BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Responden dan Hasil Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat adalah terwujudnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. keadaan gizi : contohnya gizi baik, gizi buruk, gizi kurang ataupun gizi lebih. Untuk dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembanguan manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, 2012).

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN BALITA GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEBONGAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. harus diperhatikan oleh ibu. Salah satu pemenuhan kebutuhan gizi bayi ialah

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

Karya Tulis Ilmiah. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun Oleh: MUJI RAHAYU J.

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I. A. Latar Belakang. Dalam Al-Qur an terkandung segala bentuk tata kehidupan, mulai dari. Qur an surat Al- Baqarah dan surat Yunus yang artinya :

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan yang merugikan kesehatan. Hal-hal ini secara langsung menjadi. anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Balita Balita (Bawah lima tahun) didefinisikan sebagai anak dibawah lima tahun dan merupakan periode usia setelah bayi dengan rentang 0-5 tahun (Gibney, 2009). 2.2 Definisi Gizi Zat gizi merupakan hasil interaksi akhir organisme pada makanan yang dikonsumsi. Zat gizi dapat berupa zat organik, non organik, dan sumber energi dimana pada semua elemen ini mengandung nutrient-nutrien yang semuanya dibutuhkan oleh tubuh (Kozier & Erb s, 2002). 2.3 Definisi Status Gizi dan Cara Pengukurannya Status gizi merupakan gambaran kesehatan sebagai refleksi penggunaan konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh seseorang dan penggunaannya oleh tubuh (Jonny, 2002; Sunarti, 2004). Penilaian status gizi balita dengan standar nasional yang di terbitkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia hanya menggunakan pengukuran antropometri (penilaian gizi secara langsung) yaitu berdasarkan BB/U (berat badan/umur) dengan klasifikasi gizi kurang, gizi buruk, gizi baik,

16 gizi lebih. Berdasarkan TB/U (tinggi badan/umur) di klasifikasikan menjadi sangat pendek, pendek,normal,tinggi, dan berdasarkan BB/TB (berat badan/tinggi badan) dengan klasifikasi sangat kurus, kurus, gemuk (DEPKES RI, 2012). Pengukuran langsung selain antropometri adalah pengukuran secara klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung adalah dengan survei konsumsi makanan dan statistik vital (Supariasa, dkk., 2013). Tabel 2.1 Pengukuran Status Gizi Balita Berdasarkan Z- Score Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk Sumber : DEPKES RI, 2012

17 2.4 Definisi Gizi Buruk Gizi buruk adalah suatu kondisi seseorang dengan nutrisi di bawah rata-rata. Gizi buruk merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Balita disebut gizi buruk apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) <-3 SD (Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013). 2.5 Definisi Gizi Kurang Gizi kurang merupakan kondisi dimana seseorang tidak memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan. Secara sederhana kondisi ini terjadi akibat kekurangan zat gizi secara terus menerus dan menumpuk dalam derajat ketidakseimbangan yang absolute dan bersifat immaterial. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP (kekurangan Kalori Protein). Dalam standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, balita gizi kurang apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) 3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013).

18 2.6 Faktor risiko gizi buruk dan gizi kurang Penyebab gizi buruk secara mendasar terdiri dari dua hal yakni sumber daya potensial dan sumber daya manusia. Sumber daya potensial seperti politik, ideology, suprastruktur, struktur ekonomi dan sumber daya manusia seperti pengawasan, ekonomi, pendidikan/pengetahuan dan penyakit (Priharsiwi, dkk.,2006). Sumber lain menjelaskan beberapa penyebab gizi kurang dan buruk adalah asupan makanan, penyakit penyerta, infeksi, sosial ekonomi, pendidikan, persediaan makanan, perawatan anak dan kesehatan ibu pada masa kehamilan (Supariasa, dkk, 2013) : a. Asupan makanan Kondisi gizi seseorang dipengaruhi oleh masuknya zat makanan dan kemampuan tubuh manusia untuk menggunakan zat makanan tersebut. Sedangkan masuknya zat makanan kedalam tubuh manusia ditentukan oleh perilaku berupa sikap seseorang memilih makanan,daya seseorang dalam memperoleh makanan dan persediaan makanan yang ada. Kemampuan tubuh untuk menggunakan zat makanan ditentukan oleh kesehatan

19 tubuh orang atau manusia yang bersangkutan (Wise, dkk,. 2004). b. Status sosial ekonomi Salah satu faktor yang mempengaruhi rantai tak terputus gizi buruk adalah status ekonomi yang buruk, secara langsung ataupun tidak keadaan financial mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperoleh kelayakan pangan dan fasilitas untuk menunjang kesehatannya (Gibney, dkk, 2009). c. Pendidikan ibu Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap status kesehatan, dalam hal ini gizi buruk dan gizi kurang karena orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih berpeluang terpapar informasi kesehatan dan tingkat pemahaman mengenai informasi kesehatan juga lebih baik (Ismail, dkk. 2007). d. Penyakit penyerta dan infeksi Antara status gizi kurang atau status gizi buruk dan infeksi atau penyakit penyerta terdapat interaksi bolak-balik yang dapat menyebabakan gizi kurang dan gizi buruk melalui berbagai mekanisme fisiologis dan biologis. Yang terpenting ialah efek langsung dari infeksi sistemik pada

20 katabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah dapat mempengruhi status gizi (Suharjo,2005). e. Pengetahuan ibu Tingkat pengetahuan yang rendah dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman, kebenaran yang tidak lengkap dan tidak terstruktur dimana manifestasinya berupa kesalahan manusia atau individu dalam melakukan praktek kehidupannya karena dilandasi pengetahuan yang salah. Pengetahuan yang salah, dalam hal ini mengenai kesehatan tentunya juga akan mempengaruhi perilaku dan kualitas kesehatan orang tersebut (Watloly, 2001). f. BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang ketika dilahirkan mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram. Berat lahir yang rendah disebabkan oleh kelahiran premature atau retardasi pertumbuhan intrauteri. Bayi prematur mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim sehingga semakin muda umur kehamilan, fungsi organ menjadi semakin kurang berfungsi dan prognosanya juga semakin kurang baik. Kelompok BBLR sering mendapatkan

21 komplikasi akibat kurang matangnya organ karena kelahiran prematur (Wong, dkk,. 2008). g. Kelengkapan imunisasi Imunisasi adalah pemberian vaksin (bibit penyakit menular yang telah dilemahkan atau dimatikan) kepada bayi atau anak-anak, vaksin ini pada awalnya berasal dari penyakit menular yang menyebabkan kecacatan atau kematian yang telah dimatikan. Dengan pemberian vaksin, tubuh bayi atau anak akan membentuk antibody, sehingga tubuh bayi atau anak telah siap (telah kebal) bila terinfeksi oleh penyakit menular tersebut. Dengan kata lain terhindarnya bayi atau anak dari berbagai penyakit dapat memperbaiki status gizi anak tersebut (Wise, 2004). h. ASI Wanita menyusui mempunyai air susu yang bersifat spesifik, sesuai dengan kebutuhan laju pertumbuhan dan kebiasaan menyusui bayinya yang tidak bisa didapatkan dari susu atau sumber lainya (Wise, 2004). Pemberian ASI ekslusif merupakan salah satu cara efektif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi dan kematian pada bayi, pemberian ASI ekslusif dapat memberikan manfaat bagi ibu maupun bayinya, dengan

22 pemberian ASI ekslusif dapat memberikan kekebalan bagi bayi dan secara emotional kedekatan ibu dan anaknya akan semakin terjalin dengan baik (Kahleen, 2009). 2.7 Penelitian sebelumnya Berdasarkan hasil penelitian, banyak faktor yang memberikan kontribusi terjadinya angka gizi buruk dan gizi kurang, antara lain faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, makanan pendamping, kebudayaan, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV aids, kondisi psikologi anak, keamanan negara, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan nutrisi pada masa kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jamra dan Banwar (2013) di salah satu daerah perkumuhan di India, dengan melibatkan 281 partisipan menunjukan hasil 22,1% anak menderita kekurangan gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor status sosial ekonomi, pengetahuan/pendidikan orang tua, urutan kelahiran, dan kelengkapan imunisasi. Setelah memperoleh data mengenai status gizi anak di wilayah tersebut peneliti melakukan intervensi dengan memberikan pendidikan kesehatan selama enam bulan dan diperoleh hasil 41 anak mengalami kenaikan berat badan. Hal ini menunjukan bahwa pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua sangat

23 memiliki pengaruh yang signifikan untuk meningkatkan status gizi anak. Jansen, dkk., (2013) melakukan penelitian di Belanda dengan melibatkan 4987 partisipan anak. Peneliti menggunakan metode Cross-Sectional study dengan menggunakan instrument penelitian berupa kuisioner, kuisioner berisi tentang jenis makanan apa yang disukai anak, tingkat kekenyangan anak, pola minum anak, pengawasan orang tua, pembatasan makanan oleh orang tua, nafsu makan anak dan jenis makanan. Hasil yang diperoleh adalah bahwa perilaku makan anak dan praktek pemberian makan orang tua sangat mempengaruhi status gizi anak,sedangkan Pei, dkk., (2012) melakukan penelitian pada suatu daerah pedesaan di China dengan sampel sebanyak 13.532 anak di 45 kabupaten dan menunjukan hasil bahwa ada pengaruh yang siginifikan antara gizi anak dengan pemberian ASI, kemiskinan, etnis minoritas dan pendidikan orang tua. Lingkungan yang aman juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Hal ini ditunjukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghazi, dkk., (2013) dari hasil penelitian yang dilakukan dengan sampel sejumlah 220 anak berusia 3 sampai 5 tahun menunjukan

24 bahwa daerah konflik memiliki pengaruh yang siginifikan terhadap status gizi anak. Hal yang cukup menarik adalah di daerah tersebut tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan orang tua dengan gizi anak. Hal ini menunjukan bahwa potensial penyebab terjadinya angka gizi buruk pada setiap daerah berbeda-beda. Multikopleksitas penyebab gizi buruk memiliki keterikatan antara BBLR, penyakit penyerta dan infeksi. Mcdonald, dkk., (2012) dengan metode multivariate untuk mengetahui hubungan antar faktor penyebab memperoleh hasil bahwa ada hubungan antara infeksi,penyakit seperti HIV aids, bayi prematur, dan BBLR dengan status gizi anak. ASI merupakan hal yang sangat penting dalam pemenuhan nutrisi anak. Tidak ada sumber nutrisi lain yang lebih baik dari ASI. Hassiotao dkk.,(2013) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ASI adalah komponen nutrisi yang penting bagi bayi karena dapat memberikan kekebalan atau anti body sehingga anak dapat terhindar dari infeksi, hal ini dapat mempengaruhi dalam pemenuhan zat gizi anak. Dalam penelitian lainnya, hanya 14% ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI

25 eksklusif kurang dari dua bulan. Hasil yang dikeluarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia cukup memprihatinkan yaitu bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sangat rendah. Sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula (Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2008). Perbedaan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan antara orang miskin dengan orang tidak miskin juga sangat mempengaruhi kesehatan dan gizi anak. Berdasarkan penelitian Singh dan Kumar (2013) di India kesenjangan yang terjadi antara orang miskin dan kaya mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diberikan dan hal ini secara langsung ataupun tidak langsung dan secara bertahap menyebabkan terjadinya gizi buruk. Saputra dan Nurizka (2012) melakukan penelitian di Sumatra Barat dengan jumlah sampel sebanyak 572 yang merefleksikan situasi rumah tangga di Sumatera Barat yang bercirikan masyarakat nelayan, masyarakat pertanian dan perkebunan, dan masyarakat perkotaan. Penarikan sampel dilakukan secara sytematical random sampling. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi prevalensi gizi buruk sekitar

26 17,6 persen dan gizi kurang sekitar 14 persen, dengan faktor penyebab kemiskinan dan tingkat pendidikan orang tua yang merupakan faktor utama penyebab balita menderita gizi buruk dan gizi kurang. Pengetahuan berkaitan erat dengan tingkat pemahaman seseorang tentang suatu hal dalam hal ini adalah mengenai kesehatan. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010, sebagian besar rumah tangga di Indonesia masih menggunakan air yang tidak bersih (45 %) dan sarana pembuangan kotoran yang tidak aman (49 %) hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang rendah dari masyarakat. Minimal satu dari setiap empat rumah tangga dalam dua kuintil termiskin masih melakukan buang air besar di tempat terbuka. Perilaku tersebut berhubungan dengan penyakit diare, yang selanjutnya berkontribusi terhadap gizi kurang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian yang berkontribusi besar di Indonesia tercatat 31 persen anak usia 1 sampai 11 bulan meninggal akibat diare dan 25 persen kematian pada anak-anak antara usia satu sampai empat tahun (UNICEF Indonesia 2012). Kebudayaan juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya angka gizi buruk. Evans, dkk., (2011) dalam penelitiannya dengan menggunakan total sample

27 721 orang tua dengan anak berusia 1-5 tahun di bagian selatan Amerika Serikat. Dengan menggunakan cross-sectional study menemukan bahwa ada perbedaan cara pemberian makan dan pemilihan jenis makanan. Praktek pemberian makanan dapat menentukan pola perilaku anak dalam makan, terutama bagi anak untuk dapat memiliki isyarat lapar yang normal. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa gizi buruk dan gizi kurang merupakan permasalahan yang multikompleks dan memiliki kesinambungan antar faktor penyebab. Berdasarkan metode cross-sectional study maupun multivariate yang digunakan dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, makanan pendamping, kebudayaan, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV aids, kondisi psikologi anak, keamanan negara, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR dan nutrisi pada masa kehamilan berpengaruh dan memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk dan gizi kurang. Dari hasil penelitian juga menunjukan bahwa faktor ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan yang selama ini menjadi salah faktor utama penyebab gizi buruk dan gizi kurang tidak dapat diberlakukan secara universal terhadap seluruh wilayah dan lapisan masyarakat yang ada.

28 Melihat pemaparan tentang gizi kurang tersebut baik secara teoritis maupun berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukan bahwa balita merupakan periode yang rentan terhadap kejadian gizi kurang, gizi kurang memberikan kontribusi yang sangat besar untuk terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan balita dengan manifestasi klinis paling fatal dapat menyebabkan kematian (Priharsiwi, 2006). Wilayah kerja Puskesmas Jetak memiliki balita dengan jumlah angka gizi kurang yang tidak sedikit yaitu sebanyak 62 penderita, sangatlah penting melakukan pencegahan untuk menekan angka gizi kurang tersebut, pencegahan dapat dilakukan secara efektif ketika mengetahui faktor yang paling berpotensi terhadap kejadian gizi kurang, hal yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan melakukan sebuah penelitian. 2.8 Kerangka Teori Dalam Penelitian ini sesuai dengan teori dan hasil penelitian sebelumnya, gizi kurang didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak memiliki nutrien yang dibutuhkan tubuh akibat kesalahan atau kekurangan asupan makanan. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein dan sering disebut dengan KKP

29 (kekurangan Kalori Protein). Dalam standar yang ditetapkan oleh Pemerintah, balita gizi kurang apabila indeks berat badan menurut umur (BB/U) 3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013). Faktor yang menyebabkan kekurangan gizi diantaranya adalah faktor kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan orang tua, ASI (Air Susu Ibu), makanan pendamping, infeksi dan penyakit penyerta seperti HIV AIDS, kondisi psikologi anak, keamanan lingkungan, terbatasnya fasilitas kesehatan, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan nutrisi pada masa kehamilan (Supariasa, 2013., Priharsiwi 2006.,Ghazi dkk,. 2011; Mc Donald dkk.,2012; Kumar & Singh, 2013; Evans dkk., 2011).

30 Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang (Supariasa, 2013., Priharsiwi 2006.,Ghazi dkk,. 2011; Mc Donald dkk.,2012; Kumar & Singh, 2013; Evans dkk., 2011): Kemiskinan/Pendapatan Praktek pemberian makan Balita gizi kurang apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) 3 s/d <-2 SD (Wong, 2002; Departemen Gizi dan Kesehatan Msyarakat, 2013). Pendidikan ibu Keamanan lingkungan Pemberian ASI ekslusif Kondisi psikologi anak Penyakit penyerta Pengetahuan Ibu Nutrisi masa kehamilan Fasilitas kesehatan terbatas Kelengkapan Imunisasi Kebudayaan Berat bayi saat lahir Keterangan : Area yang diteliti

31 2.9 Kerangka Konseptual Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Pendidikan Ibu Pengetahuan Ibu BBLR Kelengkapan Imunisasi Gizi Kurang Pemberian ASI Ekslusif Tingkat Pendapatan