanja modal. 2.8. Kerangka Konseptual Menurut Sugiyono (2010:89), kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Pajak Daerah (X 1 ) Retribusi Daerah (X 2 ) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (X 3 ) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah (X 4 ) Belanja Modal (Y) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Jika sumber-sumber pendapatan daerah (misalnya: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah) telah diperoleh dan dikelola dengan baik untuk membiayai urusan pemerintah daerah, khususnya belanja modal, maka tercerminlah suatu tingkat kemandirian dan otonomi daerah tersebut. Efesiensi, efektivitas, transparansi, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam mengatur keuangan daerah (baik penerimaan dan pengeluaran daerah) maka akan terwujud pula otonomi daerah yang menyejahterakan masyarakatnya di daerah itu sendiri. Pendapatan asli daerah yang tinggi dapat mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, khususnya dalam hal bantuan dana.

2.9. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap rumusan masalah dalam suatu penelitian. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : H 1 : Pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat H 2 : Retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat H 3 : Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat H 4 : Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh signifikan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat H 5 : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara simultan terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat.