6/2/2013. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed DISOLUSI

dokumen-dokumen yang mirip
Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

MATA KULIAH FARMAKOLOGI DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

BIOFARMASI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika

PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

DAFTAR ISI. BAB I. PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian...

Pengaruh Suhu Q10. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

JADUAL KULIAH BIOKIMIA KELAS I (KODE MAK 144, 3 (2-1) SKS)

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

BAB IV PROSEDUR KERJA

PERBANDINGAN MUTU FISIK DAN PROFIL DISOLUSI TABLET IBUPROFEN MERK DAGANG DAN GENERIK SKRIPSI

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. vii. DAFTAR ISI.. viii. DAFTAR GAMBAR. xi. DAFTAR TABEL. xiii. DAFTAR LAMPIRAN. xiv. INTISARI.. xv. ABSTRAC.

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

Bab IV Hasil dan Diskusi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. ketoprofen (Kalbe Farma), gelatin (Brataco chemical), laktosa (Brataco

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

Sifat fisika kimia - Zat Aktif

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

Pengendapan. Sophi Damayanti

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

Difusi dan disolusi. Arif budiman

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laju disolusi obat merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Lampiran 1. Flowsheet Rancangan Percobaan

MIKROMERITIK. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 6/19/2013

2.1.1 Keseragaman Ukuran Kekerasan Tablet Keregasan Tablet ( friability Keragaman Bobot Waktu Hancur

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

Skala ph dan Penggunaan Indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

ELEKTROFORESIS. Muawanah. Sabaniah Indjar Gama

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN EKSKRESI OBAT

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

C w : konsentrasi uap air dalam kesetimbangan, v f dan f w menyatakan laju penguapan dengan dan tanpa film di permukaan

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

Transkripsi:

Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed DISOLUSI 1

PENDAHULUAN Uji disintegrasi, resmi dinyatakan dalam USP sejak tahun 1950, hanya berkaitan secara tidak langsung dengan ketersediaan hayati obat dan kinerja produk. Pada tahun 1962, diketahui bahwa untuk menghasilkan kerja fisiologis, obat harus terlarut, dan semakin disadari bahwa persyaratan disolusi harus dimuat dalam monografi tablet dan kapsul, yang mengandung bahan obat yang memiliki kelarutan kurang dari 1% dalam medium berair. 2

PENDAHULUAN Disolusi (pelepasan obat dari bentuk sediaan) merupakan hal yang sangat penting untuk semua sediaan, baik yang dibuat secara konvensional, bentuk sediaan padat per oral pada umumnya, maupun bentuk sediaan dengan pelepasan dimodifikasi, dan dapat menjadi tahap pembatas laju untuk absorpsi obat yang diberikan secara oral. 3

KONSEPDISOLUSI Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau serbuk) masuk ke dalam fase larutan, seperti air. Intinya, ketika obat melarut, partikel-partikel padat memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut Disolusi obat merupakan proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase larutan. 4

KONSEPDISOLUSI Disolusi, secara fisikokimia adalah proses dimana zat padat memasuki fasa pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi senyawa obat adalah proses multilangkah yang melibatkan reaksi heterogen/interaksi antara fasa solut-solut (zat terlarut-zat terlarut) dan fasa pelarut-pelarut dan pada antarmuka solut-pelarut. 5

Reaksi heterogen yang merupakan proses perpindahan massa secara keseluruhan dapat dikategorikan sebagai a) penghilangan zat terlarut dari fasa padat, b) akomodasi zat terlarut dalam fasa cair, dan c) difusif dan/atau transpor konvektif zat terlarut dari antarmuka padat/cair ke dalam fasa massal. Berdasarkan perspektif bentuk sediaan, disolusi zat aktif bukan merupakan disintegrasi bentuk sediaan. (Kramer et al., 2005). 6

Korelasi in vitro in vivo merupakan suatu model matematis prediktif yang menjelaskan hubungan antara sifat in vitro suatu bentuk sediaan oral (biasanya laju atau besar disolusi/pelepasan obat) dan respons in vivo yang terkait (misalnya, konsentrasi obat dalam plasma atau jumlah obat yang diabsorpsi) 7

Pola pelepasan dan disolusi obat umumnya terbagi dalam 2 kelompok: pelepasan orde nol dan orde pertama. Pelepasan orde nol diperoleh dari bentuk sediaan yang tidak berdisintegrasi, seperti sistem penghantaran topikal/transdermal, sistem depot implantasi, atau sistem penghantaran obat dengan pelepasan terkendali. 8

9 Disolusi terjadi pada tablet, kapsul dan serbuk Tablet/kapsul Dissolusi Disintegrasi Deagregasi Granul/agregat Dissolusi Obat dalam larutan Absorpsi Obat dalam darah, cairan tubuh lainnya dan jaringan Partikel-partikel halus Dissolusi 6/2/20 13

GAYA PENGGERAK UNTUK DISOLUSI DAN KONDISI SINK Kelarutan jenuh suatu obat merupakan faktor kunci pada persamaan Noyes-Whitney. Gaya penggerak untuk disolusi adalah gradien konsentrasi melewati lapisan batas gaya penggerak bergantung pada ketebalan lapisan batas dan konsentrasi obat yang sudah terlarut. Jika konsentrasi obat terlarut, C, kurang dari 20% konsentrasi jenuh, Cs, sistem dikatakan bekerja pada kondisi sink gaya penggerak untuk disolusi paling besar jika berada pada kondisi sink. 10

KONDISISINK Kecepatan disolusi adalah jumlah zat aktif yang dikandung sediaan zat padat yang dapat larut di dalam suatu waktu tertentu pada kondisi antarmuka cair-padat, suhu, dan komposisi medium yang dibakukan. Kecepatan disolusi telah dirumuskan oleh Noyes-Whitney sebagai berikut: 11

KONDISISINK Keterangan: dw/dt = kecepatan disolusi, K = konstanta disolusi, S = luas permukaan, Csat = konsentrasi larutan jenuh, Csol = konsentrasi zat akhir yang larut dalam waktu tertentu. 12

Kemudian rumus tersebut dikembangkan oleh Nersnt-Bruner sebagai berikut: Keterangan: dw/dt = kecepatan disolusi, D = koefisien difusi zat aktif yang larut dalam pelarut, V = volume medium, h = ketebalan difusi. 13

Jika volume medium disolusi lebih besar dibandingkan terhadap kelarutan jenuh (sedikitnya 5 sampai 10 kali lebih besar), maka Csol << Csat, maka rumus di atas menjadi: Keadaan ini disebut sink condition, yaitu merupakan salah satu parameter percobaan yang harus dikendalikan selama uji disolusi. Dalam uji disolusi diusahakan supaya selalu tercapai sink condition (Abdou, 1989). 14

KONDISISINK Secara matematika, proses disolusi dapat dirumuskan menurut persamaan: Di mana dm/dt adalah kecepatan material melarut melewati suatu permukaan S, pada waktu t Cs-C adalah gradien konsentrasi antara konsentrasi solut dalam lapisan stagnan (ketebalan h dan segera berada di samping permukaan melarut) Gradien konsentrasi dianggap sama terhadap perbedaan di antara kelarutan jenuh obat (Cs) dan konsentrasi solut pada medium (C) 15

PERANANUJIDISOLUSI Dressman dkk (1998): Uji disolusi digunakan untuk berbagai alasan dalam industri; dalam pengembangan produk baru, untuk pengawasan mutu, dan untuk membantu menentukan kesetaraan hayati. Perkembangan regulasi terbaru, seperti skema klasifikasi biofarmasetika, telah menegaskan pentingnya disolusi dalam peraturan tentang perubahan setelah mendapat izin dan memperkenalkan kemungkinan mengganti uji klinis dengan uji disolusi dalam kasus-kasus tertentu. 16

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UJI DISOLUSI Data laju disolusi hanya akan berarti jika hasil pengujian secara berurutan dari sediaan yang sama, konsisten dalam batas yang dapat diterima. Uji disolusi harus memberikan hasil yang reprodusibel, sekalipun dilakukan di laboratorium berbeda oleh personel yang berbeda pula. Oleh karena itu, untuk mencapai reprodusibilitas yang tinggi, semua variabel yang dapat mempengaruhi pengujian harus dipahami secara baik dengan kemungkinan pengontrolannya. 17

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UJI DISOLUSI Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi suatu obat dari sediaannya dapat antara lain: Faktor-faktor yang terkait pada sifat fisiko kimia obat Faktor-faktor yang terkait pada formulasi obat Faktor-faktor yang terkait dengan bentuk sediaan Faktor-faktor yang terkait pada alat uji disolusi Faktor-faktor yang terkait pada parameter uji disolusi Bermacam-macam faktor lainnya. 18

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DISOLUSI TERKAIT SIFAT FISIKOKIMIA OBAT Faktor yang mempengaruhi kelarutan Polimorfisme Keadaan amorf dan solvat Asam bebas, basa bebas, atau bentuk garam Pembentukan kompleks, larutan padat, dan campuran eutektikum Ukuran partikel Surfaktan Faktor yang mempengaruhi luas permukaan (tersedia) untuk disolusi: Ukuran partikel Variabel pembuatan 19

Beberapa sifat fisikokimia dari zat aktif yang mempengaruhi karakteristik disolusi adalah: konstanta ionisasi (pka), kelarutan sebagai fungsi dari ph, stabilitas larutan sebagai fungsi dari ph, ukuran partikel, bentuk kristal, kekuatan ionik, bentuk terionkan, dan efek dapar (Gray, 2005). 20

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU DISOLUSI TERKAIT FORMULASI& METODE PEMBUATAN Jumlah & tipe eksipien, seperti garam netral Tipe pembuatan tablet yang digunakan Ukuran granul dan distribusi ukuran granul Jumlah dan tipe penghancur serta metode pencampurannya Jumlah dan tipe surfaktan (kalau ditambahkan) serta metode pencampurannya Gaya pengempaan dan kecepatan pengempaan. 21

MEDIUM DISOLUSI Karena perbedaan yang nyata antara lambung dan usus, medium yang menggambarkan kondisi lingkungan lambung dan usus umum digunakan. Perbedaan utama antara medium lambung dan usus adalah ph dan adanya empedu. Pertimbangan penting lainnya adalah ada atau tidaknya makanan dalam lambung. Jika tidak ada makanan dalam lambung, kondisi antarpasien tidak akan terlalu berbeda. 22

MEDIUM DISOLUSI 6/2/2013 Karena lambung bersifat asam (ph < 3) dalam kebanyakan pasien yang berada dalam keadaan berpuasa, variabel utama ialah tipe dan volume cairan yang diberikan bersama bentuk sediaan. Jika obat diberikan bersama dengan cairan berupa air, kapasitas dapar bernilai rendah sehingga hal ini tidak akan diperhitungkan dalam uji disolusi. Walaupun telah diketahui bahwa tegangan permukaan isi lambung menurun, senyawa fisiologis sebenarnya yang menyebabkan hal ini belum diketahui. Oleh sebab itu, natrium lauril sulfat sering digunakan dalam uji disolusi untuk memperoleh efek ini. 23

MEDIUM DISOLUSI Komposisi cairan lambung keadaan puasa simulasi (ph 1,2) cukup sederhana, dapat dilihat pada Tabel 13-2. Dalam keadaan tidak berpuasa, kondisi lambung sangat bergantung pada jenis dan jumlah makanan yang dimakan. Cairan usus simulasi (simulated intestinal fluid, SIF) dijelaskan dalam USP 26, merupakan larutan dapar 0,05 M yang mengandung kalium dihidrogen fosfat (Tabel 13-2). ph dapar ini adalah 6,8 dan berada dalam kisaran ph usus normal. 24

MEDIUM DISOLUSI Pankreatin juga dapat ditambahkan jika dibutuhkan medium yang lebih biorelevan. Pankreatin adalah campuran enzim lipase yang melarutkan lemak, enzim pengurai protein yang disebut protease, dan enzim yang memecah karbohidrat, seperti amilase. Jika tidak mengandung pankreatin, SIF dinamakan SIFsp; sp berarti sans pancreatin atau tanpa pankreatin 25

MEDIUM DISOLUSI 26

PERALATANKOMPENDIAL Alat uji disolusi menurut Farmakope Indonesia edisi 4: Alat uji disolusi tipe keranjang (basket) Alat uji disolusi tipe dayung (paddle) Alat uji pelepasan obat (USP 29, NF 24): Alat uji pelepasan obat berupa keranjang (basket) Alat uji pelepasan obat berupa dayung (paddle) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating cylinder Alat uji pelepasan obat berupa flow through cell Alat uji pelepasan obat berupa paddle over disk Alat uji pelepasan obat berupa silinder (cylinder) Alat uji pelepasan obat berupa reciprocating holder 27

METODEI DANII USPUNTUKDISOLUSI Metode-metode yang paling umum digunakan untuk mengevaluasi disolusi muncul pertama kali dalam USP edisi 13 pada awal tahun 1970-an. Metode-metode ini dikenal sebagai metode keranjang (metode I) dan metode dayung (metode II) USP dan disebut sebagai metode sistem tertutup karena menggunakan medium disolusi bervolume tetap. Variasi kedua peralatan standar ini telah dilaporkan dan digambarkan dalam Gambar 13-7b. 28

METODEI DANII USPUNTUKDISOLUSI Metode keranjang dan dayung USP merupakan metode pilihan untuk uji disolusi bentuk sediaan oral padat pelepasan segera. Penggunaan metode disolusi lain hanya boleh dipertimbangkan jika metode I dan II USP diketahui tidak memuaskan. 29

ALATKERANJANG 30

ALATDAYUNG 31

Ket: (a) keranjang diam-dayung berputar untuk bentuk sediaan pada oral pelepasan segera, (b) keranjang diamdayung berputar yang dimodifikasi untuk sediaan suppositoria, (c) sel dialisis berputar, (d) dayung berputar-keranjang berputar. 32

SUMBER KESALAHAN YANG DAPAT DITEMUKAN PADA UJI DISOLUSI Ketika melakukan pengujian disolusi, ada banyak cara untuk mengetahui bahwa tes tersebut dapat menghasilkan hasil yang salah. Peralatan pengujian dan lingkungannya, Penanganan sampel, Formulasi, Reaksi in situ, Otomatisasi dan teknik analisis Aspek-aspek tertentu dari proses kalibrasi peralatan. 33

BEBERAPA TEORI DISOLUSI TEORI WAGNER Tetapan kecepatan disolusi (k) dapat dihitung dari % zat yang tidak larut f(t) Asumsi: Kecepatan disolusi mengikuti reaksi orde satu Percobaan dalam kondisi sink dan nonreactive Luas kontak permukaan turun secara eksponensial sebagai fungsi waktu f(t) 34

BEBERAPA TEORI DISOLUSI TEORI KITAZAWA Didasarkan pada kondisi: Luas permukaan konstan 6/2/2013 Volume medium besar kondisi sink Disolusi sebanding dengan gradien konsentrasi (saturasi dan dalam medium) dc/dt = K(C - C) Di mana C = konsentrasi total zat aktif yang larut dalam medium 35

MENYATAKANHASILUJIDISOLUSI Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menyatakan hasil uji disolusi antara lain: 1. Menyatakan persen atau mg zat aktif yang terlarut dalam waktu tertentu. 2. Membuat grafik pada kertas millimeter, persentase yang terlarut terdapat pada ordinat dan waktu pengambilan alikuot pada absis. 3. Menyatakan waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu persentase tertentu dari kelarutan zat aktif. 4. Menghitung efisiensi disolusi/dissolution efficiency (DE). DE merupakan ukuran dan laju disolusi secara keseluruhan. 36

DE didefinisikan sebagai luas di bawah kurva disolusi pada waktu t tertentu dibagi luas persegi panjang yang menggambarkan disolusi 100% dalam waktu yang sama (pada waktu t tertentu). Berdasarkan beberapa titik data yang tersedia, DE dapat diperkirakan dengan aturan trapezoid (Reppas dan Nicolaides, 2000). Secara model matematika dapat dinyatakan sebagai berikut: 37

Keterangan: 38