BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya terpenuhi (Depkes RI dalam Pratiwi, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organization (WHO)/United Nations International

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada bayi dapat dicegah, namun praktek pemberian susu formula pada bayi muda. masih tinggi terutama pada kelompok ibu yang bekerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Air susu ibu (ASI) adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu, yang

BAB I PENDAHULUAN. sering dijumpai pada anak-anak maupun orang dewasa di negara

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. ASI merupakan susu yang tepat untuk bayi karena susu ini khusus diproduksi ibu

BAB I PENDAHULUAN. (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Bayi tidak berdiri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI EKSKLUSIF DENGAN PERILAKU PEMBERIAN ASI DI PUSKESMAS NGUTER

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. harus dipelajari kembali, karena menyusui sebenarnya tidak saja memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. ASI Ekslusif pada bayinya (Laksono, 2010). Di daerah pedesaan, pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. intoleran. Dampak negatif penyakit diare pada bayi dan anak-anak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. saja sampai usia 6 bulan yang disebut sebagai ASI esklusif (DepKes, 2005). bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No.

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMUNIKASI PERSUASIF BIDAN TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA0-6

BAB 1 PENDAHULUAN. anak yang kemudian diterapkan diseluruh belahan dunia yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan (IDAI, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran seseorang hingga berusia 18 atau 24 bulan. Masa-masa bayi adalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pola menyusui yang dianjurkan (Suradi, 1995).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EDUKASI KESEHATAN KEPADA MASYARAKAT Apakah bermanfaat? Apa peran kita masing-masing?

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah berusia 6 bulan sampai bayi

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN PERTUMBUHAN BAYI DI DESA PAKIJANGAN KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. dan penyediaan energi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama

HUBUNGAN ANTARA ASI EKSKLUSIF DENGAN PERTUMBUHAN BAYI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. (Depkes RI, 2006). Menurut WHO MP-ASI harus diberikan setelah anak

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang baik pada balita (Dinkes, 2007). Perwakilan UNICEF di Indonesia

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGHASILAN IBU MENYUSUI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PERTANYAAN. Frekuensi. Informasi 1. Presentational media - Petugas Puskesmas. a. 1-3 bulan. Asi saja - Bidan. b. 4-6 bulan

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat pekerja mempunyai peranan & kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare hingga kini masih merupakan penyebab kedua morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi adalah anak yang baru lahir sampai berumur 12 bulan dan

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. Air susu ibu (ASI) merupakan air susu yang berasal dari payudara ibu. Di

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi yang berkualitas. Modal dasar pembentukan manusia

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya sesuai untuk kebutuhan bayi. Zat-zat gizi yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARIS SETYADI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Colostrum merupakan bagian dari ASI yang penting untuk diberikan pada

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB I PENDAHULUAN. Fund, dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui SK Menkes. No. 450/MENKES/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 telah

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN SUSU FORMULADENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 0-24 BULANDI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALAI AGUNG SEKAYU TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BERSALIN DENGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI DIKAMAR BERSALIN PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik

BAB I PENDAHULUAN. bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang

Nisa khoiriah INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius yaitu mendapat nutrisi yang baik (Dinkes, 2007). Perwakilan UNICEF di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

Jangan buang waktu, tenaga dan biaya anda sia-sia. Solusi mencari KTI Kebidanan tercepat dan terlengkap di internet hanya di

BAB I PENDAHULUAN. dari usia neonatal dini terjadi pada hari pertama (Komalasari, 2007).

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita merupakan suatu tindakan untuk memberikan MP-ASI dengan susu formula agar kebutuhan gizinya terpenuhi (Depkes RI dalam Pratiwi, 2009). Perkembangan zaman yang menuntut segalanya serba praktis menjadikan susu formula banyak dilirik oleh para ibu, terutama mereka yang bekerja. Kini dengan peralatan dan teknologi yang canggih, para produsen susu formula bersaing dalam merebut hati mereka dengan mengeluarkan produk susu formula (Khasanah, 2011). Di Inggris,berdasarkan data yang didapat pada tahun 2000,sebanyak 30% ibu-ibu di Inggris sama sekali tidak memberikan ASI kepada bayinya dan sebanyak 58% menukar secara penuh dengan susu formula pada saat bayi berusia 4-10minggu (Novianda, 2011). Sedangkan di negara-negara lain, susu formula hanya boleh dijual di farmasi, bahkan di beberapa negara tertentu pembelian susu formula harus menggunakan resep. Susu formula diberikan sebagai obat rujukan apabila bayi berada pada kondisi tertentu (Hidayanti, 2011). Rekomendasi WHO tentang penyajian susu formula harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi yakni cara penyajian yang baik dan benar. Cara penyajian susu formula yang baik dan benar diantaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali 1

2 minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar, meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dengan udara kamar hingga saat pemberian,waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut. Sisa susu yang telah dilarutkan dalam botol, sebaiknya dibuang setelah 2 jam. Dalam suhu udara biasa diruangan terbuka, susu formula yang belum diminum dapat bertahan 3 jam bila disimpan dalam kulkas dapat bertahan 24 jam. Hal lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum (Khasanah, 2011). Survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 1997 dan 2002 menunjukkan pemberian ASI kepada bayi satu jam setelah kelahiran menurun dari 8 persen menjadi 3,7 persen. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan menurun dari 42,2 persen menjadi 39,5 persen, sedangkan penggunaan susu formula meningkat tiga kali lipat dari 10,8 persen menjadi 32,5 persen (Koran tempo, 2013). Di negara berkembang, 75% masyarakatnya memberikan susu botol kepada balita. Indonesia sebagai negara berkembang juga merupakan salah satu konsumen susu botol. Botol susu yang tidak steril amat berbahaya sebab menjadi media berkembang-biaknya mikro-organisme yang bersifat patogen seperti bakteri, virus dan parasit, yang dapat menyebabkan penyakit, salah satunya diare. Hasil Survei Kesehatan rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa 15,3% kematian anak balita disebabkan oleh diare. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

3 1997 menunjukkan 10% anak balita menderita diare. Di Kabupaten Bekasi, berdasarkan hasil Survei Cepat Evaluasi Indikator CHN-III menunjukkan bahwa proporsi balita yang mengalami diare yaitu 10,40% (Paramitha, 2010). Di Magetan menurut data Dinkes Magetan 2013 terutama di kecamatan Ngariboyo termasuk salah satu kecamatan dengan balita terbanyak kedua yaitu 107 balita (Dinkes Magetan, 2013). Sedangkan data yang diperoleh dari studi pendahuluan di Posyandu, Kecamatan Ngariboyo di dapatkan sebanyak 60% ibu memiliki perilaku baik, dan 40% memiliki perilaku buruk dalam melakukan pemberian susu formula pada balita. Ibu harus memperhatikan secara teliti bagaimana cara yang benar untuk membuat dan menyajikan susu formula sebelum diminum. Takaran susu harus diperhatikan tidak boleh melebihi seperti yang dianjurkan, jangan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Kelebihan atau kekurangan dalam memberi takaran susu formula dapat berakibat timbulnya risiko kurang gizi atau kerusakan ginjal. Selain itu harus diperhatikan juga dalam kebersihan botol susu karena merupakan hal yang penting. Penyajian yang tidak benar banyak menyebabkan gangguan pada bayi yang diberi susu formula seperti diare, muntah, dan ganguuan penyerapan zat gizi, dot yang berada di atas botol susu dirancang seperti payudara ibu sehingga anak merasa nyaman untuk menggunakannya, namun dot seringkali menimbulkan permasalahan sendiri bagi kesehatan gigi anak. Jadi, memperhatikan kebersihan botol susu sebelum digunakan adalah hal yang amat mutlak untuk para ibu (Khasanah, 2011). Secara umum, prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak adalah susu yang sesuai dan bisa diterima oleh sistem tubuh bayi. Susu terbaik

4 tidak harus susu yang disukai bayi atau susu yang harganya mahal. Bukan juga susu yang banyak dipakai oleh kebanyakan bayi atau susu yang paling laris. Meskipun susu tersebut disukai bayi tetapi bila menimbulkan banyak gangguan fungsi dan sistem tubuh maka akan menimbulkan banyak masalah kesehatan baginya. Semua susu formula yang beredar di Indonesia dan dunia harus sesuai dengan Standar. Standar untuk susu formula bayi adalah jumlah kalori, vitamin, dan mineral harus sesuai dengan kebutuhan bayi dalam mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan kata lain penggunaan apapun merk susu formula yang sesuai dengan usia bayi, selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu yang terbaik untuknya. Penambahan AA (Asam Arachidonat), DHA (Docosahexaenoic Acid), Spingomielin pada susu formula sebenarnya bukan merupakan pertimbangan utama pemilihan susu yang terbaik. Penambahan zat yang diharap berpengaruh terhadap kecerdasan anak memang masih sangat kontroversial. Sementara itu penambahan prebiotik atau sinbiotik untuk memperbaiki saluran cerna bukanlah yang utama. Selama bahan dasar susu formula tersebut bisa diterima saluran cerna, maka penambahan bahan kandungan pada susu formula tidak terlalu bermanfaat (Nadesul, 2000). Penggunaan susu formula merupakan alternatif terakhir yang seharusnya dipilih oleh seorang ibu apabila benar-benar tidak bisa menyusui bayinya,dan bukan alasan yang diada-adakan. Perilaku Ibu dalam pemberian susu formula sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan pandangan terhadap kesehatan anak. Ibu perlu mengetahui tentang teknik-teknik pemberian susu formula yang benar, mulai dari pemilihan,cara,serta efek

5 samping dari penggunaan dot ataupun pemberian susu formula. Perilaku ibu ditingkatkan dengan adanya penyuluhan,forum ibu meneteki,dan banyak membaca (Nadesul, 2000). Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti ingin mengetahui Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pada Balita di Posyandu Dahlia, Desa Ngariboyo, Kecamatan Magetan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pada Balita di Posyandu Dahlia Rt 01, Rw 03, Desa Ngariboyo, Kecamatan Magetan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui Perilaku Ibu Dalam Pemberian Susu Formula Pada Balita di Posyandu Dahlia Rt 01, Rw 03, Desa Ngariboyo, Kecamatan Magetan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4 1. Manfaat Teoritis Dapat dijadikan penelitian lebih lanjut sebagai dasar untuk lebih memantapkan dalam pemberian informasi. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti

6 Peneliti dapat mengaplikasikan hasil penelitian yang di dapat secara langsung dan mendapatkan informasi mengenai perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita. 2. Bagi Ibu-Ibu Posyandu Memberikan informasi mengenai cara pemberian susu formula dengan benar sehingga tidak menimbulkan kesalahan perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita. 1.5 Keaslian Penelitian Pada dasarnya penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita sudah diteliti oleh beberapa orang di Indonesia, akan tetapi setiap penelitian memiliki unsur persamaan dan perbedaan masing masing dari konsep yang mereka teliti. Beberapa penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu : 1. Cucu Suherna, Fatmalina Febry, Rini Mutahar tentang hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada anak usia 0-24 bulan di wilayah kerja puskesmas balai agung sekayu tahun 2009. Hasil penelitiannya adalah kejadian diare pada anak usia 0-24 bulan yaitu sebesar 52,9%. Secara statistik hasil penelitian ini adalah secara pengenceran susu formula, cara penyimpanan sisa susu di dalam botol dan cara penyimpanan susu setelah pengenceran masing-masing tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada anak usia 0-24 bulan. Persamaan dari penelitian ini adalah meneliti tentang pemberian susu formula. Perbedaanya adalah penelitiaan ini meneliti

7 tentang hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian diare pada anak usia0-24 bulan, sedangkan yang saya teliti adala perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita. 2. Reni Fitriani Handayani, tentang gambaran pengetahuan ibu tentang dampak pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 di puskesmas padang bulan tahun 2010. Penelitian ini bersifat deskriftif yang berjudul gambaran pengetahuan ibu tentang dampak pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan di kelurahan Sihitang Kecamatan Padangsidempuan Tenggara Tahun 2010. Diperoleh gambaran secara umum pengetahuan ibu 1156/1800 x 100 % = 64,22 %. Kategori berpengetahuan atau sangat tahu sebanyak 12 responden (40%), kategori tahu (sekedar tahu) sebanyak 18 responden (60%). Bila dirujuk kepada kategori Matorkis termasuk kategori tahu/sekedar tahu (34% - 67%). Berdasarkan tingkatan umur responden yang berusia 20-25 tahun (76,67%) menunjukkan dominasi pemahaman yang lebih dibanding pada umur yang lebih tua yakni berusia 26-30 tahun (20%) dan berusia 31-35 tahun (3,33%). Berdarkan tingkat pendidikan responden, bahwa responden yang mengerti atau tahu dampak pemberian susu formula pada tingkat pendidikansmp (50%), selanjutnya diikuti oleh responden pada tingkat SD (10%). Perbedaanya adalah penelitiaan ini meneliti tentang dampak pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan, sedangkan yang saya teliti adalah perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita.

8 3. Atika Pratiwi. R0105009. 2009. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Tentang MP-ASI Pada Balita Usia 6-24Bulan DiDusun Tlangu Barat Desa Bulan Wonosari Klaten. Program Studi DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Metode penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross sectional, cara pengambilan data pada penelitian ini dengan wawancara yang telah diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitasnya. Hasil analisis pengaruh tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu tentang MP-ASI diperoleh nilai Rho 0,486 dan nilai signifikansi p= 0,000 yang berarti nilainya p< 0,05 dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat Hubungan yang signifikan antara tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Tentang MP-ASI Pada Balita Usia 6-24 Bulan didusun Tlangu Desa Bulan Kec.Wonosari Klaten. Perbedaanya adalah penelitiaan ini meneliti tentang Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Tentang MP-ASI Pada Balita Usia 6-24Bulan, sedangkan yang saya teliti adalah perilaku ibu dalam pemberian susu formula pada balita.

9