BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Wendi Nurfandi, 2012 Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes. Pembimbing II : Winsa Husin, dr. M.Sc., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Strategi Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Praktik Kedokteran dalam Rangka Pembinaan Profesi Dokter/Dokter Gigi pada Era MEA #

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAGAS WARAS KABUPATEN KLATEN

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL INTEGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN PENILAIAN KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT QIM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. baik dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 012 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PEDOMAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS TAROGONG

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PROGRAM KERJA SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT BUNDA SIDOARJO TAHUN 2015

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 28 Tahun 2015 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

Peran dan Fungsi Komite Medik di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

HP Palembang 22 Juni 1953

I.PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

KASYFI HARTATI Disampaikan pada ASM 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III METODE PENELITIAN. rawat inap bangsal anak RSUD Panembahan Senopati Bantul. Data kuantitatif yang diambil

BAB I PENDAHULUAN. agar staf medis di RS terjaga profesionalismenya. Clicinal governance (tata kelola

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BUPATI BATU BARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATU BARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang telah nyata terjadi maupun berpotensi untuk terjadi yang mengancam

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan yang bersifat sentralistik ke arah desentralistik yang. masing-masing Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Tujuan pembangunan di

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TAHUN 2013

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

BUPATI PENAJAM PASER UTAR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan meliputi pelayanan, promotif, preventif, kuratif, dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT KEPUTUSAN PEMIMPIN BLUD RSUD PROVINSI KEPULAUAN RIAU TANJUNGPINANG NOMOR : / SK-RSUD PROV / X / 2016 T E N T A N G

DRAF PEDOMAN AUDIT KEPERAWATAN

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi, pelayanan prima merupakan elemen utama di rumah

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Kesehatan sebagai salah

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

DIVISI BIOETIKA DAN HUMANIORA

BAB I PENDAHULUAN. bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masingmasing

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR : 1 /KKI/PER/ I /2010 TENTANG REGISTRASI DOKTER PROGRAM INTERNSIP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROGRAM ORIENTASI BAGI MAHASISWA PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN/KEBIDANAN DI RSUD dr.fauziah BIREUEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM LEGISLASI TENAGA KEPERAWATAN. Sumijatun Oktober 2008

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tugas dan fungsi pelayanan kesehatan dalam pemahaman awal yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan itu adalah menghilangkan gejala penyakit. Pemahaman seperti itu sudah mulai ditinggalkan dan kini sudah mengarah pada pelayanan kesehatan sebagai bagian dan proses pendidikan serta pembelajaran hidup sehat kepada setiap anggota masyarakat. Disinilah perubahan kode-kode peran dan fungsi pelayanan kesehatan dilakukan. Artinya, seorang tenaga kesehatan dituntut untuk berkompeten dan memberikan pelayanan holistik dari mulai gejala, penyebab, sampai pada efek penyakit itu sendiri, sehingga seorang pasien dapat benar-benar memiliki mutu hidup yang berkualitas (Momon S, 2008). Menurut Deming dalam Out of the Crisis pada tahun 1948-1949, Jepang berusaha untuk memulihkan diri dari kekalahan Perang Dunia II dan menemukan cara membangun kembali ekonominya. Beberapa insinyur Jepang mengamati bahwa perbaikan mutu hampir selalu menghasilkan peningkatan produktivitas. Demikian pula dapat diterapkan dalam perbaikan mutu dalam bidang kesehatan (Al-Assaf, 2009). Indonesia telah menggunakan kebijakan kuat yang menangani mutu dan institusi layanan kesehatan dan baru saja menerapkan kebijakan tersebut melalui strategi yang dapat diterima pada berbagai tingkatan (IGP Wiadnyana et al, 2009). Kebutuhan akan pelayanan yang baik dalam suatu sistem maka diperlukan suatu kebijakan yang mengikat, tegas, dan jelas. Pada dasarnya rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, dengan adanya sumber kekuasaan dan otonomi misalnya pemerintah dalam menyangkut kepentingan masyrakat yang azasi, maka pemerintah mengendalikan secara cukup besar (Boys S, 2007). Ilmu kedokteran bergantung banyak faktor, misalnya pada penatalaksanaannya, cara pemeriksaan, kecermatan serta ketelitian seorang 1

2 dokternya dan bergantung juga pada pasiennya misalnya tingkat penyakitnya, daya tahan tubuh, usia, kemauan keras untuk sembuh, komplikasi penyakit dan faktor lainnya. Kadang-kadang seorang dokter mempunyai pasien sangat banyak, sehingga menjadi kurang teliti dalam pemeriksaan. Pasien seolah-olah merupakan suatu nomor saja dari sekian banyak nomor. Waktu untuk pemeriksaan dan berpikir lebih jauh berkurang. Tidak lagi ada waktu untuk memikir secara holistik. Ini dapat menyebabkan terjadinya misdiagnosis (J.Guwandi, 2006). Konsep Clinical Governance ini adalah kerangka kerja untuk menjamin agar seluruh organisasi di bawah National Health Service (Badan Pelayanan Kesehatan) memiliki mekanisme memadai untuk memantau dan meningkatkan mutu klinik, tujuan untuk menjaga agar pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan tinggi, dan dilakukan di lingkungan kerja dengan tingkat profesionalisme tinggi. Konsep ini kemudian diadopsi sebagai salah satu strategi penjamin mutu pelayanan kesehatan (Dody F, 2001). Salah satu elemen penting dalam clinical governance ini adalah kompetensi dari seorang dokter yang berpraktik. Persoalan akan timbul bila yang bersangkutan akan dinilai untuk re-sertifikasi kompetensi, karena belum seluruh profesi di tanah air mempunyai standar profesi dan standar pelayanan mediknya masing masing (Dody F, 2007). Lemahnya pembinaan praktik dokter di Indonesia baik dari pemerintah, organisasi profesi, maupun komite medik di tingkat rumah sakit akan sangat memberikan peluang bagi para dokter untuk melakukan praktik yang tidak sesuai standar kompetensi (Cahyono, 2008). Profesor Liam Donaldson melakukan penelitian deskriptif problem disiplin yang melibatkan para dokter sebagai staf medik. Tercatat 49 staf medik yang melanggar profesi; bersikap dan berperilaku buruk (32 dokter), kurang berkomitmen terhadap kewajiban klinis (21 dokter), memiliki masalah dalam hal kompetensi (19 dokter), tidak jujur (11 dokter) (Cahyono, 2008). Sikap profesional sangatlah penting karena seorang pasien tidak selalu mengenal jati diri dokter menyerahkan diri sepenuhnya kepada dokter yang merawatnya (Cahyono, 2008).

3 Masyarakat sebagai provider tidak ingin dilayani oleh poor doctor (memiliki maksud dan tujuan baik tetapi tidak didukung dengan pengetahuan atau keterampilan yang memadai) atau bad doctor (mungkin memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik tetapi tidak berperilaku/bermoral baik, atau malahan kriminal) (Cahyono, 2008). Rumah sakit juga sangat berperan dalam pelayanan kesehatan dilihat dari salah satu tanggung jawab rumah sakit profesional terhadap mutu pengobatan/perawatan (duty of due care). Hal ini berarti bahwa pemberian pelayanan kesehatan terhadap tingkat sakitnya, baik oleh dokter maupun oleh perawat dan tenaga kesehatan lainnya harus berdasarkan ukuran standar profesi. Dengan demikian maka secara yuridis rumah sakit bertanggung jawab apabila ada pemberian pelayanan cure and care yang tidak lazim atau di bawah standar (J.Guwandi, 2005). Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Provinsi Kalimantan Barat. Tidak adanya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat yang mengatur tentang Standar Pelayanan Minimal Provinsi Kalimantan Barat, yang bersandar pada Undang-Undang Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004 dan hanya mengacu pada Permenkes No. 741/Menkes/PER/VII/Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Dilihat dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tampaknya masih ada indikator-indikator yang belum mencapai target standar nasional. Belum maksimumnya sistem clinical governance yang membuat tingkat pelayanan kesehatan masih di bawah standar nasional, memungkinkan terjadi kasus-kasus malpraktik yang disebabkan karena kelalaian dokter. Ini menjadi penting karena dalam menjalankan sistem clinical governance, standar profesi medik yang berkompeten menjadi salah satu faktor penting.

4 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang, penulis ingin mengetahui tentang : 1. Bagaimana pelaksanaan tentang Clinical Governance ditinjau dari stake holder dan provider Provinsi Kalimantan Barat. 2. Bagaimana hambatan tentang Clinical Governance ditinjau dari stake holder dan provider Provinsi Kalimantan Barat. 3. Bagaimana harapan tentang Clinical Governance ditinjau dari stake holder dan provider Provinsi Kalimantan Barat. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk meninjau sistem layanan kesehatan dan peran Komisi D DPRD Provinsi Kalimantan Barat dan Komite Medik RSUD Dokter Soedraso kota Pontianak terhadap clinical governance yang dihubungkan dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan, hambatan dan harapan clinical governance melalui stake holder dan provider Provinsi Kalimantan Barat. 1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah 1. Bagi masyarakat umum, karya tulis ilmiah ini dapat mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan layanan kesehatan. 2. Mengkaji sejauh mana implementasi clinical governance pelayanan kesehatan Provinsi Kalimantan Barat pada RSUD Dokter Soedarso kota Pontianak.

5 3. Bagi peneliti, karya tulis ilmiah ini dapat menjadi alat dalam menunjang pelayanan kesehatan dan mengaplikasikan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang didapat selama perkuliahan. 1.5 Landasan Teori Secara sederhana Clinical Governance adalah suatu cara (sistem) upaya menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dalam satu organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang efisien (Dody F,2001). Secara ringkas kita dapat memadukan konsep Clinical Governance dengan kondisi struktur perumahsakitan di tanah air pada saat ini dalam penerapan Undang Undang Praktik Kedokteran dalam suatu model integrasi yang mengedepankan mutu pelayanan dalam bentuk keamanan dan keselamatan pasien (patients safety). Adapun kebijakan yang dibuat pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang tertuang dalam Peraturan Daerah, Standar Pelayanan Minimal (SPM) menjadi tolak ukur dalam membuat kebijakan rumah sakit. Sesuai dengan kewenangan Komite Medik di rumah sakit, agak sulit untuk menilai kepastian kompetensi seorang profesi terutama untuk profesi yang banyak mengandalkan keterampilan dan tergantung kepada fasilitas peralatan medik. Bila sarana/fasilitas peralatan rumah sakit tersebut tidak atau kurang memadai untuk menunjang kinerja profesi, maka selain ketrampilan klinis profesi itu sendiri akan berkurang bahkan hilang dan bila tetap dipaksakan dengan fasilitas yang tidak sesuai dan memadai, maka secara langsung akan meningkatkan risiko ketidakamanan pasien (insecure of patients safety) di rumah sakit.

6 1.6 Metodologi 1.6.1 Metode Penelitian : Kualitatif 1.6.2 Rancangan Penelitian : Grounded research 1.6.3 Teknik pengambilan data : Primer In Depth Interview Sekunder Observasi langsung Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 1.6.4 Metode pengambilan sampel : Purposive sampling dengan pendekatan extreme case sampling 1.6.5 Instrumen Penelitian : Pedoman wawancara mendalam, Tape recorder 1.6.6 Informan : Ketua Komisi D DPRD Provinsi Kalimantan Barat Anggota Komisi D DPRD Provinsi Kalimantan Barat Ketua Komite Medik RSUD Dokter Soedarso kota Pontianak Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 1.6.7 Teknik Analisis Data : Thematical Analysis dengan Kuotasi Metafora dengan penyajian data.

7 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.7.1 Lokasi penelitian : Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Barat, RSUD Dokter Soedarso kota Pontianak, Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 1.7.2 Waktu penelitian : Bulan Desember 2011 - Oktober 2012