KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering mengalami goncangan gempabumi. Karakteristik gempabumi di kedua pulau mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik gempabumi di Sumatera dan Jawa dalam periode tahun 1950 2013 meliputi posisi episentrum dan magnituder; membandingkan karakteristik masing-masing gempabumi di kedua pulau tersebut.; serta menginterpretasi penyebab perbedaan karakteristik gempabumi di kedua pulau. Penelitian menggunakan data gempabumi yang terjadi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang bersumber pada data gempabumi USGS tahun 1950-2013. Dari analisis data diperoleh hasil bahwa gempabumi di Sumatera rata-rata memiliki magnitude yang lebih besar dibandingkan dengan gempabumi di Jawa. Kedalaman pusat gempabumi di Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di Jawa. Perbedaan karakteristik gempabumi di Sumatera dan Jawa ini diperkirakan disebabkan karena adanya perbedaan sudut pertemuan antar lempeng di barat Sumatera yang relatif serong, dibandingkan di selatan Jawa yang relatif tegak lurus. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas sekitar 1,92 juta km 2, secara geologis merupakan pertemuan 3 lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng India- Australia, dan Lempeng Pasifik. Ketiga lempeng tersebut saling bergerak dan berinteraksi menjadikan wilayah Indonesia secara geologi sangat kompleks. Kondisi ini menyebabkan beberapa wilayah Indonesia sering mengalami bencana alam berupa gempabumi, tsunami, gerakan massa tanah dan batuan, letusan gunungapi, dan dinamika geologi destruktif lainnya. Diantara bencana alam di atas, kejadian gempabumi hingga saat ini masih merupakan misteri, terutama terkait dengan prediksi kapan, dimana, dan seberapa besar gempabumi akan terjadi. Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering mengalami goncangan gempabumi. Karakteristik gempabumi di kedua pulau mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan itu perlu dianalasis dengan baik sehingga didapatkan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik gempabumi di kedua pulau tersebut. 314
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: Menganalisis karakteristik gempabumi di Sumatera dan Jawa dalam periode tahun 1950 2013 meliputi posisi episentrum dan magnitude Membandingkan karakteristik masing-masing gempabumi di kedua pulau tersebut. Menginterpretasi penyebab perbedaan karakteristik gempabumi di kedua pulau. BATASAN PENELITIAN Penelitian menggunakan data gempabumi yang terjadi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang bersumber pada data gempabumi USGS tahun 1950-2013. Karakteristik gempabumi yang dianalisis berupa posisi episentrum (letak dan kedalaman pusat gempa) dan magnitude gempabumi. Hal ini terkait dengan jenis data yang dapat diunduh dari USGS. DASAR TEORI Gempabumi adalah suatu gejala fisik yang ditandai dengan bergetarnya bumi dengan berbagai intensitas (Boen, 1984). Gempabumi ialah sentakan asli dari bumi, bersumber di dalam bumi dan yang merambat melalui permukaan dan menembus bumi (Katili & Marks, 1963). Pembagian gempabumi dalam jenis jenis tertentu tergantung pada kriteria pembagian, meliputi: 1. Berdasarkan penyebab: a. Gempabumi vulkanik yaitu gempabumi yang disebabkan oleh pergerakan magma di dalam kantong magma dan ledakan gunungapi (terjadi sebelum, selama atau setelah ledakan gunungapi). b. Gempabumi tektonik, disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempeng tektonik. c. Gempabumi runtuhan, terjadi di daerah daerah dimana terdapat runtuhan dalam tanah misalnya di daerah pertambangan (Katili & Marks, 1963) d. Gempabumi induksi terjadi sebagai akibat adanya suatu perubahan situasi dari suatu keadaan kering ke keadaan basah, di sini juga berperan gaya pembebanan. Gempabumi induksi ini dapat berkekuatan 4-5 pada Skala Richter (Rachmat, 2004) 2. Berdasarkan jarak episentralnya (Katili & Marks, 1963): a. Gempabumi setempat, jarak epi-sentral < 10.000 km b. Gempabumi jauh, jarak episentral kurang lebih 10.000 km c. Gempabumi sangat jauh, jarak episentral > 10.000 km 315
3. Berdasarkan dalamnya fokus (jarak antara episentum dan hiposentrum) (Katili & Marks, 1963) a. Gempabumi dangkal, dalamnya fokus kurang lebih 70 km b. Gempabumi intermediet, dalamnya fokus 70 300 km c. Gempabumi dalam, dalamnya fokus 300 700 km HASIL PENELITIAN Data penelitian diperoleh dari database gempabumi USGS dari tahun 1950 2013 pada koordinat 91 o BT 115 o BT, dan 2 o LU 14 o LS, diperoleh sejumlah 3.556 data gempa di Pulau Jawa serta 13.443 data gempa di Pulau Sumatera. Data gempabumi tersebut meliputi waktu kejadian gempa, koordinat geografis pusat gempa, magnitudo gempa, dan kedalaman gempa. Grafik data gempa berdasarkan tahun terhadap jumlah gempa, Magnitudo, dan Kedalaman Pusat Gempa dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Gempabumi di Pulau Sumatera lebih sering terjadi dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Dari data yang terhimpun, diketahui bahwa selama tahun 1950 2013, di Pulau Sumatera telah terjadi 13.443 kejadian gempabumi, sementara di Pulau Jawa dalam kurun waktu yang sama hanya terjadi 3.556 kejadian gempabumi. Ini berarti bahwa rasio gempabumi di Sumatera dibanding di Jawa adalah 3,78 : 1. Berdasarkan magnitudo gempa yang terjadi, diketahui bahwa rata-rata di Sumatera sebesar 4,58 Skala Richter (SR), sedangkan gempa di Jawa rata-rata 4,65 SR. Namun kalau melihat distribusi magnitudo gempa, di Sumatera memiliki gempa dengan magnitudo yang lebih besar dibanding di Jawa, seperti terlihat pada Gambar 2. Di Sumatera terdapat 28 kejadian gempabumi dengan magnitudo 7 SR atau lebih, dengan magnitudo terbesar adalah 9,1. Sementara itu di Jawa terdapat 10 kejadian gempabumi dengan magnitudo 7 SR atau lebih, dengan magnitudo terbesar adalah 7,8 SR. 316
Gempabumi di Jawa Gempabumi di Gambar 1. Grafik jumlah kejadian gempabumi di Jawa dan Sumatera sejak tahun 1950 2013.
JAWA SUMATERA Gambar 2. Grafik Magnitudo gempabumi di Jawa dan Sumatera sejak tahun 1950 2013.
Gempabumi di Jawa Gempabumi di Sumatera Gambar 3. Grafik distribusi kedalaman pusat gempa terhadap tahun kejadian gempa di Jawa dan di Sumatera antara tahun 1950 2013.
Dilihat dari kedalaman pusat gempa, gempa di Jawa mempunyai pusat gempa yang relative lebih bervariasi dibandingkan dengan gempa di Sumatera. Di Jawa terdapat 138 kejadian gempa dalam (dengan hiposentrum > 300 km) atau sebesar 3,9 % dari seluruh gempa, sejumlah 770 kejadian gempa menengah (dengan hiposentrum 70 300 km) atau 21,7 %, serta sejumlah 2648 kejadian gempa dangkal (dengan hiposentrum < 30 km) atau 74,4 % dari seluruh gempa di Jawa. Sementara itu di Sumatera gempa dalam terjadi sebanyak 10 kali atau sebesar 0,07 %, gempa menengah sebanyak 1344 kali atau sebesar 10 %, sedangkan gempa dangkal terjadi sebanyak 89,93 % dari seluruh kejadian gempa di Sumatera. Dari data tersebut terlihat bahwa gempa di Sumatera didominasi oleh gempa dangkal. DISKUSI DAN PEMBAHASAN Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan dua wilayah di Indonesia yang sering mengalami gempabumi. Gempabumi di kedua pulau tersebut disebabkan oleh pertemuan lempeng Hindia Australia yang menunjam di bawah Eurasia. Pertemuan lempeng di kedua pulau mempunyai perbedaan, dimana di Sumatera berupa pertemuan miring, sementara di Jawa merupakan pertemuan yang tegak lurus. Sebenarnya lebar Kerak Samudera Hindia Australia yang menunjam di bawah Pulau Jawa dan Pulau Sumatera relatif sama, namun karena di Sumatera miring membentuk sudut sekitar 50 o, menjadikan panjang segmen yang bertemu di Sumatera menjadi sekitar 1,5 kali lebih panjang dibanding di Jawa. Di wilayah Sumatera dan Jawa terdapat 4 dari 9 wilayah yang berpotensi terjadi gempa besar di wilayah Indonesia yang dikenal sebagai daerah seismic Gap pada megathrust/backthrust, seperti terlihat pada Gambar 4 (Natawidjaja, 2012). Seismic gap adalah zona patahan yang diketahui keaktifannya (dapat mengeluarkan gempa) tapi sudah lama tidak terjadi gempa di lokasi tersebut. Artinya, ada kemungkinan segmen gempa tersebut sudah mengakumulasi energi gempa yang besar. Selain gempa-gempa yang berasosiasi dengan subduksi, di Sumatera terdapat patahan besar Semangko yang juga berpotensi sebagai pusat-pusat gempa (Gambar 5). Gempa pada sesar ini biasanya merupakan gempa dangkal, sehingga meskipun dengan magnitudo yang relatif kecil namun dapat menimbulkan dampak yang besar.
Gambar 4. Peta Keberadaan Seismic Gap pada megathrust/backthrust di Indonesia yang berpotensi sebagai tempat terjadinya gempa besar (Sumber : Natawidjaja, 2012).
Gambar 5. Tatanan tektonik wilayah Pulau Sumatera-Samudera Hindia. Terlihat bahwa selain zona penunjaman, terdapat juga sesar Sumatera yang dapat menjadi pusat gempa.
Gempa di Jawa banyak berasosiasi dengan penunjaman Lempeng Hindia Australia di selatan Pulau Jawa. Zona subduksi ini secara kasat mata nampak sebagai palung Jawa yang memanjang dari barat ke timur dan di sebelah utaranya terdapat pegunungan memanjang bawah laut yang dikenal sebagai busur luar. Subduksi Jawa memiliki umur cukup tua yakni lebih dari 150 juta tahun sehingga sempat dianggap bersifat aseismik atau tidak menghasilkan gempa. Namun peristiwa gempa Pancer (Banyuwangi) 1994 dan Pangandaran 2006 (keduanya sama-sama memiliki magnitud momen 7,8) menunjukkan subduksi ini tetap harus diperhitungkan sebagai sumber potensial gempa besar. Diantara kedua wilayah tersebut terdapat seismic gap meliputi kawasan sepanjang +/- 400 km (Gambar 6). Kawasan ini merupakan area yang sedang menimbun energi seismik secara terus-menerus karena belum mengalami pematahan. Selain berasosiasi dengan zona penunjaman, di Pulau Jawa terdapat juga sesar-sesar aktif yang dapat menjadi pusat gempa, seperti yang terjadi pada gempa Yogyakarta tahun 2006. Gempa-gempa ini merupakan gempa dangkal, sehingga dapat berdampak besar, terutama karena penduduk di Pulau Jawa cukup banyak, dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Terkait dengan gempa yang diikuti dengan Tsunami, terdapat fenomena yang menarik untuk didiskusikan, dengan membandingkan tsunami Aceh tahun 2004 dengan Tsunami Pangandaran tahun 2006. Gempa yang menyebabkan Tsunami Pangandaran memiliki kekuatan 126 kali lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan Gempa Aceh. Namun demikian kekuatan Tsunami Pangandaran hampir setengah dari kekuatan Tsunami Aceh. Hal ini terlihat dari tinggi Tsunami Pangandaran sebesar 21 m (Anonim, 2011), sedangkan Tsunami Aceh setinggi 30 m (Satyayana, 2006). Kemungkinan besar Tsunami Pangandaran disebabkan karena gempa tsunami (Tsunami Earthquake). Kenyataan ini menimbulkan interpretasi dari Penulis bahwa lapisan lempeng di Jawa relatif lebih elastis dibandingkan dengan lempeng di Sumatera yang lebih brittle. Penyebabnya karena di Sumatera merupakan Lempeng Benua, sementara di Jawa kemungkinan merupakan lempeng Samudera.
Gambar 6. Peta kegempaan Jawa hingga 2007. Nampak dua lokasi dimana episentrum gempa-gempanya sangat rapat, yakni Pangandaran (2006) dan Pancer (1994). Di antara keduanya membentang seismic gap sepanjang 400 km (Sumber : http://regional.kompasiana.com).
KESIMPULAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah : 1. Gempa di Sumatera lebih sering terjadi dibandingkan dengan di Jawa dengan rasio sekitar 4 : 1. 2. Magnitudo rata-rata gempa di Jawa sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan di Sumatera, namun magnitudo gempa terbesar terjadi di Sumatera. 3. Kedalaman pusat gempa di Jawa lebih bervariasi antara gempa dangkal, gempa menengah, dan gempa dangkal, sedangkan di Sumatera hampir 90 % merupakan gempa dangkal, dan hampir tidak pernah terjadi gempa dalam. 4. Perbedaan karakteristik kegempaan di Sumatera dengan di Jawa terjadi karena perbedaan sudut pertemuan dengan lempeng Samudera Hindia Australia, dimana di Sumatera membentuk sudut sekitar 50o, sedang di Jawa relatif tegak lurus. 5. Diperkirakan terdapat perbedaan komposisi penyusun lempeng. Di bawah Sumatera merupakan lempeng benua yang brittle, sedangkan di Jawa merupakan lempeng Samudera yang lebih plastis. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Pengurus Jurusan Teknik Geologi yang telah memberi dukungan dana berupa Hibah Penelitian Dosen tahun 2013.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2011, Gempa Cilacap dan Bayang-Bayang Samudera Hindia, http://regional.kompasiana.com, 15 April 2011. Boen, T., 1984, Dasar-Dasat Perencanaan Bangunan Tahan Gempa, Yayasan LPMB, Bandung. Katili, J.A. dan Marks, 1963, Geologi, Departemen Urusan Research Nasional Djakarta, Kilatmadju, Bandung. Natawidjaja, D. H., 2012, Beberapa Patahan Aktif yang berpotensi Gempa Besar, http://www.politikindonesia.com. Rachmat, H., 2004, Potensi dan Mitigasi Bencana Geologi di Nusa Tenggara Barat, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Pengurus Daerah Nusa Tenggara, tidak dipublikasikan. Satyayana, A.H., 2006, Gempa dan Tsunami Aceh 26 Desember 2004: Setelah Dua Tahun Berselang, www.mail-archive.com/iagi-net@iagi.or.id